TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Teh
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684 berupa biji teh
dari Jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer dan
ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta (Jawa). Berhasilnya penanaman
percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta Jawa Barat) dan di Raung
(Banyuwangi Jawa Timur) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk
Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh
di Jawa. Teh dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1885.
Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Srilangka pada tahun 1877 dan
ditanam oleh R.E. Kerkkhoven di Kebun Gambung Jawa Barat. Sejak saat itu
secara berangsur-angsur teh Assam menggantikan teh China di Indonesia serta
berkembang semakin luas (PT. Perkebunan Nusantara VIII, 2008).
3.020 ha. Kebun teh yang terletak di kaki Gunung Kerinci (3.805 m diatas
permukaan laut), merupakan kebun teh tertinggi ke dua di dunia setelah Kebun
Teh Darjeeling di kaki Gunung Himalaya, India., yang memiliki luas sekitar
500 ha pada ketinggian 4.000 m diatas permukaan laut (PT. Perkebunan
Nusantara VIII, 2008).
Klasifikasi teh menurut Graham (1984); Steenis (1987); dan Tjitrosoepomo
(1989), genus Camellia dibedakan menjadi beberapa spesies teh yaitu sinensis,
assamica, irrawadiensis. Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu
spesies tunggal Camellia sinensis dengan beberapa varietas khusus, yaitu sinensis,
assamica dan irrawadiensis. Tanaman teh Camellia sinensis O.K.Var.assamica
(Mast) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi
Sub divisi
Kelas
Sub kelas
: Dialypetalae
Ordo (bangsa)
: Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku)
: Camelliaceae (Tehaceae)
Genus (marga)
: Camellia
Spesies (jenis)
: Camellia sinensis
Varietas
: Assamica
Teh banyak dikembangkan di Negara-negara tropis dan subtropis.
Perkebunan teh di Indonesia sebagian besar berlokasi di Jawa Barat dengan 72%
dari total areal perkebunan teh di Indonesia. Dengan demikian Jawa Barat juga
mendominasi produksi teh dengan pangsa pasar 66% pada tahun 2001, disusul
Sumatera Utara dengan pangsa pasar 13%, Jawa Tengah sebesar 10%, Jawa
Timur sebesar 4%. Saat ini perkebunan teh PTPN telah berkembang menjadi 44
kebun dengan luas areal 48.815 ha atau 30,99% total area Indonesia,
menghasilkan 82.500 ton atau setara 54,73% total produksi teh Indonesia.
Produksi teh PTPN sebagian besar adalah teh hitam (Orthodox dan CTC).
Produksi teh PTPN sebagian besar dipasarkan untuk tujuan ekspor ke berbagai
belahan dunia. Pembeli teh PTPN yang saat ini masih aktif di Jakarta Tea Auction
antara lain : Unilever, Van Rees, Les Rayner, Suruchi, Sariwangi, Pada Kersa,
Jakarta Tea Trader, Sinar Maluku dan Yousuf Akbani (PT. Perkebunan Nusantara
VIII, 2008).
TEH OLONG
10
Jenis Teh
Teh dalam bahan minuman terbuat dari pucuk tanaman teh (Camellia
sinensis (L.) O. Kuntze) melalui pengolahan tertentu. Menurut Ghani (2002),
penanganan pasca panen teh dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Teh Hijau
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi. Daun teh diperlakukan dengan
panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam).
Komponen kimia dari teh hijau dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Teh Hijau
Komponen
Kafein
Epicatechin
Epicatechin gallat
Epigallocatechin
Epigallocatechin gallat
Flavanol
Tehanin
Asam glutamat
Asam aspartat
Arginin
Asam amino lain
Gula
Bahan yang dapat mengendapkan alkohol
Kalium (potassium)
Sumber : Graham (1984).
7,43
1,98
5,20
8,42
20,29
2,23
4,70
0,50
0,50
0,74
0,74
6,68
12,13
3,96
Teh Hitam
Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Dalam hal ini fermentasi
tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh
enzim polifenol oksidase yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri.. Komponenkomponen kimia dari teh hitam dapat dilihat pada Tabel 4.
Menurut Ghani (2002), berdasarkan sistem pengolahannya maka teh hitam
dapat dibagi dua yaitu:
a. Teh Orthodox : teh yang diolah melalui proses pelayuan sekitar 16 jam,
penggulungan, fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga bentuk teh jadi.
11
b. Teh CTC (Crushing, Tearing, Curling) : teh yang diolah melalui perajangan,
penyobekan, dan penggulungan daun basah menjadi bubuk kemudian
dilanjutkan dengan fermentasi, pengeringan, dan sortasi.
Tabel 4. Komposisi Teh Hitam
Berat Kering
(%)
Kafein
7,56
Theobromin
0,69
Theofilin
0,25
Epicatechin
1,21
Epicatechin gallat
3,86
Epigallocatechin
1,09
Epigallocatechin gallat
4,63
Glikosida flavanol
Trace
Bisflavanol
Trace
Asam Tehaflavat
Trace
Theaflavin
2,62
Thearubigin
35,90
Asam gallat
1,15
Asam klorogenat
0,21
Gula
6,85
Sumber : Graham HN (1984).
Komponen
Komponen
Polisakarida
Asam oksalat
Asam malonat
Asam suksinat
Asam malat
Asam akonitat
Asam sitrat
Lipid
Kalium (potassium)
Mineral lain
Peptida
Tehanin
Asam amino lain
Pektin
Aroma
Berat Kering
(%)
4,17
1,50
0,02
0,09
0,31
0,01
0,84
4,79
4,83
4,70
5,99
3,57
3,03
0,16
0,01
Teh Oolong
Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat dengan bahan baku
khusus, yaitu varietas tertentu yang
dilayukan lebih dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 160 C sampai 240 C
selama tiga sampai tujuh menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung
dan dikeringkan.
Pengaruh Faktor Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh
Faktor fisik seperti sinar matahari, perubahan suhu dan ketersediaan air
berpengaruh langsung terhadap aspek fisiologis tanaman. Aspek-aspek fisiologis
tanaman sebagai pengaruh faktor lingkungan menjadi petimbangan untuk
mengelola tanaman agar diperoleh produksi yang maksimal. Salah satu aktivitas
fisiologis tanaman yang penting bagi pertanian adalah aktivitas fotosintesis yang
secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan
tanaman (Jumin, 1989).
12
Salah satu penentu ketersediaan air bagi tanaman perkebunan yang tidak
menggunakan sistem irigasi adalah curah hujan. Curah hujan berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Curah hujan minimal bagi tanaman teh adalah
1.150 mm sampai 1.400 mm per tahun. Curah hujan yang kurang dari batas
minimal akan menurunkan produksi pucuk teh. Jumin (1989), menjelaskan
kekurangan air pada saat proses fisiologis berlangsung berakibat pada kecepatan
fotosintesis. Hal ini sebagai akibat dari menutupnya stomata, meningkatnya
resistensi mesofil yang akhirnya memperkecil efesiensi fotosintesis. Sebaliknya
ketersediaan air yang cukup akan meningkatkan kecepatan fotosintesis. Curah
hujan yang tinggi akan meningkatkan kandungan air dalam tanah, dengan
demikian potensial air dalam tanah juga tinggi. Perbedaan potensial air dalam
tanah dengan tanaman memacu difusi air melalui akar dan meningkatkan
pengangkutan air dan unsur hara melalui jaringan vaskuler pada tanaman sehingga
dapat meningkatkan potensial air dalam daun. Tingginya potensial air dalam daun
ini akan meningkatkan kecepatan fotosintesis. Jadi semakin besar ketersediaan air
maka kecepatan pertumbuhan akan semakin tinggi.
Sinar matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh.
Makin banyak sinar matahari, pertumbuhan tanaman teh makin cepat sepanjang
curah hujan mencukupi (Setyamidjaja, 2000). Fitter dan Hay (1991), menjelaskan
lama penyinaran matahari dapat merefleksikan berapa lama tanaman dapat
menerima sinar matahari sebagai sumber energi untuk aktivitas fotosintesis.
Dengan demikian dapat dihubungkan dengan jumlah energi yang diperoleh
tanaman untuk aktivitas fotosintesis. Jumlah energi matahari yang diterima
tanaman untuk mempengaruhi kecepatan difusi CO2, kinerja kloroplas dalam
penangkapan transfer elektron serta aktivitas enzim dan komponen lain yang
terlibat dalam aktivitas fotosintesis. Semakin banyak energi yang diterima maka
kecepatan difusi CO2 semakin besar, penangkapan elektron oleh kloroplas juga
semakin banyak serta aktivitas fotosintesis semakin cepat. Jadi semakin lama
penyinaran matahari berarti semakin banyak energi yang diterima tanaman
sehingga aktivitas fotosintesis semakin besar. Hal ini akan mempercepat
pertumbuhan tanaman khususnya pembentukan kuncup dan daun yang baru. Laju
fotosintesis daun teh pada berbagai suhu udara dapat dilihat pada Tabel 5.
13
Tabel 5. Laju Fotosintesis Daun Teh pada Berbagai Suhu Udara dengan Nilai
Relatif Terhadap Suhu 25 C.
Suhu (C) Laju Fotosintesis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Suhu (C)
Laju Fotosintesis
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
-
0,712
0,756
0,804
0,851
0,901
0,949
1
1,050
1,101
1,155
1,209
1,268
1,329
1,389
1,450
1,512
1,570
-
0,034
0,045
0,059
0,099
0,123
0,152
0,189
0,226
0,267
0,311
0,352
0,398
0,443
0,484
0,530
0,575
0,662
0,667
14
pucuk serta variasi jenis daun yang diperoleh (Direktorat Jenderal Perkebunan
Departemen Pertanian, 2008).
Tabel 6. Kandungan Polifenol dan Serat Kasar Pada Pucuk Teh
Tipe pucuk
Peko
Daun pertama
Daun kedua
Daun ketiga
Intermodus pertama
Intermodus kedua
p+2
p+3
b1
b2
b>3
10,20
10,71
13,25
14,99
27,77
37,74
14,3
14,7
15,6
16,1
16,3
P+3
P+4
71,55
54,48
35,59
24,23
40,32
35,59
4,42
13,47
18,90
15
Sistem petikan adalah beberapa daun muda yang dipetik dibawah kuncup
peko. Sistem petikan mempengaruhi mutu dan jumlah produksi teh, waktu
pemetikan berikutnya dan kelangsungan hidup tanaman teh itu sendiri. Jenis
petikan yang umumnya dikehendaki adalah jenis petikan medium dengan
komposisi minimal 70% pucuk medium, maksimal 10% pucuk halus dan 20%
pucuk kasar. Menurut Suwardi (2000), sistem petikan dapat dibedakan menjadi
tiga kategori yaitu :
1. Petikan halus, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko (p)
dengan satu daun atau pucuk burung (b) dengan satu daun muda (m).
Petikan halus sering ditulis dengan rumus p + 1 atau b + 1.
2. Petikan medium, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko
dengan dua daun atau tiga daun muda, serta pucuk burung dengan satu, dua
atau tiga daun muda. Petikan ini dirumuskan P + 2, P + 3, B + 1m, B + 2m
dan b + 3m.
3. Petikan kasar, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan
empat daun atau lebih dan pucuk burung dengan beberapa daun tua. Rumus
petiknya adalah p + 4 atau lebih dan b + (1 ~ 4t).
Standar Mutu Teh Hitam
Mutu teh menurut Nasution dan Tjiptadi (1985), dapat ditentukan dengan
berbagai pendekatan. Bagi seorang tester mutu teh dapat ditentukan dengan
melihat aroma, warna dan kesegaran. Standar mutu teh dapat ditentukan secara
kimiawi, dapat dilihat pada Tabel 6 dan Standar Nasional Indonesia (SNI)
membuat dasar penentu mutu dengan kriteria seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Atribut Kimia untuk Menentukan Mutu Teh
Sifat seduhan
Aroma
Warna
Kecerahan
Kesegaran
Strenght
Kualitas
Dasar kimia
Cara menilai
Bau
Visual dan analisa kimia
Visual dan analisa kimia
Visual dan analisa kimia
Visual
Rasa
16
Perbedaan proses produksi antara teh CTC dan teh Orthodox dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Perbandingan Antara Cara Pengolahan Teh Hitam Sistem
Orthodox dan Sistem CTC
Sistem Orthodox
Sistem CTC
Tangkai/tulang terpisah
17
Dokumentasi dan
implementasi
Selesai
18
pihak ada yang disebut model dinamis yang direkayasa guna mewakili suatu
sistem yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu atau dimensi lainnya
(Eriyatno, 2003).
Keuntungan menggunakan simulasi menurut Siagian (1987) antara lain,
dapat memberikan jawaban bila model analitik yang digunakan tidak memberikan
solusi optimal. Model simulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena
memerlukan asumsi yang lebih sedikit. Menurut Eriyatno (2003), manfaat utama
penggunaan simulasi adalah sifat fleksibilitasnya. Setiap permasalahan yang
mengandung resiko dapat dikaji dengan derajat ketepatan yang memadai melalui
suatu model simulasi.
Penelitian Terdahulu
Bambang Herry Purnomo (2006), meneliti tentang penjadwalan tanaman
kedelai Edamame (Glycine max [L.] Merr.) untuk menunjang produksi Edamame
beku di PT. Mitratani Dua Tujuh, Jember. Model penjadwalan tanam dirancang
dengan menggunakan pendekatan sistem sedangkan perumusan matematik model
menggunakan metode heuristik. Hasil analisis data permintaan bulanan edamame
beku dengan menggunakan statistik uji Box-Pierce, plot data dan autokorelasi
menunjukkan bahwa permintaan edamame beku mempunyai pola kecenderungan
(trend) meningkat. Dengan menggunakan kriteria meminimalisasi nilai MAPE,
MSE dan keacakan aotukorelasi deret nilai sisa, didapatkan bahwa metode
peramalan kuantitatif yang sesuai untuk meramalkan permintaan edamame beku
adalah metode pemulusan eksponensial ganda dengan dua parameter dari Holts.
Produktivitas dan umur panen kedelai bersifat probabilistik. Produktivitas panen
ditentukan melalui simulasi distribusi normal sedangkan umur panen ditentukan
dengan menggunakan simulasi Monte Carlo. Untuk menghindari terjadinya panen
yang bersamaan dari dua atau lebih penanaman yang dilakukan pada waktu yang
berbeda, maka dikembangkan teknik pemilihan (selection) untuk menetapkan
waktu tanamnya. Waktu tanam yang dipilih adalah waktu tanam yang mempunyai
produktivitas panen yang terbesar dibandingkan waktu tanam lainnya.
Eko Herry Sulistiyanto (2005), meneliti tentang model penjadwalan
pemetikan dan pengangkutan pucuk teh sebagai bahan baku industri teh hitam
19
dilakukan.
Penjadwalan
pengangkutan
disusun
berdasarkan
teknik pengurutan.
Nurul Maghfiroh (2005), meneliti tentang model penjadwalan, namun
terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap siklus dan cara pemetikan yang tepat
dengan memilih 4 alternatif perlakuan petik dengan metode perbandingan
eksponensial (MPE). Dilanjutkan dengan mengestimasi produksi dengan
mengaitkan faktor iklim dengan metode analisis deret waktu (ARIMA).
Kebutuhan tenaga pemetik dihitung dengan membagi luas hanca petikan masingmasing blok dengan pancen petik.
Dian Kusumaningrum (2005), meneliti sistem penjadwalan tanam dan
panen tebu. Penjadwalan tanam dilakukan berdasarkan data hasil penjadwalan
tebang dan hasil kelayakan bulan tanam. Penentuan kelayakan bulan tanama
dilakukan dengan menggunakan metode Penman-Monteith dan Metode USDA
Soil Concervation Service. Penentuan jadwal tanama tebu menggunakan teknik
heuristik didasarkan pada hasil dari perhitungan kelayakan bulan tanam. Estimasi
produksi untuk mengetahui tingkat produktivitas lahan dilakukan dengan teknik
heuristik. Penjadwalan angkut menggunakan metode antrian dengan memasukkan
alokasi jumlah alat angkut dan jumlah trip angkutan.
Ayu (1995), melakukan penelitian untuk mengetahui waktu pertumbuhan
optimum pucuk teh sehingga nantinya dapat ditetapkan waktu pengukuran yang
tepat
pada
penelitian-penelitian
selanjutnya
yang
melibatkan
pengaruh
20
Metode Teknik
Teknik
MPE
Regresi Heuristik
Heuristik
Penjadwalan
Pengangkutan
Analisis Hasil
Petikan
Teknik
Metode
Metode
Heuristik dan
Pengurutan
Antrian
Simulasi
(Sequencing)