Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH ORDONTOLOGI FORENSIK

Sejarah odontologi forensik telah ada sejak jaman prasejarah, akan tetapi baru mulai
mendapatkan perhatian pada akhir abad 19 ketika banyak artikel tentang odontologi forensik ditulis
dalam jurnal kedokteran gigi pada saat itu. Masa setelah itu adalah kekosongan, sampai sekitar tahun
1960 ketika program instruksional formal kedokteran gigi forensik pertama dibuat oleh Armed Force
Institute of Pathology. Sejak saat itu banyak kasus penerapan odontology forensik dilaporkan dalam
literatur sehingga nama odontologi forensik mulai banyak dikenal bukan saja di kalangan dokter gigi,
tetapi juga di kalangan penegak hukum dan ahli-ahli forensik.

Catatan tertulis mengenai sejarah odontologi forensik telah ada sejak Sebelum Masehi (SM). Tidak
lama setelah perkawinannya dengan Kaisar Roma Claudius, pada tahun 49 SM, Agrippina ( yang kelak akan
menjadi ibu Kaisar Nero) mulai membuat rencana untuk mengamankan posisinya. Karena takut janda kaya
Lollia Paulina masih merupakan saingannya dalam menarik perhatian Kaisar, maka ia membujuk Kaisar
untuk mengusir wanita tersebut dari Roma. Akan tetapi hal itu rupanya masih dianggapnya kurang dan ia
menginginkan kematian wanita tersebut. Tanpa setahu Kaisar, ia mengirim seorang serdadu untuk
membunuh wanita tersebut. Sebagai bukti telah melaksanakan perintahnya, kepala Lollia dibawa dan
ditunjukkan kepada Arippina. Karena kepala tersebut telah rusak parah mukanya, maka Agrippina tidak
dapat mengenalinya lagi dari bentuk mukanya. Untuk mengenalinya Agrippina kemudian menyingkap
bibir mayat tersebut dan memeriksa giginya yang mempunyai ciri khas, yaitu gigi depan yang berwarna
kehitaman. Adanya ciri tersebut pada gigi mayat membuat Agrippina yakin bahwa kepala tersebut adalah
benar kepala Lollia.

Odontologi forensik berperan pada identifikasi korban peperangan dengan korban meninggal
yang banyak. Norstromme dan Strom menyatakan bahwa setelah penggalian jenazah atas korban
peperangan, sebanyak 96 % tentara Norwegia dapat diidentifikasi hanya dengan pemeriksaan gigi. Pada
kasus ini identifikasi dengan metode lainnya sulit dilakukan karena para tantara tersebut telah dijarah
semua pakaian dan harta bendanya oleh musuhnya sebelum dieksekusi. Sejarah lain mencatat, pada
tahun 1928 Nyonya Tchaikowskaya menyatakan bahwa ia adalah Grand Duchesss Anastasia, adik bungsu
Czar Rusia terakhir yang dibunuh. Di pengadilan, dimajukan dokter gigi pengadilan yaitu Dr. Kostritsky
sebagai saksi ahli. Dokter ini adalah dokter gigi yang pernah memeriksa gigi Anastasia sewaktu putri itu
masih kecil. Pembandingan data gigi ibu tersebut dengan susunan gigi menunjukkan bahwa itu tersebut
bukanlah Anastasia.

Di Amerika Serikat meskipun sejak tahun 1946 Kongres Kedokteran Forensk dalam bidang
Odontologi Forensik di Havana telah menyadari pentingnya odontologi forensik untuk identifikasi,
penggunaan odontologi forensik secara luas pada korban perang baru dilakukan setelah perang Korea.
Pada korban perang tersebut disadari betapa besarnya peranan odontologi forensik untuk identifikasi
korban yang kondisinya sudah hancur. Sayangnya sejak tahun 1907, pola dasar odontologi forensik hanya
sedikit sekali berubah, kecuali dalam hal meterial dan tehnik laboratoris serta beberapa perbaikan pada
teknologi ilmiah dan fotografi.

posted by AtmadjaDS,dr.SpF,SH,PhD,DFM
METODE DALAM ORDONTOLOGI FORENSIK

1. Metode Marfologis Gigi Untuk Menenetukan Estimasi Umur

Estimasi umur merupakan salah satu konsentrasi dalam kajian ilmu forensik yang memiliki
manfaat besar khususnya pada saat identifikasi korban suatu bencana, kasus kriminal ataupun
kecelakaan. Beberapa metode dalam mengestimasi umur seseorang telah digunakan dalam penelitian
forensik dengan hasil yang berbedabeda, namun sebagian besar dari metode-metode tersebut hanya
dapat digunakan pada individu yang telah mati. Pada individu yang telah mati, estimasi umur misalnya
diterapkan pada saat identifikasi korban mati kasus pembunuhan, aborsi janin ataupun bencana alam.
Pada kasus bencana alam, upaya dalam mengestimasi umur akan memudahkan identifikasi korban
dengan mengelompokkannya berdasarkan umur korban.

Gigi merupakan salah satu bagian dari tubuh yang umumnya dipakai untuk mengestimasi umur
karena keunggulannya dapat diaplikasikan pada individu dengan umur prenatal hingga umur dewasa2,16.
Hal ini dikarenakan gigi mengalami perubahan yang signifikan pada struktur nya seiring dengan
bertambahnya umur. Selain itu, struktur yang keras dan mengalami sedikit sekali perubahan biologis,
serta cirinya yang khas adalah alasan-alasan mengapa kemudian gigi sangat baik dijadikan sebagai
indikator estimasi umur. Pada banyak literatur telah menjelaskan berbagai metode dalam memperkirkan
umur individu menggunakan gigi geligi.

Metode morfologis merupakan metode estimasi umur yang membutuhkan ekstraksi gigi dan
preparasi jaringan serta pemeriksaan miskroskopik yang mendetail. Pemeriksaan miskroskopik ini
bertujuan untuk menentukan tahapan perkembangan gigi geligi. Metode ini lebih cocok digunakan pada
kasus post-mortem karena pada individu yang masih hidup metode ini kemungkinan tidak diterima
dengan alasan etis, agama, budaya atau pendekatan ilmiah. Salah satu metode morfologis yang digunakan
adalah metode Gustafson. Pada tahun 1950, Gosta Gostafson mengembangkan sebuah metode estimasi
umur berdasarkan perubahan morfologis dan histologis pada gigi geligi. Perubahan-perubahan yang
dimaksud antara lain: 1)atrisi bagian 12 permukaan insisal atau oklusal (A), 2)periodontitis/resesi gingiva
(P), 3)deposisi dentin sekunder (S), 4)pembentukan sementum (C), 5)resorpsi akar (R), dan 6)translusensi
akar (T)17. Untuk mendapatkan nilai estimasi umur dengan metode Gustafson, maka setiap perubahan
diberikan skor 0-3 berdasarkan perubahan yang terjadi18. Keenam skor tersenut dijumlahkan dan
dimasukkan ke dalam rumus Y= 11.43 + 4.56X dimana X adalah total skor dan Y merupakan estimasi umur.
Kekurangan dari metode ini adalah tidak dapat digunakan pada individu yang masih hidup.

2. Metode Analisis heteroplasmy DNA mitokondria pulpa gigi pada identifikasi personal forensik

Identifikasi personal menggunakan gigi merupakan hal yang sudah lama dilakukan. Apabila
kecelakaan terjadi di mana anggota tubuh yang lain telah hancur atau rusak akan tetapi kondisi gigi masih
relatif baik maka akan didapatkan DNA mitokondria pulpa gigi. Menurut Tsutsumi hal tersebut disebabkan
dentin dan enamel memberikan semacam perlindungan bagi DNA gigi. Perlindungan tersebut
menyebabkan DNA gigi 100% secara tepat masih dapat digunakan untuk analisis gender dengan analisa
polymerase chain reaction (PCR) setelah gigi dipanaskan pada suhu 100° C selama 15 menit. Mitochondrial
DNA (mtDNA) sebagai sampel identifikasi personal dalam bidang forensik banyak digunakan karena
mempunyai struktur molekul berbentuk sirkuler yang stabil dan kemampuan menggandakan diri yang
banyak pada tiap sel sehingga mtDNA lebih efektif daripada DNA inti.
Terdapat permasalahan pada mtDNA yang perlu diketahui antara lain pewarisan maternal
mtDNA, heteroplasmy dan diperlukan sensitifitas peralatan yang tinggi untuk deteksi mtDNA. mtDNA
terdiri dari 13 polipeptida untuk protein kompleks rantai respirasi, 22 tRNA dan 2rRNA yang berfungsi
dalam proses sintesis protein mitokondria, serta daerah yang tidak terkode (non coding region) yang
disebut displacement loop (D-loop). Daerah ini memiliki makna sangat besar bagi pemeriksaan forensik
karena sekuens yang terdapat pada D-loop ini cenderung bervariasi (polymorphism) pada masing-masing
individu, yaitu pada daerah HVR1 (nt16024-16383) dan HVR2 (nt 57-372).6 Variasi nukleotida (transisi,
transversi dan insersi) lebih banyak muncul pada HVR 1 yaitu sebanyak 77 posisi (24,8%) daripada HVR 2
sebanyak 56 posisi (19,9%). Heteroplasmy adalah suatu keadaan di mana terdapat dua atau lebih tipe
mtDNA dalam mitokondrion tunggal, pada sel atau individu. Heteroplasmy yang terjadi pada DNA
mitokondria terjadi karena mitokondria berhubungan erat dengan sistem transportasi elektron sehingga
hal ini menyebabkan DNA mitokondria rentan terjadi mutasi. Berdasarkan uraian di atas maka identifikasi
forensic yang menggunakan DNA mitokondria pulpa gigi harus memperhatikan kemungkinan terjadi
heteroplasmy untuk menghindari ambiguitas identitas seseorang.

3. Metode identifikasi dengan membandingkan antara data postmortem dan data antemortem

Metode identifikasi identitas dengan sarana gigi salah satunya adalah dengan cara
membandingkan antara data postmortem (hasil pemeriksaan korban) dan data antemortem (data gigi
sebelumnya yang pernah dibuat korban). Dengan cara membandingkan ini, dapat memberikan hasil
sampai tingkat individu, yaitu dapat mengetahui identitas orang yang diidentifikasi tersebut. Apabila hasil
dari perbandingan itu sama, maka hasil identifkasi tersebut positif yang artinya korban yang diperiksa
tersebut sama dengan orang yang diperkirakan. Sebaliknya apabila hasil identifikasi negatif, maka korban
tersebut bukan merupakan orang yang diperkirakan sehingga diperlukan untuk mencari data gigi lain
untuk dibandingkan. Apabila identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan, maka data
antemortem gigi korban merupakan syarat utama yang harus ada. Data antemortem bisa dapat berupa:

1. Dental record, keterangan tertulis tentang keadaan gigi pada pemeriksaan, pengobatan, atau
perawatan gigi.

2. Foto rontgen gigi.

3. Cetakan gigi.

4. Prothesis gigi atau alat ortodonsi.

5. Foto close up muka atau profil daerah gigi atau mulut.

6. Keterangan dari keluarga satau rekan terdekat korban yang diambil di bawah sumpah.

Data antemortem yang didapat harus memenuhi keakuratan, misalnya kelengkapan

data, kejelasan data, dan kriteria yang sama untuk dibandingkan. Untuk data postmortem, yang perlu

dicatat pada pemeriksaan gigi adalah:

1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah lama atau baru terjadi.

2. Gigi yang ditambal, jenis bahan dan kalsifikasinya.

3. Anomali bentuk dan posisi gigi.


4. Karies atau kerusakan gigi yang ada.

5. Jenis dan bahan restorasi, perawatan, dan rehabilitasi yang mungkin ada.

6. Atrisi atau pengikisan dataran kunyah karena proses mengunyah. Derajat atrisi akan berbanding lurus
dengan usia.

7. Pertumbuhan gigi molar ketiga


Daftar Pustaka :

Iffah, Andi. 2016. Estimasi Umur Kronologi Manusia Berdasarkan Gambaran Foto Paranomik Gigi
Menggunakan Metode Schour And Masseler. Makasar : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hassanudin.

Febri, Adisti. 2013. Analisis heteroplasmy DNA mitokondria pulpa gigi pada identifikasi personal
forensic. Surabaya : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga

Larasati , Amalia Widya. Irianto , Muhammad Galih. Bustomi, Eka Cania. 2018. Peran Pemeriksaan
Odontologi Forensik Dalam Mengidentifikasi Identitas Korban Bencana Masal. Lampung : Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung

Anda mungkin juga menyukai