PROPOSAL SKRIPSI
1710211065
i
DAFTAR ISI
ii
II.4 Hubungan NAFLD dengan DM tipe 2 ....................................................25
II.5 Kerangka Teori ........................................................................................27
II.6 Kerangka Konsep ....................................................................................27
II.7 Penelitian Relevan ...................................................................................28
BAB III ..................................................................................................................32
METODE PENELITIAN .......................................................................................32
III.1 Desain Penelitian .................................................................................32
III.2 Waktu Penelitian ..................................................................................32
III.3 Subjek Penelitian .................................................................................32
III.3.1 Populasi ............................................................................................32
III.3.2 Sampel ..............................................................................................32
III.4 Kriteria Jurnal ......................................................................................32
III.4.1 Kriteria Inklusi .................................................................................32
III.4.2 Kriteria Ekslusi ................................................................................33
III.5 Metode Narrative Review ....................................................................33
III.5.1 Strategi Pencarian Literatur..............................................................33
III.5.2 Sumber Data .....................................................................................35
III.5.3 Teknik Analisis Data ........................................................................36
III.6 Sintesis Data ........................................................................................36
III.7 Alur Penelitian .....................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................38
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
lipoprotein (VLDL), yang mengandung sebagian besar trigliserida dalam
serum.
Pada penelitian meta analisis terbaru dari total 19 penelitian
observasional yang melibatkan 296.439 subjek (30.1% dengan NAFLD)
dan kurang lebih 16.000 kasus diabetes terjadi dalam median 5 tahun,
ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara NAFLD
dengan peningkatan resiko insidensi sebanyak 2 kali lebih besar
terjadinya diabetes melitus tipe 2 (Mantovani et al., 2018). Pada pasien
dengan NAFLD, kemampuan insulin untuk menekan produksi glukosa
terganggu (Yki-Järvinen, 2014). Sejauh ini beberapa penelitian
membuktikan bahwa NAFLD dapat berprogresi menjadi diabetes melitus
tipe II. Tujuan dari tinjauan pustaka ini adalah untuk mengetahui apakah
peningkatan enzim transaminase yang merupakan salah satu indikator
penilaian pada pasien NAFLD dapat menjadi prediktor dalam peningkatan
resiko terjadinya diabetes melitus tipe 2.
2
transaminase pada pasien NAFLD sebagai resiko terjadinya penyakit DM
tipe 2.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
f. Nutrisi parenteral
g. Abetalipoproteinemia
h. Obat-obatan (amiodarone,
methotrexate, tamoxifen,
kortikosteroid)
2. Mikrovaskular steatosis a. Sindrom Reye
b. Obat-obatan (valproate, obat anti
retroviral)
c. Penyakit perlemakan hati akibat
kehamilan
d. Sindrom HELLP (hemolysis, elvated
liver enzymes, low platelet count)
e. Kelainan metabolisme bawaan
(defisiensi LCAT, penyakit
penyimpanan kolesterol ester, penyakit
Wolman)
Sumber : AASLD, 2018
5
Wilayah Populasi Studi Prevalensi NAFLD (%)
Amerika Serikat Pediatrik 13- 14
Populasi general 27 – 34
Obesitas Morbid 75 – 92
Eropa Amerika 33
Hispanik Amerika 45
Afrika Amerika 24
Eropa Pediatrik 2,6 – 10
Populasi general 20 – 30
Negara- negara Barat Populasi general 20 – 40
Obesitas atau diabetes 75
Obesitas morbid 90 – 95
Dunia Obesitas 40 – 90
Timur Tengah Populasi general 20 – 30
Far East Asia Timur Populasi general 15
Pakistan Populasi general 18
Sumber : WGO Global Guidlines., 2012
6
NAFLD dan diabetes melitus memiliki hubungan dua arah
(bidirectional yang disebabkan karena kesamaan patogenesis (Lonardo et
al., 2016). Penderita NAFLD memiliki peningkatan resiko menjadi
diabetes melitus, didapatkan dari penelitian Fukuda dengan menggunakan
desain penelitian kohort retrospektif selama 12,8 tahun dan ditemukan
bahwa insidensi diabetes melitus pada pasien NAFLD lebih tinggi
dibandingkan yang non-NAFLD (Fukuda et al., 2016).
Menurut WGO Global Guidelines, 2012 terdapat faktor resiko dan kondisi
yang berhubungan dengan NAFLD (Labrecque et al., 2014).
7
• Obesitas, • Hiperlipidemia
• Resistensi insulin /
peningkatan IMT • Resistensi/
sindrom metabolik
dan lingkar sindrom
• Operasi jejunoileal
pinggang metabolik
bypass
• Diabetes tidak • DM tipe 2
• Usia (resiko tertinggi
terkontrol, • Hepatitis C
40-65tahun) tetapi
hiperglikemia, • Penurunan berat
dapat terjadi pada
hipertrigliseride badan drastis
usia < 10 tahun
mia • Nutrisi
• Etnik/ras : resiko
• Gaya hidup tidak parenteral total
tertinggi Hispanik
sehat, inaktifitas • Penyakit Wilson,
dan Asia, terendah di
fisik penyakit Weber-
Afrika – Amerika
• Resistensi insulin Christian,
• Riwayat keluarga
• Sindrom lipoproteinemia
(presdiposisi genetik)
metabolik beta,
• Obat-obatan dan
• Usia diverticulosis,
toksin (contoh :
• Faktor genetik PCOS, obstruksi
amiodarone, coralgil,
apnea tidur
tamoxifen,
perhexiline, maleate,
kortikosteroid,
estrogen sintetis,
methotrexate,
tetrasiklin IV, highly
active antiretroviral
drugs (HAART).
Sumber : WGO Global Guidelines, 2012
8
trigliserida di hati atau steatosis. Hal ini menyebabkan hati sangat rentan
untuk mengalami “second hits” seperti sitokin inflamasi atau adipokin,
disfungsi mitokondria dan stress oksidatif yang akhirnya akan
menyebabkan steatohepatitis dan fibrosis (Dowman, Tomlinson and
Newsome, 2009).
Gambar 1. Patogenesis NAFLD “two hit hypothesis”
9
Terakhir, stres oksidatif akan mengurangi kemampuan hepatosit
matur untuk berproliferasi sehingga menghambat jalur regenerasi dari hati,
karena jalur ini akan digantikan oleh hepatic progenitor cell (HPC).
Sehingga kegagalan proliferasi progenitor hepatosit di representasikan
menjadi “hit” ketiga dalam patogenesis NAFLD (Dowman, Tomlinson
and Newsome, 2009). Maka dapat disimpulkan bahwa patogenesis
NAFLD merupakan gabungan dari beberapa faktor penyebab yang dikenal
dengan sebutan “multi hit hypothesis” (Labrecque et al., 2014).
Gambar 3. Patogenesis NAFLD “3-hit hypothesis”
10
Sumber : WGO Global Guidelines, 2012
11
II.1.7 Manifestasi Klinis NAFLD
12
jaundice, ensefalopati hepatik pada pemeriksaan fisik jika penyakit hati
telah berprogresi atau stadium lanjut (Labrecque et al., 2014; Rinella,
2015)
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat menentukan apakah pasien
menderita NAFLD atau tidak, tetapi pemeriksaan ini bukan yang
utama dalam menegakkan diagnosis NAFLD. Terdapat peningkatan
konsentrasi AST (SGOT) dan ALT (SGPT) tetapi pada 10% pasien
konsentrasi ini dapat normal. Rasio SGOT/SGPT kurang dari 1,
sedangkan pada perlemakan hati alkoholik didapatkan lebih dari 2
(Labrecque et al., 2014).
Dalam menyingkirkan penyebab lain dari NAFLD hal-hal ini harus
diperhatikan yaitu : pemeriksaan viral hepatitis, penyakit perlemakan
hati karena konsumsi alkohol, autoimmune liver disease, kelainan
kongenital yang menyebakan penyakit kronik hati seperti
hemokromatosis herediter dll., serta penyakit hati yang diinduksi oleh
obat-obatan (Labrecque et al., 2014).
c. Pencitraan
Gambaran perlemakan hati dapat terkonfirmasi pada pemeriksaan
pencitraan. Cara ini merupakan cara penegakkan diagnosis NAFLD
yang tidak infasif. Ultrasonografi (USG) merupakan modalitas pertama
untuk steatosis hepatik yang dapat melihat penilaian kualitatif pada
gambaran perlemakan hati. USG efektif untuk mendiagnosis steatosis
ketika lebih dari 33% hepatosit mengalami steatotik, tetapi jika
didapatkan gambaran USG normal tidak dapat menghilangkan
diagnosis perlemakan hati ringan. Selain USG dapat digunakan juga
modalitas pencitraan CT scan dan MRI (Dyson, Anstee and
McPherson, 2014). Berikut tabel derajat perlemakan hati
menggunakan ultrasonografi.
Tabel 4 Derajat Perlemakan Hati secara Ultrasonografi
No. Derajat Gambaran pada USG
13
Peningkatan ekogenitas difus parenkim
hati dibandingkan dengan korteks ginjal,
1. Ringan (mild) tetapi pembuluh darah intrahepatik
masih tervisualisasi normal
Peningkatan ekogenitas difus moderat
Sedang (moderate) parenkim hati dengan visualisasi
2.
pembuluh darah intraheik sedikit kabur
Peningkatan ekogenitas hati nyata
3. Berat (severe) dengan sulitnya visualisasi dari dinding
vena porta dan diafragma.
Sumber : (Sporea et al., 2009)
d. Biopsi Hati
Biopsi hati merupakan pemeriksaan yang infasif, tetapi ini
diperlukan agar dapat menegakkan diagnosis secara derajat histologis
dari kerusakan NAFLD. Dalam penilaiannya digunakan sistem skoring
histologis NAFLD yang disebut dengan NALFD Activity Score
(NAS).
Tabel 5 Sistem Skoring NAS
Gambaran histologis Skor Kategori
0 < 5%
1 5-33%
Steatosis 2 34-66%
3 >66%
0 Tidak ada
Hepatosit degenerasi
1 Beberapa sel
balon
2 Banyak
0 Tidak ada
1 1-2 foci/20 lapang pandang
Inflamasi lobular 2 2-4 foci/ 20 lapang pandang
3 >4 foci/ 20 lapang pandang
14
≥5 Definite NASH
3-4
NAS Total 0-8 Probable NASH
≤2 Bukan NASH
0 Tidak ada
1a Zona 3 ringan perisinusoidal fibrosis
1b Zona 3 sedang fibrosis perisinusoidal
1c Fibrosis periportal saja
Stadium Fibrosis
2 Zona 3 dengan periportal fibrosis
3 Bridging fibrosis
4 sirosis
15
II.2.2 Epidemiologi Diabetes Melitus
2019 2030
Penderita Penderita
Urutan Negara diabetes Urutan Negara diabetes
(juta) (juta)
116.4 140.5
1 China 1 China
(108.6-145.7) (130.3-172.3)
77 101
2 India 2 India
(62.4-96.4) (81.6-125.6)
31 34.4
3 USA 3 USA
(26.7-35.8) (29.7-39.8)
19.4 26.2
4 Pakistan 4 Pakistan
(7.9-30.4) (10.9-41.4)
16.8 21.5
5 Brazil 5 Brazil
(15-18.7) (19.3-24)
12.8 17.2
6 Meksiko 6 Meksiko
(7.2-15.4) (9.7-20.6)
16
10.7 13.7
7 Indonesia 7 Indonesia
(9.2-11.5) (11.9-14.9)
9.5 11.9
8 Jerman 8 Mesir
(7.8 -10.6) (6.4-13.5)
8.9 11.4
9 Mesir 9 Bangladesh
(4.8-10.1) (9.4-14.4)
8.4 10.1
10 Bangladesh 10 Jerman
(7-10.7) (8.4-11.3)
17
Gambar 7. Prevalensi Diabetes Melitus berdasarkan Diagnosis
Dokter Menurut Usia, Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal
18
(MODY 4 : kromosom 13, faktor
promoter insulin-1; MODY 6 :
kromosom 2, neuroD1; MODY 7 :
kromosom 9, karboksil ester lipase)
5. Transient Neonatal Diabetes
6. Permanent Neonatal Diabetes
7. DNA Mitokondria
8. Lainnya
b. Kelainan genetik kerja insulin :
resistensi insulin tipe A, Leprechaunism,
Sindrom Rabson-Medenhall, Diabetes
Lipoatrofi, lainnya
c. Penyakit eksokrin pankreas :
pankreatitis, trauma(pankreaktomi),
neoplasia, fibrosis kistik,
hemokromatosis, fibrokalkulus
pankreatopati, lainnya
d. Endokrinopati : akromegali, sindrom
cusing, glukagonoma, feokromositoma,
hipertiroidisme, somaostatinoma,
aldosteronoma, lainnya
e. Obat-obatan dan zat kimia : vscor,
pentamidine, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormon tiroid,
diazoxide, agonis β-adrenergik, tiazid,
dilantin, γ- interferon, lainnya
f. Infeksi : rubella kongenital,
Cytomegalovirus, lainnya
g. Imunologik (jarang) : sindrom Stiff-man,
antibodi reseptor anti insulin, lainnya
h. Sindrom genetik lainnya : sindrom
19
Down, sindrom Klinefelter, sindrom
turner, sindrom Wolfram, Ataxia
Friedreich, Chorea Huntington, sindrom
Laurence- Moon-Biedl, distrofi
miotonik, porfiria, sindrom Prader-Willi,
Lainnya
Diabetes Gestasional Diabetes yang didiagnosis pada trimester
kedua atau ketiga kehamilan dimana
sebelum kehamilan tidak didapatkan
diabetes
Sumber : American Diabetes Association, 2020 ; Perkeni, 2019
20
menjadi hal yang kontroversial tetapi banyak penelitian yang mendukung
bahwa resistensi insulin terjadi lebih dahulu dibandingkan kelainan sekresi
insulin, tetapi diabetes hanya dapat terjadi ketika sekresi insulin sudah
inadekuat (Dr Fauci, Longo, Kasper, Hauser, Jameson, 2017). Terdapat 11
organ yang berperan sentral dalam patogenesis DM tipe 2 yang dikenal
dengan sebutan the egregious eleven (Schwartz et al., 2016) :
1) Kegagalan sel beta pankreas
Kegagalan fungsi sel beta pankreas dalam menghasilkan insulin dan
didapatkan adanya penurunan massa pada sel beta pankreas
menyebabkan terjadinya penurunan sekresi insulin. Hal ini disebabkan
karena beberapa faktor yaitu faktor gen, resistensi insulin, faktor
lingkungan, inflamasi regulasi imun. Ini merupakan organ terakhir
yang menjadi penyebab utama dari hiperglikemia
2) Disfungsi sel alfa pankreas
Sel alfa menghasilkan glukagon yang berperan dalam mengatur kadar
glukosa darah pada saat puasa, yang dimana sintesis glukagon akan
meningkat. Dalam hal ini, karena terjadi disfungsi sel alfa dalam
keadaan puasa akan terjadi terus menerus peningkatan produksi
glukosa hati atau hepatic glucose production (HGP) sehingga dalam
keadaan basal mengalami peningkatan yang bermakna dibandingkan
dengan individu normal.
3) Sel adiposa
Resistensi insulin menyebabkan peningkatan lipolisis sel adiposa
sehingga free fatty acid (FFA) dalam plasma juga meningkat, hal ini
merangsang proses glukoneogenesis dan menyebabkan terjadinya
resistensi insulin di hepar dan otot. Proses ini disebut dengan
lipotoksisitas.
4) Otot
Pada resistensi insulin, otot mengalami gangguan fosforilasi tirosin
yang menyebabkan gangguan transport glukosa ke dalam sel otot,
penurunan sintesis glikogen dan penurunan oksidasi glukosa.
21
5) Hepar
Glukoneogenesis yang terjadi di hepar meningkat diakibatkan karena
resistensi insulin yang pada akhirnya terjadi peningkatan produksi
glukosa dalam keadaan basal (hepatic glucose production).
6) Otak
Pada seseorang yang obesitas akan terjadi resistensi insulin di otak
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan nafsu makan.
7) Mikrobiota di kolon
Terdapat perubahan mikrobiota yang berhubungan dengan DM tipe I,
II dan obesitas, probiotik dan prebiotik menjadi mediator yang
menyebabkan terjadinya hiperglikemia
8) Usus halus
Terjadi penurunan efek inkretin yang disebabkan karena defisiensi
glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan resisten dengan hormon
gastric inhibitory poplypeptide (GIP) sehingga karbohidrat yang ada di
dalam saluran pencernaan cepat mengalami penyerapan yang berakibat
peningkatan glukosa darah setelah makan.
9) Ginjal
Ginjal memfiltrasi dan menyerap kembali glukosa melalui sodium
dependent glucose co-transporter (SGLT) di tubulus kontortus
proksimal, sebagian besar dilakukan oleh SGLT-2. Pada pasien DM
tipe 2 terjadi upregulasi dari gen SGLT-2 yang menyebabkan
reabsorbsi glukosa di dalam ginjal mengalami peningkatan.
10) Lambung
Kerusakan sel beta pankreas menyebabkan produksi amylin di
lambung mengalami penurunan sehingga terjadi percepatan
pengosongan lambung yang berakibat peningkatan absorbs glukosa di
usus halus.
11) Sistem imun
Terjadi inflamasi derajat rendah yang merupakan bagian dari aktivasi
sistem imun bawaan dan berperan dalam menginduksi stress pada
22
endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin.
Pada DM tipe 2 didapatkan adanya inflamasi kronik derajat rendah
pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot.
23
c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL dengan keluhan
klasik.
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6.5% dengan menggunakan metode
terstandarisasi National Glycohaemoglobin Standarization Program
(NGSP).
e. Keluhan klasik DM adalah poliuri, polidipsi, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yaitu
lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada
pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Jika hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM
tipe 2 maka dapat dikategorikan ke dalam kelompok prediabetes yaitu
toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu
(GDPT)
1) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) yaitu hasil pemeriksaan
glukosa plasma puasa antara 100 – 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO
glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dL
2) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) yaitu hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO antara 140 – 199 mg/dL dan glukosa
plasma puasa < 100 mg/dL
3) Bersama – sama didapatkan GDPT dan TGT
4) Diagnosis prediabetes dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c 5.7 – 6.4%
Tabel 8 Kadar Tes Laboratorium Tes Darah untuk Diagnosis
Diabetes dan Prediabetes
HbA1c Glukosa Darah Glukosa Plasma 2 Jam
(%) Puasa (mg/dL) setelah TTGO (mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
24
II.3 Enzim Transaminase
25
dengan peningkatan resiko insidensi sebanyak 2 kali lebih besar
terjadinya DM tipe 2 (Mantovani et al., 2018). Pada pasien dengan
NAFLD mengalami peningkatan resistensi insulin lebih besar
dibandingkan yang tidak mengalami NAFLD. Seseorang yang mengalami
resistensi insulin, pankreas akan mensekresikan lebih banyak insulin dan
menurunkan insulin clearance sehingga dapat mempertahankan
konsentrasi insulin di perifer untuk mencegah terjadinya diabetes
(Gastaldelli and Cusi, 2019). Resistensi insulin pada pasien NAFLD
terjadi di otot, hati, dan jaringan adiposa, sehingga produksi glukosa hepar
dan lipolisis jaringan adiposa hanya dapat ditekan oleh sebagian kecil
insulin yang menyebabkan tingginya kadar glukosa puasa dan asam lemak
bebas (Gastaldelli and Cusi, 2019).
Pada pasien NAFLD terjadi gangguan sekresi insulin. Hal ini
dibuktikan pada pasien NAFLD hanya dapat berprogresi menjadi diabetes
ketika sel beta pankreas tidak dapat mensekresikan insulin untuk
mengimbangi keparahan resistensi insulin yang terjadi di perifer
(Gastaldelli and Cusi, 2019).
Dalam keadaan puasa hepar menghasilkan glukosa yang disebut
dengan hepatic glucose production (HGP). Glukosa ini dihasilkan dari
proses glikogenolisis atau gluconeogenesis yang diregulasi oleh hormon
insulin pankreas dan glukagon. Pada pasien NAFLD dan DM Tipe 2
terjadi resistensi insulin pada hepar sehingga insulin tidak dapat menekan
produksi glukosa endogen yang terjadi di hepar (Gastaldelli and Cusi,
2019).
26
II.5 Kerangka Teori
27
II.7 Penelitian Relevan
Tabel 9 Penelitian Relevan
Nama dan
Judul
Tahun Metode Hasil Penelitian
Penelitian
Penelitian
L Xu, C Q “Liver enzymes • Sampel berasal • Sampel
Jiang, C M and incident dari sebanyak
Schooling, diabetes in Guangzhou 10764 berusia
W S Zhang, China: a Biobank ≥ 50 tahun
K K Cheng, prospective Cohort Study tanpa riwayat
T H Lam analysis of 10 yang direkrut diabetes
764 participants dari tahun sebelumnya
in the 2003-2008 • Pada 1228
Guangzhou yang dilakukan (11.4%)
Biobank Cohort follow up menjadi
Study” sampai akhir diabetes
tahun 2012 selama median
• Menggunakan follow-up 4
model tahun
multivariabel • Menggunakan
linear PLS resiko
generalisata terjadinya
dan PLS diabetes lebih
(partial least tinggi 18%
square) untuk (95% CI 8%
memeriksa ke 27%) per 1
hubungan SD di log
antara ALT, ALT, dan
AST dan GGT lebih tinggi
dengan 36% (95% CI
28
diabetes 26% ke 52%)
• Diabetes terhadap log
diartikan GGT
dengan • Tidak ada
penggunaan hubungan
pengobatan dengan AST
hipoglikemia (relative risk
atau insulin 0.92, 95% CI
selama follow- 0.85 ke 1.01)
up , atau • Kesimpulan :
glukosa puasa ALT tetapi
≥ 7 mmol/L, bukan AST
atau TTGO ada hubungan
2jam, glukosa terhadap
≥ 11.1 mmol/L kejadian
selama diabetes
pemeriksaan
follow-up.
Stefano “Nonalcoholic • Menggunakan • Pada 11720
Ballestri, Fatty Liver sistematik sampel
Stefano Disease Is review dengan (berasal dari
Zona, Associated With studi prospektif 20 studi) yang
Giovanni an Almost menggunakan melakukan
Targher, Twofold pencarian follow up
Dante Increased Risk database selama median
Romagnoli, of Incident Type dengan 5 tahun ( jarak
Enrica 2 Diabetes and menggunakan waktu 3-14.7
Baldelli, Metabolic kriteria inklusi tahun)
Fabio Syndrome. serta ekslusi • NAFLD
Nascimbeni, Evidence From berhubungan
29
Alberto a Systematic dengan
Roverato, Review and peningkatan
Giovani Meta-Analysis” resiko
Guaraldi, insidensi DM
Amedeo tipe 2 dengan
Lonardo relatif resiko
1.97 (95% CI,
1.8-2.15)
untuk ALT,
1.58 (95% CI,
1.43-1.74)
untuk AST,
1.86 (95% CI,
1.71-2.03)
untuk GGT
dan 1.86%
(95% CI, 1.76-
1.95) untuk
USG
• Kesimpulan :
NAFLD yang
didiagnosis
oleh enzim
hepar atau
USG adanya
peningkatan
resiko
terjadinya
insidensi DM
tipe 2 pada
30
median 5
tahun follow
up
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober
2020.
III.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah jurnal penelitian mengenai kadar
enzim hepar pada pasien NAFLD terhadap resiko kejadian DM tipe II.
III.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah jurnal yang memenuhi kriteria inklusi
serta eksklusi mengenai kadar enzim transaminase pada pasien NAFLD
terhadap resiko kejadian DM tipe II.
32
- Subjek pada penelitian ini adalah manusia
- Tipe outcome yang diukur adalah kadar enzim hepar (transaminase)
pada pasien dan kejadian diabetes melitus
III.4.2 Kriteria Ekslusi
- Penelitian dengan metode yang tidak jelas tercantum dengan jurnal
- Jurnal yang ditampilkan tidak full text
33
Gambar 11. Alur Pemilihan Jurnal
34
age and gender: A secondary
analysis based on a large cohort
study in China”
4. Ji Hun Choi,a,* Eun Jung Rhee,b,* Ji “Increased Risk of Type 2 Diabetes
Cheol Bae,a Se Eun Park,b Cheol in Subjects with Both Elevated Liver
Young Park,b Yong Kyun Cho,c Enzymes and Ultrasonographically
Ki Won Oh,b Sung Woo Park,b and Diagnosed Nonalcoholic Fatty Liver
Won Young Leeb (2013) Disease: A 4-year Longitudinal
Study”
5. Sean Chun-Chang Chen1, Shan “Liver Fat, Hepatic Enzymes,
PouTsai2, Jing-Yun Jhao2,3, Wun-Kai Alkaline Phosphatase and the
Jiang2,3, Chwen KengTsao2 & Ly- Risk of Incident Type 2 Diabetes:
Yun Chang2,3,4 (2017) A Prospective Study of 132,377
Adults “
6. Hye-Ran Ahn1, Min-Ho Shin1, Hae- “The association between liver
Sung Nam2, Kyeong-Soo Park3, enzymes and risk of type 2 diabetes :
Young-Hoon Lee4, Seul-Ki Jeong5, the Namwon study”
Jin-Su Choi1 and Sun-Seog
Kweon1*(2014)
7. R. Oka, T. Aizawa, K. Yagi, K. “ Elevated liver enzyme are related
Hayashi, M. Kawashiri, M. to progression to impaired glucose
Yamagishi (2013) tolerance in Japanese men”
35
III.5.3 Teknik Analisis Data
Analisis data pada literatur ini bersifat kualitatif yang dimana
mencari keterkaitan antara data yang ada pada literatur dengan masalah
yang akan dikaji oleh penulis.
36
Gambar 12. Alur Penelitian
37
DAFTAR PUSTAKA
Ballestri, S., Zona, S., Targher, G., Romagnoli, D., Baldelli, E., Nascimbeni, F.,
Roverato, A., Guaraldi, G., & Lonardo, A. (2016). Nonalcoholic fatty liver
disease is associated with an almost twofold increased risk of incident type
2 diabetes and metabolic syndrome. Evidence from a systematic review
and meta-analysis. Journal of gastroenterology and hepatology, 31(5),
936–944. https://doi.org/10.1111/jgh.13264
38
7.
Gastaldelli, A. and Cusi, K. (2019) ‘From NASH to diabetes and from diabetes to
NASH: Mechanisms and treatment options’, JHEP Reports. Elsevier B.V.
on behalf of European Association for the Study of the Liver (EASL),
1(4), pp. 312–328. doi: 10.1016/j.jhepr.2019.07.002.
39
models: NAFLD, HCV and HIV’, World Journal of Gastroenterology.
doi: 10.3748/wjg.v22.i44.9674.
Mantovani, A. et al. (2018) ‘Nonalcoholic fatty liver disease and risk of incident
type 2 diabetes: A meta-analysis’, Diabetes Care, 41(2), pp. 372–382. doi:
10.2337/dc17-1902.
Oh, R. C. et al. (2017) ‘Mildly Elevated Liver Transaminase Levels: Causes and
Evaluation’, American family physician, 96(11), pp. 709–715.
Schwartz, S. S. et al. (2016) ‘The time is right for a new classification system for
diabetes: Rationale and implications of the β-cell-centric classification
schema’, Diabetes Care. doi: 10.2337/dc15-1585.
40
Sporea, I. et al. (2009) ‘The value of transabdominal ultrasound for assessment of
the severity of liver steatosis as compared to liver biopsy’, Central
European Journal of Medicine. doi: 10.2478/s11536-009-0067-9.
Tjokroprawiro, A. et al. (2015) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.2: Fakultas
Kedokteran Universitas ... - Google Buku, Perpustakaan Nasional RI.
Wong, S.-W. and Chan, W.-K. (2020) ‘Epidemiology of non-alcoholic fatty liver
disease in Asia’, Indian Journal of Gastroenterology, 39(1), pp. 1–8. doi:
10.1007/s12664-020-01018-x.
W. S., Cheng, K. K., & Lam, T. H. (2015). Liver enzymes and incident diabetes in
China: a prospective analysis of 10 764 participants in the Guangzhou
Biobank Cohort Study. Journal of epidemiology and community
health, 69(11), 1040–1044. https://doi.org/10.1136/jech-2015-205518
41