Anda di halaman 1dari 10

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

JOURNAL READING
Role of Odontology in Determination of Identity in Forensic Science- an
Overview

Oleh :

Luh Made Tantri Chandra Parwathi

H1A 012 029

Pembimbing :

dr. Arfi Syamsun, Sp.KF.,M.Si.Med.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSU PROVINSI NTB/MATARAM
2017
DATA JURNAL
a. Judul : Role of Odontology in Determination of Identity in Forensic Science-
an Overview
b. Penulis : Rahul Sood, Priya Mamachand, Rakhi Sood, Pragati Parasher
c. Penerbit : Journal of Advanced Medical and Dental Sciences Research.
d. Nomor :4
e. Volume :2
f. Tahun terbit : 2014
g. Jenis jurnal : Review Article

2
ISI JURNAL

ABSTRAK
Identifikasi manusia merupakan salah satu bidang yang saat ini menantang dihadapi
manusia. Peran odontologi forensik saat ini telah meningkat dan berkontribusi dan dalam hal ini
karena gigi dan koreksi gigi sebagai satu-satunya alat identifikasi. Identifikasi gigi manusia
dilakukan pada beberapa situasi dan kondisi yang berbeda seperti bencana alam yang besar
(kecelakaan penerbangan, gempa bumi, tsunami), investigasi tindak kejahatan, dan dalam kasus
kebakaran atau kecelakaan kendaraan bermotor. Beragam metode dalam odontologi forensik
meliputi radiograf, foto antemortem dan postmortem, cetakan gigi, rugoskopi (pola rugae
palatal), kiloskopi (bentuk bibir) dan metode molekuler seperti PCR pada analisis DNA. Metode
yang digunakan dalam odontologi forensik cukup dapat diandalkan namun kekurangannya harus
dipertanggungjawabkan untuk membuatnya menjadi prosedur yang lebih bermakna dan relevan.
Kata kunci : odontologi forensik, identifikasi pribadi, rugoskopi.

PENGANTAR

Odontologi forensik berasal dari latin, yang bermakna forum atau masalah hokum dibahas. Pada
tahun 1970, Keiser-Neilson mendefinisikan odontologi forensik sebagai cabang kedokteran
forensik yang berhubungan dengan keadilan, dengan penanganan yang tepat melalui
pemeriksaan dan evaluasi temuan pada gigi. Dokter gigi forensik bertanggungjawab pada 5 area :

1. Identifikasi sisa-sisa manusia yang ditemukan


2. Identifikasi korban jiwa
3. Penilaian luka bekas gigitan
4. Penilaian kasus penganiayaan
5. Perkiraan umur

SEJARAH
Identifikasi menggunakan bukti pemeriksaan gigi bukan merupakan hal yang baru.
Terdapat dalam laporan sejarah identifikasi dengan mengenali gigi telah ada sejak era 49. Selama
perang revolusioner Amerika Serikat, tidak ada orang lain selain Paulus Revere yang merupakan

3
seorang dokter gigi muda yang membantu mengidentifikasi korban perang. Pada tahun 1898 dr.
Oscar Amoedo menulis risalah pertama odontologi forensik yang berjudul LArt Dentaire en
Medicine Legale. Sejak saat itu beliau dikenal sebagai Bapak Odontologi Forensik.

IDENTIFIKASI GIGI
Identifikasi sangat penting pada jasad yang telah rusak, terbakar, terpotong-potong.
Identifikasi gigi didasarkan pada fakta bahwa gigi memiliki karakteristik fisik yang dapat
bertahan selama proses dekomposisi, tahan terhadap suhu ekstrim dan dapat membantu
mengenali postmortem. Kontribusi bidang kedokteran gigi terhadap identifikasi manusia yakni :
1. Identifikasi manusia antemortem,
2. Menentukan profil gigi postmortem dalam kasus tidak adanya catatan antemortem.
Rekaman antemortem dibandingkan dengan status gigi kadaver dapat memberikan bukti
yang kuat terkait identitas mayat. Dalam hal tidak adanya riwayat anamnesis riwayat gigi,
melalui profil gigi pun dapat terbantu. Hal ini nantinya dapat membantu para spesialis untuk
menyortir informasi terkait antemortem sesuai dengan profil pada mayat/kadaver.

PERBANDINGAN INDENTIFIKASI DENTAL

Secara jelas, individu dengan tingkat perawatan gigi yang kompleks seringkali lebih
mudah diidentifikasi dibandingkan dengan individu dengan frekuensi jarang atau tidak pernah
melalukan perawatan pada gigi. Biasanya sisa jasad ditemukan dilaporkan ke polisi, yang
kemudian nantinya akan meminta identifikasi gigi. Seringkali identifikasi awal sementara
sebagai catatan antemortem awal, benda yang ditemukan di badan seperti misalnya dompet.
Dokter gigi forensik membentuk catatan postmortem dengan hati-hati dan menuliskan deskripsi
tertulis terkait struktur gigi dan radiografi dari kadaver. Saat rekaman postmortem selesai dibuat,
dapat dilakukan proses pembandingan antara kedua rekaman tersebut. Selama prosedur ini klinis
yang dapat dibandingkan adalah : ada tidaknya gigi, sinus maksila, TMJ (temporomandibular
joint), dan kekhasan tulang lainnya.

4
PROFIL DENTAL POSTMORTEM
Ketika informasi antemortem tidak tersedia, profil gigi postmortem masih dapat
berkontribusi untuk menentukan identitas. Hal ini masih bisa memberi informasi usia, latar
belakang keturunan, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. Dalam beberapa kasus mungkin
dapat memberikan informasi tambahan mengenai pekerjaan, kebiasaan makan, perilaku
kebiasaan pada gigi, ataupun penyakit sistemik. Pembelajaran mengenai kerangka wajah dapat
berkontribusi untuk memberikan informasi mengenai jenis kelamin dan keturunan, serta dapat
menentukan ras dalam tiga kelompok utama yakni Kaukasia, Mongoloid, dan Negroid. Dengan
analisis gen spesifik dalam DNA, terutama gen yang terletak di dalam kromosom berbeda untuk
pria dan wanita dapat membantu membedakan antara laki-laki dan perempuan. Gen amelogenin
(AMEL) adalah gen yang terdapat dalam kromosom X pada wanita dan pada kromosom X dan Y
pada laki-laki. Panjang gen pada kromosom X adalah 106 pasang basa dan 112 pasang basa pada
kromosom Y. Perbedaan panjang kedua gen tersebut dapat dilihat pada layar tipe kode bar.
Adanya erosi dapat disebabkanoleh adanya penggunaan alkohol, penyalahgunaan zat, gangguan
makan atau bahkan hiatus hernia atau noda dapat mengindikasikan merokok, penggunaan
tetrasiklin, atau sering mengunyah sirih. Kualitas, kuantitas ada atau tidaknya perawatan gigi
memberikan indikasi status social ekonomi atau bahkan negara tempat tinggal. Salah satu penulis
telah menggunakan SEM-DX untuk mengidentifikasi dari restorasi gelas-ionomer dan kemudian
dibawa kembali ke penjara. Adanya rekaman dental akan memudahkan identifikasi individu.
Dalam hal ini, digitalisasi putatif radiografi antemortem dan postmorterm dapat membantu
identifikasi. Kemudian, morfologi akar gigi serta struktur gigi pada antemortem dan postmortem
radiografi dapat dinilai dengan menggunakan komputer kemudian dibandingkan. Pada beberapa
pasien dapat terjadi masalah dalam proses identifikasi sisa-sisa manusia, karena meskipun
terdapat radiografi antemortem dapat terjadi perubahan morfologis dari tulang rahang yang
membuat identifikasi menjadi sulit. Radiografi skull lateral dapat berguna dalam kasus tersebut,
karena metode reproduktivitasnya. Bentuk bibir dan pola rugae palatal dapat dianggap khas unik
pada setiap individu dan dapat berpotensi digunakan dalam identifikasi individu.

DNA DALAM ODONTOLOGI FORENSIK


Ilmu forensik merupakan ilmu yang saat ini paling baik dan cocok dalam identifikasi
manusia. Sifat resisten dari jaringan keras gigi mendukung bahwa gigi merupakan sumber

5
material DNA yang sangat baik. Dengan munculnya PCR, suatu teknik yang memungkinkan
amplifikasi daerah DNA spesifik, menjadi semakin popular dengan penyelidik. Dalam
laboratorium, metode grinding kriogenik dapat mengekstrak genom DNA dari jaringan
kalsifikasi. Silva dkk telah menekankan bahwa selain mengandung genom DNA, sel-sel
mengandung mitokondria, yang merupakan suatu urutan blok bangunan yang dapat ditentukan
untuk membantu identifikasi. Keuntungan utama mitokondria DNA adalah bahwa jumlah salinan
yang tinggi di masing-masing sel dikarenakan tingginya jumlah mitokondria yang ada dalam
kebanyakan sel. Terlebih jika dalam suatu kasus dimana DNA genom tidak dapat dianalisis,
mungkin karena terlalu terdegradasi, DNA mitokondria dapat ada dalam jumlah yang cukup.
Selain itu, DNA mitokondria diwariskan secara maternal. Pola pewarisan maternal ini
menunjukkan DNA mitokondria dengan urutan yang sama, pemisahan mutasi, pada saudara
kandung dan semua sanak saudaranya. Hal ini memiliki implikasi yang penting untuk
identifikasi dari individu yang tidak memiliki sampel perbandingan antemortem.

IDENTIFIKASI GIGI PADA BENCANA BESAR

Tsunami yang terjadi di Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 merupakan salah satu
tantangan yang belum pernah ada sebelumnya untuk identifikasi jenazah. Identifikasi korban
merupakan tujuan utamanya. Hal ini kemungkinan salah satu contoh keberhasilan ahli
odontologi forensik dalam mengidentifikasi sejumlah besar korban dalam waktu singkat. Tim
dokter gigi forensik terbagi menjadi dua bagian yaitu peeriksaan gigi dan radiologi gigi.
Pembedahan bilateral wajah dilakukan untuk memeriksa maksila dan mandibula. Sebelum
pemeriksaan dilakukan, gigi perlu dibersihkan/disikat untuk pemeriksaan yang jelas. Gigi yang
kemungkinan telah mengalami pengobatan hingga ke akar gigi perlu diidentifikasi
secararadiografi untuk penyelidikan lebih lanjut. Dua gigi yang tidak menerima perawatan
dibentuk seperti bubur dan dipilih untuk pembuatan profil DNA. Jika gigi tidak dapat digunakan
maka tulang femur atau tulang rusuk dapat dipilih. Radiografi dua tanda gigitan diambil dan
diberi label. Setelah pemeriksaan terakhir baik dokumentasi dan radiografi, kemudian mayat
dibawa ke wadah pendingin. Pada 27 Juli 2005, 7 bulan setelah bencana TTVI telah
mengidentifikasi 2010 korban dimana 61% menggunakan pemeriksaan gigi, 19% menggunakan
rekaman sidik jari, 1,3% menggunakan analisis DNA, 0,3% menggunakan bukti fisik dan 18%

6
kasus dengan lebih dari satu jenis bukti. Ahli odontologi forensic telah berkontribusi pada kasus
bencana besar lainnya dimana seringkali struktur dan restorasi gigi kemungkinan satu-satunya
bagian tubuh yang tidak hancur, seperti dalam kecelakaan pesawat terbang, serangan teroris, dan
lain-lain. Proses identifikasi pada bencana masal pada dasarnya sama dengan pemerikasaan
komparatif gigi yang rutin, namun masalah yang melekat cukup besar. Masalah fragmentasi
tubuh, pemisahan (mutilasi), komuter dan insinerasi, rekaman gigi dari banyak daerah, kondisi
kerja yang buruk, stress psikologis dapat mengacaukan proses identifikasi. Kunci sukses
identifikasi bencana masal adalah kesiapan. Banyak yuridiksi memiliki tim identifikasi gigi dan
perencanaan di tempat.

KARAKTERISTIK GIGI DAN TULANG DALAM PENENTUAN UMUR


Struktur gigi dapat bermanfaat sebagai indikator untuk menentukan kronologis usia
individu. Usia anak-anak (termasuk janin dan neonatus) dapat ditentukan dengan analisis
perkembangan gigi dan selanjutnya dibandingkan dengan grafik perkembangan, biasanya akurat
hingga sekitar 1,6 tahun. Fakta menarik yang perlu diingat adalah jumlah gigi pada anak-anak
hanya akan berubah ketika gigi geraham tanggal. Geraham permanen akan tanggal diirama
matematis yakni usia sekitar 6, 12, 18, 24 tahun. Demikianlah jumlah gigi hanya akan berubah
pada usia ini. Mincer dkk mengatakan bahwa molar tiga maksila lebih cepat lengkap
dibandingkan molar tiga pada mandibula, dan struktur akar molar tiga pada laki-laki timbul lebih
cepat dibandingkan wanita, hal ini dapat dijadikan acuan status perkembangan pada dewasa
muda dengan akurasi usia hingga 4 tahun. Penyakit periodontal, penggunaan berlebihan,
banyaknya restorasi, ekstrasi, patologi tulang dapat mengindikasikan individu memiliki usia
lebih tua, akurasinya sangat bervariasi namun pada kisaran 10-12 tahun. Penelitian terbaru
menunjukan bahwa identifikasi anulasi semen gigi pada fotomikrofgraf lebih handal digunakan
untuk memperkirakan usia. Usia yang diperkirakan individu dapat diperoleh :
Jumlah garis incremental (n) = X/Y dimana X adalah total luas sementum dari dentinosemental
junction ke permukaan sementum, dan Y adalah lebar sementum diantara 2 garis inkremental.
Dengan menjumlahkan rata-rata usia erupsi setiap tahun untuk masing-masing gigi yang
disajikan dalam Greys anatomy, jumlah garis inkremental dihitung, sehingga usia kronologis
individu diperoleh : E = n + t , dimana E adalah perkiraan usia, n adalah garis inkremental, dan t
adalah usia erupsi gigi. Cetakan gigi merupakan pola ujung batang enamel pada permukaan gigi.

7
Pola ini unik pada setiap individu. Keunikan ini dapat digunakan sebagai alat yang berharga pada
ilmu forensik untuk identifikasi individu. Studi pada asam amino juga dapat digunakan untuk
menentukan umur. Asam aspartat telah dilaporkan memiliki tingkat racemisasi tertinggi
dibandingkan asam amino lainnya dan banyak terdapat seiring dengan penuaan. Secara khusus,
asam L-aspartat diubah menjadi asam D-aspartat, dan jumlah D-aspartat pada enamel manusia,
pada dentin dan sementum meningkat seiring bertambahnya usia. Rasio D/L telah diketahui
sangat berkorelasi dengan usia. Transformasi dentin adalah salah satu parameter histologis
morfologi yang dianggap terbaik untuk menentukan usia perkiraan gigi. Dengan ketentuan, daya
tembus telah diukur menggunakan kaliper. Acharya menggambarkan sebuah metode untuk
mengukur daya tembus pada gigi yang telah dipotog menggunakan perangkat keras dan lunak
komputer yang tersedia komersial. Dengan kemajuan teknologi komputasi, evaluasi digital
tembus pandang dapat mudah dicapai saat ini.

ANALISA TANDA GIGITAN

Tanda gigitan merupakan suatu hal yang penting dan terkadang merupakan aspek
kontroversi odontologi forensik. Walaupun banyak kasus dimana bukti gigitan sangat penting
untuk keyakinan atau eksonerasi terdakwa kriminal, terdapat perselisihan yang terus berlanjut
pada interpretasi dan analisisnya. Tanda gigitan paling sering muncul pada daerah elips atau
bulat dari kontusi atau abrasi, yang berhubungan dengan indentasi. Gigitan pada kulit manusia,
luka gigitan yang potensial harus dapat diketahui lebih cepat, karena bentuk luka gigitan yang
jelas dan dapat berubah dalam waktu yang singkat pada korban hidup maupun mati. Souviron
telah menunjukkan bahwa waktu pendinginan, suhu, kelembaban, cahaya, gravitasi merupakan
variabel-variabel yang dapat mempengaruhi tanda gigitan. Karena proporsi sekret tubuh individu
cukup besar (80-90%), golongan darah ABO pada saliva, swab area dan area kontrol lainnya
harus dikerjakan sebelum jenazah dimandikan/dibersihkan. Fotografi merupakan saran utama
untuk merekam dan mendokumentasikan tanda bekas gigitan sebagai bukti. Jika ada lekukan
pada bagian kulit atau bentukan tiga dimensi pada area gigitan, penekanan harus dilakukan untuk
membentuk pengerasan seperti batu. Ini dilakukan dengan membentuk sebuah bentukan dan
dilakukan mengambil sekitar tanda gigitan dan kulit. Cetakan ini kemudian dituangkan kedalam
bentukan batu gigi untuk memproduksi model yang diharapkan. Setelah analisis awal lengkap,
mungkin dapat saja dibutuhkan bagian kulit yang berhubungan dengan tanda. Sebuah cincin dari

8
bahan khusus dapat dibuat agar pas seperti lingkaran mendekati kulit yang kemudian dapat
menempel menggunakan perekat cyanoacrylate dan distabilkan dengan jahitan. Ketika seorang
ahli patologi selesai otopsi, tanda gigitan dapat dieksisi menggunakan alat. Beberapa dokter gigi
forensic menggunakan metode dorion yang menganjurkan pengangkatan jaringan gigitan dengan
pemeriksaan mikroskopik. Teknik lain yang dapat digunakan yaitu dengan mikroskop electron,
digitalisasi yang disempurnakan dengan komputer, dan xeroradiologi. Analisis gigitan dengan
perangkat lunak komputer juga dapat dilakukan. Pada seorang tersangka pernah dilakukan
pembuatan tanda/jejak gigi lebih dari satu oleh dokter gigi forensik, dan membandingkannya
dengan rekaman gigi tersangka.

KESIMPULAN
Penting untuk dapat mengenali gigi dan identifikasi forensik sejak jaman dahulu hingga
sekarang. Dari bencana alam hingga penganiaayaan dengan kehilangan yang misterius, gigi tetap
menjadi salah satu alat yang dapat digunakan untuk identifikasi secara universal, baik dari gaya
hidup, budaya, lingkungan sosial jenazah, terutama yang tidak dapat diidentifikasi secara
langsung secara visual. Konsep memadukan bukti gigi pada investigasi forensic telah
meningkatkan banyak minat pada kondisi yang lalu bahwa odontologi forensik sebagai metode
identifikasi untuk menyelesaikan kasus forensik tertentu. Terlepas dari suatu kemajuan berbagai
teknik dalam identifikasi korban, odontologi forensik masih terikat oleh hal tersebut. Permintaan
penyeledikan forensik yang akurat meningkatkan ketertarikan dalam bidang ini di India. Di
India, program sarjana harus mendapatkan kuliah odontologi forensic dan percobaan pada
program pasca sarjana terus dikembangkan. Peningkatan pusat rujukan dengan kelengkapan alat
dan laboratorium gigi (minimal pada tingkat kabupaten), standar teknik dan paling penting
peningkatan rekam medis perlu ditingkatkan. Untuk investigasi forensic yang efisien, dibutuhkan
tim gigi, dibutuhkan personel dari berbagai cabang kedokteran gigi, dan bekerjasama dengan
berbagai cabang kedokteran forensik.

9
ANALISIS JURNAL

Kelebihan Jurnal

1. Judul jurnal cukup menarik sehingga membuat pembaca berminat untuk membaca jurnal
tersebut.

2. Abstrak memberikan ringkasan yang informatif sehingga pembaca ingin membaca jurnal
tersebut lebih dalam.

3. Jurnal ini cukup banyak memamparkan pengetahuan terkait odontologi forensik, dengan
beberapa poin-poin penting yang disampaikan.

4. Jurnal ini memberikan gambaran cukup jelas pentingnya odontologi forensik sebagai
salah satu cabang ilmu untuk mengidentifikasi manusia.

5. Daftar pustaka jurnal cukup banyak yakni lebih dari 30 referensi.

Kekurangan Jurnal

1. Beberapa sumber pustaka yang digunakan masih menggunakan referensi dibawah tahun
2000.
2. Pada kesimpulan hanya menyimpulkan hal-hal yang tidak general, yaitu hanya di daerah
India.
3. Pada jurnal akan lebih baik jika diberikan beberapa gambar, agar pembaca dapat lebih
mudah memahami hal yang disajikan.

10

Anda mungkin juga menyukai