Anda di halaman 1dari 10

CASE REPORT

MODUL 10

KEGAWATDARURATAN (MUATAN LOKAL)

“Identifikasi mayat melalui gigi, rahang dan kraniofasial”

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Dalam Melengkapi

Kepaniteraan Klinik Di Bagian Kegawatdaruratan

Oleh:

Sonia Yudistira 21100707360804036

Muthia Pragita Ruslan 21100707360804037

Pembimbing:

drg. Suci

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana dapat diakibatkan karena alam dan manusia. Kondisi alam memegang

peranan penting akan timbulnya suatu bencana Bencana alam , seperti gempa bumi,

tsunami, banjir, tanah longsor ,topan, dan angin puting beliung melanda hampir di seluruh

daerah Indonesia. Bencana yang diakibatkan oleh manusia misalnya teror bom, konflik,

kapal tenggelam, dan kecelakaan pesawat. Serangkaian kejadian bencana alam ini telah

mengakibatkan banyak korban jiwa, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan

(Prawestiningtyas, 2009).

Bencana masal yang terjadi secara hebat dan tidak terduga akan menimbulkan

banyaknya korban jiwa yang tidak dikenali atau tidak memiliki identitas. Kesulitan mengenali

korban akibat bencana atau kecelakaan masal sering menimbulkan permasalahan dalam

bidang kedokteran forensik (Gadro, 1999). Kegiatan identifikasi korban bencana masal

(Disaster Victim Identification) menjadi kegiatan yang sangat penting dan dilaksanakan

hampir pada setiap kejadian yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah yang banyak.

Tujuan utama dari pemeriksaan ini adalah untuk mengenali identitas korban, selanjutnya

dapat dilakukan upaya untuk merawat, mendoakan, dan menyerahkan kepada keluarga

korban untuk dikebumikan sesuai dengan kepercayaan masing-masing. Pengenalan

identitas korban juga bertujuan untuk memberikan ketenangan psikologis kepada keluarga

korban dengan adanya kepastian identitas (Prawestiningtyas, 2009).

Disaster Victim Identification (DVI) adalah sebuah prosedur untuk mengidentifikasi

korban mati akibat bencana masal secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan serta

mengacu pada standar Interpol. Proses DVI menggunakan bermacam-macam metode dan

teknik. Interpol telah menentukan adanya Primary Identifier (PI) yang terdiri dari sidik jari,

odontologi, dan DNA serta Secondary Identifier (SI) yang terdiri dari rekam medis,
aksesoris, dan fotografi. Menurut standar Interpol, identifikasi disebut sah dan benar apabila

telah berhasil diuji oleh minimal satu Primary Identifier atau dua Secondary Identifier

( saparwoko, 2006).

Odontologi forensik adalah ilmu yang mempelajari mengenai gigi untuk memecahkan

masalah dan mengidentifikasi seseorang untuk kepentingan pengadilan. Odontologi forensik

dimanfaatkan oleh badan penegak hukum untuk mengeksploitasi pengenal biometrik sebagai

alat kunci dalam pengenalan forensik. Evolusi dalam teknologi informasi dan besarnya

jumlah kasus yang membutuhkan investigasi oleh ahli forensik, sehingga identifikasi forensik

tidak dapat dihindari lagi.

Gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi karena gigi bagian terkeras dari tubuh

manusia yang komposisi bahan organik dengan airnya sedikit sekali, gigi sebagian besar

terdiri atas bahan anorganik sehingga tidak mudah rusak, gigi terletak dalam rongga mulut

yang terlindungi, manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing

mempunyai lima permukaan. Metode odontologi forensik ini memiliki ketetapan yang tinggi

dan hampir sama dengan sidik jari (Budi, 2014).


BAB II

PEMBAHASAN

1. Identifikasi Melalui Gigi

Metode identifikasi identitas mayat dengan menggunakan gigi salah satunya

adalah dengan cara membandingkan antara data postmortem dan data antemortem.

Identifikasi forensik yang dilakukan sebelum kematian seseorang dinamakan

identifikasi antemortem, Sedangkan identifikasi forensik yang dilakukan setelah

kematian seseorang dinamakan identifikasi postmortem. Metode ini dapat mengetahui

identitas seseorang yang ingin diidentifikasi. Apabila hasil dari perbandingan itu

terdapat kesamaan, maka hasil identifkasi tersebut dinyatakan positif yang berarti

indentitas korban yang diperiksa tersebut sama dengan identitas orang yang

diperkirakan, sebaliknya apabila hasil identifikasi negatif, maka orang tersebut

bukan merupakan orang yang diperkirakan sehingga diperlukan untuk mencari data

gigi lain untuk dibandingkan kembali (blau,2006)

Data antemortem dapat didapatkan melalui klinik gigi, puskesmas dan praktik

pribadi dokter gigi. data antemortem diperlukan sebagai satu syarat utama untuk

mengidentifikasi mayat dengan cara perbandingan dengan postmortem. Data

antemortem bisa dapat berupa:

a) Dental record, keterangan tertulis tentang keadaan gigi pada pemeriksaan,

pengobatan, atau perawatan gigi.

b) Foto rontgen gigi.

c) Cetakan gigi.

d) Prothesis gigi atau alat ortodonsi.

e) Foto close up muka atau profil daerah gigi atau mulut.

f) Keterangan dari keluarga atau rekan terdekat korban yang diambil di bawah

sumpah.

Data postmortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan gigi adalah


a) Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah lama atau baru

terjadi.

b) Gigi yang ditambal, jenis bahan dan kalsifikasinya.

c) Anomali bentuk dan posisi gigi.

d) Karies atau kerusakan gigi yang ada.

e) Jenis dan bahan restorasi, perawatan dan rehabilitasi yang mungkin ada.

f) Atrisi atau pengikisan dataran kunyah karena proses mengunyah. Derajat atrisi akan

berbanding lurus dengan usia.

g) Pertumbuhan gigi molar ketiga.

Identifikasi mayat terdapat 4 metode yang digunakan untuk perkiraan usia korban

dengan pemeriksaan gigi korban. Empat metode tersebut yaitu pemeriksaan klinis,

radiografis, histologi, atau biokimawi. Masing-masing metode ini memiliki kelebihan dan

kekurangan masing-masing. Pemilihan metode dilakukan berdasarkan status individu (hidup

atau mati), usia, jenis kasus (tunggal atau masal), dan ketersediaan sarana dan perangkat

(Prawestiningtyas, 2009).

Identifikasi melalui gigi juga dapat memperkirakan usia berdasarkan erupsi gigi

korban. Pada orang dewasa memiliki total 32 gigi di rongga termasuk gigi molar 3.

Perawatan pada gigi sering dilakukan karena tingginya tingkat karies gigi. Perawatan gigi

seperti mahkota logam, tambalan, gigi tiruan dan penggunakan jenis bahan yang digunakan

untuk perawatan gigi bisa menjadi data ante mortem. Perawatan tersebut dicatat pada rekam

medik dan disimpan di klinik gigi.

Rekam medik kedokteran gigi merupakan suatu dokumentasi yang sistematis

mengenai Riwayat perawatan Kesehatan gigi seorang pasien oleh saranan pelayanan

kesehatan. Dokumentasi ini dapat berupa catatan tertulis atau dalam bentuk elektronik,

namun harus berisi informasi yang lengkap dan akurat tentang identitas pasien, diagnosa,

perjalan penyakit dan Tindakan medis serta dokumentasi hasil pemeriksaan. Rekam medik

kedokteran gigi terbagi dalam 4 bagian utama yaitu identitas pasien, odontogram, tabel
perawatan, lampiran pelengkapan atau penunjang seperti foto x-ray, hasil laboratorium,

inform consent.

Odontogram adalah suatu gambar peta mengenai keadaan gigi didalam mulut yang tak

terpisahkan dari rekam medik kedokteran gigi. Tujuan khusus odontrogram seperti:

. memberikan gambaran umum keadaan gigi dan mulut pasien

. merupakan dokumen legal yang dapat melindungi dokter gigi maupun pasien

. sebagai resume keadaan gigi dan mulut pasien baik untuk kepentingan pasien maupun

rujukan

. sebagai dasar perencanaan perawatan atau kebutuhan alat dan bahan kedokteran gigi

melalui perhitungan DMF/T

. sebagai bahan penelitian

. sebagai sarana identifikasi (mulyono,2006)

. Identifikasi Melalui Rahang

Identifikasi melalui rahang dapat diidentifikasi untuk membedakan jenis kelamin

seseorang. Tulang rahang dapat mengidentifikasi seperti:

1. Identifikasi jenis kelamin melalui Lengkung rahang atas

Pada pria, lengkung rahang lebih besar daripada wanita karena relatif gigi-geligi pria

jarak mesio distal lebih panjang dibandingkan dengan wanita. Sedangkan palatum

pada wanita lebih kecil dan berbentuk parabola. Dan pada pria, palatum lebih luas

serta berbentuk huruf U.

2.Identifikasi jenis kelamin melalui lengkung rahang bawah

Lengkung rahang pria lebih besar dari wanita karena gigi-geligi wanita jarak mesio

distalnya lebih keci daripada pria.


3.dentifikasi jenis kelamin melalui tulang rahang Terdapat berbagai sudut pandang pada

setiap regio dan bentuk serta besar dari rahang pria maupun wanita yang sangat

berbeda. Hal ini dapat digunakan sebagai sarana atau data identifikasi jenis kelamin

melalui tulang rahang.

a)Identifikasi jenis kelamin melalui sudut gonion pria lebih kecil dibandingkan sudut

gonion wanita.

b) Identifikasi jenis kelamin melalui tinggi Ramus Ascendens pria lebih tinggi dan lebih

besar daripada wanita.

c) Identifikasi jenis kelamin melalui Inter Processus Jarak processus condyloidues

dengan processus coronoideus pada pria lebih jauh dibandingkan dengan wanita.

Dengan kata lain pada pria mempunyai jarak lebih panjang dibandingkan dengan

wanita.

d) Identifikasi jenis kelamin melalui lebar Ramus Ascendens Identifikasi jenis kelamin

melalui Ramus Ascendens pada pria mempunyai jarak yang lebih besar dibandingkan

dengan wanita.

e) Identifikasi jenis kelamin melalui Tulang Menton (dagu) Identifikasi jenis kelamin

melalui tulang menton pria atau tulang dagu pria yang dimaksud lebih anterior dan

lebih besar.

f) Identifikasi jenis kelamin melalui Pars Basalis Mandibula Pada pria, pars Basalis

Mandibula lebih panjang dibandingkan dengan wanita dalam bidang horisontal.

g) Identifikasi jenis kelamin melalui Processus Coronoideus Tinggi Processus

Coronoideus pada pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita dalam bidang

vertikal.

h) Identifikasi jenis kelamin melalui Tebal tulang Menton Tulang menton pria dalam

ukuran pabio lebih tebal dibandingkan dengan wanita, hal ini kemungkinan masa
pertumbuhan dan perkembangan rahang pria lebih lama dibandingkan dengan wanita.

Ukuran ini sangatlah relatif tergantung dari ras, sub ras dan hanya dibandingkan

sesama etnik-etnik saja.

i) Identifikasi jenis kelamin melalui lebar dan tebal Processus Condyloideus Bentuk

processus condyloideus bermacam-macam baik pria maupun wanita, tetapi

mempunyai tebal dan lebar yang berbeda. Pada pria ukuran diameter processusnya

lebih besar dibandingkan dengan wanita, hal ini karena ukuran anterior posterior dan

latero medio lebih besar dibandingkan dengan wanita.

Radiografi panoramik adalah teknik radiografi ekstra oral yang dapat memperlihatkan

rahang atas dan rahang bawah sekaligus, serta struktur anatomis yang berdekatan dalam satu

film. Teknik radiografi ini digunakan untuk pemeriksaan, diagnosis, dan memilih jenis

perawatan yang terbaik serta sebagai alat screening/seleksi dan penilaian menyeluruh

Daftar Pustaka

Rajesh B. Principle of Forensic Medicine and Toxicology [monograph online]. New Delhi:

Jaypee Brothers Medical, 2011 [cited 2012 Sept 16]. Available from:

http://www.jaypeedigital.com/ BookDetails.aspx?id=9789350254936 &sr=1


Cordner S, McKelvie H. Developing standards in international forensic work to identify

missing persons [homepage on the Internet]. 2002 [cited 2012 Aug 18]. Available from:

http://www.

icrc.org/eng/assets/files/other/irrc_848_ cordner.pdf

Sampurna B, Samsu Z, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum,

Sebuah Pengantar. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2008 .

Singh S. Penatalaksanaan identifikasi korban bencana. Majalah Kedokteran Nusantara [serial

online]. 2008 [cited 2012 Aug 25];41(4):254-258. Available from: http://repository.usu.ac.id/

bitstream/123456789/18620/1/mkndes2008-41% 20%2811%29.pdf

Henky, Savitri O. Identifikasi korban bencana massal: Praktik DVI antara teori dan

kenyataan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences. 2012;2(1):5-7.

Mulyono. 2006. Pedoman Pelaksanaan Identifikasi Korban Mati Padan Bencana Massal.

2rd., Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Prawestiningtyas E. Identifikasi forensik berdasarkan pemeriksaan primer dan sekunder

sebagai penentu identitas korban pada dua kasus bencana massal. Jurnal Kedokteran

Brawijaya. 2009; 25(2): 87-94.

Gadro SA. Peran odontologi forensik sebagai salah satu sarana pemeriksaan identifikasi

jenasah tak dikenal. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran. 1999; 31(3):195- 199.
Saparwoko E. DVI in Indonesia. Bandung, 2006

Budi AT. Peran restorasi gigi dalam proses identifikasi korban. Jurnal Persatuan Dokter Gigi

Indonesia. 2014; 63(2):41-45

Blau S. The role of forensik anthropology in disaster victim identification. Bandung. 2006

Anda mungkin juga menyukai