Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Dalam beberapa saat terakhir, kita banyak di kejutkan oleh bencana massal

yang menyebabkan kematian banyak orang, seperti jatuhnya pesawat, tabrakan


massal yang menyebabkan kematian banyak orang dan sebagianya. Selain itu
kasus kejahatan yang banyak memakan banyak korban jiwa juga cenderung tidak
berkurang dari waktu ke waktu. Pada kasus semacam ini, tidak jarang kita jumpai
banyak korban yang tidak di kenal dan karenanya perlu diidentifikasi.
Identifikasi pada kasus-kasus ini di perlukan karena status kematian
korban memiliki dampak yang cukup besar dalam berbagi aspek kehidupan
keluarga keluarga yang ditinggalkanya. Jika korban telah diketahui bahwa
koraban adalah si A, maka didapatkan kepastian bahwa sia A telah meninggal
maka dapat diserahkan kepada keluarganya dan dapat di kuburkan.
Odontologi forensik adalah salah satu metode penentuan identitas individu
yang telah dikenal sejak era Sebelum Masehi. Kehandalan tehnik identifikasi ini
bukan saja disebabkan karean ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris
menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi juga karena kenyataan bahwa
gigi (dan tulang) adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan
lingkungan dan terlindung. Dalam kasus sehari-hari, kita kerapkali mendapatkan
bahwa hanya gigi saja yang tersisa dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
individu.
Inti dari proses identifikasi adalah mengenali seseorang dari komponen
yang ada pada orang tersebut misalnya karakteristik alami atau ciri fisik yang
relatif stabil seperti pola gigi, pola iris, sidik jari dan lain-lain. Karakteristik gigi
pada seseorang dapat digunakan sebagai dasar identifikasikarena sangat
bervariasinya struktur gigi pada manusia (Abiyanto dkk, 2011).
Berdasarkan pasal 179KUHP Pidana (Moeljatno, 1996), setiap orang yang
di minta pendapatnya sebagai ahli kedikteran kehakiman (forensik) atau dokter,
berkewajiban memberikan keterangan ahli demi keadilan.demikian juga pasal 53

ayat 2 undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan di tegaskan bahwa


tenaga kesehartan dapat dilibatkan dalam upaya pebuktian dengan melakukan
tindakan medis tertentu baik dalam perkara pidana maupun perkara lainya melalui
permintaan tertulis oleh pejabat yang berwewenang yang mengenai kasus
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam pembahasan skenario ini antara lain:
1. Bagaimana prosedur mengidentifikasi jenazah melali gigi ?
2. Hal-hal apa saja yang dapat ditentukan melalui pemeriksaan gigi ?
3. Data lain apa yang mendukung pengindentifikasian jenazah melalui
pemeriksaan gigi ?
4. Mengapa gigi dapat digunakan untuk mengindentifikasi jenazah ?
5. Apa peran dokter gigi dalam pemeriksan dental forensik ?
1.3 Tujuan Pembelajaran
Adapun tujuan pembelajaran dalam pembahasan skenario ini adalah agar
mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan:
1. Teknik pemeriksaan dental forensik pada jenazah.
2. Cara mengidentifikasi jenazah dengan pemeriksaan gigi.
3. Pemeriksaan yang dapat digunakan untuk diidentifikasi jenazah.
4. Metode dalam mengidentifikasi manusia melalui pemeriksaan gigi.
5. Peran seorang dokter gigi dalam pemeriksaan forensik.
6. Bukti yang diperlukan untuk pemeriksaan dental forensik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

ODONTOLOGI FORENSIK

2.1.1

Defenisi Odontologi Forensik


Pengertian forensik menurut Dorland (2010), forensik adalah berkaitan

dengan suatu tempat jual-beli atau tempat pertemuan umum berkenaan dengan
atau dilakukan dalam peristiwa hukum (Harmaini N, 2001). Forensik odontologi
adalah suatu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari cara penanganan dan
pemeriksaan gigi serta cara evaluasi dan presentasi termuan gigi tersebut untuk
kepentingan identifikasi.
Pengertian forensik menurut identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik.
Yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua
aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan
dalam memperoleh data-data post moterm, berguna untuk menetukan otentitas
dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses
peradilan dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006).
Gigi merupakan salah stu saran identifikasi yang dapat dipercaya apabila
rekaman data, misalnya rekam medik dibuat secara baik dan benar. Salin itu, data
berupa radiografi gigi semasa hidup dapat dipakai sebagai data pembanding
dengan hasil pemeriksaan jenazah. Bahkan, dari gigi geligi, kita dapat
memperoleh informasi tentang umur, ras, jenis kelamin, golongan darah, ciri-ciri
khas, dan bentuk wajah atau raut muka korban.
Apabila seorang dokter gigi dengan surat permintaan sebagai anggota
penyidik, anggota tim identifikasi, dan sebagai ssaksi ahli apabila hakim sulit
memutuskan sesuatu perkara dalam suatu sidang peradilan sedangkan pada tubuh
korban terdapt pola bekas gigitan, menggunakan gigi palsu, serta seluruh datadata gigi yang telah dilakukan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi maka
hakim akan meminta seorang ahli untuk memastikan hal tersebut diatas demi
memantapkan keputusan yang akan diambilnya (Lukman, 2006).

Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik ada beberapa macam antara lain:
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi ragawi.
2. Identifikasi seks atau jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang rahang
serta antropologi ragawi.
3. Identifikasi umur korban ( janin) melalui benih gigi.
4. Identifikasi umur melalui gigi sementara (decidui).
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran.
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap.
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi.
8. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi.
9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur.
10.

Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi.

11.Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam rongga
mulut.
12.

Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya.

13.

Identifikasi wajah korban dari rekontruksu tulang rahang dan tulang facial.

14.

Identifikasi wajah korban.

15.

Identifikasi korban melalui gigitan pelaku.

16.

Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban masal.

17.

Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik.

18.

Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik.

19.

Victim Identification form (Lukman, 2006).


Semua data-data yang diperoleh dalam identifikasi di atas dituangkan

dalam formulir baku mutu nasional yaitu ke dalam formulir korban tindak pidana
yang berwarna merah yang disebut data postmortem, pada korban hidup tetap pula
ditulis ke dalam formulir yang sama sedangkan data-data semasa hidup ditulis ke
dalam formulir antemortem yang berwarna kuning. Hal ini berlakku pula pada
pelaku, ia mempunyai kedua penulisan data pula antemortem dan postmortem
pada kertas yang berwarna kuning dan merah. (Lukman, 2006).
2.1.2

Identifikasi Secara Umum Odontologi Forensik

Perlu pula kita ketahui identifikasi ilmu kedokteran forensik umum karena
pada negara-negara maju tim penyidik dan tim identifikasi anggotanya terdapat
dokter gigi dengan demikian ada baiknya dokter gigi mengetahui identifikasi
secara umum (Lukman, 2006).
Identifikasi secara umum antara lain:
1. Dokumen yang terdapat pada busana korban berupa : KTP, SIM, kartu kredit,
kartu sekolah, kartu mahasiswa, kartu karyawan, name tag dari instansi
korban. Adakalanya mayat tanpa sepucuk surat identifikasi pun pada
tubuhnya, sehingga perlu dilakukan identifikasi terhadap mayat tersebut.
2. Pakaian atau busana
Bentuk pakaian berupa celana panjang / pendek, gaun, sarung kebaya dsb,
Corak pakaian contohnya bunga-bunga, garis-garis, motif tertentu dsb, Merk
pakaian yang dikenakan dapat diketahui dari konfeksi, tukang jahit, dsb,
Nomor binatu (laundry mark) yang kemungkinan ada dipakaian yang
digunakan (Lukman, 2006).
3. Perhiasan yang biasanya dapat di identifikasikan adalah bentuk perhiasan tersebut
terbuat dari apa perhiasaan tersebut, inkripsi, dan merk perhiasan tersebut.
4. Korban sendiri yang meliputi :
-

Ciri-ciri umum : tinggi atau berat badan, jenis kelamin, umur, warna kulit,
rambut, rambut kepala, kumis, jenggot, mata, hidung, mulut, gigi geligi.

Ciri-ciri khusus : tahi, lalat, tompel, bekas hamil, dsb.

Ciri-ciri tambahan : tindik, tattoo, dsb.

Cacat : sumbing, patah tulang (Lukman, 2006)


Urutan identifikasi umum pada tubuh mayat yaitu memperlihatkan mayat

berdiri dengan urutan identifikasi secara umum oleh karena umumya sebagian
besar manusia di dunia ini menggunakan tangan kanan maka tangan dan kaki
kanan terlebih dahulu di identifikasi baru kemudian tungkai kiri. Apabila mayat
kidal maka kebalikannya (Lukman, 2006).
Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan
sbb:

1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap permbusukan dan


pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan restorasi
gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang itnggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan medis
gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan morfologis,
yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi, sehingga
apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena berdasarkan penelitian
bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua miliar.
5. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 4000C.
6. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang
terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,
sedangkan giginya masih utuh (Lukman, 2006).
Kekurangan penggunaan gigi dalam odontologi forensik
1. Untuk memperoleh gigi antemortem, dental record, kesulitan yang dijumpai,
pertama adalah adanya kenyataan bahwa sebelum semua orang terarsipkan
data gigi dengan baik, untuk mengatasi hal ini maka hendaknya dapat
diupayakan pencatatan data gigi pada setiap pemeriksaan atau perawatan gigi
semua orang terutama pada orang-orang yang tugasnya mempunyai resiko
jiwa (Lukman, 2006).
2. Keadaan gigi setiap orang dapat berubah karena pertumbuhan, kerusakan,
perkembangan serta perawatannya (Lukman, 2006).
2.1.3

Ruang Lingkup Odontologi Forensik


Adapun ruang lingkup dari odontologi forensik antara lain :

1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark).
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan kekerasan.

6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.


7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal (Lukman,
2006).
2.1.4

Peran Dokter Gigi dalam Kedokteran Gigi Forensik


Adapun Peranan dokter gigi forensik adalah :

1. Identifikasi korban meninggal massal melalui gigi geligi mempunyai


kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang.
Contoh : Pada kasus bom Bali, korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi
geligi mencapai 60% dan Gigi bisa mengidentifikasi korban termasuk tokoh
utama terorisme di Indonesia, DR. Azahari.
2. Dokter gigi berperan penting dalam melakukan identifikasi korban bencana
karena korban yang hangus terbakar dan mengalami pembusukan tingkat
lanjut sulit untuk dikenali dan sudah tidak dapat dilakukan identifikasi
melalui pemeriksaan visual (Unair, 2008).
2.1.5 Jenis Identifikasi Odontologi Forensik
Identifikasi odontologi forensik dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Identifikasi Komparatif
Idetifikasi

komparatif,

yaitu

apabika

bersedia

data

post-mortem

(pemeriksaan jenazah) dan ante mortem (data sebelum meninggal mengenai ciriciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat, bekas luka / operasi, dll),
dalam komunitas yang terbatas.
a. Post-Mortem atau otopsi adalah prosedur bedah yang sangat khusus yang
terdiri dari pemeriksaan menyeluruh terhadap mayat untuk menentukan
penyebab dan cara kematian dan untuk mengevaluasi setiap penyakit atau
cedera yang mungkin ada.
b. Ante-Mortem adaah data-data pribadi dari korban seperti ciri-ciri fisik,
pakaian, identitas khusus (tanda lahir), bekas luka/operasi, dan sebagainya
sebelum korban meninggal.
2. Identifikasi Rekonstruktif

Identifikasi rekostruktif, yaitu dilakukan apabila tidak tersedia data antemortem pada korban (contoh : penemuan jasad tanpa identitas) dan dalam
komunitas yang tidak terbatas. Data ante-mortem merupakan syarat utama yang
harus ada apabila identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data
ante-mortem tersebut berupa dental record, yaitu keterangan tertulis berupa
odontogram atau catatan keadaan gigi pada waktu pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan gigi.
Data-data yang harus dipenuhi dalam pembuatan ante-mortem adalah :
1. Foto rontgen gigi.
2. Cetakan gigi.
3. Prosthesis gigi atau orthodonsi.
4. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi.
5. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah.
Untuk data gigi post-mortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan antara
lain:
1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah masih baru atau
sudah lama.
2. Gigi yang ditambal, jenis dan klasifikasi bahan tambal.
3. Anomali bentuk dan posisi.
4. Karies atau kerusakan yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi.
6. Atrisi dataran kunyah gigi merupakan proses fisiologis untuk fungsi mengunyah.
Derajat atrisi ini sebanding dengan umur.
7. Gigi molar ketiga sudah tumbuh atau belum.
8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis.

2.1.6 Jenis Identifikasi Khusus


2.1.6.1 Identifikasi Usia
Dalam mengidentifikasi usia ada beberapa metode yang sering digunakan
untuk seseorang berdasar pemeriksaan gigi antara lain :

1. Metode Schour dan Massler


Pertumbuhan gigi geligi dimulai dari lahir sampai dengan umur 21 tahun,
yang banyak digunakan dalam ilmu kedokteran gigi klinis untuk merencanakan
atau mengevaluasi perawatan gigi. Tabel ini biasa digunakan untuk mempelajari
gigi geligi dimana yang sudah seharusnya tanggal atau seharusnya sudah tumbuh
pada umur tertentu. Untuk penetuan umur penggunaannya justru melihat gigi
yang sudah ada didalam mulut dan menentukan umurnya dengan bantuan tabel
Schour dan Massler (Stimson, 1997).
2. Tabel Gustaffson dan Koch
Pada prinsipnya sama dengan Schour dan Massler, hanya pada tabel
Gustaffson untuk setiap gigi ini diberikan perkiraan jadwal yang lebih lengkap,
mulai dari pembentukan, mineralisasi, pertumbuhan ke dalam mulut sapai pada
penutupan foramen apicalis, sejak dalam kandungan hingga umur 16 tahun
(Stimson, 1997).
3. Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkna tabel Gustaffson-Koch pada umumnya
bermanfaat selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk memperkirakan
umur seseorang setelah masa itu digunakan 6 metode dari Gustaffson adalah
sebagai berikut:
a. Atrisi, Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan yang
sesuai dengan bertambahnya usia.
b. Sekunder dentin, Sejalan dengan adanya atrisi, maka di dalam ruang pulpa
akan dibentuk sekunder dentin untuk melindungi gigi, sehingga semakin
bertambah usia maka sekunder dentin akan semakin tebal.
c. Gingiva Attachment, Pertambahan usia juga dimulai dengan besarnya jarak
antara perlekatan gusi dan gigi.
d. Pembentukan foramen apikalis, Semakin lanjut usia, semakin kecil juga
foramen apikalis.
e. Transparansi akar gigi, Semakin tua usia seseorang maka akar giginya
semakin bening, hal ini dipengaruhi oleh mineralisasi yang terjadi selama
kehidupan.

f. Sekunder sement, Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Dengan


bertambahnya usia ketebalan sement pada ujung akar gigi juga semakin
bertambah (Stimson, 1997).
4. Neonatal dan Von Ebner Lines
Garis-garis incremental Von Ebner dan Neonatal, dapat dilihat pada gigi
yang telah disiapkan dalam bentuk sediaan asahan dengan ketebalan 30-40
mikron. Pada gigi susu Molar 1 (yaitu gigi-gigi yang ada pada waktu kelahiran),
akan ditemukan neonatal line berupa garis demarkasi yang memisahkan bagian
dalam email (yang terbentuk setelah lahir).
Selanjutnya juga akan ditemukan garis-garis incremental Von Ebner yang
merupakan transisi antara periode pertumbuhan cepat dan pertumbuhan lambat
yang berselang-seling (Stimson, 1997). Jarak rata-rata antara garis ini adalah 4
mikron yang merupakan kecepatan deposisi dentin dalam 24 jam. Apabila
pembentukan gigi belum selesai, perhitungan garis Von Ebner dari neonatal line
dapat membantu penentuan umur (Clark, 1992).
5. Metode Asam Aspartat
Hapusan asam aspartat telah digunakan untuk menentukan usia
berdasarkan pada terdapatnya bahan tersebut pada dentin manusia. Komponen
protein terbanyak pada tubuh manusia berbentuk L-amino Acid, D-amino acid
yang ditemukan pada tulang, gigi, otak dan lensa mata. D-amino acid dipercaya
mempunyai proses metabolisme yang lambat dan tiap bagiannya mempunyai laju
pemecahan yang lebih lambat dan mempunyai ratio dekomposisi yang lebih
lambat juga. Asam aspartat mempunyai kemampuan penghapusan paling tinggi
dari semua asam amino (Clark, 1992).
Pada 1976 Helfman dan Bada menggunakan informasi ini untuk
mempelajari perkiraan umur dengan membandingkan rasio D-Laspartat acid
dengan 20 subyek dengan hasil bagus (r = 0,979) rasio yang tinggi pada D/L rasio
banyak ditemukan pada usia muda dan menurun akibat pertambahan usia dan
perubahan lingkungan (Clark, 1992).
Pada tahun 1990 Ritz et al. melaporkan adanya asam aspartat pada dentin
untuk menentukan usia pada orang yang telah meninggal, berdasarkan hal tersebut

10

metode ini dapat menyediakan informasi yang lebih akurat tentang penentuan usia
dibandingkan dengan parameter yang lain.
Gigi yang digunakan dalam kasus ini adalah gigi seri tengah bagian bawah
dan premolar pertama. Mereka menentukan perkiraan umur yang lebih baik dari
fraksi total asam amino dengan membagi menjadi fraksi kolagen yang tidak larut
dan fraksi peptide. Dibandingkan dengan total asam amino, fraksi kolagen yang
tidak larut dan fraksi peptide yang asam amino, fraksi kolagen yang tidak larut
dan fraksi peptide yang terlarut, mempunyai konsentrasi glutamine dan asam
aspartat yang lebih tinggi.
2.1.6.2 Identifikasi Jenis Kelamin
Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin.
Gigi geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya.
Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiamter
kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering
dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin (Julianti
dkk, 2008).
2.1.6.3 Identifikasi Ras
Dahulu kala didunia ini hanya ada tiga ras, yaitu caucasoid, mongoloid,
dan ras negroid. Tetapi akibat terjadinya peperangan antar negara (perang dunia I
dan perang dunia II) juga penjajahan mengakibatkan terjadinya perkawinan
campuran antara ras caucasoid, mengoloid, dan negroid. Akibatnya terdapat ras
khusus dan ras australoid yaitu ras amborogin dan ras-ras kecil dikepulauan
pasifik.
a) Ras Mongoloid
- Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata
berbentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid
dan 12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop
walaupun tidak terlalu jelas.
-

Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal


premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.

11

Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20 %


mongoloid.

Lengkungan palatum berbentuk elips.

Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus (Julianti dkk, 2008).

b) Ras Kaukasoid
-

Cups carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.

Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari


mandibula.

Maloklusi pada gigi anterior.

Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.

Dagu menonjol (Julianti dkk, 2008)

2.1.6.4 Identifikasi Golongan Darah


Menurut James dan Standison pada tahun 1982, identifikasi golongan
darah dapat dibuat dari sediaan yang diambil dari bagia tubuh diantaranya akar
rambut, jaringan tulang, jaringan kuku, jaringan ikat, air mata, saliva, dan cairan
darah. Akan tetapi dalam ilmu kedokteran gigi forensik, identifikasi golongan
darah dapat diketahui dari analisa jaringan pulpa gigi (Lukman, 2006).
Menurut Alfonsius dan penelitian Ladokpol pada tahun 1992, dan Forum
Ilmiah Internasional FKG Usakti 1993, bahwa analisa golongan darah dari pulpa
gigi merupakan identifikasi golongan darah untuk pelaku maupun korban adalah
dengan cara Absorpsi-Ellusi. Analisa laboratoris dengan metode Absorpsi-Ellusi
dari jaringan pulpa gigi dibuat sebagai berikut (Lukman, 2006) :
1.

Gigi yang masih terdapat jaringan pulpa diambil sebagai bahan.

2.

Gigi tersebut ditumbuk dalam lubang besi sehingga hancur menjadi


bubuk.

3.

Bubuk gigi tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terbagi


menjadi tiga tabung.

4.

Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan Antisera :


ke tabung I, ke tabung II, ke tabung III.

12

5.

Ketiga tabung tersebut dimasukkan / disimpan dalam lemari pendingin


dengan suhu 50C selama 24 jam sehari-semalaman.

6.

Kemudian dicuci dengan Saline Solution sebanyak 7 kali.

7.

Larutan saline dibuang dari tabung tetapi endapa tidak terbuang.

8.

Ketiga tabung diteteskan aquades sebanyak 2 tetes dengan pipet.

9.

Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dengan suhu 560C


selama 12 menit.

10.

Tabung-tabung tersebut kemudian diangkat dari tungku pemanas.

11.

Kemudian kedalam ketiga tabung tersebut dimasukkan sel Indikator:

A, B, dan O dengan konsentrasi 3%-5%.


12.

Kemudian ketiga tabung tersebut disentrifuge dengan alat pemutar

agar terjadi penggumpalan (aglutinasi).


13.

Dan akhirnya dilihat pada tabung mana yang menjadi penggumpalan

(aglutinasi).
Pada tabung yang terlihat penggumpalan merupakan identifikasi golongan
darah dari hasil analisa laboratoris tersebut. Apabila hasil tersebut sebagai berikut
(Lukman, 2006) :
1.

Dikatakan positif adalah jelas terlihat dengan visual terjadinya aglutinasi.

2.

Apabila hasilnya meragukan maka penggumpalan tidak jelas.

3.

Hasilnya dikatakan negatif bila tidak terjadi aglutinasi.

2.1.6.5 Identifikasi DNA


DNA merupakan kepanjangan dari Deoxyribonucleic Acid yang
merupakan suatu materi dari tubuh manapun yang terdapat di dalam inti sel. Prof.
Alec Jeffrey menemukan bahan DNA berbeda pada setiap individu, bahkan pada
kembar identik sekalipun (Lukman, 2006).
Proses analisa DNA adalah sebagai berikut :
1.

Isolasi, ialah mengeluarkan dan memurnikan DNA dari dalam inti sel. Inti
sel terlindungi oleh bagian-bagian jaringan dan sel. Pemisahan jaringan,

13

pemisahan sel, pemecahan inti sel, pembersihan DNA dari sisa-sisa sel yang
tidak diperlukan.
Restriksi, iala memotong DNA yang telah dimurnikan. DNA yang

2.

dihasilkan dari pemurnian sangat panjang karenanya harus dipotong-potong


terlebih dahulu dengan enzim.
Elektroforesa, iala mengelompokkan hasil potongan DNA menurut

3.

panjang potongan tersebut.


4. Pelacakan atau probing, ialah menandai area khas yang dicari. Pelacak
adalah potongan DNA pada lokasi indent yang khas di tengah untai DNA.
(Lukman, 2006).
2.1.5

Keuntungan Gigi Sebagai Objek Pemeriksaan


Keuntungan gigi sebagai objek pemeriksaan antara lain :

1. Gigi-geligi merupakan rangkaian lengkungan secara anatomis, antropologis dan


morfologis mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan pipi
sehingga apabila trauma mengenai otot-otot tersebut terlebih dahulu.
2. Gigi-geligi sukar untuk membusuk kecuali gigi tersebut sudah mengalami
nekrotik atau gangren, biarpun dikubur, umumnya organ-organ tubuh lain
bahkan tulang telah hancur tetapi gigi tidak (masih utuh)
3. Gigi-geligi didunia ini tidak ada yang sama karena menurut SIMS dan Furnes
bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu banding dua milyar.
4. Gigi-geligi mempunyai ciri-ciri yang khusus apabila ciri-ciri gigi tersebut rusak
atau berubah maka sesuai dengan pekerjaan dan kebiasaan menggunakan gigi
bahkan setiap ras mempunyai ciri yang berbeda
5. Gigi-geligi tahan asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang terbunuh dan
direndam di dalam drum berisi asam pekat, jaringan ikatnya hancur
sedangkan giginya masih utuh
6. Gigi-geligi tahan panas, apabila terbakar sampai dengan suhu 400 derajat celcius
gigi tidak akan hancur terbukti pada peristiwa Parkman yang terbunuh dan
terbakar tetapi giginya masih utuh. Kemudian pada peristiwa aktor perang
dunia kedua yaitu Hitler, Eva Brown, dan Arthur Boormann mereka

14

membakar diri kedalam tungku yang besar didalam bunker tahanan tetapi
giginya masih utuh dan gigi palsunya dapat dibuktikan.
Kecuali dikremasi karena suhunya diatas 1000 derajat celcius. Gigi menjadi
abu sekitar suhu lebih dari 649 derajat celcius. Apabila gigi tersebut ditambal
menggunakan amalgam maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar diatas
871 derajat celcius, sedangkan bila gigi tersebut memakai mahkota logam
atau inlay alloy emas maka bila terbakar akan menjadi abu sekitar suhu 871
1093 derajat celcius.
7. Gigi-geligi dan tulang rahang secara Roentgenografis, biarpun terdapat pecahanpecahan rahang pada roentgenogramnya dapat dilihat (interpretasi) kadangkadang terdapat anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang khas
8. Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umumnya ia memakai gigi palsu
dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat
ditelusuri atau diidentifikasi. Menurut Scott apabila gigi palsu akrilik akan
terbakar menjadi abu pada suhu 538 649 derajat celcius. Apabila memakai
jembatan dari porselein maka akan menjadi abu pada suhu 1093 derajat
celcius
9. Gigi-geligi merupakan sarana terakhir didalam identifikasi apabila sarana-sarana
lain atau organ tubuh lain tidak ditemukan.
2.1.7

Pencatatan Data Semasa Hidup dan Data Setelah Kematian


Pencatatan data semasa hidup disebut dengan data Antemortem sedangkan

pencatatan data setelah kematian, disebut juga data Postmortem. Pencatatan data
Antemortem telah terdapat buku panduan serta format formulirnya yang
diterbitkan DEPKES tahun 2004 dengan judul STANDAR NASIONAL REKAM
MEDIK KEDOKTERAN GIGI yang di dalamnya terdapat formulir odontogram.
Hingga kini karena belum dikenalnya buku tersebut oleh seluruh pelayan
medik di tanah air, maka para pelayan medik tersebut penulisannya belum dalam
format baku nasional tetapi menurut caranya masing masing sehingga
kemungkinan nomenklatur dan format penulisannya saling berbeda.
2.1.7.1 Pencatatan Data Antemortem

15

Pencatatan data gigi dan rongga mulut semasa hidupnya, biasanya


berisikan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Identitas pasien
Keadaan umum pasien
Odontogram (data gigi yang menjadi keluhan)
Nama perawatan Kedokteran gigi
Nama dokter gigi yang merawat
Hanya sedikit sekali dokter gigi yang membuat surat persetujuan tindak medik
(Inform consent) baik praktek pribadi atau di rumah sakit
Bila menurut buku DEPKES tentang penulisan data gigi dan rongga mulut
yang berisikan standar baku mutu nasional antara lain :

1. Pencatatan identitas pasien mulai dari nomor file sampai dengan alamat pekerjaan
serta kelengkapan alat komunikasinya.
2. Keadaan umum pasien yaitu berisikan tentang golongan darah, tekanan darah,
kelainan kelainan darah, kelainan penyakit sistemik, kelainan penyakit
hormonal, kelainan alergi terhadap makanan dan obat obatan, alergi
terhadap debu, serta kelainan dari virus yang berkembang saat ini.
3. Odontogram, Semua data gigi dicatat dalam formulir odontogram dengan denah
dan nomenklatur yang baku nasional.
4. Data perawatan kedokteran gigi yaitu berisikan waktu awal perawatan, runtut
waktu kunjungan, keluhan dan diagnosa, gigi yang dirawat, tindakan lain
yang digunakan oleh dokter tersebut.
5. Roentgenogram yang dimaksud adalah baik intra oral maupun ekstra oral.
Roentgenogram intra oral antara lain : periapikal, proximal, dan oclusal
sedangkan ekstra oral terdapat banyak sekali roentgenogram yang dapat
dilakukan tetapi yang umum yaitu panoramik tau orthopantomogram, lateral
oblique tulang rahang, cephalogram, kemungkinan terdapat pula PA untuk
sinus maxilaris yang terkenal dengan proyeksi Water. Apabila terjadi
fraktur tulang zygomaticus baik kiri maupun kanan maka dibuat
roentgenogram proyeksi George Fuller.
6. Pencatatan status gigi, mempunyai kode tertentu sesuai dengan standar Interpol,
dengan kata lain Kodifikasi Informasi Gigi menurut Interpol (International
Police). Kode kode pencatatan gigi ini selain dengan huruf huruf, istilah
istilah, warna, dan gambar yang berbeda beda untuk pengisian odontogram.

16

7. Formulir data Antemortem dalam buku DEPKES ditulis dengan warna kertas
kuning. Di dalam formulir ini terdapat pula catatan data orang hilang.
2.1.7.2 Pencatatan Data Postmortem
Pencatatan data postmortem menurut DEPKES berwarna merah dengan
catatan Victim Identification (identifikasi korban) pada mayat atau Dead Body
(tubuh korban). Pencatatan data postmortem ini mula mula dilakukan fotografi
kemudian proses pembukaan rahang bila kaku mayat untuk memperoleh data gigi
dan ronga mulut, dilakukan pencetakan rahang atas dan rahang bawah, apabila
terjadi kaku mayat maka lidah yang kaku tersebut diikat dan ditarik ke atas
sehingga lengkung rahang bebas dari lidah baru dilakukan pencetakan, untuk
rahang atas tidak bermasalah kerena lidah kaku ke bawah. Kemudian studi model
rahang korban juga merupakan suatu barang bukti.
Pencatatan gigi pada formulir odontogram sedangkan kelainan kelainan
di rongga mulut dicatat pada kolom kolom tertentu. Catatan ini semua
merupakan lampiran dari visum et repertum korban. Kemudian dilakukan
pemeriksaan sementara dengan formulir baku mutu nasional dan internasional,
setelah itu dituliskan surat rujukan untuk pemeriksaan laboratoris dengan formulir
baku mutu nasional pula.
Setelah diperoleh hasil dari pemeriksaan laboratoris maka dilakukan
pencatatan ke dalam formulir lengkap barulah dapat dibuatkan suatu berita acara
sesuai dengan KUHAP demi proses peradilan dalam menegakkan keadilan. Visum
yang lengkap ini sangat penting dengan lampiran lampirannya serta barang
bukti dapat diteruskan ke jaksa penuntut kemudian ke sidang acara hukum pidana.
2.1.7.3 Visum Et Repertum
Visum Et Repertum pada dasarnya memuat suatu penyidikan akhir yang
dibenarkan oleh pasal KUHAP pidana pasal 50.
Bentuk penulisan Visum Et Repertum sebagai berikut :
1. PENDAHULUAN, Memuat keterangan tentang :
a. Identitas korban, yang meminta pemeriksaan,
pemeriksaan dan yang di periksa.
b. Jenis pemeriksaan yang dilakukan
17

yang

melakukan

c. Yang tersebut di atas semua sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHAP
pasal 133.
2. Kesimpulan
- kesimpulan ini memuat pendapat dokter yang memeriksa dan ahli lain
yang memeriksa sebagai hasil pemeriksaan sesuai dengan KUHAP pasal
-

20 ayat 1
Visum ini dibuat dengan sumpah sesuai dengan KUHAP pasal 120 ayat 2.
Hal ini sesuai dengan KUHAP pasal 118 ayat 1 yang berbunyi :
Keterangan tersangka dan atau saksi dicatat dalam berita acara yang

ditanda tangani oleh penyidik dan oleh yang memberi keterangan itu setelah
mereka menyetujui isinya. Dan KUHAP

pasal 160 ayat 3 yang berbunyi

Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji


menurut cara agama masing masing, bahkan ia akan memberi keterangan yang
sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.

2.2 MIND MAPPING


Mayat tidak dikenal
ditemukan didalam hutan

Bagian tidak hancur : gigi

Dibawa ke rumah sakit


pemerintah

Di panggil dokter gigi

Pengidentifikasian mayat
18

Post Mortem

Ante Mortem

Analisa

Perbandingan Data

19

BAB 3
PEMBAHASAN
Dari skenario diketahui beberapa hari yang lalu ditemukan mayat tidak
dikenal didalam hutan, dengan kondisi mengenaskan. Jasad dibawa ke rumah
sakit pemerintah untuk diidentifikasi sambil menunggu pihak keluarga yang
merasa kehilangan. Akan tetapi jasad tidak bias dikenali sama sekali karena sudah
membusuk. Untuk membantu penyidik mengidentifikasi salah satu cara adalah
memanfaatkan bagian bagian yang tidak hancur, yaitu gigi. Oleh karena itu,
penyidik mengundang seorang dokter gigi.
Pengidentifikasian jenazah menggunakan pemeriksaan gigi, merupakan
salah satu cara pengidentifikasian terakhir yang dilakukan oleh pihak forensik
apabila sarana sarana lain atau organ tubuh lain tidak ditemukan. Ini disebabkan
oleh karena gigi manusia mempunyai beberapa kelebihan yaitu yang paling umum
adalah dikarenakan gigi geligi setiap manusia berbeda tidak ada yang sama. Dan
juga gigi merupakan rangkaian lengkungan anatomis, antropologis dan juga
morphologis yang mempunyai letak terlindungi dari otot otot bibir dan pipi
sehingga apabila trauma akan mengenai otot otot tersebut terlebih dahulu.
Kemudian gigi manusia tidak mudah hancur, walaupun dalam suhu yang
tinggi, kecuali dikremasi hingga 1000oC Gigi juga tidak mudah membusuk,
kecuali dalam beberapa keadaan seperti gigi yang sudah mengalami nekrotik atau
gangren dam juga gigi geligi juga tahan terhadap asam keras. Gigi geligi dan
tulang rahang juga secara roentgenografis, biarpun terdapat pecahan pecahan
rahang pada rentgenogramnya dapat dilihat (interpretasi) serta terkadang terdapat
anomali dari gigi dan komposisi tulang rahang yang khas.
Apabila korban telah dilakukan pencabutan gigi umunya ia memakai gigi
palsu dengan berbagai macam model gigi palsu dan gigi palsu tersebut dapat
ditelusuri dan diidentifikasi. Ada beberapa ruang lingkup yang dicangkup
menggunakan pemeriksaan gigi diantaranya berdasarkan jejas gigi, morfologi dan
ciri khas gigi jenazah, serta perawatan gigi semasa hidup jenazah. Dimana hal
hal yang dapat ditentukan melalui pemeriksaan gigi adalah umur jenazah, jenis

20

kelamin jenazah, ras dan etnik jenazah, golongan darah pasien serta DNA jenazah.
Kemudian dimana data data tersebut dicocokkan dengan identitas korban
(jenazah). Dimana data tersebut dibagi 2 yaitu data primer dan data sekunder.
Data

primer

merupakan

data

yang

dikumpulkan

berdasarkan

pengidentifikasian jenazah berdasarakan objek utama (jenazah), dimana harus


dilakukannya lagi penelitian di laboratorium oleh pihak dokter forensik dan yang
dapat termasuk sebagai data primer adalah DNA, finger prints serta morfologi
gigi, dll. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan para pihak berwenang
dimana yang terdapat disekitar korban ditemukan atau TKP (tempat lokasi
perkara) dan yang dapat termasuk data sekunder adalah KTP, passport, jam
tangan, dan lain sebagainya.
Dalam kasus ini, peran seorang dokter gigi harus memenuhi panggilan
pihak forensik jika adanya panggilan. Dimana panggilan tersebut bertujuan untuk
membantu pihak forensik untuk mengidentifikasikan jenazah melalui dental
forensik. Dimana sebagai dokter gigi ada beberapa cara metode dalam
pengidentifikasian jenazah melalui pemeriksaan gigi, salah satunya dengan
menggunakan odontogram. Dimana ontogram merupakan pengumpulan data yang
menggunakan perbangdingan data antemortem dan postmortem.
Dimana data antemortem pencatatan gigi dan rongga mulut semasa
hidupnya, biasanya dapat berisikan antara lain: identitas pasien, keadaan umum
pasien, odontogram (data gigi yang menjadi keluhan), data perawatan kedokteran
gigi, nama dokter gigi yang merawat, namun hanya sedikit sekali dokter gigi yang
membuat surat persetujuan tindak medic (inform consent) baik praktek pribadi
atau di rumah sakit.
Sedangkan

data

postmortem

merupakan

data

pencatatan

victim

identification (identifikasi korban) pada mayat atau dead body (tubuh korban).
Pencatatan data postmortem mula mula dilakukan fotografi kemudian proses
pembukaan rahang bila kaku mayat untuk memperoleh data gigi dan rongga
mulut.
Namun jika jenazah korban sudah lebih dari 6 jam, maka jenazah sudah
mengalami kaku mayat dimana pembukaan rahang harus menggunakan teknik 2

21

jari. Jari telunjuk terhadap rahang maksila dan jari tengah terhadap rahang
mandibula. Lalu pencatatan gigi pada formulir odontogram berisikan kelainan
kelainan di rongga mulut dan dicatat pada kolom kolom tertentu dan lampiran
tersebut merupakan bagian dari visum et repertum korban.
Visum et repertum merupakan suatu penyidikan akhir yang dibenarkan
oleh KUHAP pidana pasal 50 dan yang memuat pendapat dokter dan ahli lain
yang memeriksa. Kemudian dilakukan pemeriksaan sementara dengan formulir
baku mutu nasional dan internasional, yang kemudian dituliskan surat rujukan
untuk pemeriksaan laboratoris.

22

BAB 4
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Dari skenario diatas dapat disimpulkan bahwa

1. Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi digunakan terutama pada


jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar
dan pada kecelakaan massal, bencana alam atau huru-hara yang
mengakibatkan banyak korban mati, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka.
2. Dikarenakan yang masih utuh dan dapat digunakan untuk pemeriksaan hanya gigi,
maka peran dokter gigi sangat diperlukan untuk membantu identifikasi
korban yaitu melalui identifikasi primer.
3. Identifikasi primer merupakan identifikasi yang dapat berdiri sendiri tanpa perlu
dibantu oleh kriteria identifikasi lain. Teknik identifikasi primer yaitu berupa
pemeriksaan DNA, pemeriksaan sidik jari dan pemeriksaan gigi pada jenazah
yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua sampai tiga
metode pemeriksaan dengan hasil positif.
4. Pemeriksaan gigi meliputi pencatatan data gigi yang dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan manual, sinar x, cetakan gigi serta rahang.
5. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi
dan sebagainya.
6. Bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus dari seseorang, sedemikian
khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik
pada dua orang yang berbeda, bahkan kembar identik sekalipun.
7. Peran dokter gigi sangat penting dan harus bekerja sama dengan dokter ahli
forensik agar dapat mengetahui pasien dan mengidentifikasi pasien.

4.2

Saran

1. Dokter ahli forensik

23

Agar lebih teliti lagi dalam mengidentifikasi pasien sehingga tidak terjadi
kesalahan.
2. Dokter Gigi
Kepada dokter gigi agar bekerja sama dengan dokter ahli forensik dan dapat
juga terjun ke lapangan tempat jenazah ataupun hanya memberikan riwayat
perawatannya.
3. Mahasiswa
Kepada mahasiswa agar lebih memahami dan mempelajari bagaimana cara
mengidentifikasi pasien selayaknya dokter ahli forensik.

DAFTAR PUSTAKA

24

Clark, D. H. Practical Forensic Odontology. Melksham, Great Britain :


Butterworth-Heinemann Ltd, 1992.
Evans KT, Knight b, Whittker DK. Forensic Radiology. Ocford: Blackwell
Scientific Publication, 1981.
Harmaini N. Odontologi Forensik dan Identifikasi Gigi. Medan : USU Press,
2001.
Lukman, D. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid 2. Jakarta : Sagung
Seto, 2006; 5-129.
Sopher, IM. Forensic Dentistry. Springfield. Charles C Thimas Publisher, 1976.
Stimson, P. G, Mertz, C. A. Forensic Dentistry. New York : CNC Press Boca
Raton, 1997.

LAMPIRAN
DINAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN POLRI
25

LEMBAGA KEDOKTERAN KEPOLISIAN


PRO YUSTITIA
SURAT PERSETUJUAN
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN UNTUK KEPENTINGAN
PENYIDIKAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
:
Kelamin
: Pria / Wanita
Umur
:
Alamat
:
Setelah mendapat penjelasan dari dokter pemeriksa, menyatakan bahwa :
1. Setuju untuk dilakukan pemeriksaan kedokteran terhadap diri saya untuk
kepentingan penyidikan.
2. Setuju untuk dilakukan pengambilan cairan tubuh diri saya untuk kepentingan
pemeriksaan laboratorium.
3. Setuju untuk pengambilan foto foto perlukaan pada tubuh saya untuk
kelengkapan pemeriksaan.
4. Setuju hasil pemeriksaan tersebut dibuat surat keterangan untuk diserahkan
kepada penyidik.
5. (Khusus untuk orang periksa yang tidak dapat menanda tangani pernyataan oleh
karena situasi dan kondisi)
Setuju untuk dilakukan pemeriksaan seperti diatas terhadap :
Nama :
Umur :
Tahun
Alamat:
Hubungan Keluarga :
Persetujuan ini saya tanda tangani setelah menyadari sepenuhnya
kepentingan dari pemeriksaan pemeriksaan tersebut diatas.
Jakarta,
DOKTER PEMERIKSA
(

DEPARTEMEN PERTAHANAN
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA INDONESIA

LAMPIRAN : C1.SKEP KAPOLRI


No. POL.
: Skep / / /
TANGGAL :

26

FORMULIR IDENTIFIKASI DENGAN SARANA GIGI DAN MULUT


STATUS MAYAT
TANGGAL PEMERIKSAAN:

1)

JENIS KELAMIN: Pria / Wanita


PERKIRAAN UMUR:
tahun
TANGGAL KEMATIAN:

2)
3)
4)

DUGAAN LAMA : s/b 4 jam, 4 - 6 jam, 6 - 12 jam, 12 - 24 jam,


KEMATIAN
: 24 28 jam, 48 jam lebih.
5)
CARA KEMATIAN : Kecelakaan Pesawat Terbang, di kapal, di lapangan,
Pembunuhan, Bunuh Diri, sakit, Tenggelam, lain lain,
keterangan ....
6)
KEADAAN MAYAT : SEGAR, PETI ES, BUSUK, BUSUK, LANJUT,
TERPOTONG POTONG, TERBAKAR DAN LAIN LAIN .............. 7)
MULUT
KEADAAN RAHANG ATAS
KEADAAN RAHANG BAWAH
OCCLUSI
KAKU RAHANG
TORUS MAXILARIS
TORUS MANDIBULARIS
PLATUM
GINGIVA
PIGMENTASI
RETRAKSI

:Utuh / Fraktur (Regio .....................) 8)


:Utuh / Fraktur (Regio ..................) 9)
:I, II, III
10)
:I, II, III, IV, V
11)
:Ada, Tidak ada
12)
:Ada, Tidak ada (Regio ................) 13)
:Dalam, Sedang, Rendah
14)
:Normal, Ginggivitis (Regio .........) 15)
Lain lain .....................................
16)
:Ada (gigi)......................................) 17)
Tidak ada.

/ KEADAAN....................
LAMPIRAN : C1 . SKEP KAPOLRI
No.POL
: Skep / 1884 / I / 1994
TANGGAL : 29 Januari 1999

27

KEADAAN GIGI
RA Ka
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
RB Ka.

RA Ki.

RB Ki.

STAINING GIGI
:
STAINING RAHANG
ATAS : LABIAL
PLATAL
STAINING RAHANG
BAWAH: LABIAL
LINGUAL
KARANG GIGI
:
ATRISI : I
II
III
IV
DIASTEMA :
RESTORASI
KETERANGAN :

19)
20)
21)
22)
23)
24)
25)

26)
27)
28)
..............................., tgl ...... 29)

DOKTER GIGI

30)

KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

Drs. ROESMAN HADI, SH


JENDERAL POLISI

FORMULIR VII : ODONTOLOGI JENAZAH


Nomor label : .........................................

28

Tanggal periksa
Jenis kelamin
Umur (keterangan)
Tanggal kematian
Lama kematian
Sebab kematian

Keadaan mayat

:
: Pria / Wanita
:
tahun
:
: jam, - 2 jam, 2 6 jam, 6 12 jam, 12 24 jam,
24 36 jam, 36 48 jam, 48 jam lebih.
: K.L.L., Pembunuhan, Bunuh diri, Sakit, Tenggelam,
Lain lain.
Keterangan
: Segar, Peti es, Busuk, Busuk lanjut.

Mulut
Keadaan rahang atas : Utuh / fraktur (regio :
Keadaan rahang bawah: Utuh / fraktur (regio :
Occlusi
: I, II, III.
Kaku rahang
: I, II, III, IV, V.
Jaringan Lunak
Torus maxilaris
: Ada, Tidak ada.
Torus mandibularis : Ada, Tidak ada (regio :
Palatum
: Dalam, Sedang, Rendah.
Gingiva
: Normal, Gingiva (regio)
Lain lain :
Pigmentasi
:
Retraksi
: Ada (gigi
Tidak ada.
Keadaan gigi :
V

IV
2
2

III
8
3
8
3

II
7
4
7
4

I
6
5
6
5

I
4
7
4
7

5
6
5
6

STAINING GIGI
: Tobacco, Tea / coffe
Staining Rahang Atas : Labial
:
Palatal
:
Staining Rahang Bawah
: Labial
:
Lingual
:
KARANG GIGI
:
ATR I S I
:I
:

29

)
)

)
)

II
3
8
3
8

III
2

IV
1

V
1

II
III
IV
D I AS T E M A
RESTORASI :
ODONTOGRAM

:
:
:
:

1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3 1,2 1,1 2,1 2,2 2,3 2,4 2,5 2,6 2.7 2,8
3,8 3,7 3,6 3,5 3,4 3,3 3,2 3,1 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5 4,6 4,7 4,8

Pemeriksaan Ro. Foto

Pernah/Tidak

30

Anda mungkin juga menyukai