Anda di halaman 1dari 14

7

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Teh
Tanaman teh pertama kali masuk ke Indonesia tahun 1684 berupa biji teh
dari Jepang yang dibawa oleh seorang Jerman bernama Andreas Cleyer dan
ditanam sebagai tanaman hias di Jakarta (Jawa). Berhasilnya penanaman
percobaan skala besar di Wanayasa (Purwakarta Jawa Barat) dan di Raung
(Banyuwangi Jawa Timur) membuka jalan bagi Jacobus Isidorus Loudewijk
Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi usaha perkebunan teh
di Jawa. Teh dari Jawa tercatat pertama kali diterima di Amsterdam tahun 1885.
Teh jenis Assam mulai masuk ke Indonesia dari Srilangka pada tahun 1877 dan
ditanam oleh R.E. Kerkkhoven di Kebun Gambung Jawa Barat. Sejak saat itu
secara berangsur-angsur teh Assam menggantikan teh China di Indonesia serta
berkembang semakin luas (PT. Perkebunan Nusantara VIII, 2008).

Gambar 1. Tanaman Teh, Teh Kering, dan Teh Sachet


Perkebunan teh mulai dibangun pada tahun 1910 didaerah Simalungun,
Sumatera Utara. Saat ini sebagian besar dari perkebunan teh tersebut dikelola
PTPN dan telah memiliki Brand yang menjadi acuan para pembeli, seperti Bah
Butong di Sumatera Utara, Kayu Aro di Jambi, Gunung Dempo di Sumatera
Selatan, Pengalengan, Malabar dan Goalparadi Jawa Barat, Kaligua dan Semugih
di Jawa Tengah, Santoon dan Kertowono di Jawa Timur. Kebun Kayu Aro
merupakan kebun teh dalam satu hamparan yang terluas di dunia, dengan luas

3.020 ha. Kebun teh yang terletak di kaki Gunung Kerinci (3.805 m diatas
permukaan laut), merupakan kebun teh tertinggi ke dua di dunia setelah Kebun
Teh Darjeeling di kaki Gunung Himalaya, India., yang memiliki luas sekitar
500 ha pada ketinggian 4.000 m diatas permukaan laut (PT. Perkebunan
Nusantara VIII, 2008).
Klasifikasi teh menurut Graham (1984); Steenis (1987); dan Tjitrosoepomo
(1989), genus Camellia dibedakan menjadi beberapa spesies teh yaitu sinensis,
assamica, irrawadiensis. Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu
spesies tunggal Camellia sinensis dengan beberapa varietas khusus, yaitu sinensis,
assamica dan irrawadiensis. Tanaman teh Camellia sinensis O.K.Var.assamica
(Mast) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi

: Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi

: Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas

: Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub kelas

: Dialypetalae

Ordo (bangsa)

: Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku)

: Camelliaceae (Tehaceae)

Genus (marga)

: Camellia

Spesies (jenis)

: Camellia sinensis

Varietas

: Assamica
Teh banyak dikembangkan di Negara-negara tropis dan subtropis.

Perkebunan teh di Indonesia sebagian besar berlokasi di Jawa Barat dengan 72%
dari total areal perkebunan teh di Indonesia. Dengan demikian Jawa Barat juga
mendominasi produksi teh dengan pangsa pasar 66% pada tahun 2001, disusul
Sumatera Utara dengan pangsa pasar 13%, Jawa Tengah sebesar 10%, Jawa
Timur sebesar 4%. Saat ini perkebunan teh PTPN telah berkembang menjadi 44
kebun dengan luas areal 48.815 ha atau 30,99% total area Indonesia,
menghasilkan 82.500 ton atau setara 54,73% total produksi teh Indonesia.
Produksi teh PTPN sebagian besar adalah teh hitam (Orthodox dan CTC).
Produksi teh PTPN sebagian besar dipasarkan untuk tujuan ekspor ke berbagai

belahan dunia. Pembeli teh PTPN yang saat ini masih aktif di Jakarta Tea Auction
antara lain : Unilever, Van Rees, Les Rayner, Suruchi, Sariwangi, Pada Kersa,
Jakarta Tea Trader, Sinar Maluku dan Yousuf Akbani (PT. Perkebunan Nusantara
VIII, 2008).

TEH OLONG

Gambar 2. Pohon Industri Teh


Sumber : http://www.sipuk.bi.go.id/. [5-01-2007]

10

Jenis Teh
Teh dalam bahan minuman terbuat dari pucuk tanaman teh (Camellia
sinensis (L.) O. Kuntze) melalui pengolahan tertentu. Menurut Ghani (2002),
penanganan pasca panen teh dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Teh Hijau
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi. Daun teh diperlakukan dengan
panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan udara kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam).
Komponen kimia dari teh hijau dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Teh Hijau
Komponen

Berat Kering (%)

Kafein
Epicatechin
Epicatechin gallat
Epigallocatechin
Epigallocatechin gallat
Flavanol
Tehanin
Asam glutamat
Asam aspartat
Arginin
Asam amino lain
Gula
Bahan yang dapat mengendapkan alkohol
Kalium (potassium)
Sumber : Graham (1984).

7,43
1,98
5,20
8,42
20,29
2,23
4,70
0,50
0,50
0,74
0,74
6,68
12,13
3,96

Teh Hitam
Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Dalam hal ini fermentasi
tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh
enzim polifenol oksidase yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri.. Komponenkomponen kimia dari teh hitam dapat dilihat pada Tabel 4.
Menurut Ghani (2002), berdasarkan sistem pengolahannya maka teh hitam
dapat dibagi dua yaitu:
a. Teh Orthodox : teh yang diolah melalui proses pelayuan sekitar 16 jam,
penggulungan, fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga bentuk teh jadi.

11

b. Teh CTC (Crushing, Tearing, Curling) : teh yang diolah melalui perajangan,
penyobekan, dan penggulungan daun basah menjadi bubuk kemudian
dilanjutkan dengan fermentasi, pengeringan, dan sortasi.
Tabel 4. Komposisi Teh Hitam
Berat Kering
(%)
Kafein
7,56
Theobromin
0,69
Theofilin
0,25
Epicatechin
1,21
Epicatechin gallat
3,86
Epigallocatechin
1,09
Epigallocatechin gallat
4,63
Glikosida flavanol
Trace
Bisflavanol
Trace
Asam Tehaflavat
Trace
Theaflavin
2,62
Thearubigin
35,90
Asam gallat
1,15
Asam klorogenat
0,21
Gula
6,85
Sumber : Graham HN (1984).
Komponen

Komponen
Polisakarida
Asam oksalat
Asam malonat
Asam suksinat
Asam malat
Asam akonitat
Asam sitrat
Lipid
Kalium (potassium)
Mineral lain
Peptida
Tehanin
Asam amino lain
Pektin
Aroma

Berat Kering
(%)
4,17
1,50
0,02
0,09
0,31
0,01
0,84
4,79
4,83
4,70
5,99
3,57
3,03
0,16
0,01

Teh Oolong
Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat dengan bahan baku
khusus, yaitu varietas tertentu yang

memberikan aroma khusus. Daun teh

dilayukan lebih dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 160 C sampai 240 C
selama tiga sampai tujuh menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung
dan dikeringkan.
Pengaruh Faktor Iklim Terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh
Faktor fisik seperti sinar matahari, perubahan suhu dan ketersediaan air
berpengaruh langsung terhadap aspek fisiologis tanaman. Aspek-aspek fisiologis
tanaman sebagai pengaruh faktor lingkungan menjadi petimbangan untuk
mengelola tanaman agar diperoleh produksi yang maksimal. Salah satu aktivitas
fisiologis tanaman yang penting bagi pertanian adalah aktivitas fotosintesis yang
secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan
tanaman (Jumin, 1989).

12

Salah satu penentu ketersediaan air bagi tanaman perkebunan yang tidak
menggunakan sistem irigasi adalah curah hujan. Curah hujan berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Curah hujan minimal bagi tanaman teh adalah
1.150 mm sampai 1.400 mm per tahun. Curah hujan yang kurang dari batas
minimal akan menurunkan produksi pucuk teh. Jumin (1989), menjelaskan
kekurangan air pada saat proses fisiologis berlangsung berakibat pada kecepatan
fotosintesis. Hal ini sebagai akibat dari menutupnya stomata, meningkatnya
resistensi mesofil yang akhirnya memperkecil efesiensi fotosintesis. Sebaliknya
ketersediaan air yang cukup akan meningkatkan kecepatan fotosintesis. Curah
hujan yang tinggi akan meningkatkan kandungan air dalam tanah, dengan
demikian potensial air dalam tanah juga tinggi. Perbedaan potensial air dalam
tanah dengan tanaman memacu difusi air melalui akar dan meningkatkan
pengangkutan air dan unsur hara melalui jaringan vaskuler pada tanaman sehingga
dapat meningkatkan potensial air dalam daun. Tingginya potensial air dalam daun
ini akan meningkatkan kecepatan fotosintesis. Jadi semakin besar ketersediaan air
maka kecepatan pertumbuhan akan semakin tinggi.
Sinar matahari sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman teh.
Makin banyak sinar matahari, pertumbuhan tanaman teh makin cepat sepanjang
curah hujan mencukupi (Setyamidjaja, 2000). Fitter dan Hay (1991), menjelaskan
lama penyinaran matahari dapat merefleksikan berapa lama tanaman dapat
menerima sinar matahari sebagai sumber energi untuk aktivitas fotosintesis.
Dengan demikian dapat dihubungkan dengan jumlah energi yang diperoleh
tanaman untuk aktivitas fotosintesis. Jumlah energi matahari yang diterima
tanaman untuk mempengaruhi kecepatan difusi CO2, kinerja kloroplas dalam
penangkapan transfer elektron serta aktivitas enzim dan komponen lain yang
terlibat dalam aktivitas fotosintesis. Semakin banyak energi yang diterima maka
kecepatan difusi CO2 semakin besar, penangkapan elektron oleh kloroplas juga
semakin banyak serta aktivitas fotosintesis semakin cepat. Jadi semakin lama
penyinaran matahari berarti semakin banyak energi yang diterima tanaman
sehingga aktivitas fotosintesis semakin besar. Hal ini akan mempercepat
pertumbuhan tanaman khususnya pembentukan kuncup dan daun yang baru. Laju
fotosintesis daun teh pada berbagai suhu udara dapat dilihat pada Tabel 5.

13

Tabel 5. Laju Fotosintesis Daun Teh pada Berbagai Suhu Udara dengan Nilai
Relatif Terhadap Suhu 25 C.
Suhu (C) Laju Fotosintesis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Suhu (C)

Laju Fotosintesis

19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
-

0,712
0,756
0,804
0,851
0,901
0,949
1
1,050
1,101
1,155
1,209
1,268
1,329
1,389
1,450
1,512
1,570
-

0,034
0,045
0,059
0,099
0,123
0,152
0,189
0,226
0,267
0,311
0,352
0,398
0,443
0,484
0,530
0,575
0,662
0,667

Sumber : Devanathan (1974).


Pemetikan dan Pengangkutan Pucuk Teh
Pemetikan merupakan pemungutan hasil pucuk yang memenuhi syarat
pengolahan. Ketentuan ini sangat penting, sebab jika tidak pemetikan yang
dilakukan hanyalah sebuah proses pemetikan daun teh saja. Bagi pengelola kebun,
standar petik diperlukan untuk menentukan batas stadium pucuk yang dapat
dipetik. Tujuannya ialah untuk menyelamatkan pucuk peko yang masih terlalu
muda agar tidak dipetik, sebaliknya semua pucuk yang sudah manjing clan tua
harus dipetik. Sedangkan bagi pengelola pabrik, standar petik diperlukan untuk
menentukan batas pucuk yang wajar untuk diolah, agar diperoleh mutu teh yang
baik. Pemetikan merupakan pekerjaan mengambil pucuk teh yang terdiri dari
kuncup, ranting muda dan daunnya. Pemetikan harus dilakukan berdasarkan
ketentuan sistem petikan dan syarat-syarat pengolahan yang berlaku untuk
menjaga produksi teh tetap tinggi dan tanaman tidak rusak karena proses
pemetikan. Pemetikan yang tidak teratur menyebabkan tanaman teh menjadi cepat
tinggi, bidang petik tidak rata dan jumlah petikan tidak banyak sehingga akan
berpengaruh terhadap nilai ekonomisnya (Paimin dan Nazarudin, 1996). Pada
Tabel 6 dapat dilihat pengaruh standar petik terhadap kandungan polifenol pada

14

pucuk serta variasi jenis daun yang diperoleh (Direktorat Jenderal Perkebunan
Departemen Pertanian, 2008).
Tabel 6. Kandungan Polifenol dan Serat Kasar Pada Pucuk Teh
Tipe pucuk
Peko
Daun pertama
Daun kedua
Daun ketiga
Intermodus pertama
Intermodus kedua
p+2
p+3
b1
b2
b>3

Polifenol (%) Serat Kasar (%)


26,5
25,9
20,7
17,1
11,5
5,3
19,26
18,3
-

10,20
10,71
13,25
14,99
27,77
37,74
14,3
14,7
15,6
16,1
16,3

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian (2008).


Keseragaman hasil pucuk dipengaruhi oleh panjang daur petik. Makin
panjang daur petik, hasil pucuk makin tidak seragam dan kasar. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 7 tentang hubungan antara standar petik dan persentase tipe
pucuk yang dihasilkan (Setyamidjaja, 2000).
Tabel 7. Hubungan Standar Petik dan Daur Petik dengan Persentase Tipe Pucuk
Standar Petik Dan Daur Petik
Petik halus, daur petik pendek
Petik Medium, daur petik 5 - 7 hari
Petik kasar, daur petik 10 - 14 hari

Persentase Tipe Pucuk (%)


P+2

P+3

P+4

71,55
54,48
35,59

24,23
40,32
35,59

4,42
13,47
18,90

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian (2008).


Faktor mutu teh adalah senyawa polifenol (golongan catechin) dan enzim
polifenol oksidase. Sistem petikan menentukan mutu teh yang dihasilkan karena
kandungan komponen-komponen yang terdapat pada daun teh muda dan daun teh
tua berbeda terutama kandungan polifenol-nya. Selain sistem petikan, penanganan
pucuk teh juga harus diperhatikan dengan baik untuk menjaga kandungan
polifenol tersebut. Pucuk teh harus tetap dijaga agar tetap utuh, segar dan tetap
berwarna hijau pada saat pengangkutan ke pabrik (Arifin, 1994).

15

Sistem petikan adalah beberapa daun muda yang dipetik dibawah kuncup
peko. Sistem petikan mempengaruhi mutu dan jumlah produksi teh, waktu
pemetikan berikutnya dan kelangsungan hidup tanaman teh itu sendiri. Jenis
petikan yang umumnya dikehendaki adalah jenis petikan medium dengan
komposisi minimal 70% pucuk medium, maksimal 10% pucuk halus dan 20%
pucuk kasar. Menurut Suwardi (2000), sistem petikan dapat dibedakan menjadi
tiga kategori yaitu :
1. Petikan halus, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko (p)
dengan satu daun atau pucuk burung (b) dengan satu daun muda (m).
Petikan halus sering ditulis dengan rumus p + 1 atau b + 1.
2. Petikan medium, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko
dengan dua daun atau tiga daun muda, serta pucuk burung dengan satu, dua
atau tiga daun muda. Petikan ini dirumuskan P + 2, P + 3, B + 1m, B + 2m
dan b + 3m.
3. Petikan kasar, apabila pucuk yang dihasilkan terdiri dari pucuk peko dengan
empat daun atau lebih dan pucuk burung dengan beberapa daun tua. Rumus
petiknya adalah p + 4 atau lebih dan b + (1 ~ 4t).
Standar Mutu Teh Hitam
Mutu teh menurut Nasution dan Tjiptadi (1985), dapat ditentukan dengan
berbagai pendekatan. Bagi seorang tester mutu teh dapat ditentukan dengan
melihat aroma, warna dan kesegaran. Standar mutu teh dapat ditentukan secara
kimiawi, dapat dilihat pada Tabel 6 dan Standar Nasional Indonesia (SNI)
membuat dasar penentu mutu dengan kriteria seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Atribut Kimia untuk Menentukan Mutu Teh
Sifat seduhan
Aroma
Warna
Kecerahan
Kesegaran
Strenght
Kualitas

Dasar kimia

Persenyawaan yang mudah menguap


Tehaflavin dan tehambigin
Tehaflavin
Tehaflavin dan teain
Teharubugin
Tehaflavin dan persenyawaan terbang
yang tidak dikenal
Sumber : Nasution dan Tjiptadi (1985).

Cara menilai
Bau
Visual dan analisa kimia
Visual dan analisa kimia
Visual dan analisa kimia
Visual
Rasa

16

Perbedaan proses produksi antara teh CTC dan teh Orthodox dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9. Perbandingan Antara Cara Pengolahan Teh Hitam Sistem
Orthodox dan Sistem CTC
Sistem Orthodox

Sistem CTC

Derajat layu pucuk 44% - 46 %

Derajat layu pucuk 32 sampai 35%

Ada sortasi bubuk basah

Tanpa dilakukan sortasi bubuk basah

Tangkai/tulang terpisah

Bubuk basah ukuran hampir sama

Diperlukan pengeringan ECP


(Endless Chain Pressure)

Pengeringan cukup FBD (Fluid Bed


Dryer)

Cita rasa air seduhan kuat

Cita rasa kurang kuat, air seduhan


cepat merah

Tenaga kerja banyak

Tenaga kerja sedikit

Tenaga listrik besar

Tenaga listrik kecil

Sortasi kering kurang sederhana

Sortasi kering sederhana

Fermentasi bubuk basah 105


sampai 120 menit

Fermentasi bubuk basah 65


sampai 80 menit

Waktu proses pengolahan lebih dari


20 jam

Proses pengolahan waktunya cukup


pendek (kurang dari 20 jam)

Sumber : Setyamidjaja (2000).


Simulasi
Simulasi adalah suatu aktifitas dimana pengkaji dapat menarik
kesimpulan-kesimpulan tentang prilaku model yang selaras, dimana hubungan
sebab-akibat sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya.
Simulasi berkepentingan terhadap pembentukan serta pemanfaatan model-model
yang secara realistis memplotkan perkembangan sistem sesuai jalur waktu.
Simulasi lebih menunjukkan suatu estimasi statistik, dibandingkan dengan hasil
eksak yang lebih cenderung hanya merupakan suatu perbandingan dari berbagai
alternatif untuk mencapai titik optimum (Eriyatno, 2003).
Simulasi menurut Subagyo et al., (1989), adalah duplikasi atau abstraksi
persoalan dalam kehidupan nyata dalam model matematika. Dalam hal ini
biasanya dilakukan penyederhanaan, sehingga pemecahan dengan model-model
matematika dapat dilakukan. Teknik simulasi bersifat luwes terhadap perubahan-

17

perubahan sehingga sesuai dengan keperluan sistem yang sebenarnya. Tahapan


studi simulasi menurut Law dan Kelton (1984) dapat dilihat pada Gambar 3.
Mulai
Formulasi permasalahan dan
perencanaan studi
Pengumpulan data dan
pemilihan model
Tidak
Sesuai
Ya
Pembuatan program komputer
dan verifiasi
Tidak
Sesuai
Ya
Perancangan percobaan

Perjalanan model secara utuh

Dokumentasi dan
implementasi
Selesai

Gambar 3. Tahapan Studi Simulasi (Law dan Kelton, 1984)


Model simulasi yang diklasifikasikan berdasarkan dimensinya terdiri dari
model statis dan model dinamis. Model simulasi statis, biasanya direkayasa guna
mewakili suatu sistem yang pada keadaan tertentu tidak berperan secara aktif.
Salah satu contoh model simulasi statis adalah model-model Monte-Carlo. Dilain

18

pihak ada yang disebut model dinamis yang direkayasa guna mewakili suatu
sistem yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan waktu atau dimensi lainnya
(Eriyatno, 2003).
Keuntungan menggunakan simulasi menurut Siagian (1987) antara lain,
dapat memberikan jawaban bila model analitik yang digunakan tidak memberikan
solusi optimal. Model simulasi lebih realistis terhadap sistem nyata karena
memerlukan asumsi yang lebih sedikit. Menurut Eriyatno (2003), manfaat utama
penggunaan simulasi adalah sifat fleksibilitasnya. Setiap permasalahan yang
mengandung resiko dapat dikaji dengan derajat ketepatan yang memadai melalui
suatu model simulasi.
Penelitian Terdahulu
Bambang Herry Purnomo (2006), meneliti tentang penjadwalan tanaman
kedelai Edamame (Glycine max [L.] Merr.) untuk menunjang produksi Edamame
beku di PT. Mitratani Dua Tujuh, Jember. Model penjadwalan tanam dirancang
dengan menggunakan pendekatan sistem sedangkan perumusan matematik model
menggunakan metode heuristik. Hasil analisis data permintaan bulanan edamame
beku dengan menggunakan statistik uji Box-Pierce, plot data dan autokorelasi
menunjukkan bahwa permintaan edamame beku mempunyai pola kecenderungan
(trend) meningkat. Dengan menggunakan kriteria meminimalisasi nilai MAPE,
MSE dan keacakan aotukorelasi deret nilai sisa, didapatkan bahwa metode
peramalan kuantitatif yang sesuai untuk meramalkan permintaan edamame beku
adalah metode pemulusan eksponensial ganda dengan dua parameter dari Holts.
Produktivitas dan umur panen kedelai bersifat probabilistik. Produktivitas panen
ditentukan melalui simulasi distribusi normal sedangkan umur panen ditentukan
dengan menggunakan simulasi Monte Carlo. Untuk menghindari terjadinya panen
yang bersamaan dari dua atau lebih penanaman yang dilakukan pada waktu yang
berbeda, maka dikembangkan teknik pemilihan (selection) untuk menetapkan
waktu tanamnya. Waktu tanam yang dipilih adalah waktu tanam yang mempunyai
produktivitas panen yang terbesar dibandingkan waktu tanam lainnya.
Eko Herry Sulistiyanto (2005), meneliti tentang model penjadwalan
pemetikan dan pengangkutan pucuk teh sebagai bahan baku industri teh hitam

19

(Studi Kasus Di PT. Perkebunan Tambi Unit Perkebunan Tanjungsari).


Penjadwalan pemetikan disusun berdasarkan gilir petik yang ditetapkan
perusahaan dengan memperhatikan jumlah blok dan total luas kebun, sedangkan
pengangkutan pucuk ditentukan berdasarkan jumlah kegiatan pengangkutan yang
harus

dilakukan.

Penjadwalan

pengangkutan

disusun

berdasarkan

teknik pengurutan.
Nurul Maghfiroh (2005), meneliti tentang model penjadwalan, namun
terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap siklus dan cara pemetikan yang tepat
dengan memilih 4 alternatif perlakuan petik dengan metode perbandingan
eksponensial (MPE). Dilanjutkan dengan mengestimasi produksi dengan
mengaitkan faktor iklim dengan metode analisis deret waktu (ARIMA).
Kebutuhan tenaga pemetik dihitung dengan membagi luas hanca petikan masingmasing blok dengan pancen petik.
Dian Kusumaningrum (2005), meneliti sistem penjadwalan tanam dan
panen tebu. Penjadwalan tanam dilakukan berdasarkan data hasil penjadwalan
tebang dan hasil kelayakan bulan tanam. Penentuan kelayakan bulan tanama
dilakukan dengan menggunakan metode Penman-Monteith dan Metode USDA
Soil Concervation Service. Penentuan jadwal tanama tebu menggunakan teknik
heuristik didasarkan pada hasil dari perhitungan kelayakan bulan tanam. Estimasi
produksi untuk mengetahui tingkat produktivitas lahan dilakukan dengan teknik
heuristik. Penjadwalan angkut menggunakan metode antrian dengan memasukkan
alokasi jumlah alat angkut dan jumlah trip angkutan.
Ayu (1995), melakukan penelitian untuk mengetahui waktu pertumbuhan
optimum pucuk teh sehingga nantinya dapat ditetapkan waktu pengukuran yang
tepat

pada

penelitian-penelitian

selanjutnya

yang

melibatkan

pengaruh

pertumbuhan pucuk. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan


optimum pucuk teh adalah 28 hari dengan parameter pertumbuhan adalah tinggi
dan peningkatan jumlah daun pucuk peko dari kuncup peko (P + 0) sampai
menjadi peko dengan 5 daun atau lebih (P + > 5).
Joko Feriyanto (1992), meneliti tentang model estimasi produksi,
kebutuhan tenaga kerja pemetik dan penjadwalan pengangkutan pucuk teh
di Perkebunan Gunung Mas. Estimasi produksi diukur dengan metode analisis

20

deret waktu yang kemudian dikaitkan regresi polinomial dengan mengestimasi


produksi masa datang dan penentuan kebutuhan tenaga kerja pemetik teh.
Kemudian di lakukan penjadwalan alat angkut setiap hari sesuai dengan jumlah
pucuk yang diangkut dengan melakukan pendekatan terhadap jumlah pekerja
pemetik dengan metode pengurutan.
Babas Bastaman (1991), mengkaji tentang model simulasi produksi teh
dengan merumuskan prilaku tingkat produksi yang terjadi kedalam bentuk
simulasi komputer sehingga memperlihatkan dampak dari kondisi produksi yang
terjadi dengan melakukan analisis terhadap biaya produksi, biaya penyimpanan
dan pendapatan yang diperoleh.
Budiyanto (1988), aspek penelitian mengenai penentuan rencana dan
jadwal produksi mingguan di industri kosmetik. Pengembangan model dengan
program dinamis untuk penjadwalan produksi mingguan sedangkan metode
pengurutan digunakan dalam menghitung waktu menganggur minimum dalam lini
produksi. Penggunaan teknik prakiraan dengan metode pemulusan untuk melihat
permintaan dimasa akan datang. Perbandingan posisi penelitian yang dilakukan
dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Perbandingan Dan Posisi Penelitian Yang Diusulkan
Prakiraan
Tenaga
Kerja

Prakiraan Produksi dan


Penjadwalan
Penelitian
ARIMA
Eko Herry
Sulistiyanto
(2005),
Nurul Maghfiroh
(2005)
Dian
Kusumaningrum
(2005)
Joko Feriyanto
(1992)
Penelitian yang
diusulkan

Metode Teknik
Teknik
MPE
Regresi Heuristik
Heuristik

Penjadwalan
Pengangkutan

Analisis Hasil
Petikan

Teknik
Metode
Metode
Heuristik dan
Pengurutan
Antrian
Simulasi
(Sequencing)

Anda mungkin juga menyukai