1 Kedokteran Forensik
2.1.1 Definisi
Forensik berasal dari bahasa Latin yaitu forum yang berarti tempat untuk melakukan
transaksi. Pada perkembangan selanjutnya, forensik diperlukan pada pengungkapan suatu
kasus tindak pidana dengan cara menyusun kembali (rekontruksi) suatu tindak pidana itu
dapat terjadi, sudah barang tentu berdasarkan bukti-bukti yang ada. Ilmu Forensik
dikatagorikan ke dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam.
Dalam padangan ilmu alam sesuatu sesuatu dianggap ilmiah jika didasarkan pada fakta atau
pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui
indranya (positivesme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik
deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika)
dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakatluas dengan tidak mudah atau tanpa
tergoyahkan (kritik ilmu) (Siswanto, 2010).
Cabang-cabang ilmu forensik lainnya adalah: kedokteran forensik, toksikologi
forensik, odontologi forensik, psikiatri forensik, entomologi forensik, antrofologi forensik,
balistik forensik, fotografi forensik, dan serologi / biologi molekuler forensik. Biologi
molekuler forensik lebih dikenal dengan DNAforensic (Siswanto, 2010).
disebut responden. Data primer dapat berupa data-data yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Teknik identifikasi primer yaitu :
Pemeriksaan DNA
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan golongan darah yang diambil baik dari
tubuh korban atau pelaku, maupun bercak darah yang terdapat di tempat kejadian perkara.
Ada dua tipe orang dalam menentukan golongan darah, yaitu:
-
Sekretor
: golongan darah dapat ditentukan dari pemeriksaan darah, air mani dan
cairan tubuh.
-
Non-sekretor : golongan darah hanya dari dapat ditentukan dari pemeriksaan darah.
Pemeriksaan ini memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan
molekul dan DNA. Pemeriksaan ini biasa dilakukan untuk melengkapi dan menyempurnakan
berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan,
perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah (paternitas).
Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari
antemortem. Pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi
akurasinya dalam penentuan identitas seseorang, oleh karena tidak ada dua orang yang
memiliki sidik jari yang sama.
Pemeriksaan gigi
Pada jenazah yang rusak/busuk untuk menjamin keakuratan dilakukan dua sampai tiga
metode pemeriksaan dengan hasil positif. Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi yang
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar x, cetakan gigi serta
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi
dan sebagainya. Bentuk gigi dan rahang merupakan ciri khusus dari seseorang, sedemikian
khususnya sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang identik pada dua orang
yang berbeda, bahkan kembar identik sekalipun.
b. Identifikasi sekunder
Pemeriksaan dengan menggunakan data identifikasi sekunder tidak dapat berdiri sendiri
dan perlu didukung kriteria identifikasi yang lain. Identifikasi sekunder terdiri atas cara
sederhana dan cara ilmiah. Cara sederhana yaitu melihat langsung ciri seseorang dengan
memperhatikan perhiasan, pakaian dan kartu identitas yang ditemukan. Cara ilmiah yaitu
melalui teknik keilmuan tertentu seperti pemeriksaan medis.
Metode ini dilakukan dengan memeriksa pakaian dan perhiasan yang dikenakan
jenzah. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui merek, ukuran, inisial nama pemilik, badge,
yang semuanya dapat membantu identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada
jenazah. Untuk kepentingan lebih lanjut, pakaian atau perhiasan yang telah diperiksa,
sebaiknya disimpan dan didokumentsikan dalam bentuk foto.
Pemeriksaan dokumen
Metode ini dilakukan dengan dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, kartu
golongan darah, paspor dan lain-lain) yang kebetulan dijumpai dalam saku pakaian yang
dikenakan. Namun perlu diingat bahwa dalam kecelakaan massal, dokumen yang terdapat
dalam saku, tas atau dompet pada jenazah belum tentu milik jenazah yang bersangkutan.
Identifikasi medik
Metode ini dilakukan dengan menggunakan data pemeriksaan fisik secara
keseluruhan, meliputi tinggi dan berat badan, jenis kelamin, warna rambut, warna tirai mata,
adanya luka bekas operasi, tato, cacat atau kelainan khusus dan sebagainya. Metode ini
memiliki akurasi yang tinggi, oleh karena dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan
berbagai cara atau modifikasi.
memastikan hal tersebut diatas demi memantapkan keputusan yang akan diambilnya
(Lukman, 2006).
21
yang
Seorang dokter gigi forensik harus memiliki beberapa kualifikasi sebagai berikut :
1. Kualifikasi sebagai dokter gigi umum.
Kualifikasi terpenting yang harus dimiliki oleh seorang dokter gigi forensik adalah latar
belakang kedokteran gigi umum yang luas, meliputi semua spesialisasi kedokteran gigi.
Sebagai seorang dokter gigi umum, kadang-kadang ia perlu memanggil dokter gigi spesialis
untuk membantunya memecahkan kasus.
2. Pengetahuan tentang bidang forensik terkait.
Seorang dokter gigi forensik harus mengerti sedikit banyak tentang kualifikasi dan bidang
keahlian forensik lainnya yang berkaitan dengan tugasnya, seperti penguasaan akan konsep
peran dokter spesialis forensik, cara otopsi, dsb.
3. Pengetahuan tentang hukum.Seorang dokter gigi forensik harus memiliki
Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan data gigi
yang diperoleh dari pemeriksaan orang atau jenazah tak dikenal (data postmortem) dengan
data gig yang pernah dibuat sebelumnya dari orang yang diperkirakan(data antemortem)
(Julianti dkk, 2008).
Data antemortem merupakan syarat utama yang harus ada apabila identifikasi dengan
cara membandingkan akan diterapkan. Data antemortem tersebut berupa (Julianti dkk, 2008).
-
Dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau catatan keadaan
gigi pada waktu pemeriksaan,pengobatan dan perawatan gigi.
Cetakan gigi
dkk, 2008).
-
Gigi yang ada dan tidak ada,bekas gigi yang tidak ada apakah masih baru atau sudah
lama.
Atrisi dataran kunyah gigi yang merupakan proses fisiologis untuk fungsi
mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur
(5) Transparansi dentin : karena proses kristalisasi pada bahan mineral gigi, maka
jaringan dentin gigi berangsur-angsur menjadi transparan. Proses transparan
ini dimulai dari ujung akar gigi meluas ke arah mahkota.
(6) Penyempitan/penutupan foramen apikalis : sejalan dengan pertambahan umur,
foramen apikalis akan semakin menyempit, dan tidak jarang menutup sama
sekali(Alphonsus R. Quendangen, 1993)
b. Ras
Gigi dapat digunakan untuk menunjukkan ras seseorang. Hal ini menunjukkan
perbedaan ras terletak pada ukuran gigi dan morfologi tulang pada langit-langit mulut
(Zaid, M. 2012)
Umat manusia di dunia, secara antropologis dibagi ke dalam 3 ras utama yaitu :
kaukasoid, mongoloid dan negroid. Ternyata tiap ras memiliki ciri khas tertentu pada
tubuhnya, yang membedakan satu sama lain. Ciri tersebut diturunkan secara genetic
sesuai dengan hukum Mendel(Alphonsus R. Quendangen, 1993)
Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak ditemukan suatu ciri yang mutlak hanya
terdapat pada satu ras. Demikian pula dapat dikatakan hampir tidak akan ditemukan
satu individu yang masih murni satu ras. Karena itu penentian ras akan lebih
berhubungan dengan fenotip yang timbul, daripada genotip (Alphonsus R.
Quendangen, 1993)
Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut (Julianti dkk, 2008):
1. Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata berbentuk
sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid dan 12 % ras negroid
memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal premolar
bawah pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20% mongoloid.
4. Lengkungan palatum berbentuk elips.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus
Gambar 2.
Gambaran gigi untuk Ras kaukasoid adalah sebagai berikut: (Julianti dkk, 2008)
1. Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol.
Gambar 3
Gambaran gigi untuk ras negroid adalah sebagai berikut (Julianti dkk, 2008)
1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum berbentuk lebar.
4. Protrusi bimaksila.
Di bawah ini merupakan contoh gambar open bite (Julianti dkk, 2008)
Gambar 4
c. Jenis Kelamin
Penentuan jenis kelamin secara umum, dapat dilakukan dari tanda-tanda fisik
seksual. Namun dalam hal jaringan lunak telah hilang, maka penentuan pada tulang
dapat dilakukan dari beberapa tulang, khususnya tulang panggul.
Beberapa peneliti juga menyatakan adanya ciri khas antara lain :
(1) Bentuk lengkung gigi pada pria cenderung meruncing, sedangkan pada wanita,
cenderung oval.
(2) Ukuran cervico-incisival di bagian mesio distal pada gigi taring bawah, pada
pria lebih besar (kurang lebih 1,5), sedangkan wanita lebih kecil (kurang lebih
1).
(3) Beberapa ahli juga merujuk pernyataan Leon Williams di bidang prostetik,
bahwa bentuk gigi seri pertama atas adalah kebalikan bentuk wajah, sehingga
bentuk gigi seri pria cenderung maskulin sedangkan wanita cenderung
feminism(Alphonsus R. Quendangen, 1993)
Anderson mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita
berdiameter kurang dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini
sering dilakukan pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin
(julianti dkk, 2008).
d. Golongan darah
Penentuan golongan darah dari gigi didasarkan adanya jaringan pulpa di
dalam gigi. Bergantung pada bagaimana kondisi jaringan pulpa ini, penentuan
golongan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
(1) Jika pulpa masih ditentukan dalam keadaan segar, maka darah dapat langsung
diambil, untuk penentuan golongan darah dengan cara biasa.
(2) Jika ditemukan hanya pulpa yang sudah mengering, dapat diusahakan melalui
prosedur yang sama seperti pengolahan bercak darah pada kain/darah
mengering.
(3) Bila keadaan pulpa sudah demikian rusak, atau bahkan sudah tidak ditemukan
lagi, maka dapat dilakukan dengan bantuan cara absorption-ilution. Cara ini
dilakukan dengan cara mengambil jaringan dentin dalam ruang pulpa, yaitu
bagian dinding yang melekat pada jaringan pulpa. Jaringan dentin tersebut
diabsorpsi semalam suntuk dengan larutan khusus, kemudian disentrifus.
Endapan yang kemudian terbentuk diambil untuk penentuan golongan
darah(Alphonsus R. Quendangen, 1993)
e. Kebiasaan/pekerjaan
Ada beberapa pekerjaan atau kebiasaan yang meninggalkan tanda-tanda
tertentu pada gigi, sehingga dapat memberikan petunjuk untuk mengenali si
korban, misalnya :
(l) Pekerjaan rutin di pabrik batu baterai mengakibatkan pewarnaan gelap pada
tepi ginggiva akibat terlalu banyak berkontak dengan timah hitam.
(2) Pekerjaan penata rambut atau tukang sepatu yang mempunyai kebiasaan
menggunakan gigi untuk membuka jepitan rambut atau mempersiapkan paku
sepatu, akan menyebabkan tanda-tanda hair-dresser teeth atau shoemakers
teeth berupa lekuk-lekuk pada permukaan gigi berukuran sebesar jepitan
rambut dan paku sepatu.
(3) Kebiasaan merokok, telah diketahui rokok menyebabkan pewarnaan pada
akibat asap rokok yang dihisap(Alphonsus R. Quendangen, 1993)
f. Ciri khas
Kadang-kadang ada hal-hal spesifik yang dapat segera menunjukan pada
seseorang tersebut, misalnya jika terdapat sejumlah perawataan gigi di dalam
mulut, dan ditemukan rekam data gigi tersebut dapat menentukan identitas
seseorang dengan pasti, selain itu juga terdapat tanda-tanda spesifik tertentu yang
akan segera dikenali oleh orang-orang terdekat dengan si korban, misalnya
ompong pada depan, gigi yang kecil dan lain-lain. Ciri-ciri tersebut dapat
membimbing identifikasi setelah didukung berbagai data yang lain(Alphonsus R.
Quendangen, 1993)
g. Sidik jari DNA
Akhir-akhir ini dikembangkan cara identifikasi dengan melalui analisis
DNA. Ternyata dengan cara khusus, DNA dapat pula diisolasi dari jaringan gigi.
Melalui analisis DNA profiling ini, dapat ditentukan hubungan kekeluargaan
antara anak dengan bapak dan ibunya(Alphonsus R. Quendangen, 1993).
Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku
Menurut Lukman pada tahun 2003 pola gigitan mempunyai suatu gambaran
dari anatomi gigi yang sangat karakteristik yang meninggalkan pola gigitan pada
jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan maupun manusia yang masingmasing individu sangat berbeda (Lukman, 1994).
Klasifikasi Pola Gigitan
Pola gigtan mempunyai derajat perlukaan sesuai dengan kerasnya gigitan pada pola
gigitan manusia terdapat 6 kelas,yaitu :
1) Kelas 1
Pola gigitan terdapat jarak dari gigi insisif dan kaninus.
Gambar 8 . Memperlihatkan pola gigi seri sentralis dan naturalis dan kaninus
denga jarak sesuai dengan susunan gigi geliginya.
2) Kelas II
Pola gigitan kelas II seperti pola gigiyan kelas I tetapi terlihat pola gigitan
cups bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi
derajat pola gigitannya masih sedikit.
Gambar 9. Memperlihatkan pola gigitan dari gigi insisif, kaninus, dan cusp
premolar rahang atas dan rahang bawah.
3) Kelas III
Pola gigitan kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu permukaan
gigi insisif telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai
derajat lebih parah dari pola gigitan kelas II.
Pola gigitan kelas V terlihat luka yang menyatu pola gigitan insisif, kaninus,
dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
Gambar 12. Memperlihatkan pola luka gigitan yang sangat lebar serta
ketidakteraturan dari semua gigi depan dan premolar.
6) Kelas VI
Pola gigitan kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan dari gigi
rahang atas dan bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot terlepas sesuai
dengan kekerasan oklusi dam pembukaaan mulut.
Gambar 13. Memperlihatkan luka akibat pola gigitan sangat dalam dan buas
pada jaringan kulit dan jaringan ikat terlepas seluruhnya.
4. Permukaan mesial mahkota sedikit lebih panjang daripada distal, sehingga tepi insisal
sedikit miring.
5. Marginal ridge mesial dan distal samar-samar, tetapi lebih menonjol daripada incisivus
pertama bawah (Geoffrey C. van Beek, 1996).
5. Kaninus Atas
Kaninus / Canine / Cuspid adalah gigi ke 3 dari garis tengah, dan satu satunya
gigi di rahang yang mempunyai 1 cusp. Gigi ini diberi nama Kaninus karena pertumbuhan
gigi ini pada binatang Carnivorous baik sekali (mis. anjing) sebab mempunyai akar yang
terpanjang dan terbesar sehingga gigi ini kuat sekali. Koronanya adalah korona yang
terpanjang di dalam mulut dan berbentuk baik sekali baik kekuatan terhadap stress dan
pemakaian maupun kebersihan. Pada umumnya gigi ini adalah gigi terakhir yang akan
tanggal, kadangkala masih tetap di rahang sesudah gigi lainnya hilang. Seringkali dipakai
untuk pegangan dari geligi tiruan. Karena posisinya dalam rahang, panjang dan angulasi
akarnya maka gigi Kaninus menjadi struktur yang penting dari muka, yang member karakter,
kekuatan dan kecantikan (Itjingningsh, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Cuspis tunggal runcing kira-kira segaris dengan sumbu panjang akar.
2. Lereng distal cuspis lebih panjang daripada lereng mesial dan menyatu dengan permukaan
distal cembung.
3. Proporsi keseluruhan kekar panjang.
4. Bagian labial cembung jelas dan cingulum palatal besar.
5. Garis cervikal kurang berkelok pada permukaan distal.
6. Akar tunggal sangat panjang dengan potongan melintang segitiga membulat.
7. Permukaan disto dan mesio-palatal akar sering beralur longitudinal (Geoffrey C. van Beek,
1996).
tidak begitu tebal. Permukaan lingual lebih rata daripada permukaan lingual dari C atas,
hampir sama dengan lain lain gigi geligi depan bawah. Pada umumnya ujung akar
melengkung ke distal, tetapi kadang kadang juga terdapat C dengan ujung akar yang
membengkok ke mesial. Jika C ini belum aus, gigi ini adalah gigi yang paling panjang di
dalam mulut (Itjingningsih, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Profil distal mahkota lebih membulat daripada mesial.
2. mahkota lebih sempit mesiodistal dibanding caninus atas, sehingga mahkota tampak lebih
besar sebanding.
3. Hanya caninus bawah yang mungkin mempunyai akar berbifurkasi, suatu variasi yang
tidak jarang terjadi.
4. Lereng mesial cuspis lebih pendek daripada yang dista
5. Cingulum kurang jelas bila dibanding dengan caninus atas.
6. Permukaan labial dari mahkota kurang lebih segaris lurus dengan akar.
7. Permukaan labial dari mahkota bersambung lengkung longitudinal dengan akar.
8. Pada kebanyakan kasus, akar cenderung bengkok sedikit ke distal. Mahkota tampak
miring ke distal dalam hubungan dengan akar (Geoffrey C. van Beek, 1996).
10. Servikal ridge pada pandangan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih tegas dari pada
molar tetap.
11. Ruang pulpa gigi susu lebih besar daripada rung pulpa gigi permanen.
12. Secara keseluruhan ukuran gigi susu lebih kecil daripada gigi permanen (Itjingningsih, 1991).
8765432112345678
8765432112345678
Contoh:
P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi Susu
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
8765432112345678
8765432112345678
Contoh:
P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi Susu
EDCBAABCDE
EDCBAABCDE
8 . . . . . . . . . .2 1
17 18 . . . . . . . 24
25 . . . . . . . 31 32
Contoh:
P2 atas kanan = 13
I1 bawah kiri = 25
V IV . . . . . . . . . I
12...........8
9 . . . . . . . . . . . 15 16
32 31 . . . . . . . . 25
24 . . . . . . . . . . 18 17
Contoh:
P2 atas kanan = 4
I1 bawah kiri = 24
Gidi Susu
I II . . . . . . . . . . . . V
VI . . . . . . . . . . . . . X
XX XIX . . . . . . . XVI XV . . . . . . . . . . . . XI
Contoh:
P2 atas kanan = 5 +
I1 bawah kiri = -1
Gigi Susu
Contoh: c bawah kanan = 03 M2 atas kiri = + 05
6. Cara G. B. Denton
Gigi Tetap
Contoh:
Gigi Susu
3
Contoh: P2 atas kanan = 15
I1 bawah kiri = 31
Gigi Susu
: Superior / Atas
: Inferior / Bawah
: Dexter / Kanan
: Sinister / Kiri
Bagian tulang
b. Gigi
Enamel
Komposisi kimia :
4% bahan organik
3 4% air
19