Anda di halaman 1dari 9

SCENARIO CASE BASED 

LEARNING 1

ORTHO-PERIO

Seorang perempuan usia 20 tahun datang ke RSGM UMY dengan keluhan gigi depan atas yang
renggang dan ingin dirapatkan. Pasien merasa terganggu dan tidak percaya diri saat tersenyum
dengan kondisi tersebut dan ingin dirawat dengan perawatan ortodontik. Dari anamnesis
diketahui gigi depan tersebut dirasakan renggang sejak SD dan sampai gigi dewasanya tumbuh
semua, masih tetap renggang sampai sekarang. Pasien belum pernah memeriksakan
keluhannya ke dokter gigi. Pemeriksaan intraoral menunjukkan terdapat sentral diastema
anterior atas sebesar 3,5 mm, over jet 3,5 mm, over bite 2 mm; dan tampak perlekatan frenulum
yang tinggi. Relasi molar kanan kelas III, sedangkan kiri kelas I. Profil pasien cembung dengan
wajah simetris. Terdapat beberapa malposisi gigi individual pada rahang atas dan bawah.
Median line rahang bawah segaris dengan garis tengah wajah. Analisis sefalometri diperoleh
hasil SNA 82°, SNB 80°, I-NA 8 mm, I-NB 4 mm.
Sentral diastema 3,5mm ; Perlekatan frenulum tinggi

Diastema adalah suatu ruang yang terdapat diantara dua buah gigi yang berdekatan. Diastema ini
merupakan suatu ketidaksesuaian antara lengkung gigi dengan lengkung rahang. Diastema sentral
rahang atas, merupakan suatu maloklusi yang sering muncul dengan ciri khas yaitu berupa celah
yang terdapat diantara insisif sentral rahang atas dengan > 0,5mm

Adanya diastema (jarak) antara gigi insisivus sentralis yang akan mengakibatkan diastema rahang
atas karena adanya etiologi multifaktorial

a) ukuran gigi insisif lateral kecil,


b) rotasi dari gigi insisif,
Pada beberapa kasus satu atau lebih gigi insisif mengalami rotasi dengan berbagai derajat,
rotasi yang mengakibatkan diastema sentral ialah rotasi yang mencapai perputaran sampai
90 derajat dari posisi normalnya terhadap lengkung gigi
c) perlekatan frenulum yang abnormal,
Diagnosa ditegakkan berdasarkan observasi dan atau dengan cara pemeriksaan secara
langsung yang disebut blanch test. Diangnosa akhir dari frenulum yang abnormal ditentukan
berdasarkan gambaran radiografi. Bila frenulum perlekatannnya sampai ke palatum, jaringan
ikat frenulum berjalan melintang. Gambaran tulang septum diantara gigi insisif berbentuk V.
Dengan gambaran radiografi, meskipun blanch test negatif dapat diketahui bahwa tedapat
perlekatan frenulum yang abnormal
d) gigi sepernumerari di median line,
e) kehilangan gigi insisif lateral secara congenital,
f) diastema pada saat pertumbuhan normal, dan
g) penutupan median line yang tidak sempurna.
a. Genetik
b. Hipertropik frenulum labial
c. Overbite gigi anterior yg berlebihan  Excessive anterior overbite is another major
contributing factor for midline diastema. As a result of trauma to the maxillary anteriors
from the mandibular incisors, the maxillary incisors procline. This results in an increase of
the upper arch circumference, leading to a diastema
d. Oral habit  Oral habits such as tongue thrusting and finger sucking can be other
aetiological factors for the appearance of the midline diastema
e. Peg shaped lateral  diastema karena ada sisa ruang dari gigi yang kecil
f. Supernumerary teeth
g. Ukuran gigi dan diskrepansi lengkung
h. Gigi gilang
i. Insisivus sentral yang memiliki inklinasi lebih dari normal (ke arah distal)

Sanin’s prediction is as follows:

 For a 1 mm space in the early mixed dentition the possibility of spontaneous space closure is 99%;

 For a 1.5 mm space the possibility is 85%;

 For a 1.85 mm diastema it is 50%;

 For a 2.7 mm space the possibility of closure without treatment is only 1%.

The measurement should be made after the eruption of the lateral incisors. Hence it is advisable to
intervene early if the midline diastema is more than 1.85 mm after the eruption of the permanent
lateral incisors, , an orthodontic intervention will be necessary. Frenektomi menjadi suatu tindakan
yang harus dilakukan untuk menghilangkan faktor predisposisi penyakit periodontal yang
diakibatkan karena perlekatan frenulum yang tinggi serta bertujuan untuk mengoreksi sentral
diastema bersama-sama dengan perawatan ortodonsi.

Teknik Frenektomi

Three surgical techniques are effective in removal of frenal attachments

a. The simple excision technique


b. The Z-plasty technique
c. A localized vestibuloplasty with secondary epithelialization.

The first two techniques are effective when the mucosal and fibrous tissue band is relatively narrow;
the third technique is often preferred when the frenal attachment has a wide base.

1. Simple excision technique

A narrow elliptic incision around the frenal area down to the periosteum is given. The fibrous frenum
is then sharply dissected from the underlying periosteum and soft tissue, and the margins of the
wound are gently undermined and re-approximated.

2. Z-plasty technique
After excision of the fibrous tissue, two oblique incisions are made in a Z fashion, one at each end of
the previous area of excision. Two pointed flaps are then gently undermined and rotated to close the
initial vertical incision horizontally.

3. Localized vestibuloplasty with secondary epithelialization:

An incision is made through mucosal tissue and underlying submucosal tissue, without perforating
the periosteum. A supraperiosteal dissection is completed by undermining the mucosal and
submucosal tissue with scissors. After a clean periosteal layer is identified, the edge of the mucosal
flap is sutured to the periosteum at the maximal depth of the vestibule and the exposed periosteum
is allowed to heal by secondary epithelialization.

Overjet 3,5 mm; overbite 2 mm  normal

Overjet adalah jarak horisontal antara gigi-geligi insisivus atas dan bawah pada keadaan oklusi,
diukur pada ujung insisivus atas, sedangkan overbite adalah jarak vertikal antara ujung gigi-geligi
insisivus atas dan bawah
Relasi molar kanan kelas III, kiri kelas I

TIPE MALOKLUSI

Maloklusi adalah oklusi yang tidak normal (abnormal) yang ditandai dengan tidak benarnya
hubungan antar lengkung pada setiap bidang spatial atau anomali abnormal dalam posisi gigi (Harty
& Ogston, 1987)

Tipe maloklusi terbagi 3 tipe, diantaranya:

a. Intra-arch malocclusions atau malposisi gigi secara individual. Misalnya saja: Transposition,
Tipping, Torsoversion, Displacement, Bodily movement, Bodily Version, Torsion, dan
sejenisnya;
b. Inter-arch malocclusions atau malrelasi antar lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah.
Misalnya saja: Sagital (kelas I, II, III Angle), Vertikal (normal, openbite, deepbite), Transversal
(normal, crossbite, scissor bite);
c. Skeletal malocclusions. Misalnya saja: rahang atas (maksila) atau rahang bawah (mandibula)
yang mengalami prognati maupun retrognati, penyempitan rahang, dan juga lower facial
height

Class I : Tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas terletak pada celah bagian bukal (buccal
groove) gigi molar pertama rahang bawah (relasi gigi Neutroklusi) (Singh, 2007).
Dr. Martin Dewey 1915 memodifikasi maloklusi Klas I Angle menjadi

beberapa tipe maloklusi yaitu :

a) Tipe 1 : maloklusi Klas I Angle dengan gigi anterior yang crowded

b) Tipe 2 : maloklusi Klas I Angle dengan gigi insisiv maksila yang protrusif

c) Tipe 3 : maloklusi Klas I Angle dengan gigitan silang anterior (crossbite anterior)

d) Tipe 4 : maloklusi Klas I Angle dengan hubungan molar normal dalam arah mesio-distak, tetapi
hubungan dalam arah buko-lingual ada pada posisi gigitan bersilang (crossbite posterior)
e) Tipe 5 : maloklusi Klas I Angle dengan molar permanen telah bergerak ke mesial (mesial drifting)
(Singh, 2007).

Class II: Tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas terletak pada ruangan di antara tonjol
mesiobukal M1 dan tepi distal tonjol bukal gigi premolar rahang bawah (relasi gigi distoklusi), ada 2
divisi dalam klas II angle :

a) Klas II Angle Divisi I : Klas II Angle dengan ciri-ciri gigi-gigi anterior di RA inklinasi ke labial atau
protrusi.

b) Klas II Angle Divisi II : Klas II Angle dengan ciri-ciri inklinasi insisivus sentralis atas ke lingual dan
inklinasi insisivus lateral ke labial(Singh, 2007).

Class III: Tonjol mesiobukal gigi molar pertama rahang atas beroklusi dengan bagian distal tonjol
distal M1 dan tepi mesial tonjol mesial gigi molar kedua rahang bawah (relasi gigi Mesioklusi) (Singh,
2007). Martin Dewey klasifikasi:

a) Tipe 1 : maloklusi Klas III dengan rahang atas dan bawah yang jika dilihat secara terpisah terlihat
normal. Namun ketika rahang beroklusi menunjukkan insisivus yang edge to edge, yang kemudian
menyebabkan mandibula bergerak kedepan.

b) Tipe 2 : maloklusi Klas III Angle dengan insisivus mandibula crowdeddan masih memiliki lingual
relation terhadap insisivus maksila

c) Tipe 3 : maloklusi Klas III Angle dengan insisivus maksila crowded dan crossbite dengan gigi
anterior mandibula (Singh, 2007).
Analisis Skeletal Steiner

SNA 82°  normal

Sudut yang dibentuk dari pertemuan bidang SN dan garis pada titik A. Memiliki maksud posisi relatif
antero-posterior pada maksila yang berhubungan dengan basis cranium. Rata2 nya 82 derajad. Lebih
dari itu berarti maksila prognatik (Class II), kurang dari itu maksila retrognatik (Class III).

SNB 80°  normal

Sudut antara bidang SN dan garis pada titik B. menunjukkan hubungan relasi mandibula dengan
basis cranium. Rata-rata 80 derajat. Lebih dari itu menandakan prognatik mandibula (class III),
kurang dari itu berarti mandibula retrusif (class II).

Analisis Dental (Steiner)

I-NA 8 mm  insisivus RA proklinasi


Garis yang mengukur antara permukaan labial dari gigi insisivus sentralis RA dan garis pada titik A.
garis ini untuk membantu menentukan posisi dari insisivus RA. Ukuran normal 4mm. jika lebih maka
indikasi insisivus RA proklinasi

I-NB 4 mm  normal

Garis yang mengukur antara permukaan labial dari insisivus sentral RB dan garis pada titik B. Garis ini
menandakan inklinasi insisivus RB. Normal 4mm. Lebih dari itu gigi insisivus RB proklinasi

Profil wajah cembung  menandakan maksila prognatik atau mandibula retrognatik (class ii divisi 1)

Kasus skenario: pasien gigi insisiv sentrral RA proklinasi dan frenulum tinggi sehingga menyebabkan
diastema sentralis (diagnosis).

Perawatan skenario: Pada kasus diastema sentral maksila yang disebabkan oleh perlekatan frenulum
labialis superior yang tinggi dapat dirawat dengan reseksi frenulum yang dikenal juga dengan istilah
frenektomi. Frenektomi pada kondisi seperti ini diikuti dengan perawatan ortodontik untuk menutup
celah diantara gigi insisivus sentral. Pada beberapa kasus, penutupan celah yang spontan dapat
terjadi setelah frenektomi, biasanya hal ini terjadi bila jarak diastema sentral sangat kecil. Namun
pada kasus ini diastema sentral berjarak lebih kurang 4 mm, sehingga perlu dilakukan perawatan
ortodontik setelahny

Langkah-langkah perawatan

Frenektomi pada pasien dilakukan menggunakan teknik klasik atau teknik konvensional.

1. Dilakukan tindakan asepsis dengan povidone iodin dilakukan sebelum bedah frenektomi
dimulai.
2. Selanjutnya dilakukan anestesi dengan Injeksi supraperiosteal pada lipatanmukobukal
daerah interdental gigi 11,21 untuk menganastesi saraf alveolaris superior anterior yang
menuju gigi insisivus atas ditambah injeksi pada palatal regio 11-21
3. Lalu bagian atap frenulum pada mukosa labial sampai batas fornik (dasar vestibulum) dijepit
dengan hemostat yang berparuh sedikit melengkung
4. Insisi jaringan yang berada di atas dan bawah hemostat dengan menggunakan pisau bedah
nomor 15, sehingga jaringan yang dijepit terlepas.
5. Dilanjutkan dengan fibroektomi, yaitu pemotongan jaringan fibrous hingga ke palatal.
Gingiva post pemotongan frenulum dipisahkan agar mempermudah penjahitan.
6. Buang sisa-sisa jaringan frenulum yang masih melekat di sekitar pinggir luka. Perdarahan
diatasi dengan penekanan daerah operasi dengan tampon steril yang telah dibasahi
adrenalin 1: 80.000.
7. Daerah operasi diirigasi dengan larutan NaCl fisiologis 0,9%, dan aquadest secara bergantian
sampai bersih. Pembersihan dan pengeringan daerah operasi dengan tampon steril.
8. Terakhir dilakukan penjahitan daerah operasi pada mukosa labialis dengan jahitan
interrupted, menggunakan jarum steril, benang silk ukuran 5-0 dan dipasang pek
periodontal.
9. Setelah frenektomi selesai pasien diberi resep dan intruksi paska bedah.
10. Kontrol paska bedah dilakukan pada hari ke-7 dan ke-30. Pada hari ke-7 dilakukan
pembukaan jahitan, telihat kondisi jaringan telah menutup.
11. Kontrol hari ke 30, pasien sudah memakai alat ortodontik cekat untuk memperbaiki
diastema sentral dan relasi molar klas III

Anda mungkin juga menyukai