PENDAHULUAN
1
1.3.3 Untuk mengetahui cara menentukan estimasi umur korban yang hidup maupun
meninggal
1.3.4 Untuk mengetahui analisis trauma orofacial terkait dengan tindak pidana
1.3.5 Untuk mengetahui cara menentukan analisis bekas gigitan pada korban
1.3.6 Untuk mengetahui mengidentifikasi jenis kelamin korban
Setelah penulis memahami apa itu forensik odontologi maka penulis pun tersadar
akan pentingnya mempelajari forensik odontologi untuk membantu dan memberikan
pengetahuan mengenai identifikasi. Oleh karena itu, kami berharap makalah ini memberi
manfaat yang kepada pembaca agar dapat menambah wawasan keilmuan bagi pembaca
mengenai forensik odontologi serta kepada penulis dapat menambah wawasan serta memberi
pelatihan yang baik dalam penulisan karya tulis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan
odontology forensic. Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang
mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan
presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan
1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh
dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur, sedangkan giginya masih
utuh.
3
Batasan dari forensik odontologi terdiri dari:
1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial.
2.2 Cara Mengidentifikasi Korban Melalui Catatan Gigi dan Tulang kraniofasial
Rekam medis odontogram merupakan salah satu bagian dari rekam medis
yaitu catatan yang berisi informasi tentang gigi seseorang yang merupakan salah satu
sarana identifikasi gigi geligi yang dapat dipercaya, khususnya bila rekaman data gigi
semasa hidup pernah dibuat dan disimpan secara baik dan benar. Karena gigi
merupakan bagian terkeras pada tubuh manusia, yang mempunyai komposisi bahan
organik dengan jumlah kadar air yang sedikit. Gigi baru akan menjadi abu pada suhu
1000 F – 1200 F (538 C ‐ 649 C), sedangkan mahkota inlay dan tambalan amalgam
pada gigi menjadi abu di atas suhu lebih 1600 F (871 C).
4
Sifat‐sifat gigi yang melekat erat pada tulang rahang, tahan terhadap proses
pembusukan, tahan terhadap panas sampai 900 derajat Celcius, tahan terhadap asam,
tahan terhadap abrasi maupun atrisi, nilai individualistisnya tinggi, bentuknya jelas
dan mudah dikenali, menjadikan gigi sebagai salah satu bahan identifikasi.
Identifikasi melalui gigi ini adalah proses menetapkan karakteristik unik gigi,
restorasi gigi seorang individu dengan cara membandingkan data sebelum dan
sesudah kematian. Identifikasi melalui gigi geligi dapat mengetahui ciri‐ciri khas dari
pada seseorang antara lain : Ras, Jenis kelamin, Umur, Kebiasaan, Pekerjaan,
Golongan darah, Identifikasi wajah.
Identifikasi ini dapat dilakukan terhadap orang hidup atau mati, benda‐benda
mati di sekitar tempat kejadian perkara yaitu bekas pola gigitan, air liur disekitar pola
gigitan dan bekas gigitan makanan tertentu, ataupun benda mati yang secara fisik
dapat dianggap sebagai barang bukti antara lain, gigi palsu sebagian, gigi palsu penuh,
mahkota dan jembatan, patahan gigi geligi dari korban serta patahan rahang yang
lepas dari rahang atas maupun rahang bawah.
Identifikasi dalam ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua aplikasi dari
disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan dalam memperoleh
data‐data antemortem dan postmortem, dan digunakan untuk menentukan otentitas
dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses
peradilan dan menegakkan kebenaran. Identifikasi melalui gigi geligi dapat dilakukan
5
dalam terapan semua disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait pada penyididkan
demi kepentingan umum dan peradilan serta dalam membuat surat keterangan ahli.
Data gigi sangat bernilai untuk identifikasi karena kemungkinan dua orang
mempunyai data gigi dan mulut yang identik sangat kecil (1 berbanding 2 milyar).
Gigi merupakan bahan terkeras dari tubuh manusia yang berkomposisi bahan organik
dan airnya sedikit sekali. Sebagian besar terdiri dari bahan anorganik sehingga tidak
mudah rusak. Data rekam medik gigi ini merupakan data minimal dari penderita yang
harus dicatat oleh dokter gigi.
Berbagai Informasi yang dapat diperoleh dari gigi diantaranya umur, ras, jenis
kelamin, golongan darah, ciri- ciri khas, dan bentuk wajah/ raut muka korban.
5. Ras khusus
a. Bushman
Suku ini bermukim dinegara Spanyol
b. Vedoid
Yang termasuk suku ini bermukim di Afrika Tengah
7
Gigi-geligi Wanita Pria
Lapisan Email dan Dentin Relatif Lebih Tipis Relatif Lebih Tebal
c. Polynesian
Yang termasuk suku ini bermukim dipulau-pulau kecil di
lautan Himdia dan dilautan Afrika.
Identifikasi orang yang meninggal adalah peran paling umum dari dokter gigi
forensik. Identifikasi dapat dilakukan dengan pengenalan visual, identifikasi properti,
dan metode ilmiah seperti sidik jari, pemeriksaan antropologis fisik tulang,
identifikasi gigi, dan teknik perbandingan serologis dan genetik (DNA). Perbandingan
fisik forensik data gigi antemortem dan postmortem digunakan untuk menetapkan
bahwa tubuh yang ditemukan dan orang yang hilang adalah satu dan sama dengan
tingkat kepastian yang tinggi. The American Board of Forensic Odontologist
merekomendasikan kesimpulan berikut mengenai identifikasi gigi.
1. Identifikasi positif
Ada cukup keunikan di antara barang-barang yang sebanding dalam antemortem
dan database postmortem, dan tidak ada perbedaan besar yang diamati.
8
2. Identifikasi yang memungkin
Ada tingkat konkordansi yang tinggi di antara data tetapi biasanya tanpa
dukungan radiografi.
3. Identifikasi dugaan (mungkin)
Informasi yang cukup, tetapi mungkin ada beberapa informasi yang hilang dari
salah satu sumber.
4. Identifikasi yang tidak memadai
Tidak cukup bukti pendukung yang tersedia untuk dibandingkan.
5. Pengecualian identifikasi
Data jelas tidak konsisten.
6. Prosedur identifikasi gigi
Tiga jenis prosedur identifikasi gigi yang dipertimbangkan:
1. Identifikasi komparatif
Membandingkan gigi individu yang sudah mati dengan catatan gigi yang
diperkirakan milik individu tersebut.
2. Identifikasi rekonstruktif atau profil gigi
Upaya untuk memperoleh etnis atau "ras," jenis kelamin, usia, dan
pekerjaan dari individu yang mati. Ini dilakukan ketika hampir tidak ada petunjuk.
3. Profil DNA ke jaringan oral
Ini digunakan ketika catatan gigi tidak tersedia untuk perbandingan.
9
seseorang dengan populasi lain dan juga untuk menentukan usia, ras, dan jenis
kelamin orang tersebut.
Penggunaan tulang sebagai alat bantu determinasi ras asli individu dapat
memberikan beberapa kesulitan karena:
10
dibedakan dari penonjolan pada pipi (zygoma). Letaknya lebih anterior
sehingga wajah Asian tampak broader dan flatter. Setiap ciri yang
prominent/menonjol akan mempengaruhi bagian wajah lain. Seperti contoh,
rahang prognati pada Africans menyebabkan perubahan bentuk nasal sill.
Palatal Traits
Sebagaimana dengan ciri wajah (facial traits), ciri-ciri ini juga dapat
diobservasi dan dinilai dengan cepat, tanpa perhitungan/pengukuran. Ciri
palatal merefleksikan perbedaan-perbedaan ciri wajah. Wajah yang lebih lebar
seperti pada Asians mencerminkan a broad dental row with little, if any,
overbite. Sedangkan wajah yang lebih sempit seperti pada orang Europeans
mencerminkan parabolic dental row dengan kecenderungan tinggi mengalami
dental crowding dan overbite. Sangatlah penting untuk merekam dan mencatat
11
palatal traits, menyambungkan dengan temuan informasi lainnya, dan
melakukan pengukuran dan analisis fungsi diskriminan.
Sutural Bones
Varias individual juga dapat dilihat dari extra bones dan/atau sutura.
Tulang sutura (atau yang juga disebut dengan Wormain bones/ossicles)
terbentuk dari pusat osifikasi yang terpisah dan terisolasi di dalam sutura
tengkorak. Paling umum ada di sutura lamboid dan juga di area-area dimana
satu atau lebih sutura tergabung, seperti pterion dan bregma. Tulang sutura
yang besar pada lambda disebut Inca bone. Biasanya ditemukan pada
tengkorak orang Native American bersamaan dengan deformasi posterior
kranial (flattening of the back of the skull)
12
Determinasi jenis kelamin melalui tengkorak
Metode identifikasi jenis kelamin menurut Krogman dan Iscan (1986) melalui
14 karakteristik tulang tengkorak:
Lengkung rahang atas pria lebih besar dari wanita. Hal ini dikarenakan
gigi geligi pria relative memiliki jarak mesio distal yang lebih panjang
13
dibandingkan dengan wanita. Selain itu, dapa pula dibedakan melalui bentuk
palatum korban. Bentuk palatum pada wanita lebih kecil dan berbentuk parabola.
Sedangkan pada pria, palatum lebih luas dan berbentuk huruf U.
Gambar 1.a) Lengkung rahang atas pria; 1.b) Lengkung rahang atas wanita.
Lengkung rahang bawah pada pria lebih besar dari wanita karena jarak
mesio-distal pada wanita juga memiliki jarak yang lebih kecil dari pria.
Gambar 2.a) Lengkung rahang bawah pria; 2.b) Lengkung rahang bawah wanita
14
Identifikasi jenis kelamin melalui sudut gonion.
Sudut gonion pada pria lebih kecil dibandingkan dengan sudut gonion
pada wanita
Gambar 3.a) Sudut gonion pada pria; 3.b) Sudut Gonion pada wanita
Pada pria ramus ascendens-nya lebih tinggi dan lebih besar daripada
wanita, terlihat seperti pada gambar
Gambar 4.a) Tinggir ramus ascendens pada pria; 4.b) Tinggi ramus
ascendens pada wanita.
15
Pada pria, jarak Inter Processus, atau jarak antara processus
condyloideus dan processus coronoideus lebih besar atau lebih
panjang jika dibandingkan dengan wanita.
Gambar 6.a) lebar ramus ascendens pada pria ; 6.b) lebar ramus
ascendens pada wanita.
Pars basalis mandibula pada pria lebih panjang daripada pars basalis
mandibula wanita dalam bidang horizontal
17
Pada pria, processus coronoideus lebih tinggi daripada wanita dalam
bidang vertikal
Tulang menton pria lebih tebal juka dibandingkan wanita, hal ini
mungkin disebabkan oleh masa pertumbuhan dan perkembangan
rahang pria yang lebih lama jika dibandingkan wanita. Tetapi, ukuran
tebal ini relative karena dapat dipengaruhi oleh ras dan sub ras. Untuk
itu, ketebalan ini hanya dapat dibandingkan pada sesame etnik saja.
18
2.3 Estimasi Umur Korban Yang Hidup maupun Meninggal
Estimasi usia adalah salah satu ilmu forensik yang harus menjadi bagian penting dari
proses identifikasi. Gigi-geligi manusia mengikuti urutan perkembangan yang dapat
diandalkan dan dapat diprediksi biasanya dimulai pada bulan ke-4 dan dilanjutkan sampai
awal dekade ketiga kehidupan ketika perkembangan gigi permanen selesai.
Pada kasus korban tidak teridentifikasi, estimasi usia menjadi penting jika tidak ada
informasi antemortem dan profil personal harus segera dibuat. Metode yang paling sering
digunakan untuk estimasi usia antara lain Metode Demirjian, Metode Gutstafson, dan Metode
Moore.
1. Metode Demirjian
Metode ini didasarkan pada tahapan perkembangan 7 gigi permanen rahang bawah
kiri melalui foto rontgen panoramik, didasarkan pada kriteria bentuk dan nilai relatif
(scoring) dan bukan pada panjang mutlak gigi.
Metode ini didasarkan pada estimasi usia kronologis yang disederhanakan dengan
membatasi jumlah tahapan perkembangan gigi menjadi delapan tahapan dan memberinya
skor mulai dari A hingga H. Delapan tahapan tersebut mewakili kalsifikasi masing-
masing gigi mulai dari kalsifikasi mahkota dan akar hingga penutupan apeks gigi.
Pemberian skor terbatas pada tujuh gigi permanen pertama kuadran kiri bawah dan
dibandingkan dengan representasi grafis tahap perkembangan. Setiap tahap
perkembangan memiliki kriteria khusus dan satu dua atau tiga kriteria tertulis. Jika hanya
terdapat satu kriteria harus dipenuhi untuk mencapai tahap tertentu. Jika terdapat dua
kriteria maka dianggap terpenuhi jika yang pertama telah ditemukan, jika terdapat tiga
kriteria maka dua yang pertama harus ditemukan agar dianggap terpenuhi. Analisis
19
statistik skor maturasi digunakan untuk masing-masing gigi dari tujuh gigi dari tiap-tiap
tahap dari 8 tahap perkembangan. Semua skor untuk masing-masing gigi di jumlah dan
skor maturasi dihitung. Skor maturasi kemudian dikonversi langsung ke dalam usia gigi
dengan menggunakan tabel konversi.
2. Metode Gustafson
a. Derajat Atrisi
b. Jumlah Dentin Sekunder
c. Posisi perlekatan Akar
d. Derajat Resorpsi Akar
e. Transparansi Dentin Akar
f. Ketebalan Sementum
Nilai masing-masing perubahan dijumlah (X) dan kemudian dihitung dengan rumus
Y=3.52X+8.88. Sampel yang digunakan adalah gigi insisivus. Standar error sekitar 4.5
tahun.
3. Metode Moore
Pada tahun 1963, Moorees, Fanning, dan Hunt menerbitkan tahapan mereka untuk
memperkirakan usia berdasarkan perkembangan gigi individu. Mereka melihat secara
khusus pada sepuluh gigi yang berbeda: gigi insisiv rahang atas dan kedelapan gigi rahang
bawah. Ada dua grafik berbeda yang digunakan untuk menilai gigi tergantung pada
apakah mereka berakar tunggal atau ganda. Moorees, Fanning, dan Hunt menyarankan
bahwa ada empat hal yang perlu diingat ketika menilai usia seseorang: 1) bagaimana data
itu cocok dengan populasi di mana anak itu berasal, 2) kemungkinan variasi antara gigi
20
individu, 3) Pengalaman peneliti menilai gigi, dan 4) perolehan catatan masa lalu dan
masa depan sebagai referensi dasar (1963).
Analisis komparatif bite mark melibatkan pemeriksaan bite mark dan kemudian
dibandingkan dengan bukti tersangka untuk menentukan hasil identifikasi. Pertama dan
yang paling penting adalah tahap menentukan apakah pola luka tersebut merupakan gigitan
manusia, gigitan binatang atau luka yang mirip dengan gigitan manusia atau bukan. Bekas
gigitan manusia sangat bermacam-macam tergantung dari peristiwa (Dolinak dkk, 2005).
Terdapat beberapa metode perbandingan yang digunakan oleh dokter gigi forensik untuk
analisis bukti bite mark, yaitu perbandingan visual, life size overlays, test bites, digital bite
mark overlays, scanning electron microscopy dan analisis metrik. Analisis yang sering
digunakan yaitu teknik overlay dan analisis metrik. Berdasarkan American Board of
Forensic Odontostomatology (ABFO) pada tahun 1986 menyatakan panduan standar untuk
analisis bite mark, yaitu:
a. Dental history
Dental history terdiri dari perawatan gigi yang pernah dilakukan oleh terduga
tersangka sebelum bukti bitemark didapatkan. Data dental history dicatat pada formulir ante
mortem (Fonseca dkk, 2013).
b. Foto
Foto ekstraoral terdiri dari foto seluruh muka dan profil wajah. Foto intraoral terdiri
dari foto frontal, dua foto lateral dan foto oklusal pada setiap rahang. Foto dilakukan dengan
menggunakan film hitam, putih dan warna. Hasil foto berwarna memberikan hasil yang
realistis tetapi tidak diakui sebagai bukti di pengadilan karena terdapat inflamasi, sedangkan
hitam dan putih membuat bite mark terlihat lebih jelas dan umumnya diakui sebagai bukti
di pengadilan. Luka bite mark dapat berubah seiring berjalannya waktu, oleh karena itu
penting untuk dilakukan foto pada bite mark setiap 24 jam pada beberapa hari. Foto harus
21
dibuat menggunakan lensa plane yang paralel dengan plane pada bite mark untuk
mengurangi terjadinya distorsi. Hal ini menjadi suatu tantangan karena hampir seluruh
permukaan badan manusia berbentuk lengkung. Oleh karena harus digunakan skala untuk
estimasi jumlah distorsi foto. Skala yang digunakan yaitu 1:1 (Fonseca dkk, 2013).
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu observasi jaringan keras dan jaringan lunak yang
dipengaruhi oleh akibat dinamis gigitan.
Pada pemeriksaan intra oral dilakukan swab saliva, ukuran dan fungsi lidah, keadaan
periodontal pada mobilitas gigi. Swab pada bite mark dilakukan karena hampir 85%
populasi manusia dapat diidentifikasi golongan darahnya melalui saliva. Sebagai
pemeriksaan tambahan bukti DNA juga bisa didapatkan dengan swab saliva pada bite mark.
Bukti dikumpulkan dengan menggunakan teknik double-swab, yaitu dengan melembabkan
luka gigitan dengan kapas steril dan air suling steril kemudian daerah bite mark di keringkan
dengan kapas kering (Fonseca dkk, 2013).
e. Pencetakan
Setelah dilakukan foto dan swabbing, dilakukan pencetakan permukaan bite mark
dan pencetakan rahang tersangka. Pada pencetakan permukaan bite mark, seluruh rambut di
lokasi bite mark harus dihilangkan kemudian daerah tersebut dicuci dan dikeringkan. Bahan
cetak dengan viskositas rendah diletakkan pada area tersebut sampai setting. Bahan cetak
tersebut harus diperkuat dengan bahan penduung yang bersifat rigid untuk menghasilkan
kontur anatomi yang akurat. Bahan pendukung yang dapat digunakan yaitu dental stone,
resin akrilik, thermoplastic dan orthopedic mesh. Setelah bahan pendukung dipasangkan,
hasil cetakan dicetak kembali menggunakan dental stone tipe IV. Pencetakan juga dilakukan
pada rahang terduga tersangka Hasil cetakan tersebut / master cast digunakan untuk
demonstrasi pengadilan dan untuk evaluasi serta analisis (Fonseca dkk, 2013).
f. Gigitan sampel
Sampel gigitan dari terduga pelaku dapat dilakukan untuk menentukan tipe gigitan
saat dilakukan analisis (Fonseca dkk, 2013).
22
g. Analisis dental cast
Analisis dapat dilakukan dengan teknik bite mark overlays, yaitu cetakan rahang gigi
tersangka diduplikat, kemudian pada cetakan duplikat bagian insisal edge dan ujung cusp
ditandai dengan tinta dan difoto. Hal serupa juga dilakukan diatas kertas asetat dengan hasil
foto. Kemudian kertas asetat yang telah ditandai dengan tinta dicocokkan dengan pola bite
mark pada korban dan akan ditemukan apakah ditemukan superimposisi yang tepat atau
tidak (Fonseca dkk, 2013).
Analisis lain yaitu menggunakan analisis metrik. Cetakan rahang tersangka dan
duplikatnya diukur karakteristiknya menggunakan kaliper. Pada analisis ini dicatat ukuran
setiap gigi, jarak intercanine, ukuran diastema, derajat dan arah rotasi gigi, serta ada atau
tidak gigi yang hilang. Setiap karakteristik gigi tersangka yang sesuai dengan bite mark
dapat menghasilkan analisis yang sama. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis
komparatif dari bite mark dan gigi tersangka untuk menentukan derajat perbandingan
(Fonseca dkk, 2013)
Perbandingan juga bisa dilakukan dengan media transfer, seperti mesin fotokopi
23
atau asetat yang dihasilkan menggunakan komputer dari gigi tersangka. Kemudian
ditransfer ke foto seukuran gigitan. Model tersangka dapat ditempatkan secara langsung di
atas foto gigitan satu per satu gigitan dan perbandingan yang dibuat (Dolinak dkk, 2005).
h. Hasil analisis
Setelah dilakukan anaisis bite mark, dokter gigi forensik dapat mencatat pada
lampiran post mortem untuk mendapatkan kesimpulan dari analisis yang dilakukan (Fonseca
dkk, 2013).
Cedera mulut dapat disebabkan oleh tangan, instrumen, cairan yang mendidih atau zat-zat
kaustik lainnya. Ini dapat menyebabkan kontusi; luka bakar atau laserasi lidah, bibir, mukosa bukal,
palatum, gingiva, mukosa alveolar atau frenum; gigi yang retak atau avulsi; atau tulang wajah dan
fraktur rahang. Trauma pada gigi dapat menyebabkan nekrosis pulpa, meninggalkan gigi dengan
tampilan berubah warna menjadi abu-abu. Gags diterapkan ke mulut dapat meninggalkan memar
atau jaringan parut di sudut mulut. Laserasi ke frena oral pada bayi yang belum berjalan sering
merupakan tanda-tanda pelecehan.
Trauma orofasial lebih sering terjadi pada laki-laki ( 81,52%) dibandingkan perempuan (
18,75%). Etiologi diklasifikasikan terutama sebagai empat kategori : (1) Kecelakaan lalu lintas
jalan (34,52 %), (2) serangan fisik (54,29%), (3) jatuh (8,06%) (4), dan lainnya, termasuk jatuh dari
kereta api, luka tembak, dll (3,13 %).
Pasien biasanya mengalami cedera ringan pada rongga mulut, di mana biasanya yang paling
sering trerjadi cedera jaringan lunak cukup (37,23%), gigi avulsi (8,15%), cedera jaringan keras
gigi (10,62%) , pasien mengalami cedera tulang (3,73%). Fraktur mandibula adalah temuan paling
umum diikuti oleh fraktur alveolar. Sedangkan paling banyak dilakukan kekerasan adalah wajah,
selain sakit yang dirasakan, korban juga merasa malu sehingga akan mempengaruhi korban secara
psikologis. bisa terlihat dari luka atau pukulan benda tumpul di daerah bibir, kelopak mata dan
orbita.
24
Cedera individu yang spesifik dan pola-pola tertentu dari cedera memerlukan pertimbangan
yang hati-hati untukkecurigaan adanya kekerasan, meskipun beberapa cedera tunggal bersifat
patognomonik karena kekerasan. Biasanya, perbandingan mekanisme cedera, usia dan
perkembangan anak, dan tingkat keparahan dan usia atau waktu cedera akan mengidentifikasi
mereka yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut pada kekerasan. Selain itu, ada penyakit yang
dapat disalahartikan sebagai kekerasan, dan pengujian untuk mengidentifikasi penyakit dalam
diagnosis banding kadang-kadang diperlukan. Dalam beberapa kasus, ini akan memerlukan
konsultasi dengan subspesialis. Temuan pemeriksaan fisik umum pada kekerasan termasuk yang
berikut:
Butuh lebih banyak sosialisasi untuk korban kekerasan sehingga korban yang mengalami
kekerasan tidak takut untuk melaporkan, dan bahwa para penyerang mulai merasa takut akan
hukuman yang sesuai oleh hukum yang ada. Sangat penting bahwa dokter gigi menyadari tanda-
tanda kekerasan fisik, karena banyak korban menderita luka di daerah gigi.Beberapa korban yang
mengalami kekerasan fisik sering tidak melaporkan dan menggunakan alasan sebagai cedera biasa.
Selain itu, banyak korban yang menjalani perawatan beberapa hari setelah kejadian, sehingga
terjadi perubahan terhadap lesi yang ditemukan, membuat diagnosis menjadi sulit.
a. Pelecehan Fisik
Pelecehan fisik adalah cedera fisik yang dialami korban, tapi tidak disebabkan oleh
kekerasan. Pemeriksaan lengkap pada orofaring harus mencakup pemeriksaan frenulum,
gingiva, lunak dan palatum keras, lidah, daerah sublingual, mukosa bukal dan faring posterior
25
untuk mengamati setiap tanda trauma. Cedera pada rongga mulut umumnya disebabkan oleh
trauma tumpul, seperti trauma yang disebabkan oleh dan memar pada lidah, mukosa bukal,
palatum, mukosa gingiva atau frenulum, fraktur gigi atau avulsi, peralatan makan, tangan,
jari, instrumen tumpul atau zat kaustik. Kekerasan dapat menyebabkan kontusio, laserasi
fraktur wajah dan rahang, luka bakar, dan jenis cedera lainnya (Gambar 1). Selain itu, trauma
pada rongga mulut, lidah, palatum dan frenulum, trauma tumpul pada gigi dan tulang wajah
dan fraktur tulang rahang dapat disebabkan oleh trauma berulang.Perubahan warna gigi,
selain cedera yang disebutkan di atas, juga menunjukkan adanya nekrosis pulpa yang dapat
disebabkan oleh trauma sebelumnya.Luka, perdarahan, eritema, atau pembengkakan saluran
telinga bagian luar, patah bibir, gigi tidak stabil atau gigi retak, lidah laserasi dan mata biru
tanpa trauma pada hidung menunjukkan pelecehan fisik
Gambar 1.
2.Riwayat keluarga: terutama dari pendarahan, gangguan pada tulang, dan gangguan
metabolik atau genetik;
6.Riwayat pelecehan kepada anak, saudara kandung, atau orang tua dan sebelumnya dan
/ atau pasien Keterlibatan CPS dengan keluarga;
7.Penyalahgunaan zat oleh pengasuh manapun atau orang yang tinggal di rumah;
masalah kesehatan mental orangtua; penangkapan di masa lalu, penahanan, atau
interaksi dengan hukum pelaksanaan; dan kekerasan dalam rumah tangga (yang
mungkin diperlukan untuk meminta setiap orang tua atau pengasuh individual)
b. Pelecehan Seksual
Rongga mulut adalah salah satu lokasi pelecehan seksual yang sering ditemukan.
Adanya gonore atau sifilis di daerah mulut atau perioral pada anak-anak prapubertas adalah
salah satu tanda pelecehan seksual. Deteksi semen di rongga mulut anak dapat dilakukan
dalam beberapa hari setelah pelecehan. Oleh karena itu, selama penyelidikan terhadap
seorang anak yang diduga sebagai korban pelecehan seksual, kapas harus dilakukan untuk
mendapatkan mukosa bukal dan apusan lidah. Eritema atau petechiae palatum, terutama di
persimpangan antara langit-langit lunak dan keras dapat menjadi bukti. tindakan seks oral
paksa (Gambar 2). Lesi oral lainnya dapat ditemukan dalam bentuk kondilomata acuminata.
Gambar 2. Gambar 3.
Cedera akibat pelecehan seksual Bite marks pada bayi umur 18 bulan (kiri) dan
bayi berusia 3 bulan ( kanan )
27
c. Bite Marks
Bekas gigitan dapat berupa lesi yang mengarah pada tindakan pelecehan (Gambar
3 kiri dan kanan). Bekas gigitan adalah salah satu dari beberapa ekspresi visual pelecehan
anak yang aktif. Bekas gigitan harus dicurigai ketika ecchymoses, lecet, atau laserasi
ditemukan dalam bentuk elips, tapal kuda, atau ovoid. Tanda gigitan mungkin memiliki area
sentral ecchymoses (contusions) yang disebabkan oleh 2 kemungkinan fenomena berikut:
(1) positif tekanan dari penutupan gigi dengan gangguan pembuluh kecil atau (2) tekanan
negatif yang disebabkan oleh suction dan tongue thrusting. Gigitan yang dihasilkan oleh
anjing dan hewan karnivora lainnya cenderung merobek daging, sedangkan gigitan manusia
menekan daging dan dapat menyebabkan lecet, memar, dan laserasi tetapi jarang avulsi
jaringan. Jarak intercanine (yaitu, jarak linear antara titik pusat ujung cuspid) berukuran
lebih dari 3,0 cm mencurigakan untuk gigitan manusia dewasa.
Selain bukti foto, setiap bekas gigitan yang menunjukkan lekukan idealnya akan
memiliki kesan polivinil siloksan yang dibuat segera setelah menyeka bekas gigitan untuk
sekresi yang mengandung DNA. Kesan ini akan membantu memberikan model tiga dimensi
dari bekas gigitan. Pengamatan dan foto yang direkam harus diulangi pada interval untuk
mendokumentasikan evolusi gigitan. Karena setiap orang memiliki pola gigitan yang khas,
odontolog forensik mungkin dapat mencocokkan model gigi (gips) dari gigi yang diduga
pelaku dengan tayangan atau foto gigitan. (Ini adalah tanggung jawab polisi dan bukan
penyedia layanan kesehatan.).DNA ada dalam sel-sel epitel oral dan terdapat dalam gigitan.
Bahkan jika air liur dan sel sudah kering, mereka dapat dikumpulkan dengan menggunakan
28
teknik double-swab. Pertama, cotton bud steril yang dibasahi dengan air digunakan untuk
menyeka area yang dimaksud, kemudian dikeringkan dan ditempatkan dalam tabung
spesimen. Sampel kontrol kedua dikumpulkan dengan menyeka mukosa buccal korban
untuk membedakan DNA-nya dengan yang ada pada pelaku. Semua bukti harus
dikumpulkan, didokumentasikan, dan diberi label sesuai dengan standar yang jelas dan
diserahkan untuk analisis forensik. Pertanyaan mengenai prosedur pembuktian harus
diarahkan ke lembaga penegak hukum.
d. Dental Neglect
29
2.6 Identifikasi Jenis Kelamin Korban
A. Tulang Panggul
B. Tulang Tengkorak
Untuk dapat menentukan jenis kelamin dari tengkorak, diperlukan penilaian dari pel
bagi data ciri-ciri yang terdapat pada tengkorak tersebut. Ciri utama adalah tonjolan diatas
orbita (supra orbital ridges) ; processus astoideus; palatum, bentuk rongga mata danrahang
bawah. Ciri-ciri tersebut akan tampak jelas setelah usia 14-
16 tahun. Menurut Krogman,ketepatan penentuan jenis kelamin atas dasar pemeriksaan
tengkorak dewasa adalah 90%. Luas permukaan processus mastoideus pada pria lebih besar
dibanding wanita, hal inidikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang lebih kuat pada pria
(Idries, Abdul Mun’im :1997 : 39)
Tengkorak Laki-Laki
Tulang tengkorak laki - laki jauh lebih berat daripada tengkorak perempuan.
Karakteristik utama dari tengkorak laki-laki termasuk lengkung supercillary menonjol,
glabella menonjol, eversi sudut mandibula, proses mastoid besar, dan tulang dengan tanda
otot yang lebih baik. Selain itu, orbit mata agak berbentuk persegi di tengkorak laki-laki.
30
Tengkorak Perempuan
Tengkorak perempuan terdiri dari tulang yang jauh lebih ringan dari pada laki-laki,
dengan permukaan yang halus. Keunggulan frontal dan parietal lebih besar dari pada jantan.
Orbit tengkorak perempuan bulat dan lebih besar. Selain itu, perempuan menampilkan dahi
yang lebih bulat dan lebih tegak.
1. Laki-laki memiliki tulang depan yang rendah dan miring, sedangkan lobus depan
perempuan lebih tinggi dan lebih bulat.Mata bola mata jantan agak berbentuk persegi,
lebih rendah, relatif lebih kecil dengan margin superior bulat sedangkan orbit mata
perempuan lebih melingkar, lebih tinggi, lebih besar dengan margin superior yang
sangat tajam.
2. Rahang bawah tengkorak laki-laki berbentuk persegi, dengan sudut sekitar 90 °.
Sebaliknya, rahang bawah tengkorak perempuan melengkung, sudutnya lebih besar
dari 90 °.
3. Tengkorak laki-laki memiliki dagu squarer sementara tengkorak perempuan memiliki
dagu berbentuk V.
4. Biasanya laki-laki memiliki tulang yang lebih tebal daripada perempuan.
5. Tulang wajah tengkorak perempuan lebih mulus dari pada laki-laki.
6. Tulang zygomatic jantan sangat besar dibanding betina.
7. Margin suborbital lebih tajam pada perempuan, sedangkan mereka lebih banyak
dibulatkan pada laki-laki.
31
8. Pelat timpani lebih besar dan margin dibulatkan pada laki-laki, sedangkan yang lebih
kecil dan marginnya kurang membulat pada perempuan.
9. Proses mastoid berukuran besar pada laki-laki, padahal kecil pada betina. Umumnya,
lebar tengkorak laki-laki lebih besar pada laki-laki, dibandingkan perempuan
10. Kondisel anak laki-laki lebih besar dari pada perempuan.
Penentuan jenis kelamin melalui gigi-geligi dapat dilakukan dengan melihat bentuk
lengkung gigi, ukuran diameter mesio-distal gigi, dan kromosom yang terdapat pada pulpa.
Bentuk lengkung gigi pada pria cenderung tapered, sedangkan wanita cenderung oval,
ukuran diameter mesio-distal gigi taring bawah wanita = 6,7 mm dan pria = 7 mm. Kromosom
X dan Y dapat ditentukan dengan menggunakan sel pada pulpa gigi sampai dengan lima bulan
setelah pencabutan gigi dan kematian (Astuti, 2008).
32
33
34
35
36