Anda di halaman 1dari 44

Dengue Haemoragic fever (DHF)

Oleh :

SGD 1
Ni Putu Rista Wulandari

(1002105010)

Ni Ketut Dewi Jayanthi

(1002105013)

Ni Nyoman Sri Wahyuni

(1002105021)

I Gusti Ayu Anik Sutari

(1002105028)

I Gusti Agung Novi Lindaswari

(1002105038)

Bagus Adi Marthayoga

(1002105056)

Ni Nyoman Rita Lestari

(1002105070)

Ade Saras Sinta Dewi

(1002105076)

Putu Pamela Kenwa

(1002105081)

Ni Luh Putu Dian Yunita Sari

(1002105083)

I Made Ary Hardana Yasa

(1002105086)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2012

Learning Task
DHF
1. Jelaskan apa pengertian DHF ?
2. Jelaskan apa dan bagaimana karakteristik penyebab dan vector penyakit DHF (termasuk
siklus hidupnya) !
3. Jelaskan epidemiologi DHF dan Kapan dikatakan kejadian luar biasa ?
4. Jelaskan evidence kalau DHF disebabkan oleh varian baru virus dengue !
5. Jelaskan tanda dan gejala pasien yang menderita DHF !
6. Apa keluhan pasien yang membuat kita curiga pasiennya menderita DHF ?
7. Jelaskan apa pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai
DHF !
8. Jelaskan kriteria diagnosis pasien dengan DHF !
9. Jelaskan patofisiologi pasien DHF !
10. Jelaskan derajat penyakit DHF ?
11. Jelaskan komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan DHF ?
12. Jelaskan pengobatan/tindakan yang dilakukan untuk menangani pasien DHF !
13. Jelaskan kapan pasien DHF harus dirawat di rumah sakit !
14. Jelaskan kapan pasien DHF bisa dirawat di rumah !
15. Jelaskan apa yang menyebabkan pasien dengan DHF meninggal ?
16. Kapan pasien DHF yang dirawat di RS boleh pulang ?
17. Jelaskan apa masalah keperawatan actual dan atau resiko penderita DHF !
18. Apa tujuan perawatan pasien di rumah sakit ?
19. Apa tindakan keperawatan yang dilakukan untuk merawat pasien DHF ?
20. Apa yang harus diobservasi dan dimonitoring untuk mengetahui perkembangan dan
mencegah terjadinya komplikasi !
21. Hal yang penting dalam perawatan pasien DHF adalah manajement cairan. Jelaskan
kenapa hal itu penting, apa cairan yang dipakai, berapa tetes/jemlah cairan yang
diperlukan ?
22. Jika pasien yang terdiagnosis DHF dan boleh dirawat di rumah
a. Apa edukasi yang diberikan untuk pasien dan keluarga untuk perawatan di rumah ?
b. Kapan dan pada situasi apa harus membawa ke tempat pelayanan kesehatan ?

23. Apa peran pasien, keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kejadian
DHF di lingkungan tempat tinggal ?
24. Setiap kelompok mencari minimal 10 gambar dan 3 video yang berhubungan dengan
DHF

Pembahasan
1. Pengertian DHF
DHF (Dengue Haemoragic fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopeniadan diathesis hemoragik.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang berpotensial mengakibatkan syok yang
dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti . (Ngastiyah, 1995 ;
341).
Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi :
2001).
2. Karakteristik penyebab dan vector penyakit DHF
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus
dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya
dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotype
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak.
Vektor
Dengue dapat ditularkan oleh :
Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes albopictus

Morfologi dan Daur Hidup Nyamuk Vektor DHF


Nyamuk dewasa : ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan, kaki dan sayap
Telur : berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti
gambaran kain kasa
Jentik : ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas. Pada waktu
istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

Metamorfosis sempurna
Sifat-Sifat Nyamuk Aedes aegypti
Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa
orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah pemindahan
virus
Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas 09.0010.00 dan 16.00-17.00
Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau
terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh
Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap dalam
rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel, peci dan
lain-lain.
Nyamuk ini lebih senang warna gelap daripada terang
3. Epidemiologi DHF
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga
1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000

penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga
mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina
yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air
lainnya).
Penyakit DHF ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia terutama di negaranegara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik maupun epidemik. Hasil
studi epidemiologi menunjukkan bahwa DHF terutama menyerang kelompok umur balita
sampai dengan umur sekitar 15 tahun serta tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam
hal kerentanan terhadap serangan dengue antar gender. Outbreak (KLB, Kejadian Luar
Biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan berkaitan dengan datangnya
musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi
pada musim penghujan. Penularan penyakit DHF antar manusia terutama berlangsung
melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortilitasnya,
DHF disebut sebagai the mosquito transmitted disease.
Di wilayah pengawasan WHO Asia Tenggara, Thailand merupakan Negara
peringkat pertama yang melaporkan banyak kasus DHF yang dirawat di rumah sakit.
Sedangkan di Indonesia termaksud peringkat kedua berdasarkan jumlah kasus DHF yang
dilaporkan.
Penyakit DHF pertama kali dikenali di Filipina pada tahun 1953. Diisolasi dari
pasien d Filipina pada tahun 1956, 2 tahun kemudian virus dengue dari berbagai tipe
diisolasi dari pasien selama endemik di Bangkok, Thailand. Selama tiga dekade
berikutnya, DBD/DSS ditemukan di Kamboja, Cina, India, Indonesia, Masyarakat
Republik Demokratis Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Srilanka, Vietnam
dan beberapa kelompok kepulauan Pasifik.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terbentang diantara 6 Lintang
utara dan 11 Linang selatan dengan iklimnya yang tropik, terjadinya epidemi suatu
penyakit di Batavia (Jakarta) yang kemungkinan besar adalah dengue dilaporkan pertama
kali oleh David Beylon pada tahun 1779. Penyakit tersebut, yang ketika itu terutama
menyerang etnis Thionghoa, ditandai dengan demam, sakit kepala, nyeri retro-orbital,
nyeri punggung, nyeri persendian dan nyeri otot. KLB pertama penyakit ini terjadi di
Jakarta dan Surabaya pada tahun 1968 dengan ditemukannya 54 kasus dan 24 (44%)

kasus diantaranya meninggal dunia. Setelah itu, jumlah kasus akibat terinfeksi virus
dengue yang dilaporkan meningkatsecara tajam. KLB penyakit ini dilaporkan terutama
menyerang daerah urban. Pada tahun 1994, penyakit akibat infeksi virus dengue ini telah
menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia dan bahkan sejak tahun 2001 telah menjadi
suatu penyakit endemik di beberapa kota besar dan kecil, bahkan di daerah pedesaan.
Angka kesakitan dan kematian DHF di berbagai negara sangat bervariasi dan
tergantung pada berbagai macam faktor, seperti status kekebalan dari populasi, kepadatan
vektor dan frekuensi penularan (seringnya terjadi penularan virus Dengue), prevalensi
sero tipe virus dengue dan keadaam cuaca
dikatakan kejadian luar biasa (KLB) pada demam berdarah apabila jumlah korban
dalam hari pertama ke hari kedua meningkat seratus persen. Syarat dan ketentuan KLB
terhadap suatu penyakit dalam pasal 6 disebutkan bahwa suatu daerah dinyatakan KLB
apabila sudah memenuhi salah satu kriteria yang sebelumnya penyakit menular tersebut
tidak dikenal pada suatu daerah.
Apabila jumlah korban dari penyakit tersebut dalam satu harinya atau per bulannya
meningkat seratus persen, maka kejadian tersebut baru bisa dikatakan KLB. Misalnya
hari ini jumlah korban meninggal 10 orang dan besoknya meningkat 10 orang
4. Evidence kalau DHF disebabkan oleh varian baru virus dengue
AKIBAT MUTASI VIRUS DENGUE?
Dengan makin banyaknya penderita yang tidak menunjukkan gejala DBD yang
biasa, serta makin cepat dan mudahnya serangan virus dengue masuk ke dalam kondisi
akut, sempat memunculkan dugaan tentang adanya varian baru dari virus ini, yang
ditengarai sebagai bentuk upaya virus memperkebal diri dengan cara bermutasi.
Dugaan ini sebenarnya sudah muncul sejak 2004 lalu. Apalagi, di tahun itu jumlah
kasus DBD tercatat sangat tinggi, mencapai 79.462 kasus. Beberapa pihak masih
berupaya untuk mencari jawaban pasti dari dugaan tersebut. Belum ada hasil yang
signifikan untuk memberikan kepastian seputar dugaan munculnya varian baru virus
dengue ini, ungkap dr. Tjahjani Mirawati Sudiro dari Bagian Mikrobiologi FKUI yang
terus melakukan sejumlah penelitian dengan mengembangkan diagnostik dan pemetaan
genetik dari virus dengue.
Virus penyebab penyakit demam berdarah (DB) ternyata kini makin ganas. Seiring
dengan meningkatnya mobilitas manusia dari satu tempat ke tempat lain (bahkan dari

satu negara ke negara lain), varian baru virus DB yang berkembang di suatu tempat, bisa
ikut terbawa ke tempat lain yang sebelumnya tak mengenal virus itu.
Menurut ahli penyakit tropis, Prof Dr Soegijanto SpA (K), di Jatim kini mulai
ditemukan penderita DB dengan virus baru yang lebih jahat, yang disebut virus
Metropolis. Virus Metropolis ini merupakan varian baru yang muncul sebagai akibat dari
mutasi (perubahan bentuk, sifat dan kualitas) virus-virus DB yang ada selama ini
Virus ini muncul sejalan dengan dinamika dalam populasi manusia. Globalisasi
yang memudahkan perpindahan manusia dari satu negara ke negara lain membuka
peluang bagi terjadinya mutasi virus DB. Karena `wataknya` yang metropolitan, maka
virus Metropolis rawan muncul di kota-kota yang menjadi pusat pertemuan manusia dari
berbagai negara dan benua seperti Jakarta, Denpasar, Surabaya, Manado dll.( Prof Dr
Soegijanto SpA (K),)
Penelitian yang dilakukan di Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga
antara 2004 hingga 2006 mempertegas bahwa dinamika penduduk terbukti mendorong
terbentuknya beragam sub tipe virus. Dari penelitian doktor Aryati (yang dibimbing
SProf Dr Soegijanto SpA (K),) di Surabaya, satu sampai empat virus DB yang telah ada
sebelumnya, kini masing-masing telah memiliki sub-sub tipenya.
Selain memberikan dampak berbeda bagi para penderitanya, kemunculan virusvirus baru itu juga menaikkan tingkat keparahan penyakit. Jika selama ini gejala umum
yang dialami penderita DB atau demam berdarah dengue (DBD) adalah panas dingin,
panas tinggi; maka penderita DB yang mengidap virus baru bisa tidak mengalami panas.
Panasnya biasa-biasa saja tapi tiba-tiba penderita bisa langsung mengalami pendarahan.
Pada kondisi penderita DB dengan virus ganas, virus akan menyebar dan
menyerang hati. Jika hal ini terjadi, secara otomatis fungsi hati terganggu dan akibatnya
akan menimbulkan pendarahan hebat. Dampak berbeda dari serangan virus baru itu
membuat sistem tata laksana penanganan pasien penderita DB harus berbeda pula. Jika
selama ini pasien penderita DB biasa mendapat cairan ringer laktat untuk mengatasi
kekurangan cairan tubuh, maka penggunaan cairan yang sama justru akan berbahaya bagi
penderita yang terserang virus Metropolis. Karena cairan ringer laktat itu dimetabolisir di
hati, maka akan menyebabkan gangguan di hati semakin berat jika penderita terkena
virus Metropolis. Jadi harus digunakan cairan yang tidak dimetabolisir di hati tapi yang
dimetabolisir di otot.
5. Tanda dan gejala pasien yang menderita DHF

Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung ,
nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
(Soedarto, 1990 ; 39).

Perdarahan
Perdaran biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39). Perdarahan
ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga
menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinat
biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
perdarahan disini terjadi akibat berkurangnya trombosit (trombositopeni) serta
gangguan fungsi dari trombosit sendiri akibat metamorfosis trombosit.
Perdarahan dapat terjadi di semua organ yang berupa:
Uji torniquet positif
Ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
Epistaksis dan perdarahan gusi
Hematemesis, melena
Hematuri

Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan
hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita . (Soederita, 1995 ; 39).

Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).
Yang dikenal dengan DSS , disebabkan oleh karena : Perdarahan dan kebocoran

plasma didaerah intravaskuler melalui kapiler yang rusak. Sedangkan tanda-tanda


syok adalah:
Kulit dingin, lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki
Gelisah dan Sianosis disekitar mulut
Nadi cepat, lemah , kecil sampai tidak teraba
Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang
dari 80 mmHg)
Tekanan nadi menurun (sampai 20mmHg atau kurang)
Trombositopeni: Jumlah trombosit dibawah 150.000 /mm3 yang biasanya terjadi
pada hari ke tiga sampai ke tujuh.
Hemokonsentrasi : Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator
kemungkinan terjadinya syok.
Gejala-gejala lain :

Anoreksi , mual muntah, sakit perut, diare atau konstipasi serta kejang.

Penurunan kesadaran

6. Keluhan pasien yang membuat kita curiga pasiennya menderita DHF


Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala gejala
klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
7. Pemeriksaan diagnostik yang perlu dilakukan pada pasien yang dicurigai DHF
Pemeriksaan laboratorium yang penting ialah homokonsentrasi (Nilai Hematokrit) dan
trombositopeni (jumlah trombosit menurun). Homokonsentrasi sesuai dengan patokan
WHO baru dapat dinilai setelah penderita sembuh. Penderita DBD yang sepenuhnya
memenuhi criteria klinis WHO yaitu trombosit <100.000/uL dan hemokonsentrasi hanya
berjumlah 20%. Bila patokan hemokonsentrasi dan trombositopeni menurut criteria
WHO dipakai secara murni maka bnyak penderita DBD yang tidak terjaring dan luput
dari pengawasan. Dalam kenyataan di klinik tidak mungkin mengukur kenaikan
hemokonsentrasi pada saat penderita pertama kali datang sehingga nilai hematokritlah
yang dapat dipakai sebagai pegangan. Penelitian pada penderita DBD berkesimpulan
dengan nilai hematokrit<40% dapat dipakai sebagai petunjuk adanya hemokonsentrasi

dan selanjutnya diperhatikan kenaikannya selama pengawasan. Pemeriksaan deman


berdarah secara umum dilakukan dengan pemeriksaan sebagai berikut :

Radiologi
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukkan adanya efusi fleura dan
pengalaman menunjukkan bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisis berdiri apalagi berbaring

Ultrasonografi
Pencitraan USG pada anak lebih disukai dengan pertimbangan dan yang penting
tidak menggunakan system pengion (sinar X) dan dapat diperiksa sekaligus
berbagai organ dalam perut. Adanya ascites dan cairan pleura pada pemeriksaan
USG sangat membantu dalam penatalaksanaan DBD. Pemeriksaan USG dapat
pula dipakai sebagai alat diagnostic bantu untuk meramalkan kemungkinan
penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung
empedu dan penebalan pancreas.

Serelogik
Dasar pemeriksaan serelogis adalah membandingkan titer antibody pada masa
akut dan masa konvalesen. Pemeriksaan dapat berupa Neutralizing test,
complement fixation test atau hemaglutination inhibition test. Bergantung pada
kebutuhannnya. Pemeriksaan serelogis dapat membantu menegakkan diagnosis
klinis. Untuk pemeriksaan serologis ini dibutuhkan 2 contoh darah pada masa
konvalesen yang diambil 1-4 minggu setelah perjalan penyakit. Dalam praktik
sukar sekali mendapatkan contoh darah kedua karena biasanya penderita setelah
sembuh tidak bersedia diambil darahnya. Maksud diambil contoh darah yang
kedua ialah selain untuk menjaga kemungkinan tidak didapatkan contoh darah
ketiga juga untuk mempercepat hasil akan sudah cukup nyata sehingga dapat
diinterpretasikan. Apabila hanya diperoleh satu contoh darah, penafsiran akan
sulit bahkan sering tidak mungkin dilakukan.
Diagnosis

pasti

DBD

ditegakkan

dengan

pemeriksaan

serologis

(tes

hemaglutinasi inhibisi, fiksasi komplemen, tes netralisasi, Elisa IgM dan IgG,
PCR) serta isolasi virus. Tes baku yang dianjurkan WHO ialah tes hemaglutinasi
inhibisi (HI). Untuk konfirmasi dilakukan pemeriksaan hamaglutinasi inhibisi(HI)
dari sampel darah akut saat masuk dirawat, sampel darah saat keluar, rumah sakit
dan penderita diminta untuk control kembali setelah 1 minggu pulang sekalian

diambil sampel darah ketiga. Dari pengalaman hanya sekitar 50% penderita
kembali untuk pengambilan darah ketiga, akan tetapi hai ini sangat berarti dalam
penilaian hasil serologic. Pemeriksaan ini selain tidak spesifik tetapi juga
harganya relative mahal. Pada keadaan diagnosis klinis sudah jelas maka
pemeriksaan ini sebenarnya tidak perlu dilakukan. Pada kasus yang tidak jelas
mungkin pemeriksaan ini sering membantu menunjang menegakkan diagnosis
DBD. Hasil pemeriksaan dengue blot positif dapat terjadi pada penyakit DBD.
Pemeriksaan uji Hemaglutination inhibition antibody dapat dilakukan dengan 2
cara :

Dalam bentuk serum yaitu dengan mengambik 2-5 ml darah vena dengan
menggunakansemprit atau vacutainer. Selanjutnya serum dipisahkan dan
dimasukkan ke dalam botol steril yang tertutup rapat.sebelum dikirim
serum disimpan dalam lemari es dan pada waktu dikirim ke laboratorium ke
dalam trombos berisi es.

Dengan menggunakan kertas saring filter paper disc. Kertas saring ini
khusus, dengan diameter 12,7 mm, mempunyai tebal dan daya hisap
tertentu. Darah dari tusukan pada ujung jari atau darah vena dari semprit
dikumpulkan pada kertas saring sampai jenuh bolak-balik,artinya seluruh
permukaan kertas saring harus tertutup darah. Diusahakan agar kertas
saringtidak diletakkan pada permukaan yang memudahkan kertas saring
melekat, misalnya padakaca atau plastik. Kertas saring yang dikeringkan
pada suhu kamar selama 2-3 jam dapatdikirim dalam amplop dengan
perantaraan pos ke laboratoriuum.

Widal
Widal adalah identifikasi atibodi tubuh terhadap penyakit tifus. Kejadian seperti
inilah yang menimbulkan keracuan diagnosis DBD. Padahal pada penyakit deman
typhoid pada minggu awal panas biasanya malah tidak terdeteksi peningkatan
titer Widal tersebut. Bila hasil pemeriksaan widal meningkat tinggi pada awal
minggu pertama, tidsak harus dicurigai sebagai penyakit tifus. Sebaiknya
pemeriksaan widal dilakukan saat panas pada akhir minggu pertama atau awal
minggu ke 2.

Tes Tourniquet

Test ini bersifat non invansiv untuk mendiagnosa dini DBD, penggunaannya
dengan caramengobstruksi aliran vena, sehingga pada bagian distal lenan akan
diperoleh gambaran petechie. Mes
kipun cara ini mudah dan sarana yang ada dapat mudah diperoleh, namun cara ini
mengalami kelemahan diantaranya : dapat dilihat untuk panas setelah 3 hari
dimana trombosit telah berkurang, prosedur yang dijalani sangat tidak nyaman
bagi pasien terlebih pada anak anak.

Pemeriksaan Urine
Mungkin ditemukan albuminuria ringan

Pemeriksaan Sumsum Tulang


Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke
5 dengan gangguan maturasi
8. Kriteria diagnosis pasien dengan DHF
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik berbentuk
undiffereintiated fever, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindroma renjatan
dengue. Gambaran klasik demam berdarah dengue ditandai oleh 4 gejala utama yaitu:
demam tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali tanpa atau disertai renjatan, dan dua
kelainan laboratorium utama yaitu trombositopenia dan hemokonsentrasi.
Dasar Diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) WHO tahun 1997 :
Kriteria klinis :
Panas dengan onset yang akut, tinggi dan menetap selama 2-7 hari
Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed).
Pembesaran hepar.
Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral
dingin dan sianosis, dan gelisah.
Kriteria laboratorium:
Trombositopenia (kurang atau sama dengan 100.000/ mm3)
Hemokonsentrasi : terdapat kenaikan hematokrit lebih atau sama dengan 20%
pada masa akut dibandingkan dengan masa penyembuhan.
Menurut pedoman tersebut diagnosis klinis demam berdarah dengue sudah dapat
ditegakkan

bila

ditemukan

dua

gejala

klinis

disertai

trombositopenia

dan

hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit. Bila ditemukan anemia atau perdarahan

hebat, efusi pleura dan atau adanya hipoalbuminemi, menandakan adanya kebocoran
plasma. Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita dengan perdarahan
berat) dan trombositopenia yang nyata menunjang diagnosis demam berdarah dengue/
sindrom renjatan dengue
9. Patofisiologi pasien DHF
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal
tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi
virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin,
serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga
terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+
dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya
komplek imun antibodi virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan

fungsi

trombosit,

trombositopeni,

coagulopati.

Ketiga

hal

tersebut

menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock
tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis
metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan
sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia
jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup
dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam
kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh
manusia.sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler
sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2)
agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan
fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau
mengaktivasi factor pembekuan. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1)
peningkatan permiabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati; trombositopenia; dan kuagulopati. (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000;
419).

10. Derajat penyakit DHF


Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi 4
tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :

Derajat I
Panas 2 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif

Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan
gusi telinga dan sebagainya.

Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah
menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :

Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji
tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt) tekanan nadi sempit ( 120 mmHg), tekanan darah menurun,
(120/80 120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 )

Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
Derajat (WHO 1997), yaitu :

Derajat I

Demam dengan test rumple leed positif.

Derajat II
Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau perdarahan lain.

Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.

Derajat IV
Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
11. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien dengan DHF
Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas
membran, sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.
Perdarahan Pada Lambung
Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan
pada anak, sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus
berlangsung, maka asam lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan
perdarahan.
Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian
rongga tubuh. Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ
akan mengalami pembesaran.
Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya
plasma melalui dinding pembuluh darah.
Menurut WHO, 1999, komplikasi Dengue Haemorrhagic fever adalah :
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan shock
atau tanpa shock
Kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini mungkin hanya
kejang demam sederhana, karena cairan cerebrospinal ditemukan normal.
Oedema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses
penggantian cairan.

Pneumonia mungkin terjadi karena adanya komplikasi iatrogenik serta tirah


baring yang lama.
Sepsis gram negatif dapat terjadi karena penggunaan i.v line terkontaminasi.
Syok yang disebabkan kehilangan banyak cairan melalui pendarahan yang
diakibatkan oleh ekstravasasi cairan intravaskuler.
Ikterus pada kulit dan mata
Adanya pendarahan akan menyebabkan terjadinya hemolisis dimana hemoglobin
akan dipecah menjadi bilirubin. Ikterus disebabkan oleh adanya deposit bilirubin.
Kematian merupakan komplikasi lebih lanjut dari Dengue Hemorrhagic Fever
apabila terjadi Dengue Shock Syndrom ( DSS ) yang akan berakibat kepada
kematian. ( www. pdpersi.co.id, 2003 )
12. Pengobatan/tindakan yang dilakukan untuk menangani pasien DHF
Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang ditemukan
antara lain :

Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan


Penderita diperkenankan berobat jalan jika hanya menfeluh panas, tetapi keinginan
makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak
diperkenankan memberikan obat panas paracetamol 10-15 mg/Kg BB setiap 3-4 jam
diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,50C. Obat panas salisilat tidak
boleh dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya peradrahan dan asidosis.
Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini ini adalah kasus DBD yang
menunjukkanmanifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan
penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit dan
konvulsi sebaiknya dianjurkan untuk rawat inap.

Kasus DBD derajat I dan II


Pada hari ke-3,4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini mempunyai
resiko terjadinya apabila syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,
penderita disarankan diinfus kristaloid. Pada saat fase panas, penderita dianjurkan
banyak minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare.
Hematokrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indikator
adanya kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat
rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.

Jenis cairan
Kristaloid
- Ringer laktat
- 5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat
- 5% Dekstrose di dalam larutan ringer asetat
- 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologis dan
- 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologis
Koloidal
- Plasma ekspander dengan berta molekul rendfah (dekstran 40)
- Plasma

Kebutuhan cairan
Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam
setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas,
amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya
dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita
DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin
tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.
Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam.
Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua.
Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :

Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.

Hematokrit yang cenderung mengikat

Tabel 1
Berat waktu masuk (Kg)

Jumlah cairan ml/Kg BB perhari

<7

220

7-11

165

12-18

132

>18

88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung pada umur dan berat
badan

pasien.

Sedangkan

derajat

kehilangan

plasma

sesuai

dengan

derajat

hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuiakna
dengan berat badan ideal anak yang berumur sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat
diperhitungkan dari tabel 2 berikut:
Tabel 2
Berat waktu masuk (Kg)
10

Jumlah cairan ml/Kg BB perhari


100 per Kg BB

10-20

1000+50 x Kg (diatas 10 Kg)

>20

1500+20 x (diatas 20)

Penatalaksanaan DBD derajat III dan IV


Dengue syok syndrome termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan
secara cepat dan perlu memperoleh cairan penggnati secara cepat. Biasanya dijumpai
kelainan asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan dapat terjadinya DIC. Penggantian secara cepat plasma yang hilang
digunakan larutan garam isotonic (ringer lakatat, 5% dekstrose dalam larutan ringer
laktat atau 5% dekstrose dalam larutan ringer asetat dan larutan normal garam faali)
dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam. Pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat
diberikan bolus 10 ml/kg (1 atau 2x). Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit
yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan
normal garam fal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

Koreksi elektrolit dan kelaianan metabolic


Pada kasus yang berat hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai, oleh
karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditemtukan secara teratur
terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus
yang berat biasanya rendah terutama kasus yang memperoleh plasma dan darah yang
cukup banyak. Kadang-kadang terjadi hipoglikemia.

Obat penenang
Pada beberapa kasus, obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus yang
sangat gelisah. Obat yang hepatoksik sebaikbnya dihindarkan, chloral hidrat oral atau
rektal dianjurkan dengan dosis 12,5 50 mg/kg (tetapi jangan lebih 1 jam) digunakan
sebagai satu macam obat hipnotik.

Terapi oksigen

Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen

Transfusi darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis danmelena
diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat berguna untuk
mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.

Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume intravaskuler
telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/Kg
BB/ jam sedangakn cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya
furasemid 1 mg/ kg BB daapt diberikan. Pemantaun tetap dilakukan untuk jumlah
diuresis, kaadr ureum dan kreatinin. Tetapi bila diuresis tetap belum mencukupi pda
umumnya syok juga belum dapat dikoreksi dengan baik maka pemasangan central
venous pressure (CVP) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.

Monitoring
- Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur.
- Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda
vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
- Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam
- Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

Kriteria memulangkan pasien


Pasien dapat dipulangkan apabila :
o Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
o Nafsu makan membaik
o Tampak perbaikan secara klinis
o Hematokrit stabil
o Tiga hari setelah syok teratasi
o Jumlah trombosit > 50.000/ mm3
o Tidak dijumpai distress pernapasan ( disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
PENATALAKSANAAN MEDIK
Menurut Depkes RI, 2000, hal 26, penatalaksanaan dari DBD adalah sebagai berikut:

kasus ringan sampai sedang (Derajat I dan II), pemberian terapi cairan i.v bagi pasien
dilakukan selama jangka waktu 2-24 jam.
pasien yang menunjukkan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit kurang dari
50.000/mm3 atau menunjukkan perdarahan spontan selain ptekie harus dirawat.
tatalaksana demam DBD adalah memberikan obat antipiretik tetapi jangan diberikan
salisilat.
demam tinggi, anoreksia, mual dan muntah akan menyebabkan rasa haus dan
dehidrasi, oleh karena itu harus terus menerus diberi minum sampai pada batas
kemampuannya. Cairan rehidrasi oral yaitu cairan yang biasa digunakan untuk
mengobati diare dan atau jus buah lebih dianjurkan dari pada air putih.
pemeriksaan hematokrit berkala akan mencerminkan tingkat kebocoran plasma dan
kebutuhan pemberian cairan i.v. Kadar hematokrit harus pula diamati setiap hari,
terhitung mulai hari ketiga sampai suhu tubuh menjadi normal kembali selam satu
atau dua hari.
penggantian cairan plasma pada pasien Dengue Syok Syndrome.
koreksi gangguan elektrolit dan metabolik harus dilakukan secara berkala. Tindakan
awal pemberian cairan pengganti dan tindakan awal koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat akan memberikan hasil yang memuaskan.
pemberian obat sedatif kadang diperlukan untuk menenangkan pasien yang gelisah.
terapi oksigen harus diberikan pada pasien yang mengalami syok.
transfusi darah dianjurkan untuk diberikan pada kasus yang menunjukkan tanda
perdarahan.
penggantian cairan pada DBD harus sama dengan jumlah cairan elektrolit yang
hilang, jadi harus diberika 10mg/kgBB untuk seiap 1% hilangnya berat badan
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Derajat I
Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb dan trombosit
tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 2 liter dalam 24 jam dan kompres dingin.
b. Derajat II
Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang pada 2
tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka tetesan infus atau
tetesan cairan tetap tidak lancer maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar.
Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan biasa.

c. Derajat III dan IV (DSS)


Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit (RL) dengan
cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.
Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan secepatnya baik
obat-obatan maupun darah yang diperlukan.
Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan gastrointestinal biasanya
dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk membantu pengeluaran darah dari lambung.
NGT perlu dibilas dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube
dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh
diberikan makanan cair walaupun feses mengndung darah hitam kemudian lunak biasa.
(Ngastiyah, 1997, hal : 345-346)
13. Pasien DHF harus dirawat di rumah sakit saat :
Syok
Muntah terus menerus
Kejang
Kesadaran turun
Muntah darah
Berak hitam
Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali pemeriksaan berturut-turut
Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)
Penderita DBD yang wajib dirawat adalah penderita DBD yang mengalami dehidrasi
berat (kehilangan cairan) >10% berat badan normal. Perawatan ditunjukkan untuk
memberikan terapi cairan dengan infus kepada penderita tersebut. Tanda-tanda penderita
DBD yang mengalami dehidrasi berat antara lain, sebagai berikut :
Takikardia, denyut nadi >100 kali/menit.
Kulit terasa dingin atau terlihat pucat.
Waktu pengisian pembuluh nadi (copillary refill) lebih dari dua detik.
Denyut nadi teraba lemah atau tidak teraba.

Perubahan status kesadaran penderita, seperti bicara meracau, tampak mengantuk


atau gelisah.
Tekanan nadi menyempit (selisih antara tekanan darah sistolik dan diastolik
Produksi air seni (urine) menjadi lebih sedikit dan pekat.
Sekali lagi, tidak ada keharusan merawat semua penderita penyakit DBD. Hanya
sepertiga dari seluruh kasus DBD yang mengalami syok. Temuan penurunan kadar
trombosit <100.000/mm secara kontinyu, peningkatan kadar hematokrit >20% dari nilai
normal, serta tanda-tanda awal terjadinya syok adalah parameter yang penting untuk
diperhatikan.
14. Pasien DHF bisa dirawat di rumah apabila :
Gejala demam tinggi dan sakit kepala namun tidak disertai kegawatdaruratan dan
pemeriksaan uji tourniquet negatif dengan :
Jumlah kadar Trombosit > 100.000/uL
Kadar Hematokrit baik
Selain itu keadaan pasien :
Tampak tidak lesu
Nafsu makan masih baik
Keterangan :
Bila uji tourniquet negatif dengan Jumlah kadar Trombosit > 100.000/uL atau normal,
pasien masih diindikasikan untuk rawat jalan dengan catatan untuk datang kembali setiap
hari sampai panas turun. Pasien dianjurkan untuk minum banyak seperti air teh, susu, jus
buah, dll. Serta diberikan obat antipiretik golongan paracetamol. Bila keadaan memburuk
seperti gelisah, ujung kaki/tangan dingin, keringat dingin, BAK berkurang sakit perut
dan berak hitam segera di bawa ke rumah sakit.
15. Penyebab pasien dengan DHF meninggal
Penyebab pasien DHF itu meninggal apabila DBD berkembang menjadi demam
berdarah dengue yang disertai syok (dengue shock syndrome atau DSS ). Sindrom syok
adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di mana pasien akan mengalami
sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada penderita demam berdarah klasik
dan demam berdarah dengue disertai dengan kebocoran cairan di luar pembuluh darah,
pendarahan parah, dan syok (mengakibatkan tekanan darah sangat rendah), biasanya

setelah 2-7 hari demam. Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah
tanda-tanda awal yang umum sebelum terjadinya syok.
Apabila terjadi syok pada DHF harus segera diatasi (<60 menit), karena dapat
meninggal dalam 10-24 jam. Salah satu cara penatalaksanaan yang diutama pada pasien
yang mengalami DSS adalah segera mengganti kehilangan cairan dan elektroklit karena
terjadi leakage plasma (kebocoran plasma)
Hal yang harus dilakukan bila terjadi syok antara lain :
Hal pertama yang diingat pada penanganan DSS adalah syok harus segera diatasi
dan oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera
dilakukan. Pada kasus DSS cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan
Selain resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit.
Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12-24 jam maksimal 48 jam setelah
syok teratasi. Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal
jantung, serta terjadinya syok ulang. Transfusi darah segar pada penderita dengan
perdarahan massif (hematemesis dan melena).
Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah
perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan
klorida, serta ureum dan kreatinin. Selain itu dilakukan pemeriksaan hematokrit
dan trombosit secara teratur untuk mengetahui lebih cepat terjadinya DSS agar
lebih cepat mendapatkan penanganan berupa terapi cairan yang sesuai.
Apabila penanganan syok tidak adekuat serta Prolonged shock (>90 menit) akan
menyebabkan hipoksia berat, menimbulkan asidosis metabolic serta memicu DIC
sehingga terjadi perdarahan hebat. Komplikasi tersebut yang nantinya akan
menyebabkan kematian pada pasien DHF disertai DSS.
Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka
kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita
Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter
atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian.
Adapun tanda dan gejala DSS antara lain :
Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
Tekanan nadi < 20 mmHg
Akral dingin
Tanda dan gejala DSS pada anak :

Kulit pucat, dingin, dan lembab terutama pada jari tangan, kaki, dan hidung. Pada
kuku terjadi cyanosis (kebiruan), hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien
(berarti ketidakmampuan untuk menjalankan fungsinya secara memadai)
sehingga meningkatkan aktivitas simpatikus secara reflek.
Anak yang semula rewel, cengeng,dan gelisah lambat laun kesadaannya menurun
menjadi apatis, sopo, bahkan coma. Hal ini terjadi karena kegagalan sirkulasi
serebral.
Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan
lembut sampai tidak teraba oleh karena kolap sirkulasi.
Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
Tekanan nadi < 20 mmHg
Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis.
16. Pasien DHF yang dirawat di RS boleh pulang saat :
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan pasien membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Melewati sedikitnya tiga hari setelah pemulihan dari syok
Jumlah trombosit > 50.000 per mm3
Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
atau asites
Tidak terdapat komplikasi (Komite Medik RSDM, 2004)
Haluaran urine baik
17. Masalah keperawatan penderita DHF
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan metabolism, dan
dehidrasi ditandai dengan kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, kulit
kemerahan, kulit teraba panas/ hangat

2. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara


aktif, kegagalan mekanisme pengaturan ditandai dengan pasien mengeluh haus,
penurunan tugor kulit, membrane mukosa kering
3. Kelemahan berhubungan dengan status penyakit ditandai dengan pasien tampak
lesu, kurang energy, peningkatan keluhan fisik.
4. Mual berhubungan dengan iritasi gaster ditandai dengan melaporkan mual
5. PK Pendarahan
18. Tujuan perawatan pasien di rumah sakit
Mencegah terjadinya pendarahan massif pada pasien. Pendarahan massif pada
pasien dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik hingga kematian. Jika Ht
belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam volume kecil 10ml/KgBB. Apabila
tampak perdarahan masif, berikan darah segar 20ml/KgBB dan lanjutkan cairan
kristaloid 10ml/KgBB/jam.
Meningkatkan jumlah trombosit pasien diatas 50.000 per mm3. Penurunan
jumlah trombosit pada pasien dapat menyebabkan terjadinya pendarahan pada
tubuh yang dapat berlanjut hingga menyebabkan terjadinya pendarahan massif,
DIC, hingga syok hipovolemik. Cara untuk meningkatkan jumlah trombosit ada
bermacam macam, diantaranya dengan mengonsumsi air rebusan daun jambu
biji. Menurut penelitian yang dilakukan oleh universitas airlangga, daun jambu
biji mengandung quercentin dari golongan flavonoid itu efektif secara cepat
menaikan jumlah trombosit melalui mekanisme peningkatan jumlah sitokin.
Didalam tubuh sitokin berperan meningkatkan kekenyalan pembuluh darah
sekaligus mengaktifkan sistem pembekuan darah.
Mencegah terjadinya komplikasi pada pasien. Komplikasi yang mungkin muncul
pada pasien DBD diantaranya :

Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang
tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat

dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus


dengue dapat menembus sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka bila syok
telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HC03danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktat ringer dektrosa
segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) : glukosa (5%) = 1:3. Untuk
mengurangi udem otak diberikan dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam,
tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak
diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 310 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan atas indikasi yang
tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa penyembuhan dapat
diberikan asam amino rantai pendek.

Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskular, penting diperhatikan
apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter
yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah
teratasi. Diuresis diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila
syok belum teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi
dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin.

Oedema paru

Oedema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat


pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga
sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan
menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi.
Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila
cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan
hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan
ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto rontgen dada.
Komplikasi demam berdarah biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya
bentuk demam berdarah yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome.
Komplikasi paling serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut :

Dehidrasi

Pendarahan

Jumlah platelet yang rendah

Hipotensi

Bradikardi

Kerusakan hati
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable) sampai 2-4 cm di
bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan
beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati ,harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan
pada sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati
tampak jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya
perdarahan.5

Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)

Mengantisipasi terjadinya syok pada pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan :

Pasien DD dapat berobat jalan dan tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien dianjurkan :
- Tirah baring, selama masih demam.

- Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.


Untuk menurunkan suhu menjadi 38,5oC.
- Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-manarus, sebaiknya
berikan infus NaCl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3). Pasang tetesan rumatan
sesuai dengan berat badan.
- Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap 6-12 jam. Apabila telah terjadi
perbaikan klinis dan laboratoris, pasien dapat dipulangkan, namun bila
kadar Ht meningkat dan trombosit cendrung menurun maka infus cairan
ditukar

dengan

Ringer

Laktat

(RL)

dan

lanjutkan

dengan

penetalaksanaan DBD Derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi >


20%.

DBD Derajat II dengan Peningkatan Hemokonsentrasi > 20% :


- Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid Ringer Laktat/Ringer
Asetat/NaCl 0,9% atau Dekstrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9% 67ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital, kadar Ht dan trombosit tiap 6 jam.
- Apabila selama observasi keadaan umum membaik, tekanan darah dan
nadi stabil, diuresis cukup, Ht cendrung menurun minimal dalam 2X
pemeriksaan

berturut-turut

maka

tetesan

dukurangi

mejadi

5ml/KgBB/jam. Bila dalam observasi selanjutnya tetap stabil kurangi


tetesan menjadi 3ml/KgBB/jam, kemudian evaluasi 12-24 jam bila stabil
dalam 24-48 jam cairan dihentikan.
- Sepertiga kasus jatuh dalam keadaan syok, bila keadaan klinis tidak ada
perbaikan, gelisah, nafas dan nadi cepat, diuresis kurang dan Ht
meningkat maka naikkan tetes menjadi 10ml/kgBB/jam. Bila dalam 12
jam belum ada perbaikan klinis naikkan menjadi 15ml/KgBB/jam dan
evaluasi 12jam lagi. Apabila nafas lebih cepat, Ht naik dan tekanan nadi
20mmHg, nadi kuat, kurangi tetesan jadi 10ml/KgBB/jam. Pertahankan
sampai 24 jam atau klinis membaik dan Ht turun 1ml/KgBB/jam dan
pemeriksaan Ht dan trombosit 4-6 jam sampai keadaan membaik.

Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam
volume kecil 10ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah
segar 20ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemberian

cairan ini dipertahankan minimal 12-24 jam maksimal 48 jam setelah syok
teratasi. Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal
jantung, serta terjadinya syok ulang
Mengurangi faktor resiko kematian pada pasien. Faktor resiko kematian pada
pasien akan tinggi apabila telah terjadi syok pada pasien dan tidak mendapatkan
penanganan yang baik untuk pasien.
19. Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk merawat pasien DHF
Diagnosa
Fatique

Intervensi
Energy Management

Monitor respon kardiorespirasi terhadap aktivitas


(takikardi, disritmia, dispneu, diaphoresis, pucat,
tekanan hemodinamik dan jumlah respirasi)

Monitor dan catat pola dan jumlah tidur pasien

Monitor lokasi ketidaknyamanan atau nyeri selama


bergerak dan aktivitas

Monitor intake nutrisi

Monitor pemberian dan efek samping obat depresi

Instruksikan pada pasien untuk mencatat tandatanda dan gejala kelelahan

Ajarkan tehnik dan manajemen aktivitas untuk


mencegah kelelahan

Jelaskan pada pasien hubungan kelelahan dengan


proses penyakit

Kolaborasi

dengan

ahli

gizi

tentang

cara

meningkatkan intake makanan tinggi energi

Dorong pasien dan keluarga mengekspresikan


perasaannya

Catat aktivitas yang dapat meningkatkan kelelahan

Anjurkan pasien melakukan yang meningkatkan


relaksasi (membaca, mendengarkan musik)

Tingkatkan pembatasan bedrest dan aktivitas


Kekurangan volume cairan

Batasi stimulasi lingkungan untuk memfasilitasi

relaksasi
Fluid Monitoring

Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan


eliminasi

Tentukan

kemungkinan

faktor

resiko

dari

ketidakseimbangan cairan (hipertermia, terapi


diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati)

Monitor berat badan

Monitor serum dan elektrolit urine

Monitor serum dan osmolaritas urine

Monitor BP, HR, RR

Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan


irama jantung

Monitor parameter hemodinamik invasif

Catat secara akurat intake dan output

Monitor membran mukosa dan turgor kulit, serta


rasa haus

Monitor warna dan jumlah

Fluid Management

Pertahankan posisi tirah baring selama masa akut

Kaji adanya peningkatan JVP, edema dan asites

Tinggikan kaki saat berbaring

Buat jadwal masukan cairan

Monitor intake nutrisi

Monitor TTV

Pantau

haluaran

urine

(karakteristik,

ukuran)

Keseimbangan cairan secara 24 jam

warna,


Hipertermia

Pantau albumin serum

Kaji turgor kulit


Temperature Regulation

Monitor minimal tiap 2 jam

Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

Monitor TD, nadi, dan RR

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya


kehangatan tubuh

Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan


akibat panas

Diskusikan tentang pentingnya penagturan suhu


dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan

Beritahuakan tentang indikasi terjadinya keletihan


dan penanganan emergency yang diperlukan

Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan


yang diperlukan

Berikan antipiretik jika perlu

Fever Treatment

Monitor suhu sesering mungkin

Monitor IWL

Lakukan monitoring suhu secara kontinyu

Monitor warna dan suhu kulit

Monitor tekanan darah, nadi dan RR

Monitor penurunan tingkat kesadaran

Monitor WBC, Hb dan Ht

Monitor input dan output monitor keabnormalan


elektrolit

Monitor adanya aritmia

Monitor ketidakseimbangan asam basa

Berikan antipiretik

Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab


demam

Nausea

Selimuti pasien

Lakukan tepid sponge

Berikan cairan IV

Kompres pada lipatanpaha dan ketiak

Tingkatkan sirkulasi udara

Berikan pengobatan untuk mencegah pasien

menggigil
Fluid Management

Pencatatan intake output secara akurat

Monitor status nutrisi

Monitor status hidrasi (Kelembaban membran


mukosa, vital sign adekuat)

Anjurkan untuk makan pelan-pelan

Jelaskan untuk menggunakan napas dalam untuk


menekan reflek mual

Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam sesudah dan


selama makan

Instruksikan untuk menghindari bau makanan


yang menyengat

PK Perdarahan

Berikan terapi IV kalau perlu

Kelola pemberian anti emetik.


Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang
disertai tanda klinis.

Anjurkan pasien untuk banyak istirahat (bedrest)

Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga


untuk melaporkan jika ada tanda perdarahan
seperti : hematemesis, melena, epistaksis.

Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi


yang lunak, pelihara kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah.

Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari.

20. Yang harus diobservasi dan dimonitoring untuk mengetahui perkembangan dan
mencegah terjadinya komplikasi yaitu :
Tatalaksana DBD fase demam, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan
oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena
rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan
bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD, Parasetamol
direkomendasikan untuk mengatasi hal tersebut. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat
timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang
dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu
diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat
diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya.
DBD Derajat I dan DBD Derajat II tanpa Peningkatan Hematokrit :
Apabila pasien masih dapat minum, berikan minum banyak yaitu 1-2 liter/hari
atau 1 sendok makan tiap 5 menit.
Obat Antipiretik diberikan bila suhu > 38,5oC.
Apabila pasien tidak dapat minum atau muntah terus-manarus, sebaiknya berikan
infus NaCl 0,9 % : Dekstrosa 5 % (1:3). Pasang tetesan rumatan sesuai dengan
berat badan.
Periksa Hb, Ht dan trombosit tiap 6-12 jam. Apabila telah terjadi perbaikan klinis
dan laboratoris, pasien dapat dipulangkan, namun bila kadar Ht meningkat dan
trombosit cendrung menurun maka infus cairan ditukar dengan Ringer Laktat
(RL) dan lanjutkan dengan penetalaksanaan DBD Derajat II dengan peningkatan
hemokonsentrasi > 20%.
DBD Derajat II dengan Peningkatan Hemokonsentrasi > 20% :
Pada saat pasien datang, berikan cairan kristaloid Ringer Laktat/Ringer
Asetat/NaCl 0,9% atau Dekstrosa 5% dalam RL/NaCl 0,9% 6-7ml/KgBB/jam.
Monitor tanda vital, kadar Ht dan trombosit tiap 6 jam.

Apabila selama observasi keadaan umum membaik, tekanan darah dan nadi
stabil, diuresis cukup, Ht cendrung menurun minimal dalam 2X pemeriksaan
berturut-turut maka tetesan dukurangi mejadi 5ml/KgBB/jam. Bila dalam
observasi selanjutnya tetap stabil kurangi tetesan menjadi 3ml/KgBB/jam,
kemudian evaluasi 12-24 jam bila stabil dalam 24-48 jam cairan dihentikan.
Sepertiga kasus jatuh dalam keadaan syok, bila keadaan klinis tidak ada
perbaikan, gelisah, nafas dan nadi cepat, diuresis kurang dan Ht meningkat maka
naikkan tetes menjadi 10ml/kgBB/jam. Bila dalam 12 jam belum ada perbaikan
klinis naikkan menjadi 15ml/KgBB/jam dan evaluasi 12jam lagi. Apabila nafas
lebih cepat, Ht naik dan tekanan nadi < 20 mmHg maka berikan cairan koloin 2030 ml/KgBB/jam, namu bila Ht menurun, berikan transfusi darah segar
10ml/KgBB/jam, Bla keadaan membaik berikan cairan sesuai butir 2.
DBD Derajat III dan IV atau kasus Sindrom Syok Dengue (SSD) :
Segera infus kristaloid (Ringer Laktat,Ringer Asetat, atau NaCl 0,5%)
20ml/KgBB dalam waktu 30 menit (Bolus) dan Oksige 2 liter/menit. Untuk SSD
berat (Derajat IV) berikan RL dan 20 ml/KgBB/jam dan kolod. Observasi
tensidan nadi tiap 15 menit, Ht dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan
gula darah.
Setelah 30 menit syok belum teratasi, lanjutkan Rl 20ml/KgBB dan tambah
plasma (fresh Frozen plasma) atau koloid (Dekstran 40) sebanyak 1020ml/KgBB, maksimal 30ml/KgBB. Observasi keadaan umum dan tanda vital
tiap 15 menit dan periksa Ht, trombosit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit
dan gula darah.
Bila syok teratasi serta Hb/Ht turun, tek nadi >20mmHg, nadi kuat, kurangi
tetesan jadi 10ml/KgBB/jam. Pertahankan sampai 24 jam atau klinis membaik
dan Ht turun <40%. Lalu turunkan cairan 7ml/KgBB hingga klinis dan Ht stabil,
kemudian secara bertahap turunkan 5ml hingga 3ml/KgBB/jam. Dianjurkan
pemberian cairan tidak lebih 48 jam setelah syok teratasi. Obsrvasi klinis, tanda
vital, tiap jam, usahakan urin >1ml/KgBB/jam dan pemeriksaan Ht dan trombosit
4-6 jam sampai keadaan membaik.
Bila syok belum teratasi dan Ht belum turun (Ht>40%), berikan darah dalam
volume kecil 10ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, berikan darah segar
20ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam.

21. Hal yang penting dalam perawatan pasien DHF adalah manajement cairan karena
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan,
hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun
laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara
hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma
akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi
cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai
apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu
selalu diwaspadai.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue : pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah
jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah
untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravascular.

Jenis Cairan

Kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin)

Koloid (Dextran 40 dan plasma)

WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD
karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih
murah.

Jenis

cairan

yang

ideal

yang

sebenarnya

dibutuhkan

dalam

penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman


dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan
memiliki efek alergi yang minimal.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif.
Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid
adalah edema, asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi.
Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. .
Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek
penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum

didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan


perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya
5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam
ruang interstisial. Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa
keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga
terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan
dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan
yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma
(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang
intravaskular. Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi
jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan
yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis,
koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti
memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).
Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue
(DSS) pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam
pertama renjatan, memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah
penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada
penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai
dilakukan, dan dalam proses publikasi.

Jumlah Cairan
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran
plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung.
Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan
(maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara
praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah
sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang
terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi
secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil
adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar
hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih
berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau

masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi
klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi
hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau
tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil
secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil
.Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi
hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
22. Jika pasien yang terdiagnosis DHF dan boleh dirawat di rumah
a. Edukasi yang diberikan untuk pasien dan keluarga untuk perawatan di rumah
Pasien yang mampu mentoleransi keadekuatan volume cairan oral dan keluaran urine
minimal tiap 6 jam, dan tidak memiliki tanda peringatan terutama saat demam turun.
Pasien rawat jalan harus diperiksa perkembangan penyakitnya (menurunnya sel darah
putih, penurunan suhu tubuh, dan adanya tanda bahaya) sampai pasien keluar dari
masa kritis. Pasien dengan hematokrit stabil dapat diperbolehkan pulang setelah
disarankan untuk pulang kembali ke rumah sakit segera jika berkembang menjadi
tanda-tanda peringatan dan bersedia memenuhi rencana tindakan sebagai berikut :
Mematuhi masukan rehidrasi oral, jus buah dan cairan lain yang mengandung
elektrolit dan gula untuk mengembalikan kehilangan cairan akibat demam dan
muntah. Masukan cairan oral yang cukup didapatkan untuk mengurangi angka
hospitalisasi.
Anjurkan untuk tirah baring
Beri paracetamol untuk demam yang tinggi jika pasien tidak merasa nyaman.
Interval pemberian paracetamol harus tidak kurang dari 6 jam. Kompres hangat
jika pasien masih demam tinggi, jangan memberikan asetil salisilat dan asam
(aspirin), ibuprofen, atau non steroid anti inflasami agen (NSAIDS) sebab obat
tersebut dapat memperparah gastritis atau perdarahan. Asetil salisilat (aspirin)
dapat menyebabkan Reyes Syndrom.
b. Pasien harus dibawa ke tempat pelayanan kesehatan saat :
Tidak ada perbaikan klinis
Kemunduran waktu dari penurunan suhu tubuh

Nyeri abdomen yang berat


Muntah persisten
Ekstremitas dingin dan lembab
Latergi atau gelisah
Perdarahan (misalnya: hitam dan ada stolselnya atau seperti kopi pada
muntahnya)
Tidak kencing lebih dari 4-6 jam
23. Peran pasien, keluarga dan masyarakat dalam pencegahan dan penanganan kejadian
DHF di lingkungan tempat tinggal
Upaya masyarakat dalam pencegahan penyakit DBD dapat dilakukan secara individu
atau perorangan dengan jalan meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik
adalah pemasangan kasa penolak nyamuk. Cara lain yang dapat dilakukan ialah :
Menggunakan

mosquito repellent (anti nyamuk oles) dan insektisida dalam

bentuk spray
Menuangkan air panas pada saat bak mandi berisi air sedikit
Memberikan cahaya matahari langsung lebih banyak kedalam rumah
Mengganti air vas bunga dan tempat minum burung minimal seminggu sekali.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak.
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dengan tanah dan
mengeringkan air yang ada di penampungan alami seperti air diantara pelepah
pisang.
Bubuhkan bubuk pembunuh jentik nyamuk (Abate) di tempat-tempat yang sulit
dikuras atau di daerah yang sulit air.
Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan kepala timah, ikan cupang dan
ikan nila.
Memasang kawat kasa dan tidur menggunakan kelambu.
Pencahayaan dan ventilasi di dalam ruangan harus memadai karena nyamuk ini
senang hinggap di kamar yang gelap.
Jangan biasakan menggantung pakaian karena nyamuk aedes aegypti senang
hinggap di benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti gordyn,
baju/pakaian dll.

Menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk (bakar,oles,


elektrik dll) untuk mencegah gigitan nyamuk. Aktifitas menggigit nyamuk aedes
aegypty biasanya dari pagi sampai petang (siang hari) dengan puncak aktifitas
antara jam 09.00-10.00 dan jam 16.00-17.00. Karena itu jika anda bepergian
terutama ke tempat yang tinggi kasus DBD sebaiknya memakai celana dan baju
lengan panjang dan memakai lotion anti nyamuk.
Pengasapan/fogging dengan menggunakanmal athion danf enthion yang berguna
untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Langkah-langkah 3M :
Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air seperti bak mandi/WC,
drum, penampungan air AC, Kulkas dll seminggu sekali.
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/tempayan,
tempat air suci/tirta, dll.
Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan seperti kaleng bekas, ban bekas, botol bekas, dll
Peningkatan partisipasi masyarakat adalah suatu proses di mana individu, keluarga, dan
masyarakat dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di
rumahnya. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang
memungkinkan seluruh anggota masyarakat secara aktif berkontribusi dalam
pembangunan (Depkes RI, 2005). Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh
anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat
tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh
anggota

masyarakat

dalam

memecahkan

masalah

kesehatan

mereka

sendiri

(Notoatmodjo, 2005) Peningkatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan


menunjukkan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas
sektoral secara berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang
berjalan, penyuluhan kesehatan dan memobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang
mendukung kegiatan masyarakat (Depkes RI, 2005:). Partisipasi masyarakat dalam
tingkat individu dapat dilakukan dengan mendorong atau menganjurkan dalam kegiatan
PSN dan perlindungan diri secara memadai. Pelaksanaan kampanye kebersihan yang
intensif dengan berbagai cara merupakan upaya di tingkat masyarakat. Memperkenalkan

program pemberantasan DBD pada anak sekolah dan orang tua, mengajak sektor swasta
dalam program pemberantasan virus dengue, menggabungkan kegiatan pemberantasan
berbagai jenis penyakit yang disebabkan serangga dengan program pemberantasan DBD
agar memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu peran partisipasi masyarakat dapat
ditingkatkan dengan pemberian insentif seperti pemberian kelambu atau bubuk abate
secara gratis bagi yang berperan aktif (Soegijanto, 2006).
Kebijakan Pemerintah
Bila dilihat dari aspek sistem kebijakan dalam peningkatan derajat kesehatan melalui
pemberantasan penyakit DBD maka ada tiga elemen, bahkan ada empat elemen yang
mencakup hubungan timbal balik dan mempunyai andil di dalam kebijakan karena
memang mempengaruhi dan saling dipengaruhi oleh suatu keputusan (Koban, 2005).
Adapun elemen tersebut antara lain adalah :
Kebijakan publik (Undang-Undang/Peraturan, Keputusan yang dibuat oleh Badan
dan Pejabat Pemerintah).
Pelaku kebijakan (kelompok warga negara, partai politik, agen-agen pemerintah,
pemimpin terpilih).
Lingkungan kebijakan (geografi, budaya, politik, struktural sosial dan ekonomi).
Sasaran kebijakan (masyarakat).
Elemen-elemen tersebut secara skematis dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Sejalan dengan teori sistem kebijakan maka keberhasilan program pemberantasan virus
Dengue sangat didukung dengan pembuatan peraturan perundang-undangan tentang
penyakit menular dan wabah. Perundang-undangan ini memberikan wewenang kepada
petugas kesehatan untuk mengambil tindakan yang diperlukan saat terjadi wabah atau
KLB di masyarakat (Koban, 2005).

Penyusunan undang-undang harus mempertimbangkan komponen penting dalam


program pencegahan dan pengawasan virus Dengue dan nyamuk Aedes aegypti, yaitu
mengkaji ulang dan mengevaluasi efektifitas undang-undang, dirumuskan berdasarkan
perundang-undangan

sanitasi

yang

telah

diatur

oleh

Departemen

Kesehatan,

menggabungkan kewenangan daerah sebagai pelaksana, mencerminkan koordinasi lintas


sektor, mencakup seluruh aspek sanitasi lingkungan, mencerminkan kerangka
administrasi hukum yang ada dalam konteks administrasi secara nasional dan sosialisasi
undang-undang kepada masyarakat. Di Indonesia kelompok kerja pemberantasan DBD
disebut dengan POKJANAL DBD dan POKJA DBD tingkat Desa/Kelurahan (Koban,
2005).
Diharapkan perilaku masyarakat akan berubah jika ada peraturan dan kepastian hukum
(law enforcement) yang mengikat dan mewajibkan setiap anggota masyarakat untuk
melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit DBD di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Apabila dilanggar akan dikenakan sanksi/hukuman yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku (Koban, 2005).

Daftar Pustaka
http://www.mitrakeluarga.com/gading/tatalaksana-demam-dengue-demam-berdarah-dengue/
WHO.Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, pengobatan, pencegahan, dan pengendalian.
Jakarta: EGC
Anonim.2011. http://kesehatan masyarakat /2011/11/upaya-pencegahan-demam-berdarahdbd.html. diakses tanggal 3 Januari 2013
http://www.equator-news.com/utama/20121130/dari-700-ke-800-kasus-bdb
http://dehever.blogspot.com/2009/12/epidemiologi-dhf.html
http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedah-kmb/askepdengue-hemoragic-fever-dhf/
http://caldok.blogspot.com/2010/04/dengue-hemorrhagic-fever.html
http://afghanaus.com/perinsip-umum-pengobatan-penyakit-dbd/
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=definisi
%20dhf&source=web&cd=1&ved=0CCsQFjAA&url=http://repository.usu.ac.id/bitstream/12
3456789/21504/4/Chapter
%2520II.pdf&ei=hmTlUPekLsHKrAeN7YHoDw&usg=AFQjCNHvY00mYzAe_sK8Q6FTz
rpcRigYNA&bvm=bv.1355534169,d.bmk&cad=rja
WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva,
1997.
WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals.
New Delhi, 1999

Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap Standar
Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.
Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.
Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.

Anda mungkin juga menyukai