Anda di halaman 1dari 4

Odontologi Forensik

DEFINISI

Ilmu kedokteran gigi forensik memiliki nama lain yaitu forensic dentistry dan odontology
forensic. Menurut Pederson, Forensik odontologi adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi
yang mempelajari cara penanganan dan pemeriksaan benda bukti gigi serta cara evaluasi dan
presentasi temuan gigi tersebut untuk kepentingan peradilan.

Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sbb:

1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan pengaruh
lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi gigi
menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis gigi
(dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis, yang
mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga apabila terjadi
trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
5. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian bahwa gigi
manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.
6. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
7. Gigi geligi tahan terhadap asam keras.

Batasan dari forensik odontologi terdiri dari:

1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark).
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.

SEJARAH FORENSIK ODONTOLOGI

Forensik odontologi telah ada sejak jaman prasejarah, akan tetapi baru mulai mendapatkan
perhatian pada akhir abad 19 ketika banyak artikel tentang forensik odontologi ditulis dalam
jurnal kedokteran gigi pada saat itu.
Sejarah forensik odontologi sudah ada sejak sebelum masehi (SM) yaitu pada masa
pemerintahan Kaisar Roma Claudius pada tahun 49 SM, Agrippina ( yang kelak akan menjadi
ibu Kaisar Nero) membuat rencana untuk mengamankan posisinya. Janda kaya Lollia Paulina
merupakan saingannya dalam menarik perhatian Kaisar, maka ia membujuk Kaisar untuk
mengusir wanita tersebut dari Roma. Akan tetapi hal itu rupanya masih dianggapnya kurang
dan ia menginginkan kematian wanita tersebut. Tanpa setahu Kaisar, ia mengirim seorang
serdadu untuk membunuh wanita tersebut. Sebagai bukti telah melaksanakan perintahnya,
kepala Lollia dibawa dan ditunjukkan kepada Agrippina. Karena kepala tersebut telah rusak
parah mukanya, maka Agrippina tidak dapat mengenalinya lagi dari bentuk mukanya. Untuk
mengenalinya Agrippina menyingkap bibir mayat tersebut dan memeriksa giginya yang
mempunyai ciri khas, yaitu gigi depan yang berwarna kehitaman. Adanya ciri tersebut pada
gigi mayat membuat Agrippina yakin bahwa kepala tersebut adalah benar kepala Lollia.

Pada tahun 1776, dalam suatu perang Bukker Hill terdapat korban Jenderal Yoseph Warren,
oleh drg. Paul Revere dapat dibuktikan bahwa melalui gigi palsu yang dibuatnya yaitu
berupa Bridge Work gigi depan dari taring kiri ke taring kanan yang ia buat sehingga drg.
Paul Revere dapat dikatakan dokter gigi pertama yang menggunakan ilmu kedokteran gigi
forensik dalam pembuktian.

Pada tahun 1887 Godon dari Paris merekomendasikan penggunaan gigi untuk identifikasi
orang yang hilang. Untuk itu ia menganjurkan agar para dokter gigi menyimpan data gigi
para pasiennya, untuk berjaga-jaga kalau-kalau kelak data tersebut diperlukan sebagai data
pembanding.

Kasus identifikasi personal yang terkenal adalah kasus pembunuhan Dr. George Parkman,
seorang dokter dari Aberdeen, oleh Professor JW Webster. Pada kasus ini korban dibunuh,
lalu tubuhnya dipotong-potong lalu dibakar di perapian. Polisi mendapatkan satu blok gigi
palsu dari porselin yang melekat pada potongan tulang. Dr. Nathan Cooley Keep, seorang
dokter bedah mulut memberikan kesaksian bahwa gigi palsu itu adalah bagian dari gigi palsu
buatannya pada tahun 1846 untuk Dr. Parkman yang rahang bawahnya amat protrusi.

Pada tanggal 4 Mei 1897, sejumlah 126 orang Farisi dibakar sampai meninggal di Bazaar de
la Charite. Para korban sulit diidentifikasi secara visual karena umumnya dalam keadaan
terbakar luas dan termutilasi. Berdasarkan pemeriksaan Dr. Oscar Amoedo (dokter gigi Kuba
yang berpraktek di Paris) dan dua orang dokter gigi Perancis, Dr. Davenport dan Dr. Braul
untuk melakukan pemeriksaan gigi-geligi para korban kemudian ternyata mereka berhasil
mengidentifikasi korban-korban ini.

Pada tahun 1917 di dermaga Brooklyn ditemukan mayat yang kemudian dipastikan sebagai
seorang wanita yang telah menghilang 8 bulan sebelumnya. Identifikasi pada kasus ini
ditegakkan berdasarkan temuan bridge pada gigi geliginya.

Sekitar tahun 1960 ketika program instruksional formal kedokteran gigi forensik pertama
dibuat oleh Armed Force Institute of Pathology, sejak saat itu banyak kasus penerapan
forensik odontologi dilaporkan dalam literatur sehingga forensik odontologi mulai banyak
dikenal bukan saja di kalangan dokter gigi, tetapi juga di kalangan penegak hukum dan ahli-
ahli forensik.

PERANAN DOKTER GIGI FORENSIK


Sebagaimana telah diterangkan diatas, benda bukti gigi sudah sejak lama disadari mempunyai
peran yang besar dalam identifikasi personal dan pengungkapan kasus kejahatan. Bagi para
aparat penegak hukum dan pengadilan, pembuktian melalui gigi merupakan metode yang
valid dan terpercaya (reliable), sebanding dengan nilai pembuktian sidikjari dan penentuan
golongan darah.
Seorang dokter gigi forensik harus memiliki beberapa kualifikasi sbb :
1. Kualifikasi sebagai dokter gigi umum.
Kualifikasi terpenting yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi forensik adalah latar
belakang kedokteran gigi umum yang luas, meliputi semua spesialisasi kedokteran gigi.
Sebagai seorang dokter gigi umum, kadang-kadang ia perlu memanggil dokter gigi spesialis
untuk membantunya memecahkan kasus.
2. Pengetahuan tentang bidang forensik terkait.
Seorang dokter gigi forensik harus mengerti sedikit banyak tentang kualifikasi dan bidang
keahlian forensik lainnya yang berkaitan dengan tugasnya, seperti penguasaan akan konsep
peran dokter spesialis forensik, cara otopsi, dsb.
3. Pengetahuan tentang hukum.Seorang dokter gigi forensik harus memiliki pengetahuan
tentang aspek legal dari odontologi forensik, karena ia akan banyak berhubungan dengan para
petugas penegak hukum, dokter forensik dan juga pengadilan. Dalam hal kasus kriminal ia
juga harus paham mengenai tata cara penanganan benda bukti yang merupakan hal yang amat
menentukan untuk dapat diterima atau tidaknya suatu bukti di pengadilan

RUANG LINGKUP ODONTOLOGI FORENSIK

Ruang lingkup odontologi forensik sangat luas meliputi semua bidang keahlian kedokteran
gigi. Secara garis besar odontologi forensik membahas beberapa topik sbb:
1. Identifikasi benda bukti manusia.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Penentuan jenis kelamin dari gigi.
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Penentuan etnik dari gigi.
6. Analisis jejas gigit (bite marks).
7. Peran dokter gigi forensik dalam kecelanaan massal.
8. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.

ODONTOLOGI FORENSIK DI INDONESIA

Di Indonesia dapat dikatakan saat ini belum ada pakar odontologi forensik yang
sesungguhnya, dalam arti yang memang mendapatkan pendidikan khusus tentang itu. Hal ini
disebaban karena bidang ini masih kurang peminatnya dan untuk memperdalamnya
diperlukan pendidikan khusus di luar negeri. Meskipun demikian, hal itu tidak berarti tidak
ada dokter gigi yang berperan sebagai dokter gigi forensik dan membantu pengungkapan
identitas korban.

Pada banyak kasus kriminal yang memerlukan bantuan identifikasi dokter gigi, tercatat ada
beberapa dokter gigi yang kerap membantu penyidik. Diantara sedikit dokter gigi ini adalah
dokter gigi Alphonsus R. Quendangen, staf pada Dinas Kedokteran dan Kepolisian
(Ladokpol), yang paling banyak menangani, menulis dan memperkenalkan odontologi
forensik berdasarkan berbagai kasus gigi forensik yang ditanganinya. Beliau pula dokter gigi
yang pertama kali mengembangkan mata kuliah Kedokteran Gigi Forensik untuk S1
Kedokteran Gigi di FKG Trisakti. Dalam beberapa tahun terakhir ini, FKG-UI, dengan
dibantu staf pengajar dari Bagian Kedokteran Forensik FKUI, ternyata telah pula mulai
merintis diberikannya mata kuliah Odontologi Forensik pada mahasiswa semester 7 di
FKGUI. Selain itu secara perlahan telah mulai pula ada mahasiswa S1 maupun S2 yang
membuat skripsi serta tesis dengan materi penelitian odontologi forensik. Hal ini tentu
perkembangan yang menggembirakan dan diharapkan dapat menjadi awal bagi kebangkitan
odontologi forensik di Indonesia pada masa-masa yang akan datang.

Berbeda dengan penerapan odontologi forensik di luar negeri, peranan pemeriksaan gigi di
Indonesia memiliki banyak keterbatasan. Hal yang menjadi masalah utama adalah masih
kurang membudayanya perilaku berobat ke dokter gigi sehingga hanya sedikit masyarakat
yang pernah ke dokter gigi. Dari antara yang berobat ke dokter gigipun, hanya sedikit saja
yang mempunyai rekam medis yang baik dan lengkap. Hal ini menyebabkan identifikasi
personal berdasarkan ciri khas susunan gigi, adanya restorasi gigi dsb sulit dilakukan karena
ketiadaan data antemortem. Dengan demikian, sebagai pemecahannya, terhadap material gigi
dilakukan pemeriksaan untuk mendapatkan data lain, antara lain ras, jenis kelamin, umur,
golongan darah, profil DNA dsb.

Anda mungkin juga menyukai