Editorial
Maj Kedokt Indon,
V
olum: 57, Nomor: 7, Juli 2007
Pengembangan Obat
T
radisional Indonesia
Menjadi Fitofarmaka*
Hedi R. Dewoto
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
Pendahuluan
Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak
digunakan oleh masyarakat dalam usaha pengobatan sendiri
(
self-medication
), profesi kesehatan/dokter umumnya masih
enggan untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Hal
tersebut berbeda dengan di beberapa negara tetangga seperti
Cina, Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan
pengobatan tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan
formal.
Alasan utama keengganan profesi kesehatan untuk
meresepkan atau menggunakan obat tradisional karena bukti
ilmiah mengenai khasiat dan keamanan obat tradisional pada
manusia masih kurang.
1
khususnya oleh
205
*
Disampaikan pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar
T
etap
dalam Ilmu Farmakologi pada
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta 14 Juli 2007
Maj Kedokt Indon,
V
olum: 57, Nomor: 7, Juli 2007
Pengembangan Obat T
radisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka
industri jamu dan yang didaftarkan ke Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia berjumlah
283 spesies tanaman.
1
Selain itu didapatkan juga obat antikanker yang berasal dari sumber bahan alam seperti
aktinomisin, bleomisin, dan daunorubisin yang diisolasi dari
jamur dan bakteri.
T
abel 1. Obat yang Berasal dari
T
anaman
1,7
Nama Obat
Nama sumber
T
anaman
Kegunaan
Kolkisin
Colchicum autumnale
Gout
Digitalis
Digitalis purpurea
Gagal jantung
Opium
Papaver somniferum
Analgesik
Kina
Cinchona ledgeriana
Antimalaria
Artemisinin
Artemisin annua
Antimalaria
V
inkristin
V
inca r
osea
Antikanker
V
inblastin
V
inca r
osea
Antikanker
Meningkatnya minat masyarakat terhadap obat tradisional memacu industri farmasi di Indonesia untuk ikut
memproduksi obat tradisional.
T
abel 2.
Jumlah dan Jenis Industri Obat
T
radisional yang Didaftar di Badan POM
11
T
ahun
Industri Kecil
Industri Obat
Industri Jumlah
Obat
T
radisional
T
radisional
Farmasi
2002
29
10
16 55
2003
164
58
82
304
2004
217
54
85
356
2005
197
47
87
331
2006
172
40
79
291
Penelitian Obat
T
radisional Indonesia
Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya
bangsa sehingga perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan.
Penelitian obat tradisional Indonesia mencakup penelitian
obat herbal tunggal maupun dalam bentuk ramuan. Jenis
penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi penelitian
budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas,
farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian
di atas, uji klinik masih sangat kurang dilakukan dibandingkan
jenis penelitian lainnya, sehingga data khasiat dan keamanan
obat herbal pada manusia masih sangat jarang. Hal tersebut
antara lain karena biaya penelitian untuk uji klinik sangat
besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat
tradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan
memperlihatkan efek yang jelas pada hewan coba. Penelitian
mengenai budidaya tanaman obat dilakukan untuk memenuhi
206
Pengembangan Obat T
radisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka
Maj Kedokt Indon,
V
olum: 57, Nomor: 7, Juli 2007
Purwoceng (
Pimpinella pruatjan
Molenb), merupakan
tumbuhan liar di hutan pegunungan Dieng yang secara
empiris turun menurun digunakan untuk meningkatkan
vitalitas pria. Penelitian pada tikus jantan cenderung
meningkatkan testosteron. Dewasa ini tanaman tersebut
sudah termasuk langka karena penambangan Purwoceng
secara besar-besaran dan intensifikasi pertanian di pegunungan Dieng. Oleh karena itu dilakukan penelitian
pengembangan di luar habitat asli
di Gunung Putri. Dari
hasil penelitian tersebut didapatkan Purwoceng dapat
dibudidayakan di Gunung Putri, namun produksi dan
mutunya lebih rendah dari pada di pegunungan Dieng.
14
Rosc.), mengkudu (
Morinda citrifolia
L.), salam (
Eugenia
polyantha
W
ight.), dan jambu biji (
Psidium guajava
L.).
13
Perbedaan Obat
T
radisional Indonesia dengan Obat
Modern
T
abel 3.
Perbedaan Obat
T
radisional/obat Herbal dengan Obat
Moderen
9
Obat moderen
Obat tradisional/
obat herbal
Kandungan senyawa
Satu atau beberapa
Campuran banyak
kimia
dimurnikan/sintetik
senyawa alami
Zat aktif
Jelas
Sering tidak diketahui/
atautidak pasti
Kendali mutu
Relatif mudah
Sangat sulit
Efektivitas dan
Ada bukti ilmiah,
Umumnya belum ada
keamanan
uji klinik
bukti ilmiah/uji klinik
Pengembangan Obat T
radisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka
Konsep Pengembangan Obat Bahan
Alam Indonesia
Berdasarkan tingkat pembuktian khasiat, persaratan
bahan baku yang digunakan, dan pemanfaatannya, obat
bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga kelompok,
yaitu: jamu, obat herbal terstandar
, dan fitofamaka (Gambar
1).
18
S
tandarisasi dan Persaratan Mutu Simplisia
Dalam rangka pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka, standarisasi dan persyaratan mutu simplisia obat tradisional
merupakan hal yang perlu diperhatikan.
Simplisia merupakan bahan baku yang berasal dari
tanaman yang belum mengalami pengolahan, kecuali
pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena
kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung
Jamu
Obat herbal
terstandar
Fitofarmaka
T
ahapan Pengembangan Obat
T
radisional Indonesia
Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan
kesehatan formal/profesi dokter
, maka hasil data empirik harus
didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan
penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat
diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik.
T
ahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka
adalah sebagai berikut.
2,9,22
1.
Seleksi
2.
Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
3.
Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pem-
1.
Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki
urutan atas dalam angka
kejadiannya (berdasarkan pola
penyakit)
2.
Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit
tertentu
3.
Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu,
seperti
AIDS dan kanker
.
Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti
tanaman obat yang mendadak populer di kalangan
masyarakat. Sebagai contoh banyak penelitian belakangan
208
Maj Kedokt Indon,
V
olum: 57, Nomor: 7, Juli 2007
Pengembangan Obat T
radisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka
ini dilakukan terhadap tanaman Mahkota Dewa (
Phaleria
macrocarpa
) yang diklaim antara lain bermanfaat untuk
penderita diabetes melitus dan buah merah (
Pandanus
conoideus
Lamk.) yang diklaim antara lain dapat me-
(
lethal
dose
50
T
abel 4.
Hubungan Lama Pemberian Obat pada Manusia dan
Lama Pemberian Obat pada Hewan Coba pada Uji
T
oksisitas
2
1.
Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensial
menimbulkan efek
khusus seperti kanker
, cacat bawaan.
2.
15
Agustus 2007
Pengembangan Obat T
radisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka
etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat
keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan
informed-consent
sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat
menimbulkan efek yang terulangkan (
reproducible)
. Uji klinik
dibagi empat fase yaitu:
Fase I
:
dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat tradisional
Fase II awal:
dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas,
tanpa pembanding
Fase II akhir:
dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan
pembanding
Fase III
:
uji klinik definitif
Fase IV
:
pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang lambat timbulnya
Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di
masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang
merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung
dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat
tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui
uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui
tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.
2
7.
Hoareau L, DaSilva EJ. Medicinal plants: a re-emerging health
aid. Journal of Biotechnology 1999;2(2):57-63. Diunduh dari:
http://www
.ejb.or
g/content/
vol2/ issue2/full/2/
8.
Pramono S. Kontribusi bahan obat alam dalam mengatasi krisis
bahan obat di Indonesia. Jurnal Bahan
Alam Indonesia 2002;l:1820.
9.
T
immermans K.
ASEAN
W
orkshop on the
TRIPS agreement
and traditional medicine; 2001. Diunduh dari:
http://www
.who.or
.id/eng/products/ow5/sub1/
display
. asp?id=4
10.
Badan Pusat Statistik, 1999-2002. Dikutip dari: Supardi S,
Nurhadiyanto F
, Eng SW
. Penggunaan obat tradisional buatan
pabrik dalam pengobatan sendiri di Indonesia. Jurnal Bahan
Alam
Indonesia 2003;2 (4):136-41.
11.
Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan
Kosmetik
Badan POM, 2007.
12.
Soediyani N. Direktur Penilaian Obat Tradisional, Suplemen
Makanan dan Kosmetik-Badan POM, 2007 (komunikasi pribadi).
13.
Moeloek F
A. Herbal and traditional medicine: National perspectives and policies in Indonesia. Jurnal Bahan
Alam Indonesia
2006;5(1):293-97.
14.
Pengembangan Obat T
radisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka
Maj Kedokt Indon,
V
olum: 57, Nomor: 7, Juli 2007
18.
Ritiasa K. Kebijakan pengembangan obat herbal Indonesia.
Disampaikan pada Seminar nasional obat herbal dan akupunktur,
3 Juli 2004.
19.
Ziment I, Rotblatt M. Evidence-based herbal medicine. Philadelphia: Hanley & Belfus, Inc; 2002.
20.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia, 1977.
21.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Obat Kelompok
Fitoterapi, 1985.
22.
Pramono S, Nurwati S, Sugiyanto. Pengaruh lendir daun jati belanda
terhadap berat badan tikus jantan galur
W
istar
.
W
arta
T
umbuhan
0bat Indonesia 2000:6(2).
SS
21
1