Oleh :
SGD 1
Ni Putu Rista Wulandari
(1002105010)
(1002105013)
(1002105021)
(1002105028)
(1002105038)
(1002105056)
(1002105070)
(1002105076)
(1002105081)
(1002105083)
(1002105086)
Learning Task
DHF
1. Jelaskan apa pengertian DHF ?
2. Jelaskan apa dan bagaimana karakteristik penyebab dan vector penyakit DHF (termasuk
siklus hidupnya) !
3. Jelaskan epidemiologi DHF dan Kapan dikatakan kejadian luar biasa ?
4. Jelaskan evidence kalau DHF disebabkan oleh varian baru virus dengue !
5. Jelaskan tanda dan gejala pasien yang menderita DHF !
6. Apa keluhan pasien yang membuat kita curiga pasiennya menderita DHF ?
7. Jelaskan apa pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai
DHF !
8. Jelaskan kriteria diagnosis pasien dengan DHF !
9. Jelaskan patofisiologi pasien DHF !
10. Jelaskan derajat penyakit DHF ?
11. Jelaskan komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan DHF ?
12. Jelaskan pengobatan/tindakan yang dilakukan untuk menangani pasien DHF !
13. Jelaskan kapan pasien DHF harus dirawat di rumah sakit !
14. Jelaskan kapan pasien DHF bisa dirawat di rumah !
15. Jelaskan apa yang menyebabkan pasien dengan DHF meninggal ?
16. Kapan pasien DHF yang dirawat di RS boleh pulang ?
17. Jelaskan apa masalah keperawatan actual dan atau resiko penderita DHF !
18. Apa tujuan perawatan pasien di rumah sakit ?
19. Apa tindakan keperawatan yang dilakukan untuk merawat pasien DHF ?
20. Apa yang harus diobservasi dan dimonitoring untuk mengetahui perkembangan dan
mencegah terjadinya komplikasi !
21. Hal yang penting dalam perawatan pasien DHF adalah manajement cairan. Jelaskan
kenapa hal itu penting, apa cairan yang dipakai, berapa tetes/jemlah cairan yang
diperlukan ?
22. Jika pasien yang terdiagnosis DHF dan boleh dirawat di rumah
a. Apa edukasi yang diberikan untuk pasien dan keluarga untuk perawatan di rumah ?
b. Kapan dan pada situasi apa harus membawa ke tempat pelayanan kesehatan ?
23. Apa peran pasien, keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kejadian
DHF di lingkungan tempat tinggal ?
24. Setiap kelompok mencari minimal 10 gambar dan 3 video yang berhubungan dengan
DHF
Pembahasan
1. Pengertian DHF
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang berpotensial mengakibatkan syok yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti . (Ngastiyah, 1995 ;
341).
Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi :
2001).
2. Karakteristik penyebab dan vector penyakit DHF
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Vektor
Dengue dapat ditularkan oleh :
Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes albopictus
Metamorfosis sempurna
Sifat-Sifat Nyamuk Aedes aegypti
Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa
orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah pemindahan
virus
Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas 09.0010.00 dan 16.00-17.00
Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau
terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh
Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap dalam
rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel, peci dan
lain-lain.
Nyamuk ini lebih senang warna gelap daripada terang
3. Epidemiologi DHF
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga
1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina
yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air
lainnya).
Penyakit DHF ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negaranegara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil
studi epidemiologi menunjukkan bahwa DHF terutama menyerang kelompok umur balita
sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam
hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender. Outbreak (KLB, Kejadian Luar
Biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya
musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi
pada musim penghujan. Penularan penyakit DHF antar manusia terutama berlangsung
melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortilitasnya,
DHF disebut sebagai the mosquito transmitted disease.
Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Thailand merupakan Negara
peringkat pertama yang melaporkan banyak kasus DHF yang dirawat di rumah sakit.
Sedangkan di Indonesia termaksud peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DHF yang
dilaporkan.
Penyakit DHF pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Diisolasi dari
pasien d Filipina pada tahun 1956, 2 tahun kemudian virus dengue dari berbagai tipe
diisolasi dari pasien selama endemik di Bangkok, Thailand. Selama tiga dekade
berikutnya, DBD/DSS ditemukan di Kamboja, Cina, India, Indonesia, Masyarakat
Republik Demokratis Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Srilanka, Vietnam
dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terbentang diantara 6 Lintang
utara dan 11 Linang selatan dengan iklimnya yang tropik, terjadinya epidemi suatu
penyakit di Batavia (Jakarta) yang kemungkinan besar adalah dengue dilaporkan pertama
kali oleh David Beylon pada tahun 1779. Penyakit tersebut, yang ketika itu terutama
menyerang etnis Thionghoa, ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri retro-orbital,
nyeri punggung, nyeri persendian dan nyeri otot. KLB pertama penyakit ini terjadi di
Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 dengan ditemukannya 54 kasus dan 24 (44%)
kasus diantaranya meninggal dunia. Setelah itu, jumlah kasus akibat terinfeksi virus
dengue yang dilaporkan meningkatsecara tajam. KLB penyakit ini dilaporkan terutama
menyerang daerah urban. Pada tahun 1994, penyakit akibat infeksi virus dengue ini telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan bahkan sejak tahun 2001 telah menjadi
suatu penyakit endemik di beberapa kota besar dan kecil, bahkan di daerah pedesaan.
Angka kesakitan dan kematian DHF di berbagai negara sangat bervariasi dan
tergantung pada berbagai macam faktor, seperti status kekebalan dari populasi, kepadatan
vektor dan frekuensi penularan (seringnya terjadi penularan virus Dengue), prevalensi
sero tipe virus dengue dan keadaam cuaca
dikatakan kejadian luar biasa (KLB) pada demam berdarah apabila jumlah korban
dalam hari pertama ke hari kedua meningkat seratus persen. Syarat dan ketentuan KLB
terhadap suatu penyakit dalam pasal 6 disebutkan bahwa suatu daerah dinyatakan KLB
apabila sudah memenuhi salah satu kriteria yang sebelumnya penyakit menular tersebut
tidak dikenal pada suatu daerah.
Apabila jumlah korban dari penyakit tersebut dalam satu harinya atau per bulannya
meningkat seratus persen, maka kejadian tersebut baru bisa dikatakan KLB. Misalnya
hari ini jumlah korban meninggal 10 orang dan besoknya meningkat 10 orang
4. Evidence kalau DHF disebabkan oleh varian baru virus dengue
AKIBAT MUTASI VIRUS DENGUE?
Dengan makin banyaknya penderita yang tidak menunjukkan gejala DBD yang
biasa, serta makin cepat dan mudahnya serangan virus dengue masuk ke dalam kondisi
akut, sempat memunculkan dugaan tentang adanya varian baru dari virus ini, yang
ditengarai sebagai bentuk upaya virus memperkebal diri dengan cara bermutasi.
Dugaan ini sebenarnya sudah muncul sejak 2004 lalu. Apalagi, di tahun itu jumlah
kasus DBD tercatat sangat tinggi, mencapai 79.462 kasus. Beberapa pihak masih
berupaya untuk mencari jawaban pasti dari dugaan tersebut. Belum ada hasil yang
signifikan untuk memberikan kepastian seputar dugaan munculnya varian baru virus
dengue ini, ungkap dr. Tjahjani Mirawati Sudiro dari Bagian Mikrobiologi FKUI yang
terus melakukan sejumlah penelitian dengan mengembangkan diagnostik dan pemetaan
genetik dari virus dengue.
Virus penyebab penyakit demam berdarah (DB) ternyata kini makin ganas. Seiring
dengan meningkatnya mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat lain (bahkan dari
satu negara ke negara lain), varian baru virus DB yang berkembang di suatu tempat, bisa
ikut terbawa ke tempat lain yang sebelumnya tak mengenal virus itu.
Menurut ahli penyakit tropis, Prof Dr Soegijanto SpA (K), di Jatim kini mulai
ditemukan penderita DB dengan virus baru yang lebih jahat, yang disebut virus
Metropolis. Virus Metropolis ini merupakan varian baru yang muncul sebagai akibat dari
mutasi (perubahan bentuk, sifat dan kualitas) virus-virus DB yang ada selama ini
Virus ini muncul sejalan dengan dinamika dalam populasi manusia. Globalisasi
yang memudahkan perpindahan manusia dari satu negara ke negara lain membuka
peluang bagi terjadinya mutasi virus DB. Karena `wataknya` yang metropolitan, maka
virus Metropolis rawan muncul di kota-kota yang menjadi pusat pertemuan manusia dari
berbagai negara dan benua seperti Jakarta, Denpasar, Surabaya, Manado dll.( Prof Dr
Soegijanto SpA (K),)
Penelitian yang dilakukan di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga
antara 2004 hingga 2006 mempertegas bahwa dinamika penduduk terbukti mendorong
terbentuknya beragam sub tipe virus. Dari penelitian doktor Aryati (yang dibimbing
SProf Dr Soegijanto SpA (K),) di Surabaya, satu sampai empat virus DB yang telah ada
sebelumnya, kini masing-masing telah memiliki sub-sub tipenya.
Selain memberikan dampak berbeda bagi para penderitanya, kemunculan virusvirus baru itu juga menaikkan tingkat keparahan penyakit. Jika selama ini gejala umum
yang dialami penderita DB atau demam berdarah dengue (DBD) adalah panas dingin,
panas tinggi; maka penderita DB yang mengidap virus baru bisa tidak mengalami panas.
Panasnya biasa-biasa saja tapi tiba-tiba penderita bisa langsung mengalami pendarahan.
Pada kondisi penderita DB dengan virus ganas, virus akan menyebar dan
menyerang hati. Jika hal ini terjadi, secara otomatis fungsi hati terganggu dan akibatnya
akan menimbulkan pendarahan hebat. Dampak berbeda dari serangan virus baru itu
membuat sistem tata laksana penanganan pasien penderita DB harus berbeda pula. Jika
selama ini pasien penderita DB biasa mendapat cairan ringer laktat untuk mengatasi
kekurangan cairan tubuh, maka penggunaan cairan yang sama justru akan berbahaya bagi
penderita yang terserang virus Metropolis. Karena cairan ringer laktat itu dimetabolisir di
hati, maka akan menyebabkan gangguan di hati semakin berat jika penderita terkena
virus Metropolis. Jadi harus digunakan cairan yang tidak dimetabolisir di hati tapi yang
dimetabolisir di otot.
5. Tanda dan gejala pasien yang menderita DHF
Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung ,
nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
(Soedarto, 1990 ; 39).
Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan
ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat
biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta
gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit.
Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:
Uji torniquet positif
Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
Epistaksis dan perdarahan gusi
Hematemesis, melena
Hematuri
Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan
hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita . (Soederita, 1995 ; 39).
Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).
Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan kebocoran
Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.
Penurunan kesadaran
Radiologi
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukkan adanya efusi fleura dan
pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisis berdiri apalagi berbaring
Ultrasonografi
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting
tidak menggunakan system pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan
USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat
pula dipakai sebagai alat diagnostic bantu untuk meramalkan kemungkinan
penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung
empedu dan penebalan pancreas.
Serelogik
Dasar pemeriksaan serelogis adalah membandingkan titer antibody pada masa
akut dan masa konvalesen. Pemeriksaan dapat berupa Neutralizing test,
complement fixation test atau hemaglutination inhibition test. Bergantung pada
kebutuhannnya. Pemeriksaan serelogis dapat membantu menegakkan diagnosis
klinis. Untuk pemeriksaan serologis ini dibutuhkan 2 contoh darah pada masa
konvalesen yang diambil 1-4 minggu setelah perjalan penyakit. Dalam praktik
sukar sekali mendapatkan contoh darah kedua karena biasanya penderita setelah
sembuh tidak bersedia diambil darahnya. Maksud diambil contoh darah yang
kedua ialah selain untuk menjaga kemungkinan tidak didapatkan contoh darah
ketiga juga untuk mempercepat hasil akan sudah cukup nyata sehingga dapat
diinterpretasikan. Apabila hanya diperoleh satu contoh darah, penafsiran akan
sulit bahkan sering tidak mungkin dilakukan.
Diagnosis
pasti
DBD
ditegakkan
dengan
pemeriksaan
serologis
(tes
hemaglutinasi inhibisi, fiksasi komplemen, tes netralisasi, Elisa IgM dan IgG,
PCR) serta isolasi virus. Tes baku yang dianjurkan WHO ialah tes hemaglutinasi
inhibisi (HI). Untuk konfirmasi dilakukan pemeriksaan hamaglutinasi inhibisi(HI)
dari sampel darah akut saat masuk dirawat, sampel darah saat keluar, rumah sakit
dan penderita diminta untuk control kembali setelah 1 minggu pulang sekalian
diambil sampel darah ketiga. Dari pengalaman hanya sekitar 50% penderita
kembali untuk pengambilan darah ketiga, akan tetapi hai ini sangat berarti dalam
penilaian hasil serologic. Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga
harganya relative mahal. Pada keadaan diagnosis klinis sudah jelas maka
pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas
mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis
DBD. Hasil pemeriksaan dengue blot positif dapat terjadi pada penyakit DBD.
Pemeriksaan uji Hemaglutination inhibition antibody dapat dilakukan dengan 2
cara :
Dalam bentuk serum yaitu dengan mengambik 2-5 ml darah vena dengan
menggunakansemprit atau vacutainer. Selanjutnya serum dipisahkan dan
dimasukkan ke dalam botol steril yang tertutup rapat.sebelum dikirim
serum disimpan dalam lemari es dan pada waktu dikirim ke laboratorium ke
dalam trombos berisi es.
Dengan menggunakan kertas saring filter paper disc. Kertas saring ini
khusus, dengan diameter 12,7 mm, mempunyai tebal dan daya hisap
tertentu. Darah dari tusukan pada ujung jari atau darah vena dari semprit
dikumpulkan pada kertas saring sampai jenuh bolak-balik,artinya seluruh
permukaan kertas saring harus tertutup darah. Diusahakan agar kertas
saringtidak diletakkan pada permukaan yang memudahkan kertas saring
melekat, misalnya padakaca atau plastik. Kertas saring yang dikeringkan
pada suhu kamar selama 2-3 jam dapatdikirim dalam amplop dengan
perantaraan pos ke laboratoriuum.
Widal
Widal adalah identifikasi atibodi tubuh terhadap penyakit tifus. Kejadian seperti
inilah yang menimbulkan keracuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit deman
typhoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan
titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal
minggu pertama, tidsak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya
pemeriksaan widal dilakukan saat panas pada akhir minggu pertama atau awal
minggu ke 2.
Tes Tourniquet
Test ini bersifat non invansiv untuk mendiagnosa dini DBD, penggunaannya
dengan caramengobstruksi aliran vena, sehingga pada bagian distal lenan akan
diperoleh gambaran petechie. Mes
kipun cara ini mudah dan sarana yang ada dapat mudah diperoleh, namun cara ini
mengalami kelemahan diantaranya : dapat dilihat untuk panas setelah 3 hari
dimana trombosit telah berkurang, prosedur yang dijalani sangat tidak nyaman
bagi pasien terlebih pada anak anak.
Pemeriksaan Urine
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
bila
ditemukan
dua
gejala
klinis
disertai
trombositopenia
dan
hebat, efusi pleura dan atau adanya hipoalbuminemi, menandakan adanya kebocoran
plasma. Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita dengan perdarahan
berat) dan trombositopenia yang nyata menunjang diagnosis demam berdarah dengue/
sindrom renjatan dengue
9. Patofisiologi pasien DHF
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi
virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga
terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+
dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan
fungsi
trombosit,
trombositopeni,
coagulopati.
Ketiga
hal
tersebut
menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock
tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis
metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan
sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia
jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler
sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2)
agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan
fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi factor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1)
peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati. (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
419).
Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif
Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan
gusi telinga dan sebagainya.
Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg), tekanan darah menurun,
(120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997), yaitu :
Derajat I
Derajat II
Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.
Derajat IV
Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
11. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan DHF
Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas
membran, sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.
Perdarahan Pada Lambung
Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan
pada anak, sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus
berlangsung, maka asam lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan
perdarahan.
Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian
rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ
akan mengalami pembesaran.
Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya
plasma melalui dinding pembuluh darah.
Menurut WHO, 1999, komplikasi Dengue Haemorrhagic fever adalah :
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan shock
atau tanpa shock
Kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini mungkin hanya
kejang demam sederhana, karena cairan cerebrospinal ditemukan normal.
Oedema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses
penggantian cairan.
Jenis cairan
Kristaloid
- Ringer laktat
- 5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat
- 5% Dekstrose di dalam larutan ringer asetat
- 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologis dan
- 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologis
Koloidal
- Plasma ekspander dengan berta molekul rendfah (dekstran 40)
- Plasma
Kebutuhan cairan
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam
setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas,
amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya
dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita
DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin
tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam.
Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua.
Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.
Tabel 1
Berat waktu masuk (Kg)
<7
220
7-11
165
12-18
132
>18
88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung pada umur dan berat
badan
pasien.
Sedangkan
derajat
kehilangan
plasma
sesuai
dengan
derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuiakna
dengan berat badan ideal anak yang berumur sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat
diperhitungkan dari tabel 2 berikut:
Tabel 2
Berat waktu masuk (Kg)
10
10-20
>20
Obat penenang
Pada beberapa kasus, obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus yang
sangat gelisah. Obat yang hepatoksik sebaikbnya dihindarkan, chloral hidrat oral atau
rektal dianjurkan dengan dosis 12,5 50 mg/kg (tetapi jangan lebih 1 jam) digunakan
sebagai satu macam obat hipnotik.
Terapi oksigen
Transfusi darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis danmelena
diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat berguna untuk
mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.
Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler
telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/Kg
BB/ jam sedangakn cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya
furasemid 1 mg/ kg BB daapt diberikan. Pemantaun tetap dilakukan untuk jumlah
diuresis, kaadr ureum dan kreatinin. Tetapi bila diuresis tetap belum mencukupi pda
umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik maka pemasangan central
venous pressure (CVP) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.
Monitoring
- Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur.
- Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda
vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
- Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam
- Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
kasus ringan sampai sedang (Derajat I dan II), pemberian terapi cairan i.v bagi pasien
dilakukan selama jangka waktu 2-24 jam.
pasien yang menunjukkan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit kurang dari
50.000/mm3 atau menunjukkan perdarahan spontan selain ptekie harus dirawat.
tatalaksana demam DBD adalah memberikan obat antipiretik tetapi jangan diberikan
salisilat.
demam tinggi, anoreksia, mual dan muntah akan menyebabkan rasa haus dan
dehidrasi, oleh karena itu harus terus menerus diberi minum sampai pada batas
kemampuannya. Cairan rehidrasi oral yaitu cairan yang biasa digunakan untuk
mengobati diare dan atau jus buah lebih dianjurkan dari pada air putih.
pemeriksaan hematokrit berkala akan mencerminkan tingkat kebocoran plasma dan
kebutuhan pemberian cairan i.v. Kadar hematokrit harus pula diamati setiap hari,
terhitung mulai hari ketiga sampai suhu tubuh menjadi normal kembali selam satu
atau dua hari.
penggantian cairan plasma pada pasien Dengue Syok Syndrome.
koreksi gangguan elektrolit dan metabolik harus dilakukan secara berkala. Tindakan
awal pemberian cairan pengganti dan tindakan awal koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat akan memberikan hasil yang memuaskan.
pemberian obat sedatif kadang diperlukan untuk menenangkan pasien yang gelisah.
terapi oksigen harus diberikan pada pasien yang mengalami syok.
transfusi darah dianjurkan untuk diberikan pada kasus yang menunjukkan tanda
perdarahan.
penggantian cairan pada DBD harus sama dengan jumlah cairan elektrolit yang
hilang, jadi harus diberika 10mg/kgBB untuk seiap 1% hilangnya berat badan
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Derajat I
Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit
tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 2 liter dalam 24 jam dan kompres dingin.
b. Derajat II
Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2
tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus atau
tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar.
Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.
setelah 2-7 hari demam. Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah
tanda-tanda awal yang umum sebelum terjadinya syok.
Apabila terjadi syok pada DHF harus segera diatasi (<60 menit), karena dapat
meninggal dalam 10-24 jam. Salah satu cara penatalaksanaan yang diutama pada pasien
yang mengalami DSS adalah segera mengganti kehilangan cairan dan elektroklit karena
terjadi leakage plasma (kebocoran plasma)
Hal yang harus dilakukan bila terjadi syok antara lain :
Hal pertama yang diingat pada penanganan DSS adalah syok harus segera diatasi
dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera
dilakukan. Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan
Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12-24 jam maksimal 48 jam setelah
syok teratasi. Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal
jantung, serta terjadinya syok ulang. Transfusi darah segar pada penderita dengan
perdarahan massif (hematemesis dan melena).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan
klorida, serta ureum dan kreatinin. Selain itu dilakukan pemeriksaan hematokrit
dan trombosit secara teratur untuk mengetahui lebih cepat terjadinya DSS agar
lebih cepat mendapatkan penanganan berupa terapi cairan yang sesuai.
Apabila penanganan syok tidak adekuat serta Prolonged shock (>90 menit) akan
menyebabkan hipoksia berat, menimbulkan asidosis metabolic serta memicu DIC
sehingga terjadi perdarahan hebat. Komplikasi tersebut yang nantinya akan
menyebabkan kematian pada pasien DHF disertai DSS.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka
kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita
Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter
atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.
Adapun tanda dan gejala DSS antara lain :
Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
Tekanan nadi < 20 mmHg
Akral dingin
Tanda dan gejala DSS pada anak :
Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada jari tangan, kaki, dan hidung. Pada
kuku terjadi cyanosis (kebiruan), hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien
(berarti ketidakmampuan untuk menjalankan fungsinya secara memadai)
sehingga meningkatkan aktivitas simpatikus secara reflek.
Anak yang semula rewel, cengeng,dan gelisah lambat laun kesadaannya menurun
menjadi apatis, sopo, bahkan coma. Hal ini terjadi karena kegagalan sirkulasi
serebral.
Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan
lembut sampai tidak teraba oleh karena kolap sirkulasi.
Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
Tekanan nadi < 20 mmHg
Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis.
16. Pasien DHF yang dirawat di RS boleh pulang saat :
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan pasien membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Melewati sedikitnya tiga hari setelah pemulihan dari syok
Jumlah trombosit > 50.000 per mm3
Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
atau asites
Tidak terdapat komplikasi (Komite Medik RSDM, 2004)
Haluaran urine baik
17. Masalah keperawatan penderita DHF
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan metabolism, dan
dehidrasi ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, kulit
kemerahan, kulit teraba panas/ hangat
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat
Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila
syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi
dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.
Oedema paru
Dehidrasi
Pendarahan
Hipotensi
Bradikardi
Kerusakan hati
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di
bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan
pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati
tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya
perdarahan.5
Mengantisipasi terjadinya syok pada pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan :
Pasien DD dapat berobat jalan dan tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien dianjurkan :
- Tirah baring, selama masih demam.
dengan
Ringer
Laktat
(RL)
dan
lanjutkan
dengan
berturut-turut
maka
tetesan
dukurangi
mejadi
Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam
volume kecil 10ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah
segar 20ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemberian
cairan ini dipertahankan minimal 12-24 jam maksimal 48 jam setelah syok
teratasi. Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal
jantung, serta terjadinya syok ulang
Mengurangi faktor resiko kematian pada pasien. Faktor resiko kematian pada
pasien akan tinggi apabila telah terjadi syok pada pasien dan tidak mendapatkan
penanganan yang baik untuk pasien.
19. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk merawat pasien DHF
Diagnosa
Fatique
Intervensi
Energy Management
Kolaborasi
dengan
ahli
gizi
tentang
cara
Kekurangan volume cairan
relaksasi
Fluid Monitoring
Tentukan
kemungkinan
faktor
resiko
dari
Fluid Management
Monitor TTV
Pantau
haluaran
urine
(karakteristik,
ukuran)
warna,
Hipertermia
Fever Treatment
Monitor IWL
Berikan antipiretik
Nausea
Selimuti pasien
Berikan cairan IV
menggigil
Fluid Management
PK Perdarahan
20. Yang harus diobservasi dan dimonitoring untuk mengetahui perkembangan dan
mencegah terjadinya komplikasi yaitu :
Tatalaksana DBD fase demam, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan
oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan
bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD, Parasetamol
direkomendasikan untuk mengatasi hal tersebut. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat
timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang
dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu
diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat
diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya.
DBD Derajat I dan DBD Derajat II tanpa Peningkatan Hematokrit :
Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum banyak yaitu 1-2 liter/hari
atau 1 sendok makan tiap 5 menit.
Obat Antipiretik diberikan bila suhu > 38,5oC.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-manarus, sebaiknya berikan
infus NaCl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3). Pasang tetesan rumatan sesuai dengan
berat badan.
Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap 6-12 jam. Apabila telah terjadi perbaikan klinis
dan laboratoris, pasien dapat dipulangkan, namun bila kadar Ht meningkat dan
trombosit cendrung menurun maka infus cairan ditukar dengan Ringer Laktat
(RL) dan lanjutkan dengan penetalaksanaan DBD Derajat II dengan peningkatan
hemokonsentrasi > 20%.
DBD Derajat II dengan Peningkatan Hemokonsentrasi > 20% :
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid Ringer Laktat/Ringer
Asetat/NaCl 0,9% atau Dekstrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9% 6-7ml/KgBB/jam.
Monitor tanda vital, kadar Ht dan trombosit tiap 6 jam.
Apabila selama observasi keadaan umum membaik, tekanan darah dan nadi
stabil, diuresis cukup, Ht cendrung menurun minimal dalam 2X pemeriksaan
berturut-turut maka tetesan dukurangi mejadi 5ml/KgBB/jam. Bila dalam
observasi selanjutnya tetap stabil kurangi tetesan menjadi 3ml/KgBB/jam,
kemudian evaluasi 12-24 jam bila stabil dalam 24-48 jam cairan dihentikan.
Sepertiga kasus jatuh dalam keadaan syok, bila keadaan klinis tidak ada
perbaikan, gelisah, nafas dan nadi cepat, diuresis kurang dan Ht meningkat maka
naikkan tetes menjadi 10ml/kgBB/jam. Bila dalam 12 jam belum ada perbaikan
klinis naikkan menjadi 15ml/KgBB/jam dan evaluasi 12jam lagi. Apabila nafas
lebih cepat, Ht naik dan tekanan nadi < 20 mmHg maka berikan cairan koloin 2030 ml/KgBB/jam, namu bila Ht menurun, berikan transfusi darah segar
10ml/KgBB/jam, Bla keadaan membaik berikan cairan sesuai butir 2.
DBD Derajat III dan IV atau kasus Sindrom Syok Dengue (SSD) :
Segera infus kristaloid (Ringer Laktat,Ringer Asetat, atau NaCl 0,5%)
20ml/KgBB dalam waktu 30 menit (Bolus) dan Oksige 2 liter/menit. Untuk SSD
berat (Derajat IV) berikan RL dan 20 ml/KgBB/jam dan kolod. Observasi
tensidan nadi tiap 15 menit, Ht dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan
gula darah.
Setelah 30 menit syok belum teratasi, lanjutkan Rl 20ml/KgBB dan tambah
plasma (fresh Frozen plasma) atau koloid (Dekstran 40) sebanyak 1020ml/KgBB, maksimal 30ml/KgBB. Observasi keadaan umum dan tanda vital
tiap 15 menit dan periksa Ht, trombosit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit
dan gula darah.
Bila syok teratasi serta Hb/Ht turun, tek nadi >20mmHg, nadi kuat, kurangi
tetesan jadi 10ml/KgBB/jam. Pertahankan sampai 24 jam atau klinis membaik
dan Ht turun <40%. Lalu turunkan cairan 7ml/KgBB hingga klinis dan Ht stabil,
kemudian secara bertahap turunkan 5ml hingga 3ml/KgBB/jam. Dianjurkan
pemberian cairan tidak lebih 48 jam setelah syok teratasi. Obsrvasi klinis, tanda
vital, tiap jam, usahakan urin >1ml/KgBB/jam dan pemeriksaan Ht dan trombosit
4-6 jam sampai keadaan membaik.
Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam
volume kecil 10ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar
20ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam.
21. Hal yang penting dalam perawatan pasien DHF adalah manajement cairan karena
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan,
hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun
laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara
hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma
akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi
cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai
apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu
selalu diwaspadai.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue : pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah
jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah
untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravascular.
Jenis Cairan
WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD
karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih
murah.
Jenis
cairan
yang
ideal
yang
sebenarnya
dibutuhkan
dalam
Jumlah Cairan
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran
plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung.
Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan
(maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara
praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah
sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang
terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi
secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil
adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar
hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih
berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau
masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi
klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi
hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau
tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil
secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil
.Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi
hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
22. Jika pasien yang terdiagnosis DHF dan boleh dirawat di rumah
a. Edukasi yang diberikan untuk pasien dan keluarga untuk perawatan di rumah
Pasien yang mampu mentoleransi keadekuatan volume cairan oral dan keluaran urine
minimal tiap 6 jam, dan tidak memiliki tanda peringatan terutama saat demam turun.
Pasien rawat jalan harus diperiksa perkembangan penyakitnya (menurunnya sel darah
putih, penurunan suhu tubuh, dan adanya tanda bahaya) sampai pasien keluar dari
masa kritis. Pasien dengan hematokrit stabil dapat diperbolehkan pulang setelah
disarankan untuk pulang kembali ke rumah sakit segera jika berkembang menjadi
tanda-tanda peringatan dan bersedia memenuhi rencana tindakan sebagai berikut :
Mematuhi masukan rehidrasi oral, jus buah dan cairan lain yang mengandung
elektrolit dan gula untuk mengembalikan kehilangan cairan akibat demam dan
muntah. Masukan cairan oral yang cukup didapatkan untuk mengurangi angka
hospitalisasi.
Anjurkan untuk tirah baring
Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak merasa nyaman.
Interval pemberian paracetamol harus tidak kurang dari 6 jam. Kompres hangat
jika pasien masih demam tinggi, jangan memberikan asetil salisilat dan asam
(aspirin), ibuprofen, atau non steroid anti inflasami agen (NSAIDS) sebab obat
tersebut dapat memperparah gastritis atau perdarahan. Asetil salisilat (aspirin)
dapat menyebabkan Reyes Syndrom.
b. Pasien harus dibawa ke tempat pelayanan kesehatan saat :
Tidak ada perbaikan klinis
Kemunduran waktu dari penurunan suhu tubuh
bentuk spray
Menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit
Memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah
Mengganti air vas bunga dan tempat minum burung minimal seminggu sekali.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dengan tanah dan
mengeringkan air yang ada di penampungan alami seperti air diantara pelepah
pisang.
Bubuhkan bubuk pembunuh jentik nyamuk (Abate) di tempat-tempat yang sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air.
Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan kepala timah, ikan cupang dan
ikan nila.
Memasang kawat kasa dan tidur menggunakan kelambu.
Pencahayaan dan ventilasi di dalam ruangan harus memadai karena nyamuk ini
senang hinggap di kamar yang gelap.
Jangan biasakan menggantung pakaian karena nyamuk aedes aegypti senang
hinggap di benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gordyn,
baju/pakaian dll.
masyarakat
dalam
memecahkan
masalah
kesehatan
mereka
sendiri
program pemberantasan DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta
dalam program pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan
berbagai jenis penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD
agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu peran partisipasi masyarakat dapat
ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate
secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006).
Kebijakan Pemerintah
Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan melalui
pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat elemen yang
mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam kebijakan karena
memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh suatu keputusan (Koban, 2005).
Adapun elemen tersebut antara lain adalah :
Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan
dan Pejabat Pemerintah).
Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah,
pemimpin terpilih).
Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi).
Sasaran kebijakan (masyarakat).
Elemen-elemen tersebut secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program pemberantasan virus
Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan perundang-undangan tentang
penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan ini memberikan wewenang kepada
petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang diperlukan saat terjadi wabah atau
KLB di masyarakat (Koban, 2005).
sanitasi
yang
telah
diatur
oleh
Departemen
Kesehatan,
Daftar Pustaka
http://www.mitrakeluarga.com/gading/tatalaksana-demam-dengue-demam-berdarah-dengue/
WHO.Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, pengobatan, pencegahan, dan pengendalian.
Jakarta: EGC
Anonim.2011. http://kesehatan masyarakat /2011/11/upaya-pencegahan-demam-berdarahdbd.html. diakses tanggal 3 Januari 2013
http://www.equator-news.com/utama/20121130/dari-700-ke-800-kasus-bdb
http://dehever.blogspot.com/2009/12/epidemiologi-dhf.html
http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askepdengue-hemoragic-fever-dhf/
http://caldok.blogspot.com/2010/04/dengue-hemorrhagic-fever.html
http://afghanaus.com/perinsip-umum-pengobatan-penyakit-dbd/
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=definisi
%20dhf&source=web&cd=1&ved=0CCsQFjAA&url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/12
3456789/21504/4/Chapter
%2520II.pdf&ei=hmTlUPekLsHKrAeN7YHoDw&usg=AFQjCNHvY00mYzAe_sK8Q6FTz
rpcRigYNA&bvm=bv.1355534169,d.bmk&cad=rja
WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva,
1997.
WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals.
New Delhi, 1999
Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap Standar
Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.
Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.
Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.