Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Etiologi Gummy Smile


Senyum yang indah adalah salah satu hal yang terpenting dari kecantikan
yang saat ini mendapat perhatian tinggi dari masyarakat. Konsep senyum yang
baik pada dasarnya tergantung pada intensitas dari tiga komponen anatomi yaitu
gusi, gigi, dan bibir. Sementara itu, peningkatan kesadaran mengenai kecantikan
dan penampilan fisik telah menjadi motivasi bagi setiap dokter untuk
mengevaluasi aspek-aspek penting dari senyuman setiap pasien dan hubungan
dinamis antara gigi, gingiva, dan bibir saat tersenyum1. Gingiva adalah aspek
terpenting yang dipertimbangkan dalam estetika tersenyum, dimana keadaan bibir
atas lebih tinggi 80% dari panjang normalnya. Sharma dkk. Mendifinisikan bahwa
normalnya gingiva yang terlihat saat tersenyum diantara tepi bawah bibir atas dan
gigiva margin dari gigi insisif sentral. Gingiva yang terlihat saat tersenyum sekitar
0-2 mm, dan masih dapat diterima bila gingiva yang terlihat sekitar 2-4 mm dari
tepi insisif maksila dimana bibir dalam keadaan istirahat1.
Gummy smile merupakan suatu kondisi klinis ketika terlihatnya gingiva
melebihi 3 mm saat pasien tersenyum. Pasien seringkali mengeluhkan gangguan
estetika saat tersenyum karena tampilan gusi yang berlebih, terutama pada pasien
dengan garis senyum yang tinggi. Gummy smile dapat disebabkan oleh posisi bibir
atas yang pendek, hipermobilitas bibir, altered passive eruption, dan
perkembangan vertikal rahang atas yang berlebih. Faktor penyebab dari gummy
smile dapat berdiri sendiri atau kombinasi dari beberapa faktor. Penentuan etiologi
secara tepat sangat penting untuk menentukan rencana perawatan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien, baik itu perawatan tulang, dental ataupun jaringan
lunak2.
2.2 Faktor Penyebab Gummy Smile
2.2.1 Altered Passive Eruption (APE)
Altered passive eruption adalah kondisi gummy smile dengan jaringan
gingiva berlebihan yang menutupi bagian mahkota klinis gigi anterior rahang atas.
Keadaan ini bergantung dengan tiga kondisi yang berhubungan antara gigi, tulang
alveolar maksila dan jaringan lunak yaitu gingiva. Pada APE, gingiva gagal untuk
bermigrasi ke arah apikal selama erupsi gigi, sehingga posisi gingiva tetap pada
koronal dan cementoenamel junction (CEJ), yang mengakibatkan gingiva yang
terlihat lebih dari batas normal dan menggaggu secara estetik pada saat
tersenyum. Miskinyar dkk, menemukan prevalensi APE sekitar 12% dari
populasi1,2.
Klasifikasi APE pertama kali diindentifikasi oleh Coslet dkk dan
ditambahkan subtipe oleh Rosie dkk, klasifikasi ini mengevaluasi hubungan
antara tepi gingiva dengan mahkota klinis dan antara cementoenamel junction
(CEJ) dengan puncak tulang alveolar1.
1. Tipe I : panjang vertikal keratinisasi gingiva lebih besar dari normal,
mucogingival junction (MCJ) terletak lebih apikal dari -
cementoenamel junction (CEJ), dan mahkota klinis tampak lebih
pendek1.
2. Tipe II : dimensi vertikal keratinisasi gingiva normal, tetapi letak
mucogingival junction (MCJ) tepat pada cementoenamel junction
(CEJ)1.
a. Subtipe A : jarak puncak alveolar crest maksila dengan
cementoenamel junction (CEJ) sekitar 1,5 mm, subtipe ini
paling sering ditemukan1.
b. Subtipe B : puncak alveolar crest maksila tepat pada
cementoenamel junction (CEJ)1.
Gambar 2.1 : Klasifikasi Altered Passive eruption (APE) oleh Coslet dkk dan
Rossie dkk.

2.2.2 Bibir Atas yang Pendek


Panjang bibir atas didefinisikan sebagai panjang dari pangkal hidung (titik
subnasale) ke bagian inferior bibir atas (titik stomion bibir atas), yang biasanya
memiliki panjang sekitar 23 mm pada pria dan 20 mm pada wanita. Pada
seseorang yang memiliki gummy smile biasanya memiliki bibir atas yang pendek
sehingga mempengaruhi estetik saat tersenyum1.
Roe dkk, dalam penelitiannya menemukan bahwa dalam senyum
maksimal, tidak ada perbedaan yang mencolok dalam tampilan gingiva antara
individu dengan bibir atas yang pendek ataupun normal, dan mereka
menyimpulkan bahwa hubungan beberapa faktor seperti aktivitas otot yang lebih
tinggi, pertumbuhan vertikal maksila yang berlebih, celah interlabial yang
berlebihan pada posisi istirahat dan jumlah overjet, overbite memiliki pengaruh
yang lebih besar terjadinya gummy smile daripada panjang bibir atas yang pendek.
Selain itu, Sarver dkk, menjelaskan bahwa yang paling penting adalah
korespondensi antara panjang bibir atas, gigi insisif anterior maksila dan komisura
bibir1.

2.2.3 Hipermobilitas Bibir


Dalam kasus pasien yang memiliki tinggi wajah, panjang bibir dan
panjang gigi insisif sentral yang normal tetapi memiliki gummy smile,
kemungkinan etiologi gummy smile tersebut berasal dari hipermobilitas bibir atas.
Mobilitas bibir adalah gerakan yang berlebihan pada bibir akibat kontraksi otot-
otot bibir yang berlebihan saat seseorang tersenyum, sehingga menampilkan
gingicva yang berlebihan atau gummy smile. Peck and Peck melaporkan
pergerakan bibir rata-rata 5,2 mm (penurunan 23%) dari panjang bibir sebelum
tersenyum 22,3 mm. dalam penelitian senyum spontan oleh Tarantili dkk,
mengidentifikasi penurunan bibr atas sebanyak 28%. Sabri dkk, menyatakan
bahwa saat tersenyum, bibir atas terangkat sekitar 80% dari panjang aslinya.
Menurut Bhola dkk, dan Robbins dkk, bibir atas pada umumnya meningkat
sekitar 6-8 mm dari posisi istirahat ke posisi senyum maksimal1.

2.2.4 Pertumbuhan Vertikal Rahang Atas


Wolford dkk, mendefinisikan hyperplasia vertikal maksilaris atau
pertumbuhan vertikal rahang atas yang berlebih yang mungkin dapat
menyebabkan open bite anterior. Dalam studinya Robins dkk, menjelaskan bahwa
untuk mendiagnosis yang benar, wajah harus dibagi menjadi 3 bagian yang sama
untuk dilakukan evaluasi ketinggian wajah. Pertumbuhan vertikal rahang atas
yang berlebih terlihat ketika panjang bagian sepertiga bawah wajah lebih dari dua
pertiga lainnya, ini yang menyebabkan tampilan gingiva tampak berlebih atau
gummy smile1.
Dalam analisis wajah kelebihan maxillary vertikal memiliki beberapa
kriteria sebagai berikut : sepertiga atas dan tengah wajah terlihat lebih pendek,
tampilan insisif maksila rahang atas lebih besar pada posisi istirahat, bibir tidak
kompeten, cenderug terjadi maloklusi kelas II dengan atau tanpa open bite dan
gummy smile yang terlihat. Hidung terlihat lebih panjang, zygoma tampak rata,
sepertiga bagian bawah wajah panjang, mengarah ke bentuk rahang retrognatik.
Tepi insisal gigi anterior atas mungkin ditutupi oleh bibir bawah karena
pertumbuhan rahang atas yang berlebih1.
Poek dkk, dan Mackley dkk, menemukan bawah gummy smile sangat
terkait dengan kelebihan pertumbuhan maksila anterior kearah vertikal. Selain itu,
Ezquerra dan Berrazueta menyimpulkan bahwa maksila berlebihan terkait dengan
tonjolan tulang alveolar anterior akibatnya menghasilkan gummy smile. Wu dkk,
dalam penelitiannya menyatakan bahwa tinggi maksila anterior (gigi insisif
maksila ke bidang palatal) jauh lebih banyak pada kelompok pria (+1,03 mm) dan
wanita (+2,13 mm) yang memiliki gummy smile1.
2.3 Treatment Gummy Smile
Gummy Smile dapat dirawat dengan beberapa prosedur. Prosedur ini
termasuk metode non-bedah dan bedah. Penyebab dari gummy smile itu sendiri
yang menentukan prosedur apa yang akan digunakan. Prosedur non-bedah dengan
melakukan injeksi Botulinumtoksin tipe A dan juga dilakukan perawatan
ortodonti. Sedangkan untuk prosedur bedah dengan melakukan reposisi bibir atau
pembedahan ortognatik dan dilanjutkan dengan perawatan ortodonti.3
Robbins mendefinisikan gingiva yang sehat memiliki panjang minimal sekitar
3 mm dari puncak gingiva ke puncak alveolar. 4 Dalam kasus erupsi pasif yang
berubah, jumlah yang lebih tinggi akan ada, dan perawatan yang biasanya
dilakukan adalah gingivektomi diikuti dengan crown lengthening untuk mencapai
dimensi dan morfologi gigi yang diinginkan. Namun, ketika diagnosis
menunjukkan tingkat tulang mendekati CEJ, dilakukan flap gingiva dengan
ostektomi.5
Dalam kasus kelebihan maxillary vertikal, satu-satunya pilihan perawatan
yang perlu dipertimbangkan adalah bedah ortognatik. Ini diterapkan untuk
mempengaruhi maksila mengingat jumlah pajanan gingiva yang didiagnosis.
Impaksi maksila memungkinkan koreksi Gummy Smile, sindrom wajah panjang,
jenis gigitan terbuka spesifik dari tulang dan penyegelan labial. 6 Osteotomi Le
Fort I pada rahang atas memungkinkan pengurangan tulang antara lantai hidung
dan apeks gigi rahang atas yang memungkinkan reposisi superior (impaksi)
rahang atas.7
Ketika mengalami penonjolan bimaxillary, opsi perawatan dengan melakukan
ekstraksi premolar pertama diikuti oleh osteotomi melalui tempat ekstraksi untuk
memobilisasi segmen anterior rahang atas. Tujuannya adalah untuk
mengembalikan segmen selain mengurangi pembakaran labial gigi insisive.
Kemunduran maxillary saja kadang-kadang dapat memberikan pengganti untuk
pengobatan kelebihan maxillary anterioposterior tanpa perlu ekstraksi gigi atau
osteotomi segmental dalam kasus ini:

1. Itu kontraindikasi untuk melakukan ekstraksi dalam diagnosis ortodontik


(tidak ada mahkota gigi,kurva Spee yang memadai, dll.),
2. Proklinasi gigi-geligi insisivus rahang atas dapat disesuaikan dengan posisi
yang dapat diterima dengan osteotomi Le Fort I selain rotasi searah jarum
jam.8

Jika ada faktor eksternal yang menyebabkan pertumbuhan berlebih gingiva,


rencana perawatan harus difokuskan pada penyebab pasti gingiva yang membesar.
Pengambilan riwayat yang teliti, di samping biopsi eksisi / insisi dan / atau
pemeriksaan hematologi / histologis dapat dilakukan secara umum untuk
membuat diagnosis yang benar dari kondisi yang tidak biasa pada pembesaran
gingiva. Kontrol plak merupakan aspek penting dari perawatan pada semua
pasien. Beberapa dari kasus ini dapat menyelesaikan ketika elemen eksternal yang
menyebabkan pembesaran gingiva disesuaikan atau ditangguhkan, Sebagai
contoh, pertumbuhan berlebih gingiva selama kehamilan dan masa pubertas
mungkin perlu menghilangkan semua iritasi lokal diikuti dengan perawatan bedah
untuk menghilangkan residu fibrotik. 9
Untuk tampilan gingiva berlebihan yang dihasilkan dari bibir atas pendek dan
atau hipermobilitas bibir atas, prosedur bedah yang dikenal sebagai bedah reposisi
bibir lebih disukai untuk operasi invasif minimal. Ini terdiri dari eksisi mukosa
oval diikuti oleh flap koronal lanjut. Prosedur ini dilakukan untuk mengurangi
hiperaktifitas otot-otot elevator dan membentuk kembali kedalaman ruang
depan.10 Ini pertama kali dijelaskan oleh Rubinstein dan Kostianovsky11 dan
tujuannya adalah perawatan tampilan gingiva yang berlebihan terkait dengan
hiperobilitas bibir, dan kemudian dimodifikasi oleh Litton dan Fournier 12 untuk
memasukkan juga perawatan Gummy Smile yang disebabkan oleh bibir pendek
atas, dengan memisahkan otot-otot dari struktur tulang di bawahnya untuk
menempatkan bibir atas pada posisi koronal. Prosedur bedah ini tidak disertai
dengan komplikasi, meskipun ada beberapa insiden kambuh,13 akibatnya,
beberapa upaya dilakukan untuk memperbaikinya oleh Miskinyar. 14 Baru-baru ini,
Bhola et al.,15 menggambarkan teknik yang mirip dengan yang dijelaskan oleh
artikel Rubinstein dan Kostianovsky dengan nama Teknik Stabilisasi Bibir
(LipStaT). Satu-satunya perbedaan yang jelas antara kedua teknik adalah bahwa di
LipStaT, sayatan vertikal dilakukan secara posterior untuk menghubungkan
sayatan inferior (di persimpangan mucogingival) dan sayatan superior (ke ruang
depan). Rasio dari sayatan ini adalah tingginya menjadi dua kali lipat paparan
gingiva selama senyum penuh. Sementara dalam teknik Rubinstein dan
Kostianovsky, kedua sayatan tersebut diperkirakan sampai mereka bertemu
posterior.
Saat ini, opsi perawatan non-bedah lain adalah injeksi toksin Botulinum tipe A
yang telah disarankan untuk pengobatan hipermobilitas bibir atas, tetapi ini hanya
dapat memberikan keuntungan sementara. Polo16 melaporkan kekambuhan sekitar
2 mm setelah 24 minggu masa tindak lanjut. Ini serupa untuk Indra et al., 17 dengan
melaporkan kekambuhan pengobatan pada bulan ketiga. Namun itu masih pilihan
yang layak bagi mereka yang tidak suka menjalani operasi, dan hanya
membutuhkan prosedur perawatan minimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wongsirichat N. Gummy Smile : A Review of Etiology , Manifestations ,


and Treatment. Siriaj Med J. 2019;71(1):168.
2. Yuanithea R, Soeroso Y, Irwan A, Tadjoedin FM. Management of gummy
smile with biometric approach and smile design. In: Prahasanti C,
Setiawatie EM, Krismariono A, Wibisono PA, Savitri IJ, Supandi SK, et
al., editors. Peros 3 The 3 rd Periodontic Seminar Cosmetic and Functional
in Modern Periodontic. Surabaya: PPDGS Periodonsia Unair Surabaya;
2017. p. 49–50.
3. Abdullah WA, Khalil HS, Alhindi MM, Marzook H. Modifying gummy
smile: a minimally invasive approach. J Contemp Dent Pract 2014;15:821-6.

4. Robbins JW.Differential diagnosis and treatment of excess gingival display.


Pract Periodontics Aesthet Dent 1999;11:265- 72.

5. Dolt AH 3rd, Robbins JW. Altered passive eruption: an etiology of short


clinical crowns. Quintessence Int 1997;28:363-72.

6. Steinhäuser S, Richter U, Richter F, Bill J, Rudzki-Janson I. Profile changes


following maxillary impaction and autorotation of the mandible. J Orofac
Orthop 2008;69:31-41.
7. Nascimento Meger M, Tiboni F, dos Santos FS, Verbicaro T, Deliberador
TM, Scariot R, et al. Surgical correction of vertical maxillary excess
associated with mandibular self-rotation. RSBO 201714:56-61.
8. Chu YM, Bergeron L, Chen YR. Bimaxillary protrusion: an overview of the
surgical-orthodontic treatment. Semin Plast Surg 2009;23:32-9.
9. Agrawal AA. Gingival enlargements: Differential diagnosis and review of
literature. World J Clin Cases 2015;3:779-88.
10. Humayun N, Kolhatkar S, Souiyas J, Bhola M. Mucosal coronally
positioned flap for the management of excessive gingival display in the
presence of hypermobility of the upper lip and vertical maxillary excess: a
case report. J Periodontol 2010;81: 1858-63.
11. Rubinstein AM, Kostianovsky AS. Cosmetic surgery for the malformation
of the laugh: Original technique in Spanish. Prensa Med Argent
1973;60:952.
12. Litton C, Fournier P. Simple surgical correction of the gummy smile. Plast
Reconstr Surg 1979;63:372-3.
13. Grover HS, Gupta A, Luthra S. Lip repositioning surgery: A pioneering
technique for perio esthetics. Contemp Clin Dent 2014;5:142-45.
14. Miskinyar SA. A new method for correcting a gummy smile. Plast Reconstr
Surg 1983;72:397-400.

15. Bhola M, Fairbairn PJ, Kolhatkar S, Chu SJ, Morris T, de Campos M.


LipStaT: The Lip Stabilization Technique- Indications and Guidelines for
Case Selection and Classification of Excessive Gingival Display. Int J
Periodontics Restorative Dent 2015;35: 549-59.
16. Polo M. Botulinum toxin type A (Botox) for the neuromuscular correction
of excessive gingival display on smiling (gummy smile). Am J Orthod
Dentofacial Orthop 2008;133:195-203.
17. Aly LA, Hammouda NI. Botox as an adjunct to lip repositioning for the
management of excessive gingival display in the presence of hypermobility
of upper lip and vertical maxillary excess. Dent Res J (Isfahan)
2016;13:478-83.

Anda mungkin juga menyukai