Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara agraris. Keadaan tanah Indonesia yang
subur merupakan hal yang sangat potensial jika wilayah Indonesia dimanfaatkan
sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Salah satu lahan perkebunan yang
berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut adalah perkebunan teh. Teh merupakan
salah satu produk industri pertanian yang berpotensi besar untuk dijadikan sebagai
sumber devisa negara karena teh merupakan salah satu komoditas ekspor yang
menjanjikan. Tingkat produksi teh di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 146.148
ton per tahun atau memenuhi sekitar 5,8% kebutuhan dunia dengan luas kebun
118.252 Ha. Dari data Asosiasi Teh Indonesia (ATI), teh menyumbangkan devisa
negara hingga 110.000.000 Dollar per tahun. Tingkat konsumsi teh dunia yang
semakin meningkat merupakan nilai lebih yang di miliki oleh negara-negara produsen
seperti Indonesia.
Perkebunan teh merupakan salah satu aspek dari sektor pertanian yang
menguntungkan di Indonesia, mengingat letak geografisnya yang strategis.
Kebutuhan dunia akan komoditas perkebunan sangat besar khususnya teh. Teh
merupakan minuman penyegar yang disukai hampir seluruh penduduk di dunia.
Bahkan minuman teh telah dijadikan minuman sehari-hari.
Produk teh di Indonesia terdiri dari tiga macam yaitu teh hitam, teh hijau dan teh
oolong. Perbedaan ketiga macam teh tersebut disebabkan oleh perbedaan cara
pengolahan. Dalam proses pengolahan teh hitam memerlukan proses oksidasi
enzimatis, teh hijau tidak memerlukan proses oksidasi enzimatis dan untuk teh oolong
dalam pengolahannya mengalami proses semi fermentasi.
PT. Perkebunan Tambi merupakan salah satu perusahaan pengolahan teh hitam yang
cukup terkenal dan berkualitas. Hasil produksi teh di PT Perkebunan Tambi sebagian
besar telah di export ke berbagai negara-negara di dunia seperti Amerika Serikat,
Kanada, Inggris, Jepang, Jerman, Polandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Rusia, Irak

1
dan Uni Emirat Arab. Seiring dengan perkembangan industri yang menuntut produsen
untuk menghasilkan produk yang berkualitas, maka dengan pemberian jaminan mutu dari
perusahaan terhadap produk sangat berpengaruh dalam menentukan pasar dan daya saing
produk, hal itu mendorong penulis untuk mengetahui proses yang lebih lanjut dan
teknologi yang di gunakan serta mengetahui sistem sanitasi dalam pengolahan teh hitam
di PT Perkebunan Tambi.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami bagaimana proses produksi teh hitam di PT
Perkebunan Tambi.
2. Mengetahui potensi-potensi yang dapat menyebabkan risiko bahaya yang ada
pada proses produksi PT Perkebunan Tambi
3. Mengetahui dan memahami sistem sanitasi yang diterapkan oleh PT
Perkebunan Tambi dan juga mengetahui pengolahan limbahnya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Teh


Tanaman teh merupakan tanaman dataran tinggi. Ketinggian tempat yang
ideal untuk tanaman teh di daerah tropis adalah 1.200-1.800 m dpl. Namun, di
Indonesia ketinggian ideal budidaya teh adalah 700-1.200 m dpl, misalnya puncak
Jawa Barat. Di tempat demikian produksi pucuk daun teh optimal tercapai pada saat
tanaman berumur 7 tahun. Pada ketinggian lebih dari 1.200 m dpl produksi optimal
daun teh baru dicapai sesudah tanaman berumur 10 tahun karena pembentukan tunas
lambat. Bahkan di tempat yang lebih tinggi lagi, kadang tanaman tidak bertunas.
Tanaman teh tetap tumbuh di dataran rendah, tetapi mutu produksinya sangat rendah
(Nazaruddin dan Paimin, 1993).
Tanaman teh dapat tumbuh sampai ketinggian sekitar 6-9 m. Di perkebunan-
perkebunan tanaman teh dipertahankan hanya sampai sekitar 1 m tingginya dengan
pemangkasan secara berkala. Ini dilakukan untuk memudahkan pemetikan daun dan
agar diperoleh tunas-tunas daun teh yang cukup banyak (Siswoputranto, 1978).
Teh merupakan salah satu tanaman industri yang sangat penting. Dari
tanaman ini diambil daunnya yang masih muda. Kemudian daun teh diolah dan
digunakan untuk bahan minuman lezat. Disamping itu teh juga diekspor dan
menghasilkan devisa negara (Sadjad, 1995).
Teh diperoleh dari pengolahan daun teh (Camellia sinensis) dari familia
Theaceae. Tanaman ini diperkirakan berasal dari daerah pegunungan Himalaya dan
pegunungan yang berbatasan dengan RRC, India dan Burma. Tanaman ini dapat
subur di daerah tropik dan subtropik dengan menuntut cukup sinar matahari dan
curah hujan sepanjang tahun (Siswoputranto, 1978).
Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, taksonomi teh dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta

3
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyedone
Sub Kelas : Chorripettalae
Ordo : Trantroemiaceae
Famili : Tjeaccae
Genus : Camellia
Species : Camillia sinensis
Varietas : Varietas Sinensis dan Varietas Assamica (Nazarudin dkk, 1993)

Daun teh mengandung tiga komponen penting yang mempengaruhi mutu


minuman, yaitu kafein yang memberikan efek stimulan, tannin yang memberi
kekuatan rasa (getir) dan polifenol yang memberi efek kesehatan. Polifenol
merupakan antioksidan yang kekuatannya 100 kali lebih efektif dibandingkan vitamin
C dan 25 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin E. Kandungan polifenol yang
mempunyai unsur fosfor aktif mengurangi kerapuhan dinding kapiler pembuluh darah.
Zat aktif ini mencegah peningkatan dan menurunkan pembengkakan pada kelenjar
gondok. Polifenol juga memberi efek positif berupa pencegahan penyakit stroke
(Anonim, 2009).
Bahan kimia yang terkandung dalam daun teh terdiri dari empat kelompok
yaitu substansi fenol ( cathecin dan flavonol), substansi bukan fenol ( pektin, resin,
vitamin dan mineral), substansi aromatik dan enzim-enzim. Keempat kelompok
tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-sifat yang baik pada teh, apabila
pengendalian selama pengolahan dapat dilakukan dengan tepat (Arifin, 1994).
Beragam manfaat teh tersebut disebabkan karena adanya senyawa-senyawa
dan sifat-sifat yang ada pada daun teh. Setidaknya terdapat 450 senyawa organik dan
lebih dari itu senyawa anorganik bisa ditemukan dalam daun teh. Menurut Tea Board
India, dalam secangkir teh terkandung energi sekitar 4 kkal, disamping flour, mangan,
vitamin B kompleks, asam nikotinat, dan asam pantotenat. Hasil penelitian
membuktikan teh mengandung senyawa utama yang disebut polyphenol, sejumlah
vitamin (niacin atau vitamin B kompleks seperti vitamin B1 dan B2 serta vitamin C,
E dan K), dan mineral (mangan, potasium dan fluor). Pada teh hijau juga ditemukan

4
adanya kafein, catechin, r-amino butyric acid, flavonoid, polisakarida dan fluoride,
serta minyak essensial yang memberi teh aroma khas dan keharuman (Anonim, 2009)
Daun teh yang telah dipetik dari pohonnya akan diproses dengan cara yang
berbeda-beda. Perbedaan proses pengolahan tersebut akan menyebabkan perbedaan yang
nyata dalam warna maupun rasa teh yang diseduh. Ada tiga jenis daun teh yang biasa kita
konsumsi yaitu teh hitam, teh oolong, dan teh hijau. Teh hitam berwarna hitam
kecoklatan yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Sedangkan teh hijau berwarna
hijau dan dihasilkan melalui proses pelayuan yang bertujuan untuk menghambat
terjadinya fermentasi yang menyebabkan perubahan warna pada daun. Teh oolong agak
menyerupai teh hitam dan teh hijau, yakni teh yang setengah difermentasi atau
fermentasinya dihentikan sebelum prosesnya berlangsung sempurna. Teh tersebut
berwarna coklat kehijau-hijauan dengan cita rasa yang lebih "kaya" dari teh hijau, tapi
lebih "lembut" dari teh hitam (Anonim,2010).

2.2 Proses Pengolahan


Sistem pengolahan teh hitam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Orthodox (orthodox murni dan rotorvane) serta sistem baru khususnya sistem CTC.
Sistem orthodox murni sudah jarang sekali di gunakan dan sistem yang umum di
lakukan saat ini adalah sistem orthodox rotorvane. Sistem CTC (Chrushing Tearing
Curling) merupakan sistem pengolahan teh hitam yang relatif baru di Indonesia
(Arifin, 1994).
Menurut Nazaruddin dkk, (1993) perlu diperhatikan bahwa sebelum
melaksanakan proses pengolahan, pucuk daun teh harus dalam keadaan baik (keadaan
pucuk teh dari pemetikan sampai ke lokasi pengolahan belum terjadi perubahan
pucuk segar ). Hal ini sangat penting untuk mendapatkan teh yang bermutu.
Daun-daun teh yang dipetik dari kebun segera dibawa ke pabrik dan kemudian
dimulai pelayuan (whitering). Pelayuan dilakukan untuk menurunkan kandungan air
dari daun teh serta untuk melayukan daun-daun teh agar mudah digulung. Proses
pelayuan, umumnya dilakukan dengan menempatkan daun di rak-rak dalam gedung.
Udara dingin disemprotkan melalui rak-raknya. Proses pelayuan dil akukan selama
16-24 jam. Setelah pelayuan di lakukan proses penggilingan (Siswoputranto, 1978).

5
Menurut Loo (1983), penggilingan daun teh bertujuan untuk memecahkan sel-
sel daun segar agar cairan sel dapat dibebaskan sehingga terjadi reaksi antara cairan
sel dengan O2 yang ada di udara. Peristiwa ini dikenal dengan nama oksidasi
enzimatis (fermentasi). Pemecahan daun perlu dilakukan dengan intensif agar
fermentasi dapat berjalan baik.
Fermentasi merupakan bagian yang paling khas pada pegolahan teh hitam,
karena sifat-sifat teh hitam yang terpenting timbul selama fase pengolahan ini. Sifat-
sifat yang dimaksud ialah warna seduhan, aroma, rasa, dan warna dari produk yang
telah dikeringkan (Adisewojo, 1982)
Pengeringan diikuti proses penyaringan teh kering sehingga diperoleh bagian-
bagian teh yang seragam dari bubuk teh tersebut. Tujuan pengeringan dalam proses
pengolahan teh hitam adalah untuk menghentikan proses oksidasi enzimatis.
Penyaringan bertujuan untuk memisahkan dan membagi mutu dengan ukuran
tertentu, dilakukan dengan fisik menggunakan ayakan. Hasil penyaringan dan
pemisahan akan memberikan bentuk dan ukuran yang seragam. Pemisahan juga dapat
dilakukan dengan berdasarkan perbedaan berat jenis bubuk (Nasution dan
Wachyudin, 1975).
Tujuan sortasi kering adalah mendapatkan ukuran, warna partikel teh yang
seragam sesuai dengan standar yang diinginkan konsumen (Arifin, 1994). Disamping
itu sortasi juga bertujuan untuk menghilangkan kotoran, serat tulang dan debu. Hal ini
merupakan proses penting untuk mencapai harga rata-rata tertinggi dari teh kering
yang dihasilkan. Syarat-syarat yang ditentukan oleh pasaran teh perlu diperhatikan
oleh pabrik teh yang bersangkutan agar dapat dihasilkan teh dengan harga setinggi
mungkin (Adisewojo, 1982).
Teh yang selesai disortasi dimasukkan dalam peti miring selanjutnya
dimasukkan ke dalam Tea bulker (blending). Apabila sudah mencukupi untuk satu
chop biasanya dapat langsung dimasukkan dalam kemasan (Arifin, 1994). Teh
merupakan bahan yang higroskopis, yaitu mudah menyerap uap air yang ada di udara
(Adisewojo, 1982).

6
Pengemasan memegang peranan penting dalam penyimpanan bahan pangan.
Dengan pengemasan dapat membantu mencegah dan mengurangi terjadinya
kerusakan. Kerusakan yang terjadi dapat berlangsung secara spontan karena pengaruh
lingkungan dan kemasan yang digunakan. Kemasan akan membatasi bahan pangan
dari lingkungan sekitar untuk mencegah atau menghambat proses kerusakan selama
penyimpanan (Winarno dan Jenie, 1982).

2.3 Pengendalian Mutu


Mutu teh sangat dipengaruhi oleh cara pengolahannya, walaupun faktor-faktor
lain juga berpengaruh (Nasution dan Wachyudin, 1975). Faktor-faktor lain tersebut
antara lain letak atau tinggi rendahnya perkebunan di atas permukaan laut,
pemangkasan ranting-ranting, cara atau sistem pemetikan daun teh dan jenis daun teh
yang diolah (Siswoputranto, 1978).
Menurut Soekarto, (1982) pengujian inderawi teh pada bahan pangan
sebenarnya merupakan cara pengujian tradisional. Pengujian inderawi pada awalnya
merupakan kegiatan seni ini pada abad ke 20 mulai berkembang menjadi ilmu,
sesudah prosedur dibakukan, dirasionalkan dan dihubungkan dengan penilaian
obyektif. Hasilnya dianalisis secara lebih sistematis dengan masuknya ilmu statistik.
Komoditi hasil pertanian dan makanan banyak menggunakan penilaian inderawi
termasuk teh.
Mutu teh dinilai berdasarkan rasa (taste), aroma, dan warna seduhan (liquor).
Penilaian mutu ditentukan oleh seorang ahli pencicip (tea tester) berdasarkan analisis
organoleptik, yaitu kemampuan mengukur mutu dengan indera penglihatan,
penciuman, dan perasa. Parameter lain seperti kadar air dan berat jenis (density)
hanya sebagai pendukung (Ghani, 2002).
2.4 Sanitasi
Sanitasi merupakan persyaratan mutlak bagi industri pangan sebab sanitasi
berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap mutu pangan dan daya awet
produk serta nama baik atau citra perusahaan. Sanitasi juga menjadi salah satu tolak
ukur teratas dalam menilai kebersihan perusahaan yang menangani produk pangan.

7
Terjadinya kasus-kasus peracunan makanan sebagian besar diakibatkan oleh kondisi
sanitasi yang tidak memadai. Dalam praktek di industri pangan tindakan sanitasi
pangan meliputi : pengendalian pencemaran, pembersihan dan tindakan aseptik.
Pengendalian pencemaran meliputi pembuangan limbah atau sampah dan menjauhi
pencemar. Pembersihan dilakukan dengan pencucian sedangkan tindakan aseptik
dilakukan dengan peralatan atau sarana untuk menghindari mikroba (Soekarto, 1987).
Sanitasi adalah pengendalian terhadap sesuatu yang ingin dijaga terhadap
kemungkinan terjadinya kerusakan maupun pencemaran. Dalam proses pengolahan
teh, sanitasi sangat penting untuk dilakukan demi menjaga kerusakan maupun
tercemarnya produk teh. Sanitasi terhadap peralatan, mesin, maupun ruangan
pengolahan juga sangat penting untuk dilakukan. Peralatan, mesin, maupun ruangan
yang bersentuhan langsung dengan bahan baku secara otomatis membutuhkan
perhatian khusus agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap bahan baku yang
akan diolah maupun produk teh yang dihasilkan (Anonim, 2010).
Sanitasi berhubungan dengan semua segmen lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, yaitu yang terkait dengan faktor-faktor fisik,
kimia dan bialogi. Faktor biologis dari lingkungan inilah yang berkaitan erat dengan
sanitasi, karena organisme hidup akan bereaksi terhadap keadaan fisik dan
lingkungan yang berbeda, demikian pula terhadap makhluk hidup lainnya termasuk
manusia (Jenie, 1989).
Menurut Winarno dan Surono (2002) sanitasi dalam suatu industri merupakan
suatu hal yang sangat penting apalagi dalam industri makanan dan minuman karena
menyangkut kebersihan dan kesehatan serta mempengaruhi daya tahan produk selama
penyimpanan. Sanitasi adalah suatu usaha pengendalian terencana terhadap
lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan pekerja untuk mencegah pencemaran
hasil olahan serta berlangsungnya nilai estetika konsumen, yang paling ideal untuk
mencegah kontaminasi adalah ruangan yang mempunyai air belt atau pintu ganda,
sehingga ruangan tidak berkontak langsung dengan lingkungan luar. Ruangan
sebaiknya mempunyai tekanan positif, sehingga aliran udara hanya dari dalam ruang
ke luar ruang. Sanitasi ruang produksi meliputi :

8
1. Ruang kerja harus cukup luas agar semua proses dapat berjalan dengan baik.
2. Rancang bangun harus sedemikian rupa, sehingga memudahkan dalam
pembersihan dan pengawasan higienie produk.
3. Bangunan dan peralatan harus dirancang untuk mencegah masuknya tikus dan
kontaminasi lainnya seperti asap, debu dan sebagainya.
4. Bangunan dan peralatan harus dirancang agar diperoleh higienie yang baik,
dengan cara mengatur aliran proses dari saat bahan tiba sampai produk akhir.

Lantai pabrik merupakan bagian dari sanitasi bangunan yang harus di


perhatikan kebersihannya. Lantai pabrik dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan
dan harus dikeringkan dengan baik. Dinding dan permukaan meja-meja harus dari
bahan yang halus dan mudah dibersihkan dan di sanitasi (Buckle et.al.,1987). Lantai
yang licin dan dikonstruksi dengan tepat, mudah dibersihkan, sedangkan lantai yang
kasar sulit dibersihkan. Dinding dan langit-langit yang kasar dapat menyebabkan
tumbuhnya bakteri Staphylococcus aureus (Jenie, 1989).
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan desinfeksi antara lain
waktu kontak, suhu, kosentrasi, pH, kebersihan alat dan ada tidaknya bahan
pengganggu. Waktu kontak minimum yang efektif bagi proses desinfektan adalah 2
menit dan ada selang 1 menit antara desinfeksi dengan penggunaan alat. Desinfektan
didefinisikan sebagai bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi
atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus dan juga untuk membunuh atau
menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit. Sedangkan desinfeksi
adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau
secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan jalan
membunuh mikroorganisme. Suhu yang sisarankan untuk desinfektan berkisar antara
21,1- 37,80C (Purnawijayanti, 2001).
Kebersihan karyawan dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan,
karena sumber cemaran terhadap produk dapat berasal dari karyawan. Karyawan di suatu
pabrik pengolahan yang terlibat langsung dalam proses pengolahan merupakan sumber

9
kontaminasi bagi produk pangan, maka kebersihan karyawan harus selalu diterapkan.
Faktor-faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi karyawan akan
mengakibatkan gangguan yang akhirnya menghambat proses produksi ( Winarno dan
Surono, 2000).
2.5 Fungisida
Fungisida adalah jenis pestisida yang secara khusus dibuat dan digunakan untuk
mengedalikan (membunuh, menghambat atau mencegah) jamur atau cendawan
patogen penyebab penyakit. Bentuk fungisida bermacam macam, ada yang berbentuk
tepung, cair, gas dan butiran. Fungisida yang bebentuk tepung dan cair adalah yang
paling banyak digunakan. Fungisida dalam bidang pertanian diunakan untuk
mengendalikan cendawan pada benih, bibit, batang, akar, daun, bunga dan buah.
Aplikasinya dilakukan dengan penyemprotan langsung ketanaman, injeksi batang,
pengocoran pada akar, perendaman benih dan pengasapan (fumigan) (Sudarmo,
1991).
Menurut Sudarmo (1991) fungisida dapat diklasifikasikan menjadi
dua golongan berdasarkan bahannya, yaitu:
1. Fungisida Sintetis/Kimia
Fungisida sitetis atau fungisida kimia adalah fungisida yang dibuat dari
bahan-bahan kimia sintetis. Fungisida ini memiliki efek negatif dan berbahaya
bagi manusia, hewan dan lingkungan, terlebih jika digunakan dalam jangka
panjang.
2. Fungisida Alami/Organik/Nabati
Fungisida alami atau fungisida organik adalah fungisida yang terbuat
dari bahan-bahan alami yang banyak tersedia di alam. Fungisida ini relatif lebih
aman digunakan karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Indonesia
Bertanam (2013) mengemukakan bahwa fungisida alami/nabati mempunyai
kelebihan dan kekurangannya, diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Kelebihan Fungisida Nabati
1. Degradasi/penguraian yang cepat oleh matahari sehingga mudah terurai
menjadi bahan yang tidak berbahaya.

10
2. Memiliki pengaruh yang cepat yaitu menurunkan nafsu makan serangga
hama, walaupun jarang menyebabkan kematian.
3. Memiliki spektrum yang luas (racun lambung dan saraf) dan bersifat
selektif.
4. Dapat diandalkan untuk mengendalikan OPT yang resisten terhadap
pestisida kimia.
5. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman.
6. Murah dan mudah dibuat oleh petani.
b. Kekurangan Fungisida Nabati
1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus
lebih sering
2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan cendawan).
3. Produksinya belum bisa dilakukan dalam sekala besar karena keterbatasan
bahan baku.
4. Kurang praktis.
5. Tidak tahan di simpan.

11
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Sejarah dan Profil PT Perkebunan Tambi


PT Perkebunan Tambi beralamat Jl. T. Jogonegoro No 39 Wonosobo, di desa
Tambi kecamatan Kejajar kabupaten Wonosobo Jawa Tengah. PT Perkebunan Tambi
awalnya merupakan salah satu perusahaan perkebunan milik pemerintah Hindia-
Belanda yang didirikan pada tahun 1865. Oleh Pemerintah Hindia-Belanda
perusahaan ini disewakan kepada pengusaha-pengusaha swasta Belanda. Mereka
adalah D.Vander Ships (untuk Unit Perkebunan Tanjungsari) dan W.D. Jong (untuk
Unit Perkebunan Tambi dan Bedakah). Pada tahun 1880 perkebunan tersebut dibeli
oleh Mr. M.P.Van Den Berg, A.W. Holle dan Ed Jacobson. Kemudian mereka
bersama-sama mendirikan Bagelen Thee en Kina Maatschappij di Wonosobo, akan
tetapi pengurusan dan pengelolaan perkebunan teh diserahkan kepada Firma John
Peet & Co di Jakarta.
Pada saat Jepang di Indonesia tahun 1942, kebun Tambi, Bedakah, dan
Tanjungsari dikuasai oleh Jepang. Pada umumnya tanaman teh tidak dirawat dan
sebagian dibongkar kemudian diganti dengan tanaman lain seperti palawija, ubi-
ubian, pyrethrum, dan tanaman jarak. Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17
Agustus 1945 kebun Tambi, Bedakah dan Tanjungsari secara otomatis diambil alih
oleh Negara Republik Indonesia (NRI) dan berada di bawah Pusat Perkebunan
Negara (PPN) yang berpusat di Surakarta. Kantor perkebunan Tambi, Bedakah dan
Tanjungsari dipusatkan di Magelang Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Belanda pada bulan
November 1949, maka perusahaan-perusahaan asing di Indonesia yang sebelumnya
sudah diakui milik negara harus diserahkan kembali kepada pemilik semula. Oleh
karena itu, perkebunan Tambi, Bedakah dan Tanjungsari diserahkan kembali oleh
pemerintah Indonesia kepada pemilik semula yaitu Bagelen Thee en Kina
Maatscappij. Pada tanggal 21 Mei 1951 setelah diadakan koordinasi antara ketiga

12
pengelola kebun tersebut, kemudian para eks pegawai Pusat Perkebunan Negara
(PPN) membentuk kantor bersama yang dinamakan Perkebunan Gunung. Beberapa
tahun setelah Perkebunan Gunung mengelola ketiga kebun tersebut, Bagelen Thee en
Kina Maatscappij menyatakan tidak mempunyai niat lagi untuk melanjutkan
usahanya dan merasa terlalu kesulitan dalam mengurus perkebunan tersebut.
Mengingat kondisi perkebunan yang semakin memburuk akibat revolusi fisik antara
Indonesia dengan Belanda.
Perkembangan perusahaan khususnya pada proses pengolahan teh hitam di
Unit Perkebunan Tambi telah mengalami banyak perubahan. Pada mulanya
pengolahan teh hitam dilakukan dengan memanfaatkan keterampilan tangan dan
tenaga manusia secara keseluruhan. Pada fase tersebut kegiatan dari proses pemetikan
pucuk daun teh di kebun masih secara manual dengan petikan tangan, dan proses
pengolahan teh hitam dilakukan dengan penjemuran pucuk segar di bawah sinar
matahari, penggilingan dengan tenaga manusia dan pengeringan dengan cara
disangrai. Fase kedua, terjadi perubahan pada proses penggilingan yaitu
menggunakan alat sederhana. Fase ketiga, pengolahan teh hitam mengalami
perubahan pada keseluruhan proses yaitu telah menggunakan alat-alat dan mesin.
Pada fase keempat, perubahan terjadi pada proses pelayuan yang menggunakan
Withering Trough dan kipas, penggilingan dengan alat yang dilengkapi Batten, serta
menggunakan Rotorvane dan pengeringan dengan mesin pengering Endless Chain
Pressure (ECP). Perubahan tidak berhenti pada fase tersebut, karena setelah itu
sampai sekarang terjadi perubahan lagi yang ditujukkan untuk menghemat tenaga
manusia dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, serta hasil produksi. Pada
proses pelayuan masih menggunakan Witehring Trough dengan pergantian bahan
bakar dari solar ke kayu bakar untuk menghemat biaya, penggilingan menggunakan
Open top Roller (OTR) disertai Rotary Roll Breaker (RRB) dan Rotorvane (RV) dan
perkembangan terbaru yaitu penggunaan ITR (Innova Tea Roller) sebagai pengganti
PCR. Pada Penjenisan menggunakan Crusher, Cutter, Bubble tray, Vibrex, dan Chota
dan alat baru bernama ITX (Innova Tea Ekstraktor). ITX merupakan gabungan dari
Bubble tray, Vibrex, dan Chota. Sedangkan untuk pengemasan menggunakan karung

13
plastik kemas serta menggunakan mesin Blending. Selain itu, Unit Perkebunan Tambi
juga telah melakukan inovasi terhadap mesin Winnower yang pada awalnya hanya
mempunyai satu mesin yang digunakan untuk proses pembersihan grade teh Dust (D)
dan Peckoe Fanning (PF). Selanjutnya merancang mesin Winnower ke-dua yang
dapat digunakan untuk proses pembersihan grade teh dengan ukuran partikel yang
lebih besar seperti Broken Orange Pekoe Fanning (BOPF), Broken Orange Pekoe
(BOP), dan grade lainnya. Perubahan dan perkembangan perusahaan tidak hanya
terjadi pada pergantian tenaga kerja manusia ke mesin, akan tetapi juga terjadi pada
kualitas tenaga kerja manusia melalui manajemen sumber daya manusia.

3.2 Proses Produksi PT Perkebunan Tambi

Gambar 3.1 Alur Produksi


Pada UP Tambi jenis pengolahan teh yang digunakan adalah orthodox
rotorvane. Orthodox rotorvane adalah sistem pengolahan teh yang dilakukan dengan
tahapan pemetikan, analisis hasil petik pelayuan, penggilingan, Penjenisan basah,
oksidasi enzimatis, pengeringan, Penjenisan kering dan pengemasan. Adapun
penjelasan proses pembuatan teh yang dilakukan di UP Tambi sebagai berikut:
1. Penerimaan Daun Teh
Penerimaan pucuk dimulai dari kedatangan pucuk yang berasal dari 5 blok
kebun teh yaitu pemandangan 1, pemandangan 2, taman, tanah hijau dan panama.
teh dibawa dengan dimasukkan waring untuk selanjutnya dibawa menggunakan
truk. Sesampai di pabrik truk ditimbang di jembatan penimbangan, sistematis
perhitungan bobot teh yang datang adalah berat truk datang dengan membawa
muatan dikurangi berat truk keluar dengan muatan kosong.

14
2. Pelayuan
Proses pelayuan yang dilakukan pada UP Tambi memiliki tujuan
menguapkan sebagian kandungan air pucuk secara perlahan, sehingga pucuk
menjadi lentur dan lemas. Selain itu, juga untuk mempermudah proses
penggilingan dan pucuk menghasilkan aroma segar pucuk layu. Standar layu yang
diharapkan adalah ketika kadar air dalam pucuk berkurang hingga 50%. Lama
pelayuan di UP Tambi selama 16 jam tergantung dari kondisi pucuk. Suhu
optimal dalam proses pelayuan adalah 23℃-27℃, akan tetapi perlu diingat bahwa
selisih optimum suhu yang terbaca melalui termometer wet dry adalah 2℃ - 4℃
serta suhu wet tidak boleh melebihi 27℃.
3. Penggulungan
penggulungan dilakukan dengan menggunakan mesin OTR (open top
roller). Proses penggulungan ini bertujuan untuk menggulung dan memecahkan
sel pada teh sehingga memudahkan pada proses Penjenisan basah. Pengolahan
pucuk pada penggulungan ini memiliki lama waktu 45 menit sekali proses dengan
kapasitas mesin 350 kg per mesin. Jumlah mesin OTR pada proses penggilingan
berjumlah 5 unit. Prinsip kerja OTR adalah Batten menggulung dan memotong
pucuk daun, kemudian daun akan dibalik oleh cones . Apabila proses
penggulungan selesai dilakukan maka teh di bongkar dengan membuka cones
kemudian menampung teh dalam wadah.
4. Penggilingan
Proses penggilingan bertujuan untuk mengecilkan ukuran pucuk teh yang
sudah digulung dan memisahkan partikel teh yang besar dan kecil. Dalam proses
penggilingan ini digunakan 2 jenis mesin yaitu ITR (Inova Tea Roller) dan RV
(Rotor Vane). Sedangkan dalam Penjenisan basah digunakan mesin RRB (Rotary
Roll Breaker). ITR dan RV memiliki fungsi untuk menghancurkan pucuk teh
menjadi bubuk dan mesin RRB memiliki fungsi untuk memisahkan partikel besar
dan kecil. Mekanisme dalam proses penggilingan dan Penjenisan basah dimulai
dari pucuk teh yang telah digulung dibawa ke conveyor untuk selanjutnya digiling

15
menggunakan ITR setelah penggilingan pada ITR kemudian bubuk basah
diPenjenisan menggunakan mesin RRB 1 (Rotary Roll Breaker 1) pada mesin
RRB 1 menggunakan mesin dengan ukuran mash kisaran ukuran 4 hingga 7 yang
penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Setelah diPenjenisan pada RRB 1
kemudian bubuk dibawa menggunakan conveyor menuju mesin RV. Setelah itu
dari RV bubuk dibawa menggunakan conveyor menuju RRB 2 dengan ukuran
mash kisaran ukuran 4 hingga 7 yang penggunaannya sesuai dengan kebutuhan.
Setiap mesin pada proses penggilingan dihubungkan dengan conveyor dan pada
conveyor setelah RV dan ITR terdapat Ball Breaker yang berfungsi untuk
menguraikan gumpalan pada bubuk teh. Proses penggilingan dan Penjenisan
basah pada UP Tambi dapat dilanjutkan hingga ke Penjenisan basah ke 3 dengan
mesin RRB3 yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Untuk jumlah mesin
pada proses penggilingan dan Penjenisan basah terdapat 1 unit ITR, 2 unit RV
dan 3 unit RRB. Untuk kapasitas mesin pada proses penggilingan dan Penjenisan
basah mesin ITR memiliki kapasitas ITR memiliki kapasitas 800 kg p er jam, RV
memiliki kapasitas 800 kg per jam dan RRB memiliki kapasitas 300-400 kg per
jam.
5. Pengeringan
Setelah selesai pada proses penggilingan selanjutnya bubuk teh dibawa
menuju proses pengeringan. Pada proses pengeringan memiliki tujuan untuk
menghentikan oksidasi enzimatis senyawa polifenol dalam teh pada saat
komposisi zat-zat pendukung kualitas mencapai keadaan optimal. Dengan
dilakukan pengeringan maka kadar air yang ada dalam teh menurun, dengan
demikian teh akan tahan lama atau awet dalam penyimpanan. Waktu pengeringan
yang ideal untuk mengeringkan teh bubuk hingga mencapai kandungan air yang
dinginkan yaitu 3-4% adalah 20-25 menit dengan pemberian suhu udara inlet
sebesar 95-100℃ dan suhu outlet sebesar 45-55 ℃. Proses pengeringan pada UP
tambi biasanya memakan waktu 20 -25 menit dengan ketebalan teh 1 cm.
Pada proses pengeringan apabila suhu yang digunakan berada di bawah
batas suhu minimum maka bubuk teh yang dihasilkan kurang matang. Begitu pula

16
sebaliknya apabila suhu yang digunakan di atas suhu maksimum maka bubuk teh
yang dihasilkan akan gosong. Dalam proses pengeringan ada tiga hal yang harus
dieprhatikan yaitu suhu outlet, ketebalan bubuk pada trays dan kecepatan trays.
Apabila suhu outlet mencapai maksimum maka ketebalan bubuk pada trays
dipertebal dan kecepatanya tetap atau ketebalan bubuknya tetap namun kecepatan
trays dipercepat. Sedangkan apabila suhu outlet dibawah batas minimum maka
kecepatan trays diperlambat atau ketebalan bubuk pada trays dikurangi.
6. Penjenisan
Penjenisan kering merupakan proses pemisahan teh hasil pengeringan.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan teh kering menjadi beberapa grade yang
sesuai dengan standar yang dikehendaki pasar. Selain untuk memisahkan grade
Penjenisan kering juga bertujuan untuk menyeragamkan bentuk ukuran dan warna
pada masing-masing grade, dan membersihkan teh dari kontaminasi benda asing
seperti logam.
7. Pengemasan
Pengepakan/pengemasan merupakan tahap terakhir pada pengolahan teh
hitam. Pengemasan bertujuan melindungi produk dari kerusakan, memudahkan
pengangkutan, mencegah kenaikan kadar air, menstandarkan isi karung baik berat
maupun jenisnya, dan memperpanjang umur simpan bubuk teh. Bubuk teh
sebelum dilakukan pengemasan dicampur dengan bubuk yang sejenis akan tetapi
berbeda waktu produksi. Tujuan pencampuran adalah menyeragamkan jumlah
bubuk sesuai dengan pesanan. Bahan yang akan dicampurkan sebelumnya
diambil dulu beberapa gram untuk dijadikan chop sampel. Hal ini akan membantu
pihak pabrik apabila ada complaint dari pemesan.
Proses pencampuran secara manual, diawali dengan mencampurkan bubuk
dengan bantuan sekop dengan menyusun secara berlapis hamparan dari tiap
karung. Namun, sebelumnya lantai harus dipastikan bersih. Bubuk yang telah
dicampurkan dihindari untuk tidak diinjak oleh kaki, untuk menjaga kebersihan
dan mutu produk. Banyaknya bubuk yang dicampur minimal ada 40 karung.
Selanjutnya karung yang berisi bubuk yang tercampur dicantumkan kode

17
pengepakan, dan disusun dengan rapih menurut nomer chop dengan masing
penomeran diberikan jarak. Setiap jarak 40-50 cm diberikan alas kayu untuk
memungkinkan pergerakan udara. Pengemasan ini tidak dilakukan setiap hari,
tergantung permintaan. Pencampuran dengan alat, lebih mudah yaitu bubuk
dimasukkan ke dalam wadah, kemudian alat secara otomatis akan mencampurkan
bubuk. Bubuk yang sudah dicampur selanjutnya dikemas. Ada 2 jenis kemasan
yang digunakan, yaitu kemasan dengan karung plastik dan kemasan dengan
karton. UP Tambi saat ini hanya menggunakan kemasan dengan karung plastik.
Pengemasan dengan karung di dalamnya diberikan plastik, tujuannya menjaga
kelembaban dan kadar air teh sehingga mutunya dapat dipertahankan dan
mengurangi risiko terserangnya jamur. Ukuran dari karung plastik yang
digunakan dalam proses pengemasan di UP Tambi yaitu 120 x 70 x 20 cm.

3.3 Risiko Bahaya pada Proses Produksi


3.3.1 Proses Pelayuan
Menurut Iqbal (2018) dalam penelitiannya disebutkan bahwa pada proses
produksi Pelayuan ditemukan potensi bahaya dengan level risiko tinggi dimana jarak
antara mesin dan dinding terlalu dekat jika pekerja ingin melewati jalur tersebut dapat
membuat badan pekerja terbentur mesin dan dinding jalan yang terbuat dari besi,
untuk mengatasi risiko metode yang tepat menemukan solusi dengan metode
rekayasa yaitu dengan menutup jalur tersebut dan melewati akses jalan lain yang
berada di dekat jalur kantor BBK (bahan bakar kayu). Keadaan yang menibulkan
risiko tinggi lainnya yaitu lantai proses pelayuan yang sudah lapuk, karna sudah
termakan oleh umur kondisi lantai kayu dari ruang pelayuan yang lapuk dapat
mengakibatkan jebolnya lantai tersebut karna sering dilalui oleh pekerja pabrik, solusi
dengan metode eliminasi, mengganti lantai kayu dengan yang baru agar risiko yang
tidak di inginkan tidak dapat terjadi. Kemudian keterbatasan APAR pada proses
pelayuan, ini jelas terdapat risiko apabila terjadi risiko kebakaran solusi dengan
pengadaan APAR yang disarankan berjumlah 2 dan meletakan pada posisi yang tepat

18
yaitu antara dinding produksi pelayuan dan pada ruang mesin pelayuan sesuai dengan
PER.04/MEN/ 1980.
3.3.2 Proses Penggilingan
Menurut Iqbal (2018) pada proses produksi penggilingan terdapat risiko
dengan level risiko ekstrim dimana stop kontak yang berada dibawah kipas kabut air
yang berisiko dapat menyebabkan ruangan penggilingan menjadi konsleting karena
terkena cipratan dari kipas kabut tersebut, maka dari itu solusi yang diberikan
menggunakan metode rekayasa dengan memindahkan posisi stop kontak kebagian
tiang besi baja atau dinding pabrik dan memberi jarak antara stop kontak dan kipas
kabut air, karena sebelumnya stop kontak tergantung tepat dibawah kipas kabut air
tersebut. Kemudian risiko ektrim yang kedua yaitu mesin Exhaust fan mengeluarkan
suara yang berisik dan kurang maksimal fungsinya, risiko dari pada mesin ini dapat
membuat pekerja di proses penggilingan menjadi terganggu karena berisiknya
keadaan di ruangan proses penggilingan yang menyebabkan menurunnya kemampuan
pendengaran dari pekerja pabrik, maka dari itu solusi yang diberikan yaitu dengan
menggunakan metode rekayasa yaitu dengan mengganti mesin exhaust fan dengan
yang baru atau membuka seluruh jendela pada proses penggilingan dan menggunkan
ear plug agar mengurangi risiko pada pendengeran. Kemudian terdapat lubang-
lubang disekitarnya kabel-kabel aktif, hal ini sangat berisiko mengakibatkan pekerja
menjadi tersandung dan apbila terjatuh terkena kabel-kabel dari mesin proses
penggilingan, solusi yang diberikan dengan mengganti keramik dengan keramik yang
baru dan merapikan kabel-kabel yang berantakan dengan kotak kabel yang tujuannya
agar rapi dan dapat mengurangi tersandungnya kaki pekerja. Kemudian APAR yang
terletak di kantor proses penggilingan, dapat berisiko menghambat proses
pemadaman kebakaran apabila APAR tidak dekat dengan proses mesin di
penggilingan, solusi yang diberikan dengan memposisikan APAR tergantung pada
dinding proses penggilingan dan mudah dijangkau rekomendasi APAR diletakan di
sebelah mesin dari proses penggilingan. Kemudian kurangnya perhatian pekerja
terhadap keselamatan bekerja, ada beberapa pekerja menaiki mesin penggilingan ini
sangat berisiko cidera apabila pekerja terjatuh. Solusi yang diberikan dengan

19
memberika pelatihan tentang keselamatan kerja agar pekerja paham tentang selamat
dalam proses bekerja.
3.3.3 Proses Pengeringan
Menurut Iqbal (2018) dalam penelitiannya terdapat potensi bahaya dengan
level risiko tinggi pada proses pengeringan diantaranya yaitu diruangan penggilingan
terdapat debu atau sisa pembakaran yang tersebar di ruangan pengeringan, jelas hal
ini dapat membuat timbul risiko sesak nafas apabila pekerja tidak memakai APD
seperti masker. Solusi yang diberikan dengan membuat tata tertib dan SOP bagi yang
memasuki ruangan penggilingan, dapat dibuat menggunakan print out dan di tempel
di ruangan proses penggilingan kemudian memberi arahan kepada pekerja agar
memakai APD berupa masker dan jubah baju pabrik agar terhindar dari debu atau sisa
pembakaran di ruangan pengeringan. Kemudian level tinggi yaitu peletakan baki teh
di atas trolley, risikonya dapat tergeser dan terjatuh sewaktu-waktu yang
mengakibatkan menimpa orang yang berada disekitarnya, solusi yang digunakan
menggunakan metode rekayasa yaitu pengelola pabrik harus membuat SOP atau tata
tertib untuk pekerja tentang kapasitas trolley untuk peletakan baki teh, agar lebih
aman dalam bekerja. Kemudian terlalu dekatnya antara pekerja dan tungku pembakar
kayu, risiko yang dikhawatirkan menyebabkan pekerja tersambar api apabila terlalu
dekat dengan tungku pembakaran kayu, solusi yang diberikan menggunakan metode
eliminasi dengan memberikan batas (garis kuning) agar pekerja dapat jarak dengan
tungku pembakaran kayu. Kemudian terdapat lobang-lobang pada keramik dan
keramik sudah banyak yang copot, hal ini dapat berisiko membuat kaki pekerja
menjadi tersandung pada lubang tersebut, solusi yang diberikan dengan mengganti
keramik dengan yang baru.
3.3.4 Proses Penjenisan
Menurut Iqbal (2018) dijelaskan terdapat risiko bahaya dengan level risiko
tinggi pada proses penjenisan diantaranya pekerja menghirup debu bertebaran pada
proses penjenisan, sama halnya dengan proses pengeringan pada proses penjenisan
juga banyak berteburan debu-debu yang dapat menimbulkan iritasi mata dan sakitnya
pada saluran pernafasan, solusi yang diberikan dengan metode rekayasa penggunaan

20
APD wajib seperti sarung tangan, masker, kacamata dan jubah pabrik yang tujuan
untuk mengurangi risiko. Kemudian Tedapat mesin roll grinding yang tidak memiliki
pengaman pada kotak mesin, hal ini jelas dapat membuat risiko tangan pekerja
sewaktu-waktu dapat masuk dan membuat tangan cidera , solusi yang diberikan
dengan memberikan batas (garis kuning) pada mesin agar pekerja mengetahui tentang
jarak pada mesin tersebut. Kemudian terdapat stop kontak dibagian bawah meja dan
kursi pada bagian proses penjenisan, dengan meberikan solusi pemindahan stop
kontak ketempat yang lebih aman, yaitu pada dinding baja proses penjenisan,
kemudian terdapat lubang pada keramik yang berisiko tersandung, solusi dengan
mengganti keramik dengan yang baru agar risiko menjadi hilang.
3.3.5 Proses Pengemasan
Menurut Iqbal (2018) dalam penelitiannya ditemukan potensi bahaya dengan
level risiko tinggi yaitu stop kontak terlepas dari dinding, hal ini berisiko dapat
membahayakan pengguna karena dapat saja tersengat atau tersentum listrik, solusi
yang diberikan memperbaiki stop kontak atau mengantinya dengan stop kontak yang
baru. Kemudian pekerja menghirup debu-debu pada proses pengemasan, hal ini dapat
menimbulkan iritasi mata dan peradangan pada sluran pernafasan, solusi yang
diberikan dengan pembuatan SOP atau tata tertib bagi pekerja dan di temple pada
proses pengemasan. Kemudian terdapat stop kontak yang dekat dengan pekerja ketika
melakukan proses pengemasan, risiko dapat tertendang dan terpijak hingga
tersentrum saluran listrik, solusi yang diberikan membuat stop kontak agar tidak
berpidah-pindah dan dipasang pada dinding pengemasan. Level risiko sedang dengan
jumlah 2 nilai risiko 27 yaitu terdapat bagian timbul dilantai pengemasan, risiko
dapat menyebabkan tersandung hingga terjatuh, solusi dengan membuat visual
display agar lebih berhati-hati dilantai pengemasan agar risiko dapat berkurang.
Kemudian mesin-mesin yang sudah tidak terpakai atau rusak masih terdapat pada
ruang proses pengemasan, menyebabkan ruang gerak menjadi terbatas, solusi dengan
menyimpan mesin atau meindahkan mesin ke gudang khusus penyimpan mesin
rusak.

21
3.4 Sanitasi Industri
PT Perkebunan Tambi telah menjalankan sistem HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point) terhadap pengolahan komoditasnya dengan tujuan untuk
menjamin kualitas mutu teh yang dihasilkan. Dengan adanya sanitasi terhadap
lingkungan produksi, pekerja, peralatan, maupun bahan baku diharapkan dapat
mendukung terjaminnya mutu teh yang dihasilkan. Sanitasi yang dilakukan Unit
Perkebunan Tambi yaitu meliputi :
1. Sanitasi Bahan Baku
Sanitasi bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Hal
ini dikarenakan pucuk teh sebagai bahan utama yang akan diolah menjadi produk
teh jadi. Apabila pucuk teh tidak mendapatkan perlakuan dan pengawasan khusus
dari semua jenis kontaminan maupun kotoran, maka mutu produk yang dihasilkan
tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu, bahaya yang ditimbulkan
juga sangat merugikan konsumen apabila teh yang bahan bakunya terkontaminasi
sampai dikonsumsi.
Sanitasi terhadap pucuk teh sudah diawali dari pemetikan di kebun teh.
Pemetikan pucuk teh hanya boleh dilakukan minimal 7 hari sejak penyemprotan
hama yang terakhir dilakukan. Hal ini untuk menghindari kemungkinan masih
adanya sisa-sisa bahan kimia yang menempel di daun teh. Pucuk teh yang dipetik
juga tidak boleh terkena kotoran ketika dipetik, seperti jatuh ke tanah atau
terinjak-injak. Hal ini disebabkan dalam pengolahan pucuk teh sama sekali tidak
melibatkan proses pencucian terhadap pucuk teh yang akan diolah. Setelah
keranjang penuh kemudian pucuk teh dimasukkan ke dalam waring sebelum
ditimbang. Waring yang akan ditimbang diletakkan diatas plastik atau terpal
dengan tujuan untuk menjaga agar pucuk segar tidak terkena kotoran. Selain itu
alat transportasi (truk) dalam membawa waring yang telah berisi pucuk segar ke
pabrik dialasi dengan terpal dan diberi tutup, agar pucuk terhindar dari sinar
matahari langsung dan terhindar dari hujan.

22
Sanitasi pucuk teh ketika berada di pabrik juga tidak kalah penting. Pucuk
teh yang akan dilayukan tidak boleh jatuh keluar dari Whitering Trough selama
proses pembeberan. Pucuk teh juga tidak boleh terkena bahan-bahan kimia seperti
oli, solar, maupun minyak pelumas ketika diangkut menggunakan truk. Hal ini
untuk menghindari adanya kontaminasi terhadap pucuk teh. Sortir terhadap
kotoran seperti daun-daun tua, rumput dan ranting pohon lain dilakukan
bersamaan dengan pembeberan pucuk segar pada Withering Trough. Sedangkan
kontaminasi fisik lain seperti cemaran berupa logam dihilangkan dengan
menggunakan magnet yang terdapat di conveyor pada proses sortasi.
2. Sanitasi Peralatan, Mesin dan Ruangan Pengolahan
Sanitasi terhadap peralatan, mesin, maupun ruangan pengolahan juga
sangat penting untuk dilakukan. Peralatan, mesin, maupun ruangan yang
bersentuhan langsung dengan bahan baku secara otomatis membutuhkan
perhatian khusus agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap bahan baku yang
akan diolah maupun produk teh yang dihasilkan.
Agar tahapan proses pengolahan teh berjalan dengan lancar dan produk
teh aman untuk dikonsumsi, maka sanitasi alat dan mesin perlu perhatikan. Di UP
Tambi terdapat jadwal sanitasi dan perawatan alat dan mesin. Pembersihan alat
dilakukan setelah proses selesai, sedangkan perawatan mesin dilakukan setiap
seminggu sekali setiap hari Senin. Sanitasi peralatan dilakukan sejak pemetikan
pucuk teh di kebun. Keranjang maupun waring yang digunakan sebagai tempat
pucuk teh harus benar-benar bersih dari segala macam kontaminan maupun
kotoran. Keranjang maupun waring ini harus dibersihkan setiap kali selesai dan
setiap kali akan dipakai agar tidak ada kotoran yang bisa mengkontaminasi pucuk
teh yang akan diolah.
Sanitasi terhadap mesin akan lebih banyak ditemukan di pabrik. Mesin-
mesin yang baru selesai digunakan untuk melakukan pengolahan maupun ketika
akan digunakan untuk pengolahan harus dibersihkan untuk menghilangkan
kontaminan yang bisa menempel di bahan baku maupun produk teh jadi. Mesin-
mesin harus dibersihkan dari oli, pelumas maupun kotoran-kotoran lainnya secara

23
periodik setiap hari. Kotoran-kotoran disapu menggunakan sapu lidi seperti
membersihkan sisa-sisa pucuk teh di Whitering Trough. Pemeliharaan fan
dilakukan dengan memberikan pelumas agar putarannya stabil. Baki dan nampan
yang diperlukan pada tahapan proses fermentasi dibersihkan dan di cuci untuk
menghilangkan sisa-sisa bubuk teh yang difermentasi dengan menggunakan air
yang mengalir dan seminggu sekali dibersihkan dengan menggunakan soda api
serta menghembus dengan kompressor untuk menghilangkan debu di mesin-
mesin sortasi. Sisa-sisa kotoran dan debu yang menempel pada alat mesin akan
terhembus ke lantai oleh kompresor, sedangkan debu yang berterbangan akan
terhisap oleh kipas penghisap debu (Blower) dan terbawa keluar ruangan.
Dengan tersedotnya debu maka gangguan pernafasan pekerja dapat
diminimalkan dan dapat menjaga kebersihan ruang sortasi kering. Kipas
penghisap debu (Blower) di ruang sortasi kering dapat di lihat pada Gambar 3.2

Gambar 3.2 Kipas Penghisap Debu (Blower)


Sanitasi terhadap ruangan pengolahan dapat dilakukan dengan
membersihkan ruangan yang digunakan untuk proses produksi secara periodik.
Ruangan-ruangan diberi ventilasi agar sirkulasi udara bisa berjalan lancar.
Ruangan harus dibersikan dari debu maupun kotoran-kotoran lain secara periodik
setiap hari. Pelaksanaan sanitasi ruangan dilakukan dengan mengepel lantai,
membersihkan dinding dan atap. Di UP Tambi lantai pabrik terbuat dari semen
dan sebagian dari keramik tujuannya agar mudah di bersihkan, relatif kedap air

24
dan selain itu lantai yang terbuat dari semen atau keramik mempunyai daya tahan
yang kuat sehingga tidak mudah rusak. Untuk dinding pabrik terbuat dari tembok
dan di lengkapi dengan ventilasi udara yang terbuat dari kaca dan atap pabrik
terbuat dari seng dengan alasan agar udara di dalam pabrik tidak dingin karena
lokasi pabrik terletak di pegunungan yang udaranya dingin. Penggunaan atap
yang terbuat dari seng karena dapat menyerap panas sehingga ruangan tetap
terjaga. Dan pelaksanaan sanitasi khusus untuk ruangan fermentasi perlu
dilakukan pengepelan setiap hari karena di ruangan ini proses produksi
berlangsung dalam suasana lembab sehingga jika tidak di pel setiap akhir proses
produksi bisa mengakibatkan tumbuhnya jamur maupun bakteri di ruang
fermentasi ini.
3. Sanitasi Karyawan dan Penunjang
Kesehatan dan kebersihan pekerja sangat menentukan mutu produk yang
dihasilkan. Karyawan atau pekerja merupakan salah satu mata rantai penghubung
sumber pencemaran, karena banyak mikroorganisme yang melekat pada kulit dan
pakaian yang dikenakan. Sanitasi terhadap karyawan dan pengunjung yang masuk
ke pabrik sangat penting untuk dilakukan sebab manusia adalah sumber
kontaminan terbesar. Para karyawan dan pengunjung yang masuk ke pabrik
diwajibkan memakai masker serta baju khusus beserta topinya, dan juga sepatu
yang sudah disediakan, selain itu diwajibkan mencuci tangan sebelum masuk ke
ruang pengolahan. Sanitasi karyawan mempunyai peranan penting dalam proses
pengolahan dan kelancaran produksi. Faktor-faktor lingkungan yang tidak sesuai
dengan kondisi pekerja akan menyebabkan gangguan yang mengakibatkan
terganggunya pelaksanaan pekerjaan. Gangguan tersebut dapat berpengaruh
terhadap kenyamanan kerja, gangguan keamanan dan kesehatan dalam bekerja.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada pekerja yang berkaitan dengan gangguan
yang ditimbulkan dari proses pengolahan antara lain:
a. Bau. Bau yang tidak disukai dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti
pernafasan. Bau tertentu dapat berasal dari proses penggiligan.

25
b. Penerangan. Penerangan merupakan faktor yang sangat penting dalam
pelaksanaan pekerja/ proses produksi. Penerangan yang baik membuat para
pekerja dapat melihat dengan jelas sesuatu yang dikerjakan, sehingga dapat
melakukan pekerjaan dengan baik. Dan sebaliknya jika sistem penerangan
yang kurang baik dapat melelahkan mata atau bahkan dapat menyebabkan
kecelakaan kerja.
c. Kebisingan. Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki. Dengan adanya
kebisingan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan. Gangguan
tersebut dapat berupa kerusakan indera pendengaran, selain itu juga dapat
mengganggu komunikasi. Penempatan generator yang menjadi sumber suara
ditempatkan diruang yang terpisah dengan ruang proses produksi, sehingga
tidak mengganggu karyawan dalam bekerja.
Setiap tahap pengolahan harus dilakukan antisipasi walaupun sederhana untuk
menjamin keselamatan dan kenyamanan kerja para pekerja, maka diperlukan
perlengkapan untuk kelengkapan pekerja seperti:
a. Masker
Pemakaian masker dimaksudkan agar bahan baku maupun produk yang
dihasilkan tidak terkontaminasi oleh sumber kontaminan dari mulut karyawan
maupun pengunjung ketika bercakap-cakap. Selain itu, dengan pemakaian masker ini
kenyamanan karyawan dan pengunjung juga akan lebih terjamin sebab proses
pengolahan teh menimbulkan bau yang cukup menusuk hidung. Masker di UP
Tambi terbuat dari kain yang cukup untuk melindungi dari debu dan kelembaban
berlebih dan tidak terlalu pengap. Masker digunakan pada ruang sortasi basah dan
fermentasi yang berkelembaban tinggi serta pada ruang pengeringan, sortasi
kering, pengemasan, dan gudang yang berdebu.
b. Baju Seragam dan Tutup Kepala
Pemakaian baju dan topi/ tutup kepala seragam dimaksudkan agar teh
yang sedang diolah tidak tercemar oleh karyawan maupun pengunjung. Dengan
sifatnya yang higroskopis, bubuk teh yang ada di ruang pengeringan maupun di
ruang sortasi akan sangat mudah menyerap bau menyengat seperti parfum. Oleh

26
karena itu pemakaian satu set pakaian seragam ini akan mengurangi kemungkinan
tercemarnya produk teh oleh karyawan maupun pengunjung. Tutup kepala
digunakan untuk menjaga agar tidak terjadi pencemaran teh dari debu dari kepala
atau rambut pekerja sehingga estetika dan keamanan teh dapat dijaga. Karyawan
yang bekerja di bagian sortasi dan pengepakan mengenakan kelengkapan kerja
seperti masker, sarung tangan dan penutup kepala dapat di lihat pada Gambar 3.3

Gambar 3.2 Karyawan Mengenakan Kelengkapan Kerja


c. Celemek
Celemek dapat befungsi sebagai pelindung pakaian pekerja dari kotoran
teh yang terkadang susah dihilangkan. Selain itu juga dapat merapikan pakaian
kerja sehingga kemungkinan pakaian tersangkut pada alat lebih terkurangi.
Dengan pemakaian celemek dapat melindungi produk dari kotoran yang
menempel pada baju pekerja.
d. Sarung Tangan
Sarung tangan difungsikan untuk menghindari kontaminasi produk oleh
tangan pekerja sebagai pengolahnya. Selain itu sarung tangan juga untuk
pengamanan kerja saat melakukan pekerjaan. Sarung tangan sebaiknya digunakan
pada tiap proses pengolahan, terutama digunakan pada ruang sortasi basah dan
ruang oksidasi enzimatis, karena dapat melindungi tangan dari enzim polifenol
oksidase yang dapat menyebabkan tangan menjadi pecah dan selain itu untuk
melindungi tangan dari alat yang kasar.

27
e. Kompresor
Kompresor berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada
tubuh pekerja misalnya debu atau kotoran lain seperti serat tangkai sisa hasil
sortasi. Dalam pelaksanaan produksi, alat ini ditempatkan pada ruang sortasi
basah, ruang sortasi kering dan pengemasan serta pada gudang penyimpanan dan
pengangkutan.
f. Sepatu
Sepatu boot merupakan sepatu khusus yang digunakan oleh para mandor
kebun dan para pemetik di kebun untuk melindungi dari bahaya luar, misalnya
duri, paku yang dapat menancap dikaki ataupun serangga yang berbahaya. Setiap
karyawan diwajibkan mengganti alas kakinya dengan sepatu saat masuk ke
pabrik. Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi silang dari luar pabrik ke
dalam pabrik, selain itu agar dalam menjalankan proses produksi para pekerja
merasa nyaman dan terlindungi.
4. Sanitasi Bangunan dan Lingkungan
Sanitasi lingkungan produksi perlu mendapat perhatian, karena berkaitan
erat dengan masyarakat sekitar, pengolahan, dan kelestarian lingkungan.
Lingkungan produksi berhubungan dengan lokasi dan konstruksi bangunan.
Lokasi di UP Tambi terletak di daerah pegunungan dan dekat dengan
pemukiman penduduk sehingga bahan sisa hasil pengolahan yang dibuang harus
ditangani secara benar, supaya tidak menganggu kesehatan dan kenyamanan
penduduk sekitar. Selain itu, untuk menjaga kebersihan halaman pabrik dan ruang
pengolahan sudah ada petugas kebersihan yang setiap pagi tugasnya menyapu dan
membersihkan ruang pengolahan dan halaman sekitar pabrik.
Untuk menjaga kebersihan lingkungan pabrik dan karyawan disediakan
tempat sampah untuk menampung kotoran dan juga wastafel untuk cuci tangan
para pekerja sebelum dan setelah melakukan aktifitas kerja.

Fungsi bangunan dalam suatu perusahaan adalah untuk melindungi para


pekerja serta peralatan yang ada dari faktor lingkungan seperti panas, hujan dan juga

28
faktor keamanan. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam konstruksi bangunan
yaitu lantai, dinding, atap dan langit-langit, ventilasi udara, penerangan, dan tata
ruang. Sehingga diperlukan jadwal untuk menjaga kebersihan terhadap konstruksi
bangunan. Konstruksi bangunan pabrik di UP Tambi sudah cukup baik hal ini dapat
di lihat dari dinding pabrik yang terbuat dari tembok dan di lengkapi dengan ventilasi
udara yang cukup memadai. Lantai pabrik yang sebagian besar terbuat dari keramik
memudahkan dalam proses pembersihan, relatif kedap air dan mempunyai daya tahan
yang kuat sehingga tidak mudah rusak. Selain itu atap yang terbuat dari seng untuk
menjaga suhu ruangan agar tidak dingin karena lokasi pabrik berada di pegunungan.
Lingkungan tempat perusahaan didirikan harus diperhatikan letaknya terhadap
lingkungan yang kurang sehat. Penentuan lokasi bangunan secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi produk yang dihasilkan, untuk itu pemilihan
lokasi bangunan tidak boleh diabaikan begitu saja. Sanitasi bangunan secara umum
meliputi :
a. Sanitasi Lantai
Lantai relatif kedap air, permukaannya rata dan halus tetapi tidak licin
serta mudah untuk dibersihkan. Proses pembersihan lantai yang di lakukan di UP
Tambi yaitu menyapu lantai sebelum proses dan setelah proes produksi, sehingga
lantai terlihat bersih dan tidak mengganggu jalanya proses produksi dan mengepel
lantai setiap hari agar lantai tetap terjaga kebersihannya.
b. Sanitasi Dinding
Dinding menggunakan tembok dengan ketinggian + 5-7 meter dari
permukaan lantai, dinding tembok juga dilengkapi dengan ventilasi yang
berfungsi sebagai sirkulasi udara. Pembersihan dinding biasanya dilakukan
seminggu sekali untuk dinding yang berdekatan dengan alat mesin yaitu dengan
cara mengelap dinding tersebut agar terbebas dari kotoran yang menempel.
c. Atap dan Langit-langit
Atap terbuat dari seng dengan alasan agar udara di dalam pabrik tidak
dingin karena lokasi pabrik terletak di pegunungan yang udaranya dingin. Seng
dapat menyerap panas dan selain itu tahan terhadap pengaruh hujan, tahan lama,

29
dan tidak bocor. Langit-langit terbuat dari kayu dengan permukaan rata dan tidak
mudah terkelupas serta tahan lama dan mudah dibersihkan, tinggi langit-langit
minimal 3 meter dari atas permukaan lantai. Pembersihan atap dan langit-langit
dilakukan dilakukan setiap sebulan sekali oleh petugas kebersihan.
d. Ventilasi
Ventilasi berfungsi sebagai sirkulasi udara. Uap air akan mengembun dan
menempel pada permukaan peralatan, mesin, langi-langit dan dinding yang
mudah menimbulkan karat sedangkan pada kayu akan mengakibatkan kayu
menjadi mudah lapuk atau terjadi serangan jamur. Untuk menanggulangi masalah
tersebut maka dibuat ventilasi sebagai pengatur suhu ruangan. Ventilasi udara di
UP Tambi sudah cukup baik dan memadai, penggunaan ventilasi yang terbuat
dari kaca memudahkan dalam proses pembersihan. Pembersihan debu yang
menempel pada venntilasi di lakukan setiap seminggu sekali oleh petugas
kebersihan. Sanitasi di UP Tambi sudah cukup baik, karena dengan penerapan
sistem SSOP (Standar Sanitation Operating Procedure) pada setiap proses, mulai
dari bahan baku, pengolahan, pengemasan sampai produk jadi. Ventilasi udara
cukup baik, penerangan yang digunakan cukup memadai dengan memasang
lampu-lampu penerangan pada setiap ruang dan tata ruangnya juga sudah cukup
baik.

5. Sanitasi Pengolahan Limbah


Pengolahan limbah yang dihasilkan sangat penting untuk dilakukan agar
tidak mencemari lingkungan di sekitar pabrik walaupun pada dasarnya proses
pengolahan teh tidak menimbulkan limbah yang terlalu berbahaya bagi
lingkungan. Limbah hasil tahapan proses harus mendapatkan perhatian dan
dikelola dengan baik agar tidak membahayakan dan berdampak buruk bagi
lingkungan. Di UP Tambi menghasilkan limbah padat, cair, maupun gas (asap).
Penanganan terhadap masing-masing limbah berbeda-beda.
a. Limbah Padat

30
Limbah padat dari proses pengolahan teh berupa bubuk-bubuk teh
yang jatuh ke lantai tidaklah terlalu berbahaya. Penanganannya hanya perlu
dilakukan dengan cara menyapunya kemudian memasukkannya ke dalam
karung untuk selanjutnya dibuang atau dijadikan pupuk organik.
Limbah padat yang dihasilkan oleh UP Tambi berupa sisa pembakaran
kayu bakar (abu) yang dihasilkan pada tungku pemanas ditumpuk setelah itu
dimanfaatkan sebagai pupuk yang telah dicampur dengan pupuk organik.
Limbah padat yang lain adalah debu sisa pengolahan dari tahapan proses
sortasi kering. Debu-debu tersebut tidak dibuang tetapi diambil oleh
perusahaan batik, dan digunakan sebagai bahan pewarna pembuatan batik.
Penanganan debu diruang sortasi kering dilakukan dengan menempatkan
exhausfan yang berfungsi untuk mengeluarkan debu yang berada disekitarnya.
b. Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan sangat kecil. Limbah cair yang dihasilkan
berupa soda api sisa pembersihan alat-alat yang digunakan selama pengolahan
seperti baki. Soda api sisa pembersihan tersebut tidaklah dialirkan ke dalam
sungai, tetapi dialirkan ke dalam bak berbentuk kotak yang ditanam di dalam
tanah. Selain itu limbah cair seperti oli maupun bahan bakar yang tercecer
bisa dibersihkan dengan mengelap atau mengepelnya.
c. Limbah Gas
Limbah gas (asap) lebih mendapat perhatian dengan pengaturan letak
cerobong asap yang tepat sehingga tidak terlalu dekat dengan tempat dimana
karyawan beraktivitas. Ditambah dengan adanya tanaman penyejuk di sekitar
lokasi pabrik membuat kondisi udara di Unit Perkebunan Tambi bisa tetap
terjaga.
Asap dari heat exchanger baik untuk pelayuan maupun pengeringan
langsung dibuang ke udara sekitar melalui cerobong asap. Tinggi cerobong
pengeluaran asap hasil pembakaran di ruang pengeringan lebih tinggi
dibandingkan dengan tinggi bangunan pabrik tempat proses pengolahan
berlangsung. Ini dimaksudkan agar asap/gas hasil pembakaran tersebut tidak

31
masuk ke ruang pengolahan sehingga tidak mengganggu jalannya proses
pengolahan. Penempatan cerobong asap pada Gambar 3.4 di UP Tambi
terletak di belakang ruang pengolahan dekat dengan ruang pembakaran kayu.

Gambar 3.4 Cerobong Asap

3.5 Fungisida yang Digunakan


Jenis fungisida yang digunakan di UP Tambi yaitu fungisida sistemik
(Conazol dan Mancyl) dan kontak (Kocide dan Probox). Dalam penggunaan
fungisida, bergantung pada intensitas serangan blister. Pada intensitas serangan
ringan yaitu 5 – 20 % menggunakan Kocide dan Probox dengan dosis 0.1 l/ha,
intensitas serangan sedang menggunakan Conazol, Mancyl, Kocide dan Probox
dengan dosis antara 0.1 – 0.2 l/ha, sedangkan untuk intensitas serangan berat dapat
menggunakan keempat jenis fungisida dengan dosis 0.15 – 0,3 l/ha. Penyemprotan
dilakukan 2-3 hari setelah pemetikan.

32
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
1. Proses pengolahan teh hitam di PT Perkebunan Tambi, Wonosobo adalah
menggunakan sistem ortodox rotorvane yang meliputi proses pelayuan,
penggulungan, penggilingan, sortasi basah,fermentasi, pengeringan, sortasi
kering dan pengemasan.
2. Potensi risiko bahaya yang banyak terjadi pada proses produksi di pabrik
tersebut dan memiliki nilai level tinggi-ekstrim yaitu sebagian pada proses
produksi yang tidak memiliki APAR, kelengkapan isi kotak P3K, posisi salah
dalam bekerja, terdapat debu-debu sisa pembakaran yang membuat sesak pada
pernafasan. Untuk potensi yang berhubungan dengan kelistrikan yaitu seperti
kabel yang tidak tertata, stop kontak yang sudah rusak, saklar yang tidak layak
pakai, yang dapat berisiko tersengat atau tersentrum listrik. Potensi yang
berhubungan dengan mesin yaitu pada mesin Exhaust fan yang mengeluarkan
suara yang berisik dan fungsinya tidak maksimal, kemudian terdapat gear
rantai mesin yang tidak terpasang pengaman yang berpotensi bahaya terkena
tangan dan berisiko terkena cedera pada pekerja. Mesin cutter gigi yang
belum terdapat pengaman yang dapat terjadi risiko cedera pada jari pekerja di
pabrik. Potensi lain yaitu berkaitan dengan SOP atau tata tertib pekerja yang
tidak ada, hal ini sangat berbahaya bagi pekerja karena tidak mengetahui SOP
dalam bekerja yang aman.
3. Sanitasi yang dilakukan UP Tambi meliputi : sanitasi bahan baku, sanitasi
peralatan mesin dan ruang pengolahan, sanitasi karyawan dan pengunjung,
sanitasi bangunan dan lingkungan, dan sanitasi pengolahan limbah.
4. Penanganan limbah padat berupa sisa pembakaran kayu bakar (abu) yang
dihasilkan pada tungku pemanas ditumpuk setelah itu dimanfaatkan sebagai
pupuk, limbah debu sisa pengolahan yang derasal dari ruang sortasi
digunakan sebagai bahan pewarna batik, limbah cair seperti oli maupun bahan

33
bakar yang tercecer bisa dibersihkan dengan mengelap atau mengepelnya dan
limbah asap dari heat exchanger langsung dikeluarkan melalui cerobong asap.
4.2 Saran
1. Melakukan pelatihan terhadap pekerja tentang pentingnya keselamatan
kesehatan kerja dan pengarahan apa yang dilakukan jika terjadi bencana
seperti kecelakaan pada saat bekerja
2. Melengkapi semua keperluan di ruang proses produksi terutama perlengkapan
K3 seperti APAR, P3K, APD, dan rambu-rambu yang diperlukan.
3. Membuat SOP dan tata tertib tegas untuk pekerja, kemudian di cetak dan
ditempel ditempat yang mudah dilihat di setiap dinding proses produksi
pabrik agar setiap memasuki ruangan proses produksi pekerja dan pengunjung
dapat mengetahui batasan-batasan.
4. Dilakukan sortir yang lebih cermat dan teliti agar bahan-bahan selain teh tidak
ikut tergiling pada proses penggilingan.
5. Perlu dilakukan proses pembersihan secara berkala pada bangunan seperti
pada atap atau langit-langit.

34
DAFTAR PUSTAKA

Adisewojo, S. 1982. Bercocok Tanam Teh. Sumur Bandung. Bandung.


Anonimd. 2010. Sanitasi dan Pengolahan Limbah. http://arifinds.wordpress.com. diakses
tanggal 25 Januari 2010 pukul 15.30 WIB.
Arifin, S. 1994. Petunjuk Teknis Pengolahan Teh. Pusat Penelitian Teh dan Kina
Gambung. Bandung.
Iqbal, M. 2018. Analisis Potensi Risiko Bahaya pada Proses Produksi Pt Perkebunan
Tambi dengan Pendekatan Hazard Identification and Risk Assessment (Hira)
dan Hazard and Operability (HAZOP). Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Tugas Akhir
Irawan, S. (2015). Penyusunan Hazard Identification Risk Assesment and Risk Control
(HIRARC) di PT. X. Jurnal Tirta, 3 (1), 15-18.
Kurniawati, Eni., Sugiono., & Yuniarti, Rahmi. 2013. Analisis potensi kecelakan pada
departemen produksi Pringbed dengan metode Hazard Identification and Risk
Assessment (HIRA) (Studi kasus : PT. Malindo Intitama Raya, Malang, Jawa
Timur ) : 11-23
Marganingrum, D. 2010. Laporan Magang di PT. Perkebunan Tambi Wonosobo
(Sanitasi Industri Pengolahan The Hitam). Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret. Laporan Magang
Nazarudin dan Paimin. 1993. Pengemasan Teh. UI Press.
Nazaruddin, dkk. 1993. Pembudidayaan dan Pengolahan Teh. Penebar Swadaya. Jakarta
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1995. Empat Belas Tanaman Perkebunan untuk Agro-industri.
Balai Pustaka. Jakarta.
Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh, Kopi, Cokelat Internasional. Gramedia.
Jakarta

35
LAMPIRAN

Ruang Pengeringan

Ruang Penjenisan

36

Anda mungkin juga menyukai