Anda di halaman 1dari 69

HUBUNGAN JENIS KELAMIN TERHADAP TANDA DAN GEJALA

TEMPOROMANDIBULAR DISORDER (TMD) PADA


MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Pembimbing : Drg. Eri Hendra Jubhari, M.Kes, Sp. Pros

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana kedokteran gigi

KARMILA SETYAWATI S.

J11115014

BAGIAN ILMU PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Temporomandibular joint (TMJ) adalah sendi pada tubuh manusia yang

memungkinkan rahang untuk gerakan membuka dan menutup dan juga

protrusi, retraksi dan pergerakan deviasi lateral dari mandibula pada tulang

temporal.1 Temporomandibular joint menghubungkan mandibula ke tulang

temporal.2 Temporomandibular joint sangatlah penting, karena fungsinya

langsung melibatkan komunikasi, ekpresi emosi dan proses makan. 3 Hal

tersebut menyebabkan TMJ memberi dampak bagi kualitas hidup individu.4

Gangguan TMJ dan otot pengunyahan membentuk kelompok kondisi yang

dikenal dengan istilah temporomandibular disorder (TMD) yang

mempengaruhi otot-otot dan struktur terkait.2,5-7

Beberapa gejala dapat terjadi pada TMD. Gejala TMD umumnya

berfluktuasi dari waktu ke waktu dan berkorelasi secara signifikan dengan

otot-otot pengunyahan dan kebiasaan parafungsi oral lainnya. 5 Gejala yang

paling sering dikeluhkan adalah nyeri pada saat pengunyahan, nyeri kepala,

nyeri telinga, nyeri rahang, atau nyeri preaurikular,2 nyeri sendi, dan

keterbatasan membuka mulut,5 serta bunyi pada TMJ.2,5,6

Etiologi TMD adalah multifaktor,2,5,6 secara umum dibagi atas kelainan

struktur dan gangguan fungsi. Kelainan struktur berhubungan dengan

pertumbuhan yang berpengaruh pada perubahan struktur persendian,8

1
sedangkan gangguan fungsi timbul akibat penyimpangan fungsi yang terkait

dengan kondisi gigi, medis, dan mental seperti postur, kebiasaan parafungsi,

oklusi,9 restorasi, perawatan ortodontik, stres emosi, trauma, jalur fisiologi

otot, genetik,7 dan faktor psikososial.2,6 Gejala TMD juga secara signifikan

berkorelasi dengan peningkatan faktor psikososial, misalnya khawatir, stres,

iritasi, frustasi, dan depresi.5

Temporomandibular disorder dapat mengenai seluruh jenis usia dan jenis

kelamin. TMD adalah gangguan yang paling sering dilaporkan pada individu

antara usia 20 dan 40 tahun,5,8 yang akan meningkat saat dewasa muda.7

Sekitar 9% dari populasi memiliki setidaknya satu gejala TMD dan 3 individu

dari populasi memiliki gejala TMD dengan tingkat keparahan yang

menyebabkan pasien mencari pengobatan.5

Terkait dengan jenis kelamin, banyak kontradiktif terjadi antar hasil

penelitian. Ada hipotesis yang mendukung perempuan lebih banyak

mengalami TMD dibandingkan laki-laki,5,10 bahkan dari beberapa

penelitian,6,8,9,11 mengungkap TMD meningkat dua kali lipat pada perempuan,

dengan kondisi nyeri yang tinggi.7,8,13 Namun, penelitian lain yang diadakan di

India mengungkap persentase laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. 5

Hal tersebut mungkin disebabkan berbagai faktor risiko terkait TMD, seperti

genetik, oklusi, budaya, usia, dan trauma akut.9

Hubungan antara TMD dan faktor psikososial sangatlah berkaitan. 13 Salah

satu penelitian pada pekerja di Tokyo,12 menunjukkan bahwa faktor-faktor

psikososial, termasuk stres, depresi dan kecemasan, berperan dalam


predisposisi, inisiasi, dan perkembangan TMD. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa tekanan psikologis yang diperoleh dari tempat bekerja,

perubahan dalam lingkungan kerja, hubungan antar pribadi, adalah faktor

pendukung terjadinya gejala TMD.2,12

Temporomandibular disorder adalah kelainan yang berhubungan dengan

TMJ yang dapat mengenai seluruh manusia, termasuk mahasiswa. Serupa

dengan TMJ, tekanan psikologis juga dapat mengenai mahasiswa. Mahasiswa

adalah kelompok individu yang umumnya tergolong usia remaja akhir yang

kisaran usianya 18-20 tahun dan masuk dalam fase perkembangan.5,11

Mahasiswa rentan mengalami tekanan psikologis yang dapat berasal dari

berbagai masalah, misalnya tanggung jawab, tuntutan kehidupan akademik,

tuntutan keluarga , maupun sosial. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian, 14

yang menyatakan bahwa tingkat tekanan stres lebih tinggi pada mahasiswa

laki-laki sedangkan menurut kelompok usia tingkat stres tertinggi berada pada

kelompok usia 19 dan 20 tahun.14 Hal tersebut membuat mahasiswa rentan

mengalami gejala TMD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Brasil yang

membuktikan mahasiswa mengalami beban emosi yang tinggi, termasuk

kecemasan, kesedihan, kegelisahan dan stres,11 yang kemudian berkontribusi

pada TMD.

Temporomandibular disorder dapat menyebabkan dislokasi ataupun

rahang terkunci,2,5 yang jika dibiarkan akan memberikan dampak buruk bagi

penderita bahkan dapat memperburuk kualitas hidup. Pada mahasiswa, dari

TMD dapat mengangu proses pembelajaran dan tumbuh kembang. Namun,


gejala TMD kadang tidak disadari oleh penderita. 13 Salah satu penelitian

terkait TMD pada 265 mahasiswa Kedokteran Universitas Gulf Florida,

mengungkap bahwa 25,7% dari populasi menunjukkan tanda-tanda positif

TMD. Namun, hanya 22,3% mahasiswa yang sadar bawah mereka mengalami

gejala TMD.6

Penelitian lain di Taiwan,5 Shiau melaporkan bahwa 43% mahasiswa

Universitas di Taiwan memiliki prevalensi satu atau lebih dari TMD.5 Hal

tersebut menunjukkan besarnya prevalensi TMD pada mahasiswa.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah peneliti adalah :

1. Berapakah prevalensi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin yang memiliki tanda dan gejala TMD?

2. Bagaimanakah distribusi tanda dan gejala TMD pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin?

3. Bagaimanakah hubungan antara jenis kelamin terhadap tanda dan gejala

TMD?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara jenis kelamin terhadap tanda dan gejala

TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui prevalensi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas yang

mengalami tanda dan gejala TMD.

2. Mengetahui perbandingan prevalensi antara jenis kelamin terkait tanda dan

gejala TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.

3. Mengetahui proporsi distribusi jenis-jenis tanda dan gejala pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.

4. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin terhadap tanda dan gejala

TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.


1.4 Manfaat penelitian

Dari penelitian ini dapat memperoleh manfaat yaitu :

1.4.1 Manfaat bagi peneliti

Dapat menjadi informasi ilmiah dalam rangka memperkaya khasanah

keilmuan terutama dalam bidang prostodonsia.

1.4.2 Manfaat bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh kehilangan gigi terhadap

gangguan temporomandibular joint pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin, sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perawatan

prostetik menggantikan gigi yang hilang.

1.4.3 Manfaat bagi institusi

Dapat digunakan sebagai bahan bacaan, bahan ajar, sumber acuan dan

masukan bagi mahasiswa Kedokteran Gigi yang melakukan penelitian mengenai

gangguan temporomandibula.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Temporomandibular joint

2.1.1 Definisi temporomandibular joint

Temporomandibular joint (TMJ) adalah sendi pada tubuh

manusia yang memungkinkan rahang untuk gerakan membuka dan

menutup dan juga protrusi, retraksi dan pergerakan deviasi lateral

dari mandibula pada tulang temporal.1 Temporomandibular joint

menghubungkan mandibula ke tulang temporal,2 dan fungsinya

langsung melibatkan komunikasi, ekpresi emosional dan proses

makan.3 Sehingga menjadi faktor yang memberi dampak bagi

kualitas hidup individu.15

Temporomandibular joint merupakan salah satu sendi yang

paling kompleks pada tubuh dan merupakan tempat dimana

mandibula berartikulasi dengan kranium. Artikulasi tersebut

memungkinkan terjadinya pergerakan sendi yang pada saat

bersamaan terjadi juga pergerakan meluncur yang diklasifikasikan

sebagai sendi arthrodial.16

Apabila terjadi ketidakseimbangan pada sendi atau sekitar

sendi maka seseorang akan mengalami masalah berupa nyeri pada

rahang baik saat mengunyah atau berbicara, suara pada sendi,

krepitasi, keterbatasan fungsi sendi, serta terbatasnya gerak

mandibula berupa sulit dalam membuka maupun menutup mulut.16

2.1.2 Komponen mandibula.17


Komponen mandibula terdiri dari prosesus kondiloideus

berbentuk oval yang duduk di atas leher mandibular yang sempit.

Ukurannya sekitar 15-20 mm dari sisi ke sisi dan 8-10 mm dari

depan ke belakang. Dengan demikian, jika sumbu panjang dari dua

kondilus diperpanjang medial, maka akan bertemu di sekitar basis

pada batas anterior dari foramen magnum, membentuk sudut yang

terbuka ke arah depan mulai dai 145°-160° (Gbr.1).

Gambar 1. Pencitraan CT aksial tegak lurus di kedua kondilus.


(Sumber : Alomar X, Medrano J, Cabratosa J, Clavero JA, Lorente M, Serra I,
dkk. Anatomy of temporomandibular joint. J sult 2007; 28: 170-83.)

Sisi lateral kondilus kasar, berujung tumpul, sedangkan

bagian medialnya memanjang tajam. Bentuk dari kondilus

mandibula berbeda dari kelompok usia dan individu yang berbeda.

Morfologis perubahan kondilus mandibula dapat terjadi

atas dasar variabilitas perkembangan sederhana serta remodeling

kondilus untuk mengakomodasi variasi perkembangan, maloklusi,

trauma, dan kelainan perkembangan lainnya. (Gambar 2 dan 3).

Morfologi kondilus dapat diamati dengan magnet aksial dan

koronal pencitraan resonansi (MR).


(A) Morfologi kondilus tipe A
(A) Morfologi kondilus tipe

(A) Morfologi kondilus tipe C


(A) Morfologi kondilus

Gambar 2. Variasi kondilus mandibula di bidang koronal


dengan pencitraan MR
(Sumber : Alomar X, Medrano J, Cabratosa J, Clavero JA, Lorente M, Serra I,
dkk. Anatomy of temporomandibular joint. J sult 2007; 28: 170-83.)
(C) Sisi anterior cekung, cembung sisi post
(A) Sisi anterior
yang datar

(B) Sisi posterior


cembung: 44%

(D) Flat: 5%. E) Bikonkaf: 3%.

Gambar 3. Variasi morfologi dari kondilus mandibula pada


bidang aksial dengan pencitraan MR.
(Sumber : Alomar X, Medrano J, Cabratosa J, Clavero JA, Lorente M, Serra I,
dkk. Anatomy of temporomandibular joint. J sult 2007; 28: 170-83.)

Berbagai istilah anatomi sendi diuraikan sebagai berikut :

a) Eminensia artikularis : artikular ini paling banyak

dilalui oleh kondilus saat bergerak maju mundur dalam

keadaan normal pada fungsi rahang.

b) Tuberkulum artikularis : tuberkulum artikularis adalah

tulang kecil dengan permukan kasar dan menonjol pada

ujung luar permukaan eminensia.

c) Bidang preglenoid : bagian ini sedikit berlubang,

hampir horizontal.

d) Batas lateral fossa mandibula : struktur fossa mandibula

membentuk puncak kecil yang bergabung dengan

tuberkulum artikularis.
Gambar 5. Komponen artikularis. AB: Anterior band;
IZ: zona intermedius; PB; band posterior; SPLM: unggul
otot lateral pterigoid; RT: jaringan retrodiskal; TL:
temporal lamina; IL: lamina yang lebih rendah; JC: kapsul
sendi; Gf: fossa glenoid; E: eminensia artikularis; Co:
kepala kondilus mandibula.
(Sumber : Sumber : Alomar X, Medrano J, Cabratosa J, Clavero JA, Lorente M,
Serra I, dkkl. Anatomy of temporomandibular joint. J sult 2007; 28: 170-83.)

2.1.3 Anatomi TMJ

Temporomandibular joint merupakan sendi synovial yang

unik karena struktur intrakapsulanya berisi diskus artikularis.

Diskus artikularis ini memisahkan kondil dari permukaan tulang

temporal. Selain itu diskus artikularis juga melindungi dari getaran

dan tekanan yang dihantarkan melalui sendi. Persendian ini terdiri

dari dua persendian yaitu persendian antara kondilus mandibula

dengan diskus artikularis dan persendian yang lainnya adalah


persendian antara diskus artikularis dengan fossa artikularis yang

berada pada tulang temporal.18

Diskus artikularis merupakan satu lempeng jaringan ikat

fibrosa yang berada di antara kondil dan fossa artikularis. Diskus

ini tidak melekat erat, baik pada kondil maupun pada fossa

artikularis. Bentuk anatomi diskus artikularis ini, bagian tengahnya

tipis dan agak menebal pada bagian anterior dan posteriornya.

Diskus artikularis membagi sendi menjadi ruangan superior dan

ruangan inferior. Ruangan inferior ini memungkinkan perputaran

sendi engsel bagi kaput mandibula sedangkan ruangan superiornya

adalah sendi kisar untuk memungkinkan kaput mandibula bergerak

pada salah satu tempat di fossa mandibularis atau pada tuberkulum

artikularis.

Seperti pada persendian tubuh yang lain, TMJ dikendalikan


18
oleh muskulus atau otot. Otot yang mengatur TMJ adalah otot-

otot mastikasi, yang mengelilingi rahang dan TMJ. Otot-otot

tersebut meliputi m. maseter, m. pterygoid internal, m. pterygoid

eksternal, m. temporalis, m. mylomyoid, m. geniohyoid, dan m.

digastrik. Otot-otot lain mungkin juga memiliki pengaruh pada

fungsional dari TMJ, seperti otot-otot pada leher, bahu, dan

punggung. Pada kaput superior, m. pterigoideus lateralis berinsersi

ke dalam simpai sendi dan diskusnya serta menghasilkan tenaga

untuk menggerakkan diskus pada tuberkulum artikularis ke arah


anterior, yaitu ketika m. pterigodeus lateralis pada kaput inferior

menarik mandibula ke anterior sewaktu bergerak protusi.18

Di sebelah luar kapsul sendi (ekstrakapsular) terdapat tiga

buah ligamentum yaitu ligamentum temporomandibula lateral,

ligamentum stilomandibula, dan ligamentum sfenomandibula.

Ligamen ini berperan kecil dalam stabilitas dan penyangga sendi.

Unsur penunjang utamanya adalah otot mastikasi yang menjaga

kondilus mandibula berhubungan langsung dengan permukaan

sendi pada tulang temporal. Muskulus maseter dan m. pterigoideus

medialis menjaga sudut mandibula dan m. temporalis menyangga

sisi anterior ramus mandibula. Ketiga otot ini semuanya bekerja

untuk mengangkat mandibula dan menguatkan kondil ke dalam

fossa temporalis.18, 19

2.1.4 Innervasi dari temporomandibular joint

Temporomandibular joint diinnervasi oleh saraf yang

memungkinkan innervasi gerak dan sensor ke otot yang

mengontrolnya (saraf trigeminal). Percabangan dari saraf

mandibula merupakan jenis innervasi afferen. Sebagian besar

innervasi disediakan oleh saraf aurikulotemporal yang berasal dari

saraf mandibula di belakang sendi yang naik ke lateral dan superior

untuk mengelilingi sendi di regio posterior.20 Innervasi tambahan

disediakan dari dalam temporal dan nervus masseter.18


2.1.5 Vaskularisasi dari temporomandibular joint

Temporomandibular joint mendapat vaskularisasi yang

banyak dari berbagai jenis pembuluh darah. Pembuluh utama

adalah arteri temporal superficial dari superior, arteri meningeal

tengah dari anterior, dan arteri maxilla internal dari inferior.

Kondilus menerima pasokan vaskular melalui arteri alveolar

inferior dan juga menerima pasokan vaskular melalui pembuluh

feeder yang masuk secara langsung ke kepala kondil baik anterior

dan posterior dari pembuluh terbesar.21

2.1.6 Fungsi temporomandibular joint

Gerak mandibula melalui TMJ meliputi:19

a. Menarik mandibular ke atas atau menutup mulut oleh

m.maseter, m.pterigoideus medialis, dan m.temporalis .

b. Menekan mandibula ke bawah atau membuka mulut oleh

m.milohioideus, m.digastrikus venter anterior, dan m.

pterigoideus lateralis.

c. Protusi atau proyeksi rahang ke anterior oleh m.

pterigoideus lateralis.

d. Retraksi atau gerakan mandibular ke posterior oleh m.

temporalis.
2.2 Gangguan temporomandibular joint

Gangguan TMJ dan otot pengunyahan membentuk kelompok

kondisi yang dikenal dengan istilah temporomandibular disorder (TMD)

yang mempengaruhi otot-otot dan struktur terkait.2,5,6,7

Berbagai ketidakseimbangan pada TMJ atau struktur terkait dapat

menghasilkan gangguan TMD,4 yang didefinisikan sebagai kondisi

gangguan fungsi dan patologi yang menyebabkan temporomandibular

joint, otot mastikasi dan komponen jaringan secara keseluruhan langsung

mendapat pengaruh ke seluruh sistem stomatognati seseorang.15

2.2.1 Etiologi

Temporomandibular disorder berhubungan dengan

berbagai faktor etiologi, yang membuat diagnosa awal dan terapi

yang tepat lebih sulit. Beberapa faktor etiologi meningkatkan risiko

terjadinya gangguan temporomandibula atau biasa disebut

predisposisi, pencetus, yang merupakan penyebab awal dari adanya

gangguan temporomandibula, adapun faktor yang membuat

gangguan temporomandibula terus terjadi, membuat perawatan dan

penyembuhan sulit atau semakin meningkatnya gangguan

temporomandibula.15 Faktor utama yang berhubungan dengan

gangguan temporomandibula yaitu, trauma, oklusi, stimulus nyeri

yang dalam, kebiasaan (aktivitas parafungsi, kebiasaan buruk

seperti mengunyah satu sisi, mengunyah permen karet,

menggertakkan gigi, dan mengatupkan gigi kuat-kuat), masalah


psikologi berhubungan dengan stres emosional dan gangguan

pskiatrik. 16,17

Etiologi TMD adalah multifaktori,2,5,6 secara umum dibagi

atas kelainan struktur dan gangguan fungsi. Kelainan struktur

berhubungan dengan pertumbuhan yang berpengaruh pada

perubahan struktur persendian,8 sedangkan gangguan fungsi timbul

akibat penyimpangan fungsi yang terkait dengan kondisi gigi,

medis, dan mental seperti postur, kebiasaan parafungsi, oklusi,9

restorasi, perawatan ortodontik, stres emosi, trauma, jalur fisiologi

otot, genetik,5 dan faktor psikososial.2,6 Gejala TMD juga secara

signifikan berkorelasi dengan peningkatan faktor psikososial,

misalnya khawatir, stres, iritasi, frustasi, dan depresi,5,8 bahkan

dapat memperburuk keadaan TMD.5

a. Trauma

Trauma terhadap struktur wajah dapat menyebabkan

gangguan fungsi pada sistem mastikasi. 18 Trauma dapat

dibagi atas dua tipe umum yaitu, trauma makro dan

trauma mikro. Trauma makro terjadi akibat berbagai

serangan yang menghasilkan alterasi struktur, seperti

pukulan langsung pada wajah. Sedangkan trauma mikro

disebabkan berbagai serangan kecil yang berulang

dalam periode waktu yang lama dan berdampak pada

struktur. Aktivitas seperti bruxism dan clenching dapat


menyebabkan trauma mikro dan memberi dampak pada

gigi, sendi, atau otot.

b. Maloklusi

Kondisi oklusal dapat menyebabkan gangguan

temporomandibula, melalui dua cara yaitu mekanisme

yang berhubungan dengan perubahan akut pada kondisi

oklusal. Meskipun perubahan akut dapat menghasilkan

respon rekontraksi perlindungan otot pada kondisi nyeri

otot, kebanyakan pada serabut otot dan pasien dapat

beradaptasi pada perubahan tersebut; adanya

ketidakstabilan tulang harus dipertimbangkan dan harus

dikombinasikan dengan pemuatan gaya yang signifikan.

Yang terpenting adalah jika satu dari dua kondisi ini

ada, maka terapi dental dapat diindikasikan. Sebaliknya

jika kondisi ini tidak ada, terapi dental menjadi

kontraindikasi.18

c. Stimulus nyeri yang dalam (deep pain)

Stimulus nyeri yang dalam dapat secara terpusat

menstimulasi batang otak dan menghasilkan rekontraksi

proteksi. Hal ini merupakan keadaan normal yang

merupakan respon tubuh terhadap cedera atau ancaman

cedera. Kejadian ini terjadi akibat respon tubuh untuk

melindungi cedera melalui keterbatasan dalam

penggunaan. Beberapa penelitian mengenai stimulus


yang yang dalam dapat mewakili faktor etiologi yang

dapat menyebabkan keterbatasan membuka mulut dan

secara klinis mewakili gangguan temporomandibula.18

d. Parafungsi

Aktivitas parafungsi berarti berbagai aktivitas yang

bukan dianggap fungsi (mengunyah, berbicara, dan

menelan). Hal ini termasuk menggeretakkan gigi,

clenching, dan oral habit. Beberapa aktivitas ini

memungkinkan menjadi penyebab gejala gangguan

temporomandibula. Aktivitas parafungsi dapat dibagi

atas dua tipe, yaitu yang terjadi di siang hari (diurnal)

dan yang terjadi di malam hari (nokturnal).18

e. Stres emosi

Masalah sistemik dapat mempengaruhi fungsi

mastikasi yang meningkat sesuai dengan tingkat stres

emosional yang diderita pasien. Efek dari stres tidak

hanya bagi jiwa, tapi juga terbukti melalui gejala-gejala

tertentu yang terjadi pada berbagai sistem dari organ,

termasuk sistem gerak mastikasi.22 Peningkatan tingkat

stres emosi yang terjadi pada pasien, juga meningkatkan

tonisitas kepala dan otot leher, tetapi juga tingkat dari

aktivitas nonfungsi otot seperti menggeretakkan gigi

atau clenching.18
2.2.2 Tanda dan gejala

Beberapa gejala dapat terjadi pada TMD. Gejala TMD

umumnya berfluktuasi dari waktu ke waktu dan berkorelasi secara

signifikan dengan otot-otot pengunyahan dan kebiasaan parafungsi

oral lainnya.5 Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri

pada saat pengunyahan, nyeri kepala, nyeri telinga, nyeri rahang,

atau nyeri preaurikular,2 nyeri sendi, dan keterbatasan membuka

mulut,5 serta bunyi pada sendi TMJ.2,5,6

a. Gangguan fungsi otot

Gangguan fungsi pada otot sering juga disebut

masticatory muscle disorder, berupa dua gejala utama

yang dapat diamati yaitu rasa sakit dan disfungsi.

Pasien paling banyak mengeluhkan rasa sakit otot

(myalgia), yang berkisar dari ketidaknyamanan ringan

hingga berat. Myalgia dapat diakibatkan oleh

meningkatnya penggunaan otot. Gejala sering berkaitan

dengan perasaan lelah otot dan ketegangan otot, yang

dikaitkan dengan vasokontriksi arteri nutrien yang

relevan dan akumulasi produk-produk limbah metabolik

dalam jaringan otot. Di daerah iskemik otot melepaskan

zat algogenik (bradykinin, prostaglandin) yang

menyebabkan sakit pada otot. 23

Disfungsi yang berkaitan dengan masticatory

muscle disorder biasanya dianggap sebagai terbatasnya


gerakan mandibula. Jika jaringan otot digunakan secara

berlebihan, maka kontraksi akan meningkatkan rasa

sakit. Oleh karena itu, untuk mempertahankan

kenyamanan, pasien membatasi gerakan dalam kisaran

yang tidak meningkatkan rasa sakit atau secara klinis

disebut sebagai ketidakmampuan untuk membuka

mulut. Kebanyakan gangguan otot ini terjadi dan

berkembang dalam waktu relatif pendek. Jika kondisi

itu tidak diatasi, dapat menyebabkan terjadinya

gangguan kronis lainnya. Jika masticatory muscle

disorder menjadi kronis maka perawatannya akan

semakin rumit. Fibromyalgia adalah salah satu contoh

gangguan myalgia kronik yang terjadi sebagai masalah

penyakit muskuloskeletal sistemik.23

b. Gangguan Fungsi TMJ

Gangguan fungsi temporomandibular joint yang

paling banyak ditemui adalah disfungsi otot

pengunyahan. Dua gejala utama masalah

temporomandibular joint adalah nyeri dan disfungsi.23

Timbulnya bunyi pada sendi merupakan disfungsi

temporomandibular joint yang dapat dibagi atas dua

jenis, yaitu rubbing sound dan clicking sound. Pada

kebanyakan kasus suara kliking pada

temporomandibular joint 70-80 % disebabkan oleh disc


displacement dengan berbagai tingkatan dan arah, tetapi

sebagian besar pada arah anteromedial.20 Lingir superior

pada kondilus memungkinkan terjadinya interfensi

antara kondilus dan meniscus sewaktu keduanya

bergerak. Normalnya, meniscus yang fleksibel bergerak

mulus antara kondilus dan eminentia. Tidak adanya

serabut nyeri pada meniskus, membuat kliking jarang

sekali menimbulkan nyeri, tetapi jika resistensi

meningkat (misalnya viskositas cairan sinovial),

melanjutkan gerak membuka bisa mengakibatkan

robeknya serabut otot (pterigoideus lateralis), sehingga

timbul nyeri dan kekakuan sebagai gejala yang

menyertainya.20

Kliking umumnya terjadi selama gerak membuka

mulut, tetapi juga bisa terjadi sesaat sebelum menutup

mulut ketika diskus bergerak kebelakang pada arah

yang sudah berubah. Kliking dapat dihilangkan dengan

membuka atau menutup mandibula pada sumbu retrusi

atau dengan meletakkan bidang gigit (bite plane)

berkontak dengan gigi insisivus bawah tepat sebelum

gerak menutup. Perubahan pola oklusi adalah salah satu

penyebab terjadinya kliking, yaitu perubahan posisi

awal kondilus. Penyebab lainnya adalah gerak

mandibula yang berlebihan dan mendadak yang


mengakibatkan pergerseran diskus atau clenching pada

gigi yang berkepanjangan sehingga pembukaan berubah

akibat kelelahan otot. Watt mengklasifikasikan bunyi

sendi menjadi kliking dan krepitus, kemudian keduanya

dikelompokkan menjadi lunak dan keras tergantung

kualitasnya. Selanjutnya juga diklasifikasikan menjadi

initial, intermediate dan terminal, tergantung posisi

rahang pada saat terjadinya kliking. Kliking keras

mungkin mengindikasikan adanya kelainan sendi yang

biasa diikuti dengan krepitus keras yang menunjukkan

adanya cacat spesifik pada permukaan sendi.24

c. Gangguan fungsi gigi – geligi

Selain otot dan sendi, gigi-geligi juga dapat

menunjukkan tanda dan gejala gangguan fungsi. Salah

satunya adalah kerusakan pada struktur pendukung gigi

geligi. Tanda yang timbul berupa mobilitas gigi yang

terlihat secara klinis terhadap soketnya. Hal ini dapat

disebabkan oleh hilangnya tulang pendukung dan

tekanan oklusal yang tidak wajar.25

Hingga saat ini tanda yang paling umum

berhubungan dengan gangguan fungsional gigi adalah

tooth wear. Tooth wear merupakan bentuk predominan

dari aktivitas parafungsi, dapat ditentukan dengan

observasi lokasi terbanyak wear facet adalah area


mendatar yang mengkilat pada gigi yang tidak sesuai

dengan bentuk alami oklusal gigi, kebanyakan

toothwear berasal dari kontak eksentrik gigi yang

dihasilkan oleh tipe bruxing.18

2.3 Hubungan Mahasiswa, tekanan psikologis dan TMD

Hubungan antara TMD dan faktor psikososial sangatlah

berkaitan.13 Salah satu penelitian pada pekerja di Tokyo, 12 menunjukkan

bahwa faktor-faktor psikososial, termasuk stres, depresi dan kecemasan,

berperan dalam predisposisi, inisiasi, dan perkembangan TMD. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa tekanan psikologis yang

diperoleh dari tempat bekerja, perubahan dalam lingkungan kerja,

hubungan antar pribadi, adalah faktor pendukung terjadinya gejala

TMD.2,12

Temporomandibular disorder adalah kelainan yang berhubungan

dengan TMJ yang dapat mengenai seluruh manusia, termasuk mahasiswa.

Serupa dengan TMJ, tekanan psikologis juga dapat mengenai mahasiswa.

Mahasiswa adalah kelompok individu yang umumnya tergolong usia

remaja akhir yang kisaran usianya 18-20 tahun dan masuk dalam fase

perkembangan.5,11 Mahasiswa rentan mengalami tekanan psikologis yang

dapat berasal dari berbagai masalah, misalnya tanggung jawab, tuntutan

kehidupan akademik, tuntutan keluarga, maupun sosial. Hal ini sejalan

dengan hasil penelitian,14 yang menyatakan bahwa tingkat tekanan stres

lebih tinggi pada mahasiswa laki-laki sedangkan menurut kelompok usia

tingkat stres tertinggi berada pada kelompok usia 19 dan 20 tahun.14 Hal
tersebut membuat mahasiswa rentan mengalami gejala TMD. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian di Brasil yang membuktikan mahasiswa

mengalami beban emosi yang tinggi, termasuk kecemasan, kesedihan,

kegelisahan dan stres,11 yang kemudian berkontribusi pada TMD.

Ada beberapa faktor psikologi, seperti sifat kepribadian, stres,

depresi, dan kecemasan :

1. Sifat kepribadian

Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu dari

sistem psikofisik yang menentukan fungsi individu tersebut

baik laki-laki maupun perempuan terhadap lingkungan dan

penentu tingkah laku. Pada individu yang telah dewasa,

kepribadiannya relatif stabil.

Beberapa sifat kepribadian diungkapkan dengan cara

bruxism, didefinisikan sebagai aktivitas otot rahang yang

berulang dan dimanifestasikan sebagai gertakan gigi pada

rahang, atau protrusi dari mandibular. Bruxism berhubungan

dengan gangguan pada kedua sendi temporomandibula dan otot

mastikasi.26

2. Stres

Menurut Selye,22 stres adalah respon nonspesifik dari tubuh.

Hal ini merupakan gangguan emosi yang tidak biasa. 18 Efek

dari stres tidak hanya bagi jiwa, tapi juga terbukti melalui

gejala-gejala tertentu yang terjadi pada berbagai sistem dari

organ, termasuk sistem gerak mastikasi.22


Tekanan emosi jangka panjang sering menginduksi

peningkatan aktivitas otot, termasuk otot mastikasi yang

dianggap sebagai salah satu faktor predisposisi gangguan

TMD.27 Parafungsi dianggap sebagai hal yang dilakukan tanpa

kesadaran, aktivitas dan kebiasaan abnormal dari organ

mastikasi diluar dari fungsi normalnya.28

3. Depresi

Depresi diklasifikasikan sebagai faktor gangguan mental.

Gejala depresi yang paling sering terjadi yaitu perasaan negatif,

seperti kehilangan rasa ketertarikan terhadap sesuatu,

penurunan aktivitas atau mudah lelah, kesulitan dalam

berkonsentrasi, tingkat kepercayaan diri yang rendah,

mengalami masalah tidur dan cenderung pesimis.29

4. Kecemasan

Sebuah Penelitian menunjukkan bahwa gangguan

kecemasan secara intrinsik berhubungan dengan nyeri

gangguan temporomandibular joint.30


2.4 Keterkaitan jenis kelamin & TMD

Seks merujuk pada karakteristik biologis yang

mengkategorikan seseorang sebagai wanita atau pria. 31 Terkait dengan

jenis kelamin perbedaan laki-laki dan perempuan, 31 banyak kontradiktif

terjadi antar hasil penelitian terkait TMD. Berbagai penelitian, 5-11,13

mendukung perempuan lebih banyak mengalami TMD dibandingkan laki-

laki,5,10 bahkan dari beberapa penelitian,6,8,9,11 mengungkap TMD

meningkat dua kali lipat pada perempuan, beberapa penelitian

menambahkan bahkan dengan kondisi nyeri yang tinggi.7,8,13 Namun,

penelitian lain yang diadakan di India mengungkap persentase laki-laki

lebih tinggi dibandingkan perempuan.5 Hal tersebut dikarenakan berbagai

faktor risiko terkait TMD, seperti genetik, oklusi, budaya, usia, dan trauma

akut.9
2.5 Kuisioner Tanda dan Gejala TMD

Kuisioner TMD merupakan Diagnostic Criteria for

Temporomandibular Disorders Symptom questionnaire of International

RDC/TMD Consortiom Network Questionnarie version 12 May 2013.32

KUISIONER PENELITIAN TEMPOROMANDIBULAR DISORDER

Nama
TTL
Jenis Kelamin Laki-Laki / Perempuan (Coret yang tidak perlu)
Angkatan

Isilah seluruh kuisioner berikut ini dengan melingkari pilihan dan mengisi pertanyaan isian.
KUISIONER A
A. Nyeri
1. Pernahkah anda merasakan o Ya
nyeri di rahang, telinga,
pelipis, atau depan telinga o Tidak
pada sisi kanan maupun kiri? (Jika anda menjawab Tidak, maka langsung
kepertanyaan nomor 5)
2. Berapa tahun atau berapa bulan
bulan yang lalu anda  …… tahun
merasakan nyeri tersebut ?

3. Dalam 30 hari terakhir, o Tidak ada nyeri


manakah berikut ini yang
paling menggambarkan rasa o Nyeri datang dan pergi
nyeri yang anda alami pada o Selalu terasa nyeri
rahang, telinga, pelipis, atau (Jika anda menjawab Tidak ada nyeri, maka
depan telinga? Pilih salah satu langsung kepertanyaan nomor 5)
!

4. Dalam 30 hari terakhir, a. Mengunyah makanan keras


kegiatan apakah yang anda o Ya
lakukan sehingga dapat o Tidak
mengubah rasa nyeri tersebut b. Membuka mulut atau
menjadi membaik atau menggerakkan rahang
memburuk? o Ya
o Tidak
c. Kebiasaan rahang mengatup,
menggertakkan gigi
o Ya
o Tidak
d. Berbicara, menguap, atau
kebiasaan fungsi lainnya.
o Ya
o Tidak
B. Nyeri Kepala
5. Dalam 30 hari terakhir, apakah o Ya
anda mengalami nyeri kepala
yang mencangkup area pelipis? o Tidak
(Jika anda menjawab Tidak, maka langsung
kepertanyaan nomor 8)
6. Berapa bulan atau tahun yang bulan
lalu pertama kalinya anda  …… tahun
merasakan nyeri kepala
tersebut?
7. Dalam 30 hari terakhir, kegiatan a. Mengunyah makanan keras
apakah yang anda lakukan o Ya
sehingga dapat mengubah rasa o Tidak
nyeri kepala tersebut menjadi b. Membuka mulut atau
membaik atau memburuk? menggerakkan rahang
o Ya
o Tidak
c. Kebiasaan rahang mengatup,
menggertakkan gigi
o Ya
o Tidak
d. Berbicara, menguap, atau
kebiasaan fungsi lainnya.
o Ya
o Tidak

C. Suara Sendi Temporomandibula


8. Dalam 30 hari terakhir, apakah o Ya
anda memiliki suara sendi rahang
ketika anda memfungsikan o Tidak
rahang? Kemudian pilihlah :
o Kanan
o Kiri
o TIDAK TAHU

D. Rahang Terkunci dalam keadaan tertutup


9. Apakah anda pernah mengalami o Ya
rahang terkunci meskipun untuk
sesaat sehingga anda tidak dapat o Tidak
membuka mulut ? Kemudian pilihlah :
o Kanan
o Kiri
o TIDAK TAHU
(Jika anda menjawab Tidak, maka langsung
kepertanyaan nomor 13)
10. Apakah rahang anda terkunci o Ya
cukup parah sehingga membatasi
kemampuan anda membuka o Tidak
mulut dan mengganggu Kemudian pilihlah :
kemampuan untuk makan? o Kanan
o Kiri
o TIDAK TAHU
11. Pada 30 hari terakhir, apakah o Ya
rahang anda pernah tidak dapat
terbuka sama sekali untuk sesaat o Tidak
dan kemudian dapat dibuka Kemudian pilihlah :
kembali setelahnya? o Kanan
o Kiri
o TIDAK TAHU
(Jika anda menjawab Tidak, maka langsung
kepertanyaan nomor 13)
12. Apakah rahang anda sering o Ya
terkunci atau mngalami
keterbatas saat membuka o Tidak
sehingga tidak dapat terbuka Kemudian pilihlah :
sama sekali? o Kanan
o Kiri
o TIDAK TAHU

E. Rahang Terkunci dalam keadaan terbuka


13. Pada 30 hari terakhir, ketika o Ya
mulut anda terbuka lebar, apakah
rahang anda pernah terkunci o Tidak
sehingga tidak dapat menutup ? Kemudian pilihlah :
o Kanan
o Kiri
o TIDAK TAHU
(Jika anda menjawab Tidak, maka
pertanyaan selesai)
14. Pada 30 hari terakhir, kapan o Ya
rahang anda terkunci saat
membuka lebar, apakah anda o Tidak
melakukan sesuatu untuk Kemudian pilihlah :
membuatnya tertutup, termasuk o Kanan
mengistirahatkan, memindahkan, o Kiri
mendorong atau mengarahkan
rahang anda? o TIDAK TAHU

TRAUMA

DEEP PAIN
INPUT
3.1 KERANGKA TEORI
AKTIVITAS
PARAFUNGSI
GIGI SENDI TEMPOROMANDIBULA OTOT

OKLUSI
TEMPOROMANDIBULA NORMAL
STRES EMOSI
GIGI

MOBILITAS TOOTH WEAR


DISFUNGSI RASA SAKIT

BAB III
KLIKING KREPITASI
KERANGKA TEORI

Keterangan :

PENGETAHUAN

KESADARAN

DISFUNGSI RASA SAKIT

TANDA DAN GEJALA PREVALENSI

MEMBUKA MENUTUP
SENDI OTOT

: Diteliti

: Tidak diteliti
3.2 KERANGKA KONSEP

Populasi Mahasiswa FKG


Universitas Hasanuddin

Laki-laki Perempuan

Anatomi TMJ
Medikasi

Pemeriksa

Faktor psikososial
Stres
Faktor genetik
Oklusi
Kebiasaan
Munculnya tanda dan gejala Temporomandibula Disorder parafungsi
Bunyi pada TMJ Restorasi
Nyeri kepala Trauma
Nyeri saat mengunyah Perawatan ortodontik
Nyeri rahang Pertumbuhan strktur
Nyeri telinga persendian
Nyeri preaurikular
Tooth grinding
Sulit menelan
keterbatasan membuka mulut

Keterangan :
Variabel Bebas
Variabel akibat
Variabel penghubung
Variabel perancu
Variabel Kontrol
3.3 HIPOTESIS
Ha : Terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap tanda dan gejala TMD

pada mahasiswa

H0 : Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap tanda dan gejala

TMD pada mahasiswa.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan metode observasional analitik. Penelitian

ini berguna untuk mengetahui seberapa besar TMD yang terjadi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas dan kaitannya terhadap jenis

kelamin.

4.2 Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Cross sectional study.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.3.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin.

4.3.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - September 2018.

4.4 Variabel penelitian

1. Variabel bebas : Jenis kelamin

2. Variabel penghubung : Faktor pencetus gejala TMD yakni faktor

psikososial, stres, faktor genetik, oklusal, kebiasaan parafungsi,

restorasi, trauma, perawatan ortodontik, dan pertumbuhan struktur

persendian.
3. Variabel akibat : tanda dan gejala TMD yakni bunyi pada

TMJ, nyeri kepala, nyeri saat mengunyah, nyeri rahang, nyeri telinga,

nyeri preaurikular, tooth grinding, kesulitan menelan,dan keterbatasan

membuka mulut.

4. Variabel kendali : Pemeriksa

5. Variabel perancu : Anatomi TMJ dan medikasi

4.5 Definisi Operasional

1. Tanda dan gejala TMD

Tanda dan gejala TMD dalam penelitian ini adalah tanda dan

gejala yang terdapat pada kuisioner Diagnostic Criteria for

Temporomandibular Disorders Symptom questionnaire of

International RDC/TMD Consortiom Network Questionnarie version

12 May 2013 yang mengisyaratkan adanya gangguan TMJ atau yang

dikenal dengan TMD. Beberapa tanda dan gejala tersebut antara lain

adalah nyeri di rahang, di pelipis, dan di depan telinga; nyeri kepala,

bunyi sendi rahang, rahang terkunci dalam keadaan tertutu; dan rahang

terkunci dalam keadaan terbuka serta keterbatasan membuka mulut.32

2. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Unhas

Mahasiswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa

aktif Fakultas Kedokteran Gigi Unhas, baik tahapan akademik maupun

tahapan profesi yang terdiri dari angkatan 2015-2018.


3. Jenis kelamin

Jenis kelamin yang dimaksud adalah perbedaan biologis antara

laki-laki dan perempuan.

4.6 Populasi dan Sampel Penelitian

4.6.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian tersebut adalah para mahasiswa

Fakultas Kedokteran Gigi Unhas.

4.6.2 Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian tersebut adalah mahasiswa tahapan

akademik maupun tahapan profesi di Fakultas Kedokteran Gigi

Unhas dan menunjukkan sikap kooperatif untuk mengikuti

penelitian dengan menandatangani informed consent.

4.6.2.1 Kriteria Seleksi:

1. Kriteria inklusi:

Seluruh mahasiswa Fakultas kedokteran Gigi

Universitas hasanuddin yang kooperatif untuk mengikuti

penelitian dan bersedia menandatangani informed consent.

2. Kriteria eksklusi:

a. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

hasanuddin di luar angkatan 2015-2018.

b. Riwayat trauma kepala.


4.7 Metode sampling

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total

sampling. Pengambilan sampel dilakukan atas dasar kriteria yang telah

ditentukan oleh peneliti.

4.8 metode pengumpulan data

4.8.1 Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer. Data primer diperoleh dari lembar kuisioner dan

pemeriksaan klinis, Kuisioner tersebut berdasar pada referensi

yang digunakan oleh peneliti,32 yaitu kuisioner Diagnostic Criteria

for Temporomandibular Disorders Symptom questionnaire of

International RDC/TMD Consortiom Network Questionnarie

version 12 May 2013. Kuisioner tersebut diisi oleh responden yaitu

mahasiswa Fakultas Kedokteran gigi Universitas Hasanuddin yang

berstatus aktif kuliah terdiri dari angkatan 2015-2018 dan

kooperatif mengikuti penelitian, dan pengisiannya dibantu oleh

peneliti dan rekan.

4.8.2 Alat dan bahan

1. Lembar informed consent

2. Lembar kuesioner

3. Alat tulis
4.9 Prosedur penelitian

Pengambilan data dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pihak

Fakultas Kedokteran Gigi Unhas dan disetujui oleh Komite etik Penelitian

Kesehatan FKG Universitas Hasanuddin dengan nomor protokol

17120026. Peneliti melakukan penentuan sampel serta menyiapkan alat

yang akan digunakan. Setelah itu, prosedur penelitian sebagai berikut:

1) Pengisian informed consent yang pengisiannya dibantu oleh

peneliti.

2) Penjelasan singkat tentang tata cara pengisian Diagnostic Criteria

for Temporomandibular Disorders Symptom questionnaire of

International RDC/TMD Consortiom Network Questionnarie

version 12 May 2013 oleh peneliti.

3) Pengisian kuisioner oleh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi

Unhas yang sesuai dengan kriteria penelitian.

4) Pengumpulan data kuesioner, lalu melakukan pengolahan data

kuesioner.
4.1 ALUR PENELITIAN

Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Unhas

Preklinik Klinik/Co-as

Pengisian Informed consent

Lembar Kuisioner

(Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders Symptom questionnaire of International RDC/TMD


Consortiom Network Questionnarie

Analisis Data

Hasil
4.2 ANALISIS DATA
Data ditabulasi dan dianalisis menggunakan uji chi-square pada program
komputer SPSS Statistik Base version 24.0 dengan taraf signifikan atau taraf
kesalahan 5% (0,05) dan taraf kepercayaan 95% (0,95).
4.3 ETIKA PENELITIAN
Mahasiswa yang menjadi objek penelitian telah diberi penjelasan
mengenai maksud, tujuan dan maksud penelitian. Mahasiswa yang bersedia ikut
serta dalam penelitian diminta untuk menandatangani informed consent.
Mahasiswa berhak menolak untuk diikut sertakan tanpa konsekuensi apapun.
Mahasiswa juga berhak untuk keluar dari penelitian sesuai keinginannya.
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 DESKRIPSI SAMPEL PENELITIAN


Penelitian mengenai gambaran kejadian tanda dan gejala
temporomandibular disorder (TMD) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran gigi
Universitas Hasanuddin dilakukan pada mahasiswa tahapan akademik yaitu
angkatan 2015 sebanyak 89 orang (19%), angkatan 2016 sebanyak 113 orang
(24%), angkatan 2017 sebanyak 116 orang (25%), dan angkatan 2018 sebanyak
146 orang (32%). Jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 464 orang, namun
hanya 450 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan terbagi ke dalam jenis
kelamin perempuan sebanyak 372 (82,7%) dan laki-laki sebanyak 78 (17,3%).
Teknik sampling yang digunakan yaitu total sampling. Pada angkatan
2015 seharusnya jumlah sampel sebanyak 120 orang namun jumlah tersebut tidak
terpenuhi karena angkatan 2015 sudah tidak memiliki jadwal kuliah sehingga
sampel sulit untuk di temui diarea kampus Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin yang merupakan lokasi penelitian. Hal tersebut menyebabkan hanya
87 sampel yang berhasil didapatkan. Sedangkan, angkatan 2016 dari target sampel
120 orang hanya diperoleh 110 sampel, angkatan 2017 dari target sampel
sebanyak 124 orang hanya diperoleh 112 sampel, dan angkatan 2018 dari target
sampel sebanyak 146 orang hanya diperoleh 141 sampel.
5.2 ANALISIS DESKRIPTIF
5.2.1 Karakteristik Dasar Sampel Penelitian
Karakteristik dasar sampel penelitian yang dilihat meliputi distribusi suku,
usia, jenis kelamin, dan tingkatan tahun akademik pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Rincian distribusi sampel dapat dilihat
pada tabel 5.1, 5.2, dan 5.3.
Tabel 5.1 Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan
tahun akademik
Jenis Kelamin
Total
Tingkatan Tahun Laki-laki Perempuan
Akademik
N (%) N (%) n (%)

2015 15 19 72 19 87 19
2016 11 14 99 27 110 25
2017 20 26 92 25 112 25
2018 32 41 109 29 141 31
Total 78 100 372 100 450 100

Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik sampel berupa jenis kelamin dan


tingkatan tahun akademik. Dari distribusi jenis kelamin diketahui bahwa sampel
perempuan berjumlah 372 (82,7%) orang. Jumlah tersebut lebih banyak dari
sampel laki-laki yang berjumlah 78 (17,3%) orang. Distribusi sampel berdasarkan
jenis kelamin paling banyak pada tingkatan tahun akademik pertama yakni
angkatan 2018 sebanyak 141 orang (31,3% dari total sampel) yang terbagi 109
perempuan (29,3% dari total sampel perempuan) dan 32 laki-laki (41% dari total
sampel laki-laki). Distribusi sampel berdasarkan tingkatan tahun akademik
menunjukkan jumlah sampel yang yang paling banyak berasal dari angkatan 2018
sebanyak 141 orang sampel (31%), angkatan 2017 sebanyak 112 orang (25%),
angkatan 2016 sebanyak 110 orang (25%) dan jumlah sampel yang paling sedikit
adalah angkatan 2015 sebanyak 89 orang (19%) dari total 450 sampel penelitian.
Tabel 5.2 Karakteristik sampel berdasarkan suku
Suku Jumlah Persentase
(n) (%)
Bali 2 0,4

Bima 1 0,2
Bugis 265 59,3
Ambon 1 0,2
Mandar 1 0,2
Bungku 1 0,2
Buton 5 1,1
Duri 1 0,2
Gorontalo 2 0,4
Jawa 18 4
Kolaka 1 0,2
Luwu 7 1,6
Makassar 84 18,7
Maluku 1 0,2
Manado 1 0,2
Mandar 8 1,8
Massenrepulu 1 0,2
Mori 1 0,2
Muna 1 0,2
Selayar 1 0,2
Ternate 3 0,7
Tionghoa 4 0,9
Tiongkok 1 0,2
Tolaki 1 0,2
Toraja 35 7,8
Jumlah 450 100
Tabel 5.2 menunjukkan karakteristik sampel berupa suku yang beragam
yakni 26 suku. Dari distribusi suku dapat dilihat bahwa populasi sampel
didominasi oleh suku Bugis sebanyak 267 orang (59,3%), kedua suku Makassar
84 orang (18,7%), dan ketiga suku Toraja sebanyak 35 orang (7,8%). Adapun
suku dengan jumlah sampel sedikit adalah suku Jawa sebanyak 18 orang (4%),
Mandar sebanyak 8 orang (1,8%), Luwu sebanyak 7 orang (1,6%), Buton
sebanyak 5 orang (1,1%), Tionghoa sebanyak 4 orang (0,9%), Ternate sebanyak 3
orang(0,7%), Bali dan Gorontalo masing-masing sebanyak 2 orang (0,4%).
Adapun suku dengan jumlah sampel paling sedikit sebanyak 1 orang (0,2%)
berasal dari suku Bima, Ambon, Mandar, Bungku, Duri, Kolaka, Maluku,
Manado, Massenrepulu, Mori, Muna, Selayar, Tiongkok dan Tolaki.

Tabel 5.3 Karakteristik sampel berdasarakan usia

Usia Jumla Persentase


(tahun) h (n) (%)
16 7 1,6
17 41 9,1
18 104 23,1
19 109 24,2
20 103 22,9
71 15,8
21
14 3,1
22
1 0,2
23
Total 450 100

Tabel 5.3 menunjukkan karakteristik sampel berupa usia, rentang usia


sampel penelitian ini mulai dari 16-23 tahun. Dari distribusi usia dapat dilihat
bahwa populasi sampel didominasi oleh sampel yang berusia 19 tahun sebanyak
109 orang (24,2%), kedua usia 18 tahun sebanyak 104 orang (23,1%), ketiga usia
20 tahun sebanyak 103 orang (22,9%,). Adapun kelompok usia sampel lainnya
yakni sampel berusia 21 tahun sebanyak 71 orang (15,8%), usia 17 tahun
sebanyak 41 orang (9,1%), usia 22 tahun sebanyak 14 orang (3,1%) dan usia 16
tahun sebanyak 7 orang (1,6%). Adapun kelompok usia dengan jumlah sampel
terkecil yakni 1 orang (0,2%) berusia 23 tahun.
5.2.2 Deskripsi Hasil Kuisioner tanda dan gejala temporomandibular
disorder
Pada pengisian kuisioner, sampel diarahkan untuk mengisi pertanyaan
secara subjektif terkait riwayat tanda dan gejala temporomandibular disorder
(TMD) berupa nyeri di rahang, di pelipis, atau di depan telinga; nyeri kepala;
suara sendi rahang; rahang terkunci dan keterbatasan membuka mulut. Hasil
pengisian kuisioner tanda dan gejala TMD pada penelitian tersebut, dapat
diketahui sebagai berikut :
Tabel 5.4 hasil pengisian kuisioner tanda dan gejala TMD
Memiliki tanda & Jenis Kelamin Total P
gejala TMD

Perempuan % Laki-laki % n %
Ada N 211 46,9 44 9,7 255 56,6 0,911
% 56,7 56,4
Tidak N 161 35,8 34 7,6 195 43,4
% 43,3 43,6
Total N 372 82,7 78 17,3 450 100
% 100 100 100
Uji statistik menggunakan uji komparatif non parametris jenis Chi Square.
Nilai signifikan p < 0,05.
Pada tabel 5.4 menunjukkan hasil pengisian kuisioner tanda dan gejala
temporomandibular disorder (TMD) pada 450 mahasiswa. Dari tabel tersebut,
diperoleh informasi bahwa perempuan yang mengalami tanda dan gejala TMD
sebanyak 211 orang (56,7% dari total sampel perempuan atau 46,9% dari total
sampel penelitian), dan perempuan yang tidak mengalami tanda dan gejala TMD
berjumlah 161 orang (43,3% dari total sampel perempuan atau 35,8% dari total
sampel penelitian). Sedangkan, laki-laki yang mengalami tanda dan gejala TMD
berjumlah 44 orang (56,4% dari total sampel laki-laki atau 9,7% dari total sampel
penelitian), dan laki-laki yang tidak mengalami tanda dan gejala TMD berjumlah
34 orang (43,6% dari total sampel laki-laki atau 7,6% dari total sampel
penelitian). Sehingga, jumlah mahasiswa yang mengalami tanda dan gejala TMD
berjumlah 255 orang (56,6% dari total sampel) dan mahasiswa yang tidak
mengalami tanda dan gejala TMD berjumlah 195 (43,4% dari total sampel
penelitian). Sampel yang paling banyak mengalami tanda dan gejala TMD adalah
perempuan yakni 211 orang (46,9%) dari 255 sampel yang memiliki tanda dan
gejala TMD.
Pada tabel 5.4 proporsi kejadian hampir sama antara jenis kelamin yakni
perempuan sebesar 56,7% (211 orang) dan laki-laki 56,4% (44 orang). Hasil uji
statistik chi-square diperoleh nilai p (0,911) > 0,05 yang berarti tidak terdapat
perbedaan signifikan proporsi kejadian tanda dan gejala TMD antara perempuan
dan laki-laki pada mahasiswa di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin.
Distribusi usia mahasiswa yang memiliki tanda dan gejala
temporomandiblar disorder (TMD), dapat diamati melalui tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi sampel yang memiliki tanda dan gejala TMD
berdasarkan usia

Usia Jumlah mahasiswa mengalami mahasiswa tdk Total P


(tahun) mahasiswa tanda dan gejala TMD mengalami gelaja
TMD

N % n % n % N %
16 7 1,6 3 42,6 4 57,4 7 100,0 0,387
17 41 9,1 25 61,0 16 39,0 41 100,0
18 104 23,1 56 53,8 48 46,2 104 100,0
19 109 24,2 61 56,0 48 44,0 109 100,0
20 103 22,9 55 53,4 48 46,6 103 100,0
21 71 15,8 42 59,2 29 40,8 71 100,0
22 14 3,1 12 85,7 2 14,3 14 100,0
23 1 0,2 1 100,0 0 0 1 100,0
Total 450 100,0 255 56,6 195 43,4 450 100,0
Uji statistik menggunakan uji komparatif non parametris jenis Chi Square.
Nilai signifikan p < 0,05.

Dari tabel 5.5 didapatkan informasi terkait distribusi sampel berdasarkan


usia yang memiliki dan tidak memiliki tanda dan gejala TMD. Usia 19 tahun
memiliki sampel terbesar sebanyak 109 orang (24,2%) dari total sampel dengan
jumlah yang memiliki tanda dan gejala TMD sebanyak 61 orang (56,0%). Usia 18
tahun memiliki jumlah sampel terbesar kedua sebanyak 104 orang (23,1%) dari
total sampel dengan jumlah yang memiliki tanda dan gejala TMD sebanyak 56
orang (53,8%). Usia 20 tahun memiliki sampel terbesar ketiga sebanyak 103
orang (22,9%) dari total sampel dengan jumlah yang memiliki tanda dan gejala
TMD sebanyak 55 rang (53,4%). Usia 21 tahun memiliki jumlah sampel 71 orang
(15,8%) dari total sampel dengan jumlah yang memiliki tanda dan gejala TMD
sebanyak 42 orang (59,2%). Usia 17 tahun memiliki jumlah sampel 41 orang
(9,1%) dari total sampel dengan jumlah yang memiliki tanda dan gejala TMD
sebanyak 25 orang (61,0%). Usia 22 tahun memiliki jumlah sampel sebanyak 14
orang (3,1%) dari total sampel dengan jumlah yang memiliki tanda dan gejala
TMD sebanyak 12 orang (85,7%). Usia 16 tahun memiliki jumlah sampel 7 orang
(1,6%) dari total sampel dengan jumlah yang memiliki tanda dan gejala TMD
sebanyak 3 orang (42,6%). Terakhir, usia 23 tahun yang memiliki jumlah sampel
terkecil sebanyak 1 orang (0,2%) dari total sampel dan memiliki tanda dan gejala
TMD (100,0%).
Tabel 5.5 menunjukkan proporsi kejadian lebih tinggi pada usia 22 tahun
(85,7%) dan 17 tahun (61,0%). Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p
(0,387) > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan signifikan proporsi kejadian
tanda dan gejala TMD antara usia mahasiswa di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin.
Distribusi mahasiswa yang memiliki tanda dan gejala temporomandiblar
disorder (TMD) berdasarkan tahun akademik, dapat diamati melalui tabel 5.6.
Tabel 5.6 Distribusi sampel yang memiliki tanda dan gejala TMD
berdasarkan tahun akademik

Angkatan Jumlah Mahasiswa mengalami Mahasiswa tdk Total P


mahasiswa tanda dan gejala TMD mengalami gejala
TMD
N % n % n % N %
2015 87 19,3 59 67,8 28 32,2 87 100,0 0,101
2016 110 24,4 63 57,3 47 42,7 110 100,0
2017 112 24,9 60 53,6 52 46,4 112 100,0
2018 141 31,3 73 51,8 68 48,2 141 100,0
Total 450 100,0 255 56,6 195 43,4 450 100,0
Uji statistik menggunakan uji komparatif non parametris jenis Chi Square.
Nilai signifikan p < 0,05.
Dari tabel 5.6 didapatkan informasi terkait distribusi sampel berdasarkan
tahun akademik yang memiliki dan tidak memiliki tanda dan gejala TMD.
Angkatan 2018 memiliki jumlah sampel terbesar sebanyak 141 orang (31,3%) dari
total sampel namun memiliki jumlah sampel terkecil yang mengalami tanda dan
gejala TMD yakni 51,8% (73 orang). Angkatan 2017 memiliki jumlah sampel
terbesar kedua sebanyak 112 orang (24,9%) namun memiliki jumlah sampel
terkecil kedua yang memiliki tanda dan gejala TMD yakni 53,6% (60 orang).
Angkatan 2016 memiliki jumlah sampel terkecil kedua sebanyak 110 (24,4%) dari
total sampel namun memiliki jumlah sampel terbesar kedua yang memiliki tanda
dan gejala TMD yakni sebesar 57,3% (63 orang). Dan angkatan 2015 memiliki
jumlah sampel terkecil sebanyak 87 orang (19,3%) dengan jumlah sampel terbesar
yang memiliki tanda dan gejala TMD yakni sebesar 67,8%
Melalui Tabel 5.5 dapat diketahui proporsi kejadian lebih tinggi pada
tahun akademik akhir yakni angkatan 2015 sebesar 67,8%. Hasil uji statistik chi-
square diperoleh nilai p (0,101) > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan
signifikan proporsi kejadian tanda dan gejala TMD pada mahasiswa antara
tingkatan akademik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Adapun distribusi tanda dan gejala temporomandibular disorder (TMD)
yang di alami oleh 255 mahasiswa (56,6% dari total sampel) dapat diketahui
melalui tabel 5.7.
Tabel 5.7 distribusi tanda dan gejala TMD yang dialami oleh mahasiswa

Tanda & gejala TMD Jenis Kelamin Total P

Perempuan Laki-laki

Ya Tidak Ya Tidak Ya %
Kd. Jenis n % n % n %
A Nyeri dirahang, 127 60,2 84 39,8 31 70,5 13 29,5 158 62,0 0,269
dipelipis, atau
depan telinga
B Nyeri kepala 96 45,5 115 54,5 19 43,2 25 56,8 115 45,1 0,909
C Suara sendi 107 50,7 104 49,3 22 50,0 22 50,0 129 50,7 1,000
rahang
D Rahang terkunci 25 11,8 186 88,2 6 13,6 38 86,4 31 12,2 0,939
dalam keadaan
tertutup
E Rahang terkunci 12 5,7 199 94,3 6 13,6 38 86,4 18 7,1 0,097
dalam keadaan
terbuka
Uji statistik menggunakan uji komparatif non parametris jenis Chi Square.
Nilai signifikan p < 0,05.

Dari tabel 5.7 dapat diketahui distribusi tanda dan gejala


temporomandibular disorder (TMD) pada 255 mahasiswa yang mengalami. pada
tabel sebelumnya (tabel 5.4) diketahui jumlah perempuan yang memiliki tanda
dan gejala TMD sebanyak 211 orang dan laki-laki sebanyak 44 orang.
Mahasiswa yang mengalami gejala nyeri pada rahang, pelipis, atau depan
telinga sebanyak 158 orang (62,0%) dan yang tidak mengalami sebanyak 97 orang
(38,0%) dari 255 penderita. Perempuan sebanyak 127 orang (60,2%) yang
mengalami dan 84 orang (39,8%) yang tidak mengalami dari 211 perempuan
penderita. Sedangkan laki-laki yang mengalami sebanyak 31 orang (70,5%) dan
yang tidak mengalami 13 orang (29,5%) dari 44 laki-laki penderita tanda dan
gejala TMD.
Pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang mengalami
gejala nyeri pada rahang, pelipis, atau depan telinga pada perempuan sebesar
39,8% sedangkan pada laki-laki 60,2%. Hal ini menunjukkan proporsi kejadian
lebih tinggi pada Laki-laki. Hasil uji statistik chi-square mendapatkan nilai p
(0,269) > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian nyeri pada
rahang, pelipis dan depan telinga antara mahasiswa perempuan dan laki-laki di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Pada tabel 5.7 diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki gejala nyeri
kepala sebanyak 115 orang (45,1%) dan yang tidak mengalami sebanyak 140
orang (54,9%) dari 255 penderita . Pada perempuan yang mengalami sebanyak 96
orang (45,5%) dan yang tidak mengalami sebanyak 115 orang (54,5%) dari 211
perempuan penderita, sedangkan pada laki-laki yang mengalami sebanyak 19
orang (43,2%) dan yang tidak mengalami 25 orang (56,8%) dari 44 laki-laki
penderita tanda dan gejala TMD.
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang mengalami gejala
nyeri kepala pada perempuan sebesar 45,5% sedangkan pada laki-laki 43,2%. Hal
ini menunjukkan proporsi kejadian lebih tinggi pada perempuan. Hasil uji statistik
chi-square mendapatkan nilai p (0,909) > 0,05 yang berarti tidak terdapat
perbedaan proporsi kejadian nyeri kepala antara mahasiswa perempuan dan laki-
laki di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Berdasarkan tanda TMD berupa suara sendi rahang, pada tabel 5.7
diketahui bahwa mahasiswa yang memiliki tanda bunyi sendi rahang sebanyak
129 orang (50,7%) dari 255 penderita. Pada perempuan yang mengalami sebanyak
107 orang (50,7%) dan yang tidak mengalami sebanyak 104 orang (49,3%) dari
211 perempuan penderita, pada laki-laki sebanyak 22 orang (50,0%) yang
mengalami dan 22 orang (50,0%) yang tidak mengalami dari 44 laki-laki
penderita tanda dan gejala TMD
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang mengalami gejala
bunyi sendi rahang pada perempuan sebesar 50,7% sedangkan pada laki-laki
50,0%. Hal ini menunjukkan proporsi kejadian lebih tinggi pada perempuan. Hasil
uji statistik chi-square mendapatkan nilai p (1,000) > 0,05 yang berarti tidak
terdapat perbedaan proporsi kejadian bunyi sendi antara mahasiswa perempuan
dan laki-laki di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Berdasarkan tanda dan gejala TMD berupa rahang terkunci dalam keadaan
tertutup, pada tabel 5.7 diketahui bahwa mahasiswa yang pernah mengalami
rahang terkunci dalam keadaan tertutup sebanyak 29 orang (11,4%) dari 255
penderita. Terbagi pada perempuan sebanyak 23 orang (10,9%) yang mengalami
dan 188 orang (89,1%) yang tidak mengalami dari 211 perempuan penderita.
Sedangkan pada laki-laki sebanyak 6 orang (13,6%) yang mengalami dan 38
orang (86,4%) yang tidak mengalami dari 44 laki-laki penderita tanda dan gejala
TMD.
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang mengalami tanda
dan gejala TMD berupa rahang terkunci dalam keadaan tertutup pada perempuan
sebesar 10,9% sedangkan pada laki-laki sebesar 13,6%. Hal ini menunjukkan
proporsi kejadian lebih tinggi pada laki-laki. Hasil uji statistik chi-square
mendapatkan nilai p (0,796) > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan proporsi
kejadian rahang terkunci dalam keadaan tertutup antara mahasiswa perempuan
dan laki-laki di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Berdasarkan tanda dan gejala TMD berupa rahang terkunci dalam keadaan
terbuka, pada tabel 5.7 didapatkan bahwa mahasiswa yang pernah mengalami
rahang terkunci dalam keadaan terbuka sebanyak 31 orang (12,2%) dari 255
penderita. Terbagi pada perempuan yang mengalami sebanyak 25 orang (11,8%)
dan yang tidak mengalami sebanyak 186 orang (88,2%) dari 211 perempuan
penderita, sedangkan pada laki-laki yang mengaami sebanyak 6 orang (13,6%)
dan yang tidak mengalami sebanyak 38 orang (86,4%) dari 44 laki-laki penderita
tanda dan gejala TMD.
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang mengalami tanda
dan gejala TMD berupa rahang terkunci dalam keadaan terbuka pada perempuan
sebesar 11,8% sedangkan pada laki-laki sebesar 13,6%. Hal ini menunjukkan
proporsi kejadian lebih tinggi pada laki-laki. Hasil uji statistik chi-square
mendapatkan nilai p (0,939) > 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan
signifikan proporsi kejadian rahang terkunci dalam keadaan tertutup antara
mahasiswa perempuan dan laki-laki di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin.
Distribusi jumlah tanda dan gejala pada 255 mahasiswa penderita, dapat
diketahui melalui tabel 5.8.
Tabel 5.8 distribusi jumlah tanda dan gejala TMD pada 255 penderita
Jumlah Jenis kelamin Total Uji Chi-
(Gejala) square
Perempuan Laki-laki
n % n % n %

1 98 46,4 17 38,6 115 45,1 0,820


2 77 36,5 17 38,6 94 36,9
3 31 14,7 8 18,2 39 15,3
4 3 1,4 1 2,3 4 1,6
5 2 0,9 1 2,3 3 1,2

Uji statistik menggunakan uji komparatif non parametris jenis Chi Square.
Nilai signifikan p < 0,05.
Pada tabel 5.8 distribusi jumlah tanda dan gejala TMD pada 255
mahasiswa penderita dihasilkan bahwa 115 orang (45,1%) mengalami 1 gejala
yang terbagi pada perempuan sebanyak 98 orang (46,4%) dan laki-laki 17 orang
(38,6%). Penderita yang mengalami 2 gejala sebanyak 94 orang (36,9%) yang
terbagi pada perempuan sebanyak 77 orang (36,5%) dan laki-laki sebanyak 17
(38,6%). Penderita yang mengalami 3 gejala sebanyak 39 orang (15,3%) yang
terbagi pada perempuan sebanyak 31 orang (14,7%) dan laki-laki sebanyak 8
orang (18,2%). Penderita yang mengalami 4 gejala sebanyak 3 orang (1,6%( yang
terbagi pada perempuan sebanyak 3 orang (1,4%) dan laki-laki sebanyak 1 orang
(2,3%). Adapun penderita yang mengalami 5 gejala sebanyak 3 orang (1,2%)
yang terbagi pada perempuan sebanyak 2 orang (0,9%) dan laki-laki sebanyak 1
orang (2,3%).
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa proporsi jumlah tanda dan gejala TMD
pada perempuan dan laki-laki sangatlah berbeda. Namun, melalui uji statistik
didapatkan nilai p (0,820) > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan signifikan
jumlah tanda dan gejala TMD antara perempuan dan laki-laki di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin.
Distribusi detail terkait jenis-jenis tanda dan gejala TMD yang dialami
oleh 255 mahasiswa penderita, dapat diketahui melalui tabel 5.9.
Tabel 5.9 distribusi jenis-jenis tanda dan gejala TMD pada 255 mahasiswa
penderita.
Jumlah Tanda & Jenis kelamin Jumlah Uji Chi
gejala gejala Perempuan Laki-laki Square
` TMD N % N % n %
1 A 35 16,6 11 25,0 46 18,0 0,129
B 28 13,3 2 4,5 30 11,8
C 33 15,6 3 6,8 36 14,1
D 1 0,5 1 2,3 2 0,8
E 1 0,5 0 0,0 1 0,4
2 A,B 25 11,8 4 9,1 29 11,4
A,C 27 12,8 5 11,4 32 12,5
A,D 7 3,3 1 2,3 8 3,1
A,E 0 0,0 1 2,3 1 0,4
BC 15 7,1 4 9,1 19 7,5
BD 1 0,5 0 0,0 1 0,4
BE 0 0,0 2 4,5 2 0,8
CD 1 0,5 0 0,0 1 0,4
CE 1 0,5 0 0,00 1 0,4
3 A,B,C 18 8,5 5 11,4 23 9,0
A,B,D 3 1,4 0 0,0 3 1,2
A,B,E 1 0,5 0 0,0 1 0,4
A,C,D 3 1,4 1 2,3 4 1,6
A,C,E 2 0,9 1 2,3 3 1,2
A,D,E 1 0,5 0 0,0 1 0,4
B,C,D 2 0,9 0 0,0 2 0,8
C,D,E 1 0,5 1 2,3 2 0,8
4 A,B,C,D 0 0,0 1 2,3 1 0,4
A,B,D,E 1 0,5 0 0,0 1 0,4
A,C,D,E 2 0,9 0 0,0 2 0,8
5 A,B,C,D,E 2 0,9 1 2,3 3 1,2

Jumlah 211 100,0 44 100,0 255 100,0


Keterangan :
1. Kode A : nyeri di rahang, di pelipis, dan di depan telinga
2. Kode B : nyeri kepala
3. Kode C : bunyi sendi rahang
4. Kode D : rahang terkunci dalam keadaan tertutup
5. Kode E : rahang terkunci dalam keadaan terbuka dan keterbatasan
membuka mulut
Tabel 5.8 menunjukkan hasil distribusi jumlah tanda dan gejala TMD pada
255 mahasiswa penderita. Tabel tersebut mengelompokkan mahasiswa yang
mengalami tanda dan gejala TMD berdasarkan jumlah tanda dan gejala yang
dialami. Gejala A (Nyeri rahang, pelipis dan depan telinga) tanpa disertai tanda
dan gejala lainnya memiliki proporsi kejadian yang paling tinggi yakni terjadi
pada 56 mahasiswa (18,0%) dari 255 penderita, yang terbagi pada perempuan
sebanyak 35 orang (16,6%) dari total perempuan penderita, sedangkan laki-laki
sebanyak 11 orang (25,0%) dari total laki-laki penderita.
Gejala C (Bunyi sendi rahang) tanpa disertai tanda dan gejala lainnya
memiliki proporsi kejadian tertinggi kedua yakni terjadi pada 36 mahasiswa
(14,1%) dari total penderita, yang terbagi pada perempuan sebanyak 33 orang
(15,6%) dari total perempuan penderita, sedangkan laki-laki sebanyak 3 orang
(6,8%) dari total laki-laki penderita.
Gejala A,C (Nyeri rahang, pelipis dan depan telinga disertai bunyi sendi
rahang) memiliki proporsi kejadian tertinggi ketiga yakni terjadi pada 32
mahasiswa (12,5%), yang terbagi pada perempuan sebanyak 27 orang (12,8%)
dari total perempuan penderita, sedangkan, laki-laki sebanyak 5 orang (11,4%)
dari total laki-laki penderita.
Gejala B (Nyeri kepala) tanpa disertai tanda dan gejala lainnya memiliki
proporsi kejadian sebanyak 30 mahasiswa (11,8%) yang terbagi pada perempuan
sebanyak 28 orang (13,3%) dari total perempuan penderita, sedangkan laki-laki
sebanyak 2 orang (4,5%) dari total laki-laki penderita.
Gejala D (rahang terkunci dalam keadaan tertutup) tanpa disertai tanda dan
gejala lainnya memiliki proporsi kejadian pada 2 mahasiswa (0,8%) yang terbagi
pada perempuan sebanyak 1 orang (0,5%) dari total perempuan penderita,
sedangkan laki-laki sebanyak 1 orang (0,5%) dari total laki-laki penderita.
Gejala E (rahang terkunci dalam keadaan tebuka) tanpa disertai tanda dan
gejala lainnya memiliki proporsi kejadian pada 1 mahasiswa perempuan (11,8%) .
Gejala A,B (Nyeri rahang, pelipis dan depan telinga disertai nyeri kepala)
memiliki proporsi kejadian pada 29 mahasiswa (11,4%), yang terbagi pada
perempuan sebanyak 25 orang (11,8%) dari total perempuan penderita, sedangkan
laki-laki sebanyak 4 orang (9,1%) dari total laki-laki penderita.
Gejala A,D (Nyeri rahang, pelipis dan depan telinga disertai rahang
terkunci dalam keadaan tertutup) memiliki proporsi kejadian pada 8 mahasiswa
(3,1%), yang terbagi pada perempuan sebanyak 7 orang (3,3%) dari total
perempuan penderita, sedangkan laki-laki sebanyak 1 orang (2,3%) dari total laki-
laki penderita.
Gejala A,E (Nyeri rahang, pelipis dan depan telinga disertai rahang
terkunci dalam keadaan terbuka) memiliki proporsi kejadian pada 1 mahasiswa
(0,4%) yakni laki-laki (2,3%) dari total penderita laki-laki.
Gejala B,C (Nyeri kepala disertai bunyi sendi rahang) memiliki proporsi
kejadian pada 19 mahasiswa (7,5%), yang terbagi pada perempuan sebanyak 15
orang (7,1%) dari total perempuan penderita, sedangkan laki-laki sebanyak 4
orang (9,1%) dari total laki-laki penderita.
Gejala B,D (Nyeri kepala disertai rahang terkunci dalam keadaan tertutup)
memiliki proporsi kejadian 2 mahasiswa (0,8%), pada perempuan (0,9%) dari
total perempuan penderita.
Gejala B,E (Nyeri kepala disertai rahang terkunci dalam keadaan terbuka)
memiliki proporsi kejadian 2 mahasiswa (0,8%), pada laki-laki (4,5%) dari total
penderita laki-laki.
Gejala C,D (bunyi sendi rahang disertai rahang terkunci dalam keadaan
tertutup) memiliki proporsi kejadian 1 mahasiswa (0,4%), pada perempuan (0,5%)
dari total penderita perempuan.
Gejala C,E (bunyi sendi rahang disertai rahang terkunci dalam keadaan
terbuka) memiliki proporsi kejadian 1 mahasiswa (0,4%), pada perempuan (0,5%
dari total penderita perempuan).
Gejala A,B,C (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai nyeri
kepala dan bunyi sendi rahang) memiliki proporsi kejadian 23 mahasiswa (9,0%),
yang terbagi pada perempuan sebanyak 18 orang (8,5%) dari total penderita
perempuan, sedangkan pada laki-laki sebanyak 5 orang (11,4%) dari total
penderita laki-laki.
Gejala A,B,D (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai nyeri
kepala dan rahang terkunci dalam keadaan tertutup) memiliki proporsi kejadian
pada 3 mahasiswa (1,2%), yang dialami oleh perempuan (1,4% dari total
penderita perempuan).
Gejala A,B,E (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai nyeri kepala
dan rahang terkunci dalam keadaan terbuka) memiliki proporsi kejadian pada 1
mahasiswa (0,4%), yang dialami oleh perempuan (0,5% dari total penderita
perempuan).
Gejala A,C,D (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai bunyi sendi
rahang dan mulut terkunci dalam keadaan tertutup) memiliki proporsi kejadian 4
mahasiswa (1,6%), yang terbagi pada perempuan sebanyak 3 orang (1,4%) dari
total penderita perempuan, sedangkan pada laki-laki sebanyak 1 orang (2,3%) dari
total penderita laki-laki.
Gejala A,C,E (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai bunyi sendi
rahang dan mulut terkunci dalam keadaan tertutup) memiliki proporsi kejadian 3
mahasiswa (1,2%), yang terbagi pada perempuan sebanyak 2 orang (0,9%) dari
total penderita perempuan, sedangkan pada laki-laki sebanyak 1 orang (2,3%) dari
total penderita laki-laki.
Gejala A,D,E (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai mulut
terkunci dalam keadaan tertutup ataupun terbuka) memiliki proporsi kejadian 1
mahasiswa (0,4%), pada perempuan (0,5%) dari total penderita perempuan.
Gejala B,C,D (nyeri kepala disertai bunyi sendi rahang dan mulut terkunci
dalam keadaan tertutup) memiliki proporsi kejadian 2 mahasiswa (0,8%), pada
perempuan (0,9% dari total penderita perempuan).
Gejala C,D,E (Bunyi sendi rahang disertai mulut terkunci dalam keadaan
tertutup ataupun terbuka) memiliki proporsi kejadian 2 mahasiswa (0,8%), yang
terbagi pada perempuan sebanyak 1 orang (0,5%) dari total penderita perempuan,
sedangkan pada laki-laki sebanyak 1 orang (2,3%) dari total penderita laki-laki.
Gejala A,B,C,D (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai nyeri
kepala, bunyi sendi rahang dan mulut terkunci dalam keadaan tertutup memiliki
proporsi kejadian 1 mahasiswa (0,4%) pada laki-laki (2,3% dari total penderita
laki-laki).
Gejala A,B,D,E (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai nyeri
kepala dan mulut terkunci dalam keadaan tertutup ataupun terbuka) memiliki
proporsi kejadian 1 mahasiswa (0,4%) pada perempuan (0,5% dari total penderita
perempuan).
Gejala A,C,D,E (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai bunyi
sendi rahang dan mulut terkunci dalam keadaan tertutup ataupun terbuka)
memiliki proporsi kejadian 2 mahasiswa (0,8%) pada perempuan (0,9% dari total
penderita perempuan).
Gejala A,B,C,D,E (nyeri rahang, pelipis, dan depan telinga disertai nyeri
kepala, bunyi sendi rahang dan mulut terkunci dalam keadaan tertutup ataupun
terbuka) memiliki proporsi kejadian 3 mahasiswa (1,2%) yang terbagi pada
perempuan sebanyak 2 orang (0,9%) dari total penderita perempuan dan pada
laki-laki sebanyak 1 orang (2,3%) dari total penderita laki-laki.
Melalui uji statistik didapatkan nilai p (0,129) > 0,05 yang berarti tidak
ada perbedaan signifikan terkait jenis-jenis tanda dan gejala TMD antara
mahasiswa perempuan dan laki-laki di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin.
BAB VI
PEMBAHASA
N

Sampel pada penelitian ini sebesar 450 orang yang terbagi pada
perempuan 372 orang (82,7%) dan laki-laki 78 orang (17,3%). Pengambilan data
pada penelitian ini dilakukan melalui pengisian kuisioner Diagnostic Criteria for
Temporomandibular Disorders Symptom questionnaire of International
RDC/TMD Consortiom Network Questionnarie version 12 May 2013, yang
mengelompokkan lima tanda dan gejala TMD yakni nyeri rahang, di depan
pelipis, dan di depan telinga; nyeri kepala; suara sendi rahang; rahang terkunci
dalam keadaan tertutup dan keterbatasan membuka mulut; dan rahang terkunci
dalam keadaan terbuka.32 Adanya minimal satu tanda atau gejala yang muncul
maka sampel dapat dikategorikan sebagai penderita tanda dan gejala TMD.
Berdasarkan total sampel, hasil penelitian ini mengungkap bahwa proporsi
kejadian tanda dan gejala TMD pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin sebesar 56,7% (255 orang) dari 450 sampel. Hasil
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vojdani M dkk di
Universitas Shiraz Iran bahwa ditemukan lebih dari seperdua total mahasiswa
memiliki tanda dan gejala TMD.35 Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, hasil
penelitian ini mengungkap bahwa proporsi kejadian lebih besar pada perempuan
yakni 56,7% sedangkan pada laki-laki sebesar 56,4%. Hasil tersebut juga sejalan
dengan beberapa penelitian,6-9,11,13,26 yang mendapatkan prevalensi kejadian TMD
pada perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Berdasarkan uji statistik tidak
ada perbedaan yang signifikan. Hal tersebut kemungkinan karena perbandingan
jumlah sampel antara jenis kelamin yang cukup jauh sekitar 1:5. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alhussini dkk di Universitas King
Abdulaziz Arab Saudi pada tahun 2017 dengan sampel 1:5, yang menyatakan
bahwa tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap
tanda dan gejala TMD.9 Hasil penelitian ini juga mirip dengan yang ditemukan
oleh Smiriti BJ dkk dan Bonjardim dkk bahwa hubungan jenis kelamin terhadap
tanda & gejala TMD tidaklah signifikan, tingkat kecemasan lebih terbukti
mempengaruhi tanda dan gejala TMD.33,34 Kecemasan memainkan peran penting
dalam TMD yang bertindak sebagai faktor predisposisi. Selain itu, beban
psikologi seperti kecemasan merupakan faktor penting dalam presepsi rasa nyeri,
sehingga subyek yang mengalami kecemasan akan lebih merasakan intensitas
nyeri yang dirasakan. Berbagai gangguan fisiologi terkait stres dan depresi dapat
mencetus TMD, karena dapat langsung mempengaruhi ketegangan otot.34
Pada penelitian ini usia 17 dan 22 tahun memiliki proporsi kejadian yang
besar yakni masing-masing sebesar 85,7% dan 61,0% padahal jumlah sampelnya
sedikit dibandingkan beberapa usia lainnya. Salah satu penyebab situasi tersebut
adalah faktor psikologi.2,12,13 Mahasiswa tingkatan tahun pertama memiliki usia
rata-rata 17 tahun dan lebih mudah untuk mengalami tekanan psikologi, depresi,
dan kecemasan,12 dikarenakan adanya lingkungan yang baru dan hal tersebut dapat
memicu munculnya gejala TMD.2,11,12 Sama halnya dengan mahasiswa tingkatan
akhir yang memiliki usia rata-rata 21 tahun, mereka mulai memikirkan tugas akhir
seperti skripsi dan kelanjutan karir hidupnya sehingga memicu beban psikologi
dan stres. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bonjardim dkk bahwa
dewasa muda memiliki prevalensi lebih besar untuk mengalami tanda dan gejala
TMD.35 Namun pada penelitian ini, melalui uji statistik didapatkan tidak ada
perbedaan signifikan antara usia terhadap tanda & gejala TMD. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh perbandingan distribusi sampel pada tiap usia
sangatlah jauh berbeda bahkan pada usia 23 tahun hanya memiliki jumlah sampel
sebanyak 1 orang.
Berdasarkan tahun akademik yang terdiri dari angkatan 2015-2018,
didapatkan hasil bahwa semakin tinggi tingkatan akademik maka semakin besar
proporsi kejadian tanda dan gejala TMD. Proporsi kejadian berdasarkan tahun
akademik yakni angkatan 2018 sebesar 51,8%, angkatan 2017 sebesar 53,6%,
angkatan 2016 sebesar 57,3%, dan angkatan 2015 memiliki proporsi tertinggi
sebesar 67,5%. Menurut penelitian yang diadakan di Brazil oleh Paulino dkk, 11
mahasiswa memiliki beban emosi yang tinggi, termasuk kecemasan, kesedihan,
kegelisahan, dan stres yang berkontribusi pada TMD. Namun pada peelitian ini,
melalui uji statistik tidak ditemukan perbedaan dan hubungan yang signifikan
antara tingkatan tahun akademik terhadap tanda dan gejala TMD.11,14
Pada pembahasan hasil telah didapatkan bahwa dari 255 penderita, gejala
yang paling banyak dialami oleh sampel adalah gejala nyeri di rahang, di pelipis
dan di depan telinga yakni sebesar 62,2% (158 orang) dari total sampel penderita.
Diikuti oleh gejala Bunyi sendi rahang sebesar 50,6% (129 orang) dari total
sampel penderita. Adapun rahang terkunci dan keterbatasan membuka mulut pada
penelitian ini memiliki proporsi yang kecil yakni 12,2% (31 orang) terkunci dalam
keadaan tetutup dan 7,1% (18 orang) terkunci dalam keadaan terbuka. Pada
penelitian ini ditemukan juga bahwa pada laki-laki dan perempuan kebanyakan
dari mereka mengalami gejala TMD berupa nyeri dan tanda TMD berupa bunyi
sendi rahang. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Allhussini dkk yang menyatakan bahwa nyeri di sekitar kepala memiliki proporsi
paling besar dan diikuti oleh bunyi sendi rahang. 9 Nyeri ataupun rasa sakit pada
otot (myalgia) menjadi gejala yang paling utama dari TMD.23
Apabila distribusi tanda & gejala TMD dikaitkan dengan jenis kelamin,
maka pada penelitian ini melalui uji statistik didapatkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap distribusi jenis-jenis
tanda dan gejala TMD.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kejadian dengan proporsi
tertinggi adalah mahasiswa yang mengalami satu jenis gejala tanpa diserti gejala
lainnya, jumlah mahasiswa tersebut sebanyak 115 orang (45,1%) dengan gejala
nyeri rahang, pelipis dan depan telinga merupakan gejala yang paling tinggi
proporsinya yakni sebesar 18% (46 orang). Hasil tersebut berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Alhussini dkk yang menyatakan bahwa dari suatu
populasi sampel, kejadian dengan proporsi tertinggi adalah mereka yang
mengalami dua tanda atau gejala TMD.9 Hasil tersebut berbeda kemungkinan
dikarenakan oleh karateristik dari program studi, waktu ketika kuisioner
diberikan, dan karateristik dari populasi seperti faktor usia, perilaku dan
lingkungan sampel. Seperti yang dijelaskan pada hasil penelitian Majumder dkk
bahwa penyebab tanda dan gejala TMD adalah kompleks dan multifaktor, mereka
yang lebih lama mengalami suatu tanda dan gejala TMD tanpa pemeriksaan dan
pengobatan akan meningkatkan predisposisi, inisiasi dan memperpanjang
perkembangan tanda dan gejala TMD tersebut.5
Dari penelitian ini, melalui uji statistik didapatkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan antara perempuan dan laki-laki terhadap jumlah tanda dan
gejala TMD yang dialami.
Sedangkan, hubungan antara jenis kelamin terhadap distribusi jenis-jenis
tanda dan gejala TMD pada penderita, melalui uji chi-square menunjukkan angka
p (0,129)>0,005 yang artinya tidak terdapat perbedaan proporsi antara perempuan
dan laki-laki terhadap jenis-jenis tanda dan gejala TMD yang dialami.
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Majumder dkk dan Alhussini dkk, bahwa jenis kelamin tidak
berkaitan terhadap munculnya tanda dan gejala TMD.5,9 Tanda dan gejala TMD
lebih diakibatkan oleh faktor psikologi seperti kecamasan dan stres, faktor risiko
oklusi, budaya, bad habid dan parafungsi.
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang
dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin
dihasilkan tidak terdapat hubungan jenis kelamin terhadap tanda dan gejala
temporomandibular disorder (TMD), hubungan jenis kelamin terhadap distribusi
jumlah ataupun distribusi jenis-jenis dari tanda dan gejala TMD juga
mendapatkan hasil tidak signifikan pada penelitian ini.
Hasil tersebut kemungkinan disebabkan oleh karena perbandingan
distribusi jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin yang terlampau cukup jauh dan hal tersebut
sekaligus menjadi keterbatasan peneliti dalam penelitian ini.
BAB VII
PENUTUP

7.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 450 mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin yang terbagi pada perempuan sebesar 82,7% dan laki-laki
sebesar 17,3%, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Lebih dari setengah populasi sampel mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin mengalami tanda dan gejala TMD yakni sebesar 56,6%,
dengan total kejadian tertinggi dialami oleh perempuan sebesar 56,7%.
2. Pada perempuan dan laki-laki, gejala nyeri di rahang, pelipis, dan depan telinga
merupakan gejala TMD yang paling dominan terjadi yakni sebesar 62,0% dengan
total kejadian tertinggi dialami oleh laki-laki yakni sebesar 70,5%, sedangkan bunyi
sendi rahang merupakan tanda TMD yang paling dominan terjadi yakni sebesar
50,7% dengan total kejadian tertinggi dialami oleh perempuan yakni sebesar 50,7%.
3. Perempuan lebih banyak mengalami satu gejala atau tanda TMD tanpa disertai
tanda dan gejala lainnya dengan proporsi sebesar 46,4%, sedangkan laki-laki lebih
banyak mengalami dua gejala atau tanda TMD dengan proporsi sebesar 38,6%.
4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap proporsi,
distribusi jumlah dan jenis-jenis tanda & gejala TMD.

7.2 SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka disarankan perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai tanda dan gejala TMD pada mahasiswa dengan rasio sampel antara
perempuan dan laki-laki tidak terlalu besar sehingga dapat dilaporkan hasil yang lebih
akurat.

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Augusto VG, perina KC, penha DS, santos DC, oliveira VA. Temporomandibula

dysfunction, stress and common mental disorder in university students. Acta ortop

bras 2016; 24(6) :330.

2. Ahmad LI, Abuaffan AH. Prevalence of temporomandibular joint disorder among

Sudanse University Student. Journal Oral and Hygiene & Health.2016; 4(2).

3. Riffle CD, Flores ME, Scorsatto JT, Ceccon LV, Conto FD, Rovani G. Association of

temporomandibula dysfunction and stress in university students. Int J Odontostomat

2015; 9(2): 191

4. Mourao NLA, Mesquita VT. A importancia da fisioterapia no tratamento das

disfuncoes da Atm. Revista terapia manual, fisioterapia manipulative 2006;(16): 66-9

5. Majumder K, Sharma S, Rao DJK, Siwach V, Arya V, Gulia S. Prevalence and sex

distribution of temporomandibular disorder and their assosiation with anxiety and

depression in Indian Medical University Student. International Journal of Clinical

Medicine 2015; 6: 570.

6. Elyasi M, Majeed S, Eyassi M, Aziz A, Rashid K, Alil F, Said M. Prevalence of

temporomandibular joint disorder among Gulf Medical University Student. Gulf

Medical Journal 2016; 5(1).

7. Karthik R, Haflia F, Saravanan C, Vivek N, Priyadarsini P, Ashwath B. Assessing

prevalence of temporomandibular disorder among University student : a questionnaire

study. Journal of International Society of Preventive and Community Dentistry 2017;

7(1).
8. Ferreira CLP, Silva MAMR, Felicio CM. Sign and symtoms of temporomandibular

disorder in women and men. CoDAS 2016; 28(1):17-21.

9. Alhussini D, Mominkhan DM, Alhamed FJ, Saklou RA, Alim HMA. Prevalence and

awareness of temporomandibular joint disorder among patient in King Abdulaziz

University, Dental Hospital. Journal of Dental Health, Oral Disorderr & Therapy

2017; 8(5): 2-6.

10. Zwiri AMA, Omiri MKA. Prevalence of temporomandibular joint disorder among

North Saudy University student. The journal of craniomandibular & sleep practice

2016; 43(3): 176-81.

11. Paulino MR,Morcira VG, Lemos GA, Silva PLPD, Bonan PRF, Batista AUD.

Prevalence of signs and symtoms of temporomandibular disorders in college

preparatory student: associations wih emotional factors, parafunctiona habits, and

impact on quality of life. Ciencia & Saude Coletiva 2018; 23(1) : 173-86.

12. Oliveira AS, Dias EM, Contato RG, Berzin F. Prevalence study of signs and symtoms

of temporomandibular disorder in Brazilian college student. Braz Oral Res 2006;

20(1): 3-7.

13. Calixtre LB, Chaves TC, Gruninger B, Oliveira AB. Is there and association between

anxiety/depression and temporomandibular disorder in college student. J Appl oral

Sci 2014; 22(1): 15-21.

14. Pathmanathan VV, Overview of Sress Level Among the Student in Medical Faculty

of North Sumatera University Odd Semester Academic Year 2012/2013. E-Journal

FK USU. 2013; 1(1):2-4.

15. Azato FK, Castillo DB. Influencia do tartamento das desordens temporomandibulaes

na dor e na postura global. Rev dor. 2013;14(4):280-3.

16. Fernandes PR, Vasconsellos HA, Okeson JP, Bastos RL, Maia ML. The anatomical
relationship between the position of the auriculotemporal nerve and mandibula

condyle. Cranio 2003; 21:165-71.

17. Alomar X, Medrano J, Cabratosa J, Clavero JA, Lorente M, Serra I, et all. Anatomy

of temporomandibular joint. J Sult 2007; 28: 170-83.

18. Okeson JP. Management of Temporomandibula Disorders and Occlusion.

6thed.Toronto: C.V. Mosby Company; 2008.

19. Anggraini W. Tinjauan anatomi nyeri intrakapsular dan ekstrakapsular pada TMJr.

Majalah ilmiah kedokteran gigi. edisi khusus FORIL oktober. 2002.

20. Fernandes PR, Vasconsellos HA, Okeson JP, Bastos RL, Maia ML. The anatomical

relationship between the position of the auriculotemporal nerve and mandibula

condyle.

Cranio 2003; 21:165-71.

21. Tanaka TT. TMJ microanatomy: an approach to current controversies. Clinical

Research Foundation. 1992. P 176.

22. Berger M, Listopad JO, Marczak M, Szymanska J. Psychological aspects of

temporomandibula disorders-literature review. Curr. Issues pharm. Med. Sci 2015;

28(1): 55

23. Watt D.M. Gnatosonic diagnosis and occlusal dynamics. Praeger: Sussex; 1980. p

107.

24. Liebgott, B. Dasar-Dasar Anatomi Kedokteran Gigi. Edisi Revisi. Alih bahasa

:Yuwono. Jakarta : EGC;1994. p 97-9.

25. Bumann, Lotzman. TMJ disorders and orofacial pain. The role of dentistry in

multidisciplinary diagnostic approach. New York: Thieme Stuttgar; 2002. p1-4.


26. Manfredini D, Cantini E, Rogmanoli M, Bosco M. Prevalence of bruxism in patients

with different research diagnostic criteria for temporomandibula disorders

(RDC/TMD) diagnoses. Cranio J.Craniomandibula Pract 2003; 21: 279.

27. Wieckiewicz M, Grychowska N, Wojciechowski K, Pelc A, Augustyniak M, Sleboda

A, et al. Prevalence and correlation between TMD based on RDC/TMD diagnoses,

oral parafunctions and psychoemotional stress in Polish university students. Biomed

Res. Int 2014; 1: 3-7.

28. Manfredini D, Lobbezoo F. Role of psychosocial factors in the etiology of bruxism. J

Orofac Pain 2009; 23:153.

29. World Health Organization. International statistical classification of diseases and

related health problems. World Health Organization 2004: p 824.

30. Reissmann DR. Temporomandibula disorder pain is related to the general disposition

to be anxious. J.Oral Facial Pain Headache 2014; 28: 322.

31. Reeves H, Baden S. Gender and developmet : concepts and definitions. DFID 2000;

55: 3-4.

32. Schiffman E, et al. Diagnostic criteria for temporomandibular disorder (DC/TMD) for

clinical and research applications : Recommendations of the international RDC/TMD

consortium network and orofacial pain special interest group. Journal of oral & facial

pain and headache 2014; 8(1): 4.

33. Smiriti BJ, Patni VM, Mukta M, gangotri S. Association between symtoms of

temporomandibular disorders and gender, morphological occlusion, and

psychological factor in dental student’s. International Journal of Scientific Study

2014; 2(6): 55-8.

34. Bonjardim LR, Lopes FRJ, Amado G, Albuquerque RL, Goncalves SR. Association

between symtoms of temporomandibular disorders and gender, morphological


occlusion, and physchological factors in a group of university student. Indian J Dent

Rest 2009; 20: 190-4.

35. Vojdani M, bahrani F, Ghadiri P. The study of relationship between reported

temporomandibular symtoms and clinical dysfuction index among university student

in Shiraz. Dent Re J 2012; 9(2): 221-5.

Anda mungkin juga menyukai