SGD 4 LBM 1
ANGGOTA KELOMPOK :
1. BELLA SARITA FARIANDEWI 31101700018
2. BUNGA CLARISSA SOEGIHARTO 31101700020
3. GALUH EKA SASANTI 31101700036
4. HAFIZHAH ATHIF AISYAH 31101700037
5. JASSICA NAUFAL ZIKRILLAH 31101700043
6. MILLANIA MURTIKASARI 31101700049
7. MUHAMMAD HENRI INDRAWAN 31101700057
8. PUTRI AMANATUN NIKMAH 31101700065
9. REGILIA SHINTA MAYANGSARI 31101700068
10. SYAFA LAYINA NUR HANIF 31101700083
11. YULYA DWI KARTIKASARI 31101700089
LAPORAN TUTORIAL
SGD 4 LBM 1
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
BAB II..................................................................................................................................................... 3
KESIMPULAN ..................................................................................................................................... 23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Odontologi forensik adalah suatu ilmu yang menerapkan ilmu
pengetahuan mengenai gigi untuk memecahkan masalah kejahatan untuk
kepentingan pengadilan. Salah satu aspek ruang lingkupnya adalah
peranannya dalam membantu tugas fungsi pelayanan kedokteran forensik
pada penanganan kasuskasus yang memerlukan identifikasi dengan sarana
gigi. Ruang lingkup pada odontologi forensik diantaranya yaitu human
identification dan bite mark. Human identification sering digunakan untuk
mengetahui suatu masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan
identitas personal dengan tepat amat penting dalam penyidikan karena adanya
kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Pada dasarnya prinsip identifikasi adalah membandingkan data
antemortem (data semasa hidup) dan data postmortem (data setelah kematian)
pada korban yang tidak dikenal. Metode human identification dikelompokkan
menjadi 2 yaitu identifikasi data primer dan data sekunder. Setiap bencana
yang terjadi akan menimbulkan banyak korban yang mungkin dapat utuh,
separuh utuh, membusuk, terpecah menjadi fragmen-fragmen, terbakar
menjadi abu, separuh terbakar, atau terkubur. Pada korban yang mengalami
pembusukan, identifikasi melalui sidik jari akan sulit dilakukan maka dapat
digantikan dengan pemeriksaan gigi geligi karena gigi bersifat lebih tahan
lama dalam proses pembusukan.
Gigi geligi digunakan dalam odontology forensic karena mempunyai sifat
individualistic sehingga dapat dimasukkan ke dalam salah satu metode
identifikasi primer pada Disaster Victim Investigation (DVI) selain
menggunakan sidik jari dan DNA. Gigi geligi digunakan karena mempunyai
ketahanan yang tinggi dalam segala kondisi sedangkan sidik jari dan DNA
mempunyai keterbatasan, maka dari itu dibutuhkan peranan besar dari dokter
gigi dalam pemecahan kasus odontology forensic ini.
1
1.2 Skenario
Judul : Identifikasi korban kebakaran
Sebuah ruko mengalami kebakaran yang mengakibatkan kelima penghuni
ruko tersebut tidak ada yang selamat. Kelima korban tersebut tewas terbakar
dengan keadaan seluruh tubuh sudah hangus. Bahkan dua diantaranya hanya dapat
ditemukan sisa tulang rahang dan giginya saja. Untuk kepentingan identifikasi,
jenazah korban dibawa ke rumah sakit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Pembersihan gigi dan mulut -> cleaning debris decomposed material di
gigi (toothbrush, air, alkohol, swab, dll)
Full mouth dental radiograpfi (KECUALI jika fasilitas benar2 tdk ada)
B. Dental profiling
Penting untuk Dental Profiling apalagi jika comparative tidak bisa
dilakukan :
Ekstraksi info dari gigi untuk mendapatkan informasi perindividual :
gender, ras, habits, nutritional dfecieency dll. Berguna jika ante
mortem benar2 tidak ada.
a. Gender : area gigi mesiodistal dan buccolingual yang laki lebih
luas, dimensi crown diagonal lebih luas laki, diameter cusp
b. Ras : upper arch pada rahang atas gigi bentuk seperti sepatu kuda -
> Asia, u-shaped -> Caucasian, gigi yang berbentuk sekop di I RA
-> Asia dan Amerika, enamel lebih luas di perm. Fasial pd molar -
> asia, mesial ridge pada kaninus menonjol -> Afrika
c. Age : Lamendin, Gustafson, dll.
d. Habit : stain cukup banyak -> penyuka rokok, the, kopi, wine
merah,, permukaan menipis pada gigi mudah erosi -> penyuka
minuman berasam seperti alkohol, dan konsumsi asam lain, bisa
juga bulimia,, erosi di bagian palatal padda gigi insisiv atas ->
pekerja sebagai penunggang kuda karena sering mengalami rasa
muntah yang membuat makanan kembali ke mulut
C. Radiografi pada identifikasi dental
Perbandingan yang lebih jelas dari radiografi melihat secara visual
3. Apa saja ruang lingkup dan peran odontologi forensik dalam death
identification system?
a. Human identification
- Comparative identification : mencocokan data AM dan PM.
Data sudah tersedia. Penggunakan dental record
- Rekonstruksi : mengira-ngira hasil dari rekonstruksi gender,
umur, ras. (forensic antropologi)
b. Bite mark analysis
Menganalisis dan membandingkan bite mark pada dasarnya
terdiri dari dua asumsi, yaitu pertama bahwa setiap gigi manusia
memilik bentuk karakteristik, ukuran, pola, dan setiap fitur
individualis dalam lengkung tertentu (gigi patah, atau anomali
7
perkembangan). Yang kedua adalah bahwa gigi memiliki fitur
besar dalam identifikasi tersangka sebagai pelaku dalam
identifikasi gigi forensik, terutama ketika menganalisis bite mark.
Forensic odontology harus menerapkan metode ilmiah untuk
analisis bite mark. Terutama pada kasus-kasus seperti pembunuhan
dan pemerkosaan. Jadi kehadiran bukti bite mark sangat berperan
dalam mengungkap kasus kriminal, dan juga dalam menggungkap
identitas pelaku kejahatan. Klasifikasi bitemark sesuai dengan
kerasnya gigitan adalah :
Kelas 1 : Bite mark terdapat jarak dari gigi insisivus dan
kaninus
Kelas 2 : Bite mark kelas II seperti bite mark kelas I,
tetapi terlihat cusp bukalis dan palatalis maupun cusp
bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat bite marknya
masih sedikit
Kelas 3 : Bite mark kelas III derajat luka lebih parah dari
kelas II yaitu permukaan gigi insisivus telah menyatu
akan tetapi dalamnya luka gigitan mempunyai derajat
lebih parah dari bite mark kelas II
Kelas 4 : Bite mark kelas IV terdapat luka pada kulit dan
otot di bawah kulit yang sedikit terlepas atau rupture
sehingga terlihat bite mark irregular.
Kelas 5 : Bite mark kelas V terlihat luka yang menyatu
bite mark insisivus, kaninus dan premolar baik pada
rahang atas maupun bawah
Kelas 6 : Bite mark kelas VI memperlihatkan luka dari
seluruh gigitan dari rahang atas dan rahang bawah dan
jaringan kulit serta jaringan otot terlepas sesuai dengan
kekerasan oklusi dan pembukaan mulut
Cara menganalisis bite mark :
8
- Menentukan apakah korban masih hidup atau telah tewas, bila
masih hidup, upaya terutama ditujukan untuk menolong
jiwanya; hal yang berkaitan dengan kejahata, dapat ditunda
untuk sementara.
- Bila korban telah tewas tentukan perkiraan saat kematian, dari
penurunan suhu, lebam mayat, kaku mayat dan perubahan post
mortal lainnya; perkiraan saat kematian berkaitan dengan alibi
dari para tersangka,
- Tentukan identitas atau jati diri dari korban, baik secara visual,
pakaian, perhiasan, dokumen, medis dan dari gigi; pemeriksaan
serologi, sidik jari dan ekslusi di lakukan di laboratorium, jati
diri korban dibutuhkan untuk memulai penyidikan, oleh karena
biasanya ada korelasi antara korban dan pelaku, pelaku
umumnya telah mengenal siapa korban,
- Tentukan jenis luka dan jenis kekerasan serta perkiraan sebab
kematiannya, jenis luka dan jenis kekerasan dapat memberi
informasi perihal alat atau senjata yang dipakai serta perkiraan
proses terjadinya kejahatan tersebut, hal mkana berguna dalam
interograsi dan rekonstruksi dengan diketahui jenis senjata,
pihak penyidik dapat melakukan pencarian secara lebih terarah.
c. Dna In Forensic Odontology
Dna yang digunakan dalam forensic biasanya berasal dari
genom mitokondria. DNA ini banyak ditemukan disetiap inti sel
dari manusia. Sumber DNA genom mitokondria terbaik adalah gigi
geligi. Kemudian dilakukan tes PCR dimana membandingkan
material genetic pada data PM dan AM
d. Saliva in forensic odontology
Saliva merupakan gambaran kecil dari darah (potensial
serologis) dikarenakan banyak mengandung enzim seperti ylase,
alkaline phosphatase, esterases,
9
glucose-6-phosphate dehydrogenase and parotid peroxide dalam
jumlah yang dapat diukur.
Selain itu saliva juga dapat digunakan sebagai deteksi obat yang
biasanya digunakan sehari2 atau medical record dari jenazah. Obat-
obatan seperti fenobarbital, amfetamin dan morfin telah terdeteksi
dalam saliva menggunakan radioimmunoassay, enzyme
immunoassay. Peran saliva dalam odontologi forensik yaitu :
Melakukan otopsi medikolegal dalam pemeriksaan mengenai
sebab-sebab kematian, Apakah mati wajar atau tidak wajar,
penyidikan ini juga bertujuan untuk mencari peristiwa apa
sebenarnya yang telah terjadi
Identifikasi mayat
Meneliti waktu kapan kematian itu berlangsung/ Time of
Death
Penyidikan pada tindak kekerasan, seperti kekerasan
seksual, kekerasan terhadap anak dibawah umur, kekerasan
dalam rumah tangga
Pelayanan penelusuran keturunan
Beberapa negara maju kedokteran forensik juga
spesialisasikan Dirinya dalam bidang kecelakaan lalu lintas
akibat pengaruh obat-obatan
4. Apa saja yang harus dilakukan pada death identification system pada
korban kebakaran?
a. Pemeriksaan Sidik Jari
Metode ini membandingkan data sidik jari jenazah dengan data sidik
jari antemortem. Merode ini diakui memiliki ketepatan yang tinggi.
b. Pemeriksaan DNA
Gambaran DNA tiap individu sangat spesifik dan dapat dijadikan
patokan dalam identifikasi. Keungkinan dua individu yang tidak
10
memiliki hubungan darah untuk memiliki sekuens DNA yang sama
sangat kecil yaitu 1 : 1.000.000.000.
c. Pemeriksaan Gigi
Pemeriksaan ini membandingkan data gigi dan rahang jenazah dengan
data antemortem. Seperti sidik jari, data gigi setiap individu juga
berbeda satu sama lainnya. Pencatatan data gigi dan rahang
(odontogram) dilakukan secara manual, sinar-X, dan pencetakan gigi
dan rahang. Data ini berisi tentang jumlah gigi, susunan, bentuk,
tambalan, gigi palsu dan sebagainya.
d. Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan memperlihatkan jenazah kepada orang-
orang yang merasa kehilangan kerabatnya. Jenazah sebaiknya dalam
keadaan yang belum membusuk sehingga wajah dan bentuk tubuh
masih dapat dikenali oleh lebih dari satu orang. Metode ini juga harus
memperhatikan faktor emosi kerabat dalam mebenarkan atau
menyangkal identitas jenazah tersebut.
e. Pemeriksaan Dokumen
Metode ini dapat dilakukan apabila ditemukan dokumen yang berisikan
identitas seperti kartu identitas pribadi, surat izin mengemudi dan
sebagainya di dalam saku pakaian yang dikenakan jenazah. Dokumen
yang berada didekat jenazah belum tentu merupakan milik jenazah yang
bersangkutan, terutama pada kasus seperti kecelakaan masal.
f. Pemeriksaan Pakaian dan Perhiasan
Pada pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah kemungkinan
dapat diperoleh data berupa merk pakaian, ukuran, inisial nama, lencana
dan sebagainya yang dapat membantu, walaupun telah terjadi proses
pembusukan pada jenazah tersebut.
6. Apa saja data untuk ante mortem dan post mortem dan apa hubungannya?
No Data Antemortem Data Postmortem
1 Dental record, keterangan Gigi yang ditambal, jenis bahan dan
tertulis tentang keadaan gigi kalsifikasinya.
pada pemeriksaan,
pengobatan, perawatan gigi.
2 Foto rontgen gigi Anomali bentuk dan posisi gigi.
3 Cetakan gigi Karies atau kerusakan gigi yang ada.
4 Prothesis gigi atau alat Jenis dan bahan restorasi, perawatan
ortodonsi. dan rehabilitasi yang mungkin ada.
5 Foto close up muka atau Atrisi atau pengikisan dataran
profil daerah gigi atau kunyah karena proses mengunyah.
mulut. Derajat atrisi akan berbanding lurus
dengan usia.
6 Keterangan dari keluarga Pertumbuhan gigi molar ketiga.
satau rekan terdekat korban
yang diambil di bawah
sumpah.
13
The american board of forensic odontology telah menerbitkan
pedoman identifikasi tubuh yang memberikan arahan kepada ahli
odontologi forensik untuk akurasi yang lebih besar dalam identifikasi gigi
forensik dari orang yang meninggal. Empat kategori berikut untuk
identifikasi tubuh dijelaskan dengan cermat dalam pedoman ini.
a. Positive Identification
Identifikasi positif dicapai ketika antemortem dan data postmortem
cocok dengan detail yang memadai untuk menetapkan bahwa
mereka berasal dari individu yang sama. Selain itu, tidak ada
perbedaan yang tidak dapat direkonstruksi.
b. Possible Identification
Identifikasi yang memungkinkan dicapai saat data antemortem dan
postmortem memiliki fitur yang konsisten tetapi karena kualitas
sisa postmortem atau bukti antemortem, tidak mungkin untuk
menetapkan identifikasi gigi secara positif. Kategori ini paling
mengganggu forensik ahli odontologi karena ini adalah area abu-
abu dengan kualitas dan / atau kuantitas yang buruk dari bukti gigi
antemortem atau postmortem.
c. Insufficient Evidence
Hal ini terjadi jika informasi yang tersedia tidak cukup untuk
menjadi dasar kesimpulan dari identitas orang yang meninggal.
d. Exclusion
Ini terjadi ketika antemortem dan post-mortem jelas tidak
konsisten.
7. Bagimana cara membedakan pada korban antara tersisa hanya tulang dan
tersisa jaringan lunak bersama tulang ?
Dapat melalui cara antropologi forensik . Antropologi Forensik
sebagai salah satu cabang spesialisasi (profesi) dari ilmu Antropologi
merupakan bidang ilmu terapan yang semakin dibutuhkan guna untuk
14
mengidentifikasi manusia, terutama yang sudah mati, karena kondisi
jenazah yang mengalami banyak atau sedikit perubahan mulai dari
penampakan fisiknya maupun material organik dan kimiawi yang ada di
dalamnya yang disebabkan oleh paparan sumber panas (api).
Beberapa studi mengahasilkan beberapa kategori proses pada pola bakar
jenazah yaitu :
- Posisi jasad dan tutupan jaringan lunak pada tulang
- Perubahan warna karena paparan api pada tulang
- Biomekanik retakan/patahan pada tulang yang terbakar.
15
b. Penentuan jenis kelamin dengan os pelvis, os pubis (kemaluan), tulang
usus. Jka os pubis berbeentuk huruf V maka korban tsb jenis kelamin
laki-laki.
8. Bagaimana kegunaan dan cara identifikasi tulang rahang dan gigi dalam
forensik?
16
A. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi
ragawi
1) Ras Caucasoid dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Permukaan lingual rata pada gigi seri / insisive 1.21.1,2.1 2.2
b. Sering gigi-geligi -> crowded
c. Gigi molar pertama bawah (3.6,4.6), lebih panjang, tapered
d. Dalberg (1956) : buko-palatal < (P2, 1.5, 2.5), mesio-distal
e. Sering cups carabeli pada 1.6,2.6 -> palatal
f. Lengkung rahang sempit
2) Ras Mongoloid dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Menurut Herdlicka (1921) bahwa gigi insisive mempunyai
perkembangan penuh pada permukaan palatal bahkan lingual
sehingga shovel shaped insicor cungulum jelas dominan (pada
gigi 1.1,1.2,2.1,2.2)
b. Fissure-fissure gigi molar
c. Bentuk gigi molar -> segiempat dominan
3) Ras Negroid dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Menurut R.Biggerstaf bahwa premolar akar premolar
(1.4,1.5,2.4,2.5) cenderung membelah atau terdapat tiga akar -
> trifurkasi
b. Bahwa cenderung bimaxillary protrusion -> monyong
c. Bahwa molar ke-4 sering ditemukan (banyak)
d. Premolar pertama bawah (1.4,2.4) terdapat 2 atau 3 cups
e. Gigi molar berbentuk segiempat membuat (mirip dmk)
4) Ras Australoid
Yang termasuk dalam ras ini adalah : suku amborigin dan suku-
suku dikepulauan kecil pacifik
5) Ras khusus
a. Bushman
Suku ini bermukim dinegara Spanyol
17
b. Vedoid
Yang termasuk suku ini bermukim di Afrika Tengah
c. Polynesian
Yang termasuk suku ini bermukim dipulau-pulau kecil di
lautan Himdia dan dilautan Afrika.
B. Identifikasi jenis kelamin melalui gigi-geligi
18
Pada pria lengkung rahang lebih besar dari pada wanita karena
relative gigi-geligi pria jarak mesio distal lebih panjang-di banding
kan dengan wanita.sedangkan palatum pada wanita lebih kecil dan
bentuk parabola.Dan pada pria palatum lebih luas serta bentuk
huruf U.
2. Identifikasi jenis kelamin melalui Lengkung Rahang bawah
Lengkyng rahang bawah pria lebih besar dari wanita karena gigi-
geligi wanita jarak mesio distalnya lebih kecil daripada pria
3. Identifikasi jenis kelamin melalui tulang rahang
Terdapat berbagai sudut pandang pada setiap region dan bentuk
serta besar dari rahang pria maupun wanita yang sangat
berbeda.Hal ini dapat digunakan sebagai sarana atau data
identifikasi jenis kelamin melalui tulang rahang bawah.
a. Identifikasi jenis kelamin melalui sudut gonion
Sudut gonion pria lebih kecil dibandingkan sudut gonion
wanita.
b. Identifikasi jenis kelamin melalui tinggi Ramus Ascendens
Ramus ascendens pria lebih tinggi dan lebih besar dari pada
wanita
c. Identifikasi jenis kelamin melalui Inter Processus
Jarak prosessus Condyloideus dan ganprosessus Coronoideus
pada pria lebih jauh di banding kan dengan wanitya. dengan
kata lain pada pria mempunyai jarak lebih panjang di
bandingkan dengan wanita
d. Identifikasi jenis kelamin melalui Lebar Ramus Ascendens
Identifikasi jenis kelamin melalui Ramus Ascendens pada pria
mempunyai jarak yang lebih lebar di banding kan dengan
wanita
e. Identifikasi jenis kelamin melalui Tulang Menton (dagu)
19
Identifikasi jenis kelamin melalui tulang Menton pria atau
tulang dagu pria yang di maksut lebih ke anterior dan lebih
besar.
f. Identifikasi jenis kelamin melalui Pars Basalis Mandibula
Pada pria parsbasalis mandibular lebih panjang dibandingkan
dengan wanita dalam bidang horizontal.
g. Identifikasi jenis kelamin melalui Processus Coronoideus
Tinggi prosessus Coronoideus pada pria lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita dalam bidang vertical.
h. Identifikasi jenis kelamin melalui table tulang Menton
Tulang menton pria dalam ukuran pabio lebih tebal dibanding
kandenagn wanita,hal ini kemungkinan masa pertumbuhan dan
perkembangan rahangp rialebih lama dibandingkan dengan
wanita
Ukuran ini sanganlah relative tergantung dari ras,subras dan
hannya dibandingkan sesame etnik-etniksaja.
i. Identifikasi jenis kelamin melalui lebar dan tebal Prosessus
Condyloideus
Bentuk prosessus condyloideus bermacam-macam,baik pria
maupunwanita. Tetapi mempunyai tebal dan lebar yang sama
Pada pria ukuran diameter prosessusnya lebih besar di banding
kandenagn wanita, hal ini karena ukuran anterior posterior dan
Latero medio lebih besar di bandingkan dengan wanita
D. Identifikasi umur korban (janin) melalui benih gigi
E. Identifikasi umur korban melalui gigi sementara
F. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran
G. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap
H. Identifikasi korban melaluikebiasaan menggunakan gigi
I. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi
J. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi
20
K. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur
L. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan
dari sel dalam rongga mulut
M. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya
N. Identifikasi wajah korban dari rekontruksi tulang rahang
dan tulang facial
O. Identifikasi wajah korban
P. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku
Q. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban massal
R. Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik
S. Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik
T. Victim Identification Form
21
KERANGKA KONSEP
komparatif Rekontruktif
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Widya Larasati, Muhammad Galih Irianto, Eka Cania Bustomi I Peran
Pemeriksaan Odontologi Forensik Dalam Mengidentifikasi Identitas Korban
Bencana Masal. 2018. Universitas Lampung.
Ananta Tantri Budi .Peran Restorasi Gigi Dalam Proses Identifikasi Korban (The
Role Of Dental Restoration In Victim Identification) . 2014. Departemen
Odontologi Forensik Fakultas Kedokteran Gigi Universias Airlangga.
Muhammad Galib A. 2018. Pola Bakar Pada Kasus Jenazah Terbakar Pada Studi
Kasus Jenazar Terbakar Di Jawa Timur .Prodi Antropologi. Airlangga; Surabaya.
Senn, David R; Stimson Paul G. Forensic Dentistry. Second Edition. Crc Press.
Boca Raton. 2010.
24