Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.

Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui bagaimana perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia.

Penyebabnya adalah sekelompok cacing parasit nemtoda yang tergolong superfamilia Filarioidea yang menyebabkan infeksi sehingga berakibat munculnya edema. Gejala yang umum terlihat adalah terjadinya elefantiasis, berupa membesarnya tungkai bawah (kaki) dan kantung zakar (skrotum), sehingga penyakit ini secara awam dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Walaupun demikian, gejala pembesaran ini tidak selalu disebabkan oleh filariasis.

Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity). Filariasis limfatik disebabkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Gejala elefantiasis (penebalan kulit dan jaringan-jaringan di bawahnya) sebenarnya hanya disebabkan oleh filariasis limfatik ini. B. timori diketahui jarang menyerang bagian kelamin, tetapi W. bancrofti dapat menyerang tungkai dada, serta alat kelamin. Filariasis subkutan disebabkan oleh Loa loa (cacing mata

Afrika), Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, dan Dracunculus medinensis (cacing guinea). Mereka menghuni lapisan lemak yang ada di bawah lapisan kulit. Jenis filariasis yang terakhir disebabkan oleh Mansonella perstans dan Mansonella ozzardi, yang menghuni rongga perut. Semua parasit ini disebarkan melalui nyamuk atau lalat pengisap darah, atau, untuk Dracunculus, oleh kopepoda (Crustacea). Selain elefantiasis, bentuk serangan yang muncul adalah kebutaan Onchocerciasis akibat infeksi oleh Onchocerca volvulus dan migrasi microfilariae lewat kornea. Filariasis ditemukan di daerah tropis Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, dengan 120 juta manusia terjangkit. WHO mencanangkan program dunia bebas filariasis pada tahun 2020. Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata. Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasinya,

BAB II ISI 2.1. Klasifikasi Cacing filaria (Wuchereria bancrofti) Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki gajah berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.

Klasifikasi ilmiah Kingdom Classis Ordo Upordo Family Genus Species : Animalia : Secernentea : Spirurida : Spirurina : Onchocercidae : Wuchereria : Wuchereria bancrofti

Ciri-ciri cacing Filaria 1. Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu. 2. Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 100 mm, ekornya berujung tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung pucat. 3. Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati.

2.2. Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti) Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu: Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu. Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7 bulan.

Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga mikrofilaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalam tubuh nyamuk. Mikrofilaria tersebut masuk kedalam paskan pembungkus pada tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding lambung

dan bersarang diantara otot-otot dada (toraks). Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II. Pada hari ke sepuluh dan seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga tumbuh menjadi lebih panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula-mula ke rongga perut (abdomen) kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk. Apabila nyamuk yang mengandung mikrofilaria ini menggigit manusia. Maka mikrofilaria yang sudah berbentuk larva infektif (larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam tubuh manusia (hospes). Bersama-sama dengan aliran darah dalam tubuh manusia, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam pembuluh limfe larva mengalami dua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larva stadium V. Cacing filaria yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Siklus hidup pada tubuh nyamuk terjadi apabila nyamuk tersebut menggigit dan menghisap darah orang yang terkena filariasais, sehingga mikrofilaria yang terdapat di tubuh penderita ikut terhisap ke dalam tubuh nyamuk. Cacing yang diisap nyamuk tidak begitu saja dipindahkan, tetapi sebelumnya tumbuh di dalam tubuh nyamuk. Makhluk mini itu berkembang dalam otot nyamuk. Sekitar 3 minggu, pada stadium 3, larva mulai bergerak aktif dan berpindah ke alat tusuk nyamuk. Nyamuk pembawa mikrofilaria itu lalu gentayangan menggigit manusia dan memindahkan larva infektif tersebut. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe.

2.3. Gejala Klinik Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain: 1. Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan muncul lagi setelah si penderita bekerja berat. 2. Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.

3. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahandan merasa panas (Early lymphodema).

2.4. Diagnosa penyakit Filariasis (Kaki gajah) Bentuk menyimpang dari filariasis (eosinoffilia tropikal) ditandai oleh hipereosinivilia, adanya microfilaria di jaringan tetapi tidak terdapat di dalam darah, dan titer antibody antifilaria yang tinggi. Microfilaria mungkin ditemukan di cairan limphatik. Tes serologi telah tersedia tetapi tidak dapat diandalkan sepenuhnya. Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium: 1. Deteksi parasit yaitu menemukan microfilaria di dalam darah, cairan hirokel atau cairan chyluria pada pemeriksaan sediaan darah tebal, teknik konsentrasi Knott dan membran filtrasi. 2. Pengambilan darah dilakukan pada malam hari mengingat periodisitas mikrofilarianya umumnya nokturna. Pada pemeriksaan histopatologi, kadang-kadang potongan cacing dewasa dapat dijumpai pada saluran dan kelenjar limpah dari jaringan yang di curigai sebagai tumor. 3. Diferensiasi spesies dan stadium filarial, yaitu dengan menggunakan pelacak DNA yang spesies spesifik dan antibody monoclonal untuk mengidentifikasi larva filarial dalam cairan tubuh dan dalam tubuh nyamuk vektor sehingga dapat membedakan antara larva filarial yang menginfeksi manusia dengan yang menginfeksi hewan. Penggunaannya masih terbatas pada penelitian dan survey.

2.5. Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis 1. Upaya Pencegahan Filariasis Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko tinggi

terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M. 2. Upaya Pengobatan Filariasis Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC). DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibat Wuchereria bankrofti, dosis yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan filariasis yang disebabkan oleh Brugiamalayi dan Brugia timori, efek samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis tunggal DEC dan Albendazol 400 mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun. Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika, khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga dilakukan pembedahan.

3. Upaya Rehabilitasi Filariasis Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan operasi.

2.6. Obat-obat dalam Terapi Filariasis 1. DIETIL CARBAMAZIN CITRAT (DEC) Nama Generik Dietilcarbamazin citrat (DEC) Nama Kimia Dietilcarbamazin citrat Struktur Kimia C10H21N3OC6H8O7 Sifat Fisikokimia Serbuk berwarna putih, kristal, yang sedikit higroskopis, tidak berbau atau berbau sedikit sekali. Mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, praktis tidak larut dalam aseton, dalam kloroform, dan eter. Simpan dalam wadah yang tertutup.

Farmakologi DEC diabsorbsi melalui jalur sistem pencernaan dan juga melalui kulit dan konjungtiva. Kadar puncak pada plasma terjadi dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral dosis tunggal, dan waktu paruh terjadi dari 2-10 jam tergantung pada urin pH. DEC terdistribusi secara luas dan diekskresikan di urin dalam bentuk tak berubah dan juga dalam bentuk metabolit N-oksid. Sekitar 5% dari dosis yang digunakan akan tereliminasi pada feses.

Mekanisme Kerja Melumpuhkan otot microfilaria, sehingga tidak dapat bertahan di tempat hidupnya. Mengubah komposisi dinding microfilaria menjadi lebih mudah di hancurkan oleh system pertahanan tubuh . setelah di minum DEC dengan cepat diserap oleh saluran cerna dan mencapai kadar maksimal dalam plasma darah setelah 4 jam kemudian selanjutnya akan dikeluarkan seluruhnya dari tubuh bersama urine dalam waktu 48 jam.

Efek Samping Efek samping yang umum terjadi setelah penggunaan DEC adalah mual dan muntah, demam, sakit kepala, pusing dan rasa mengantuk juga dapat terjadi.

Bentuk Sediaan Tablet 100 mg. 2. ALBENDAZOL Komposisi Tablet salut mengandung 400 mg Albendazol Rumus Molekul C12H15N3O2S Indikasi Albendazol berkhasiat membasmi cacing di usus yang hidup sebagai parasit tunggal atau majemuk. Albendazol efektif untuk pengobatan cacing gelang, cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita dan Albendazol dapat meningkatkan efek DEC dalam mematikan microfilaria tanpa menambah reaksi yang tidak dikehendaki.

Konta Indikasi Albendazol memiliki sifat teratogenik. Karena itu obat ini tidak boleh diberikan kepada wanita hamil.

Farmakokinetik Setelah pemberian oral, obat ini diabsorpsi secara cepat dan dimetabolisme terutama menjadi albendazol sulfoksat dan metabolit lainnya. Metabolitnya terutama diekskresikan di urin, dan hanya sedikit di ekskresikan melalui feses. Mekanisme Hasil percobaan preklinis dan klinis menunjukkan bahwa albendazol mempunyai khasiat membunuh cacing, menghancurkan telur dan larva cacing. Efek antelmintik albendazol dengan jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing sehingga produksi ATP sebagai

sumber energy untuk mempertahankan hidup cacing berkurang, hal ini mengakibatkan kematian cacing karena kekurangan energy.

Efek Samping Diare ringan, sakit kepala, mual, muntah, pusing, lesu dan susah tidur.

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan 1. Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. 2. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin. 3. Filariasis biasanya dikelompokkan menjadi tiga macam, berdasarkan bagian tubuh atau jaringan yang menjadi tempat bersarangnya: filariasis limfatik, filariasis subkutan (bawah jaringan kulit), dan filariasis rongga serosa (serous cavity). 4. Beberapa spesies filarial yang menyerang manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori 5. Pengobatan Filariasis dengan DEC (Diethyl Carbamazine Citrate) dikombinasi dengan Albendazol dan Paracetamol.

DAFTAR PUSTAKA http://sabarahas.blogspot.com/2013/02/gejala-dan-penyebab-penyakit-kaki-gajah.html http://penyakitkakigajah.com/penyakit-kaki-gajah-filariasis/ http://orisinil.com/lifestyle/penyakit-kaki-gajah-filariasis/65 http://fitrindahsari12.blogspot.com/2013/06/filariasis-kaki-gajah.html Anonim.2010.Filariasis di Indonesia (Buletin Jendela Epidemiologi),volume I.Jakarta:Pusat Data Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI.

Anonim.2011.Profil Kesehatan Indonesia 2010.Jakarta:Kemenkes RI.

Aryanti Henny.2011.Filaria.Surabaya:FK Universitas Airlangga

M.Sudomo.1990.Aspek

Epidemiologi

Filariasis

yang

berhubungan

dengan

Pemberantasannya.Jakarta:Cermin Dunia Kedokteran.

Nasrin.2008.Faktor-faktor Lingkungan dan Perilaku yang berhubungan dengan Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat.Semarang:Uneversitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai