Anda di halaman 1dari 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kopi
Tanaman kopi (Coffea.sp) merupakan salah satu komoditas perkebunan andalan sebagai
penghasil devisa bagi Indonesia. Peran komoditas kopi bagi perekonomian Indonesia cukup penting,
baik sebagai sumber pendapatan bagi petani kopi, sumber devisa, penghasil bahan baku industri,
maupun penyedia lapangan kerja melalui kegiatan pengolahan, pemasaran, dan perdagangan (ekspor
dan impor) (Chandra, 2013). Jenis kopi arabika (Coffea arabica) dan kopi robusta (Coffea robusta)
adalah yang spesies paling banyak dibudidaya (Villanueva, D.,dkk, 2011). Secara rata-rata, kontribusi
kopi Robusta terhadap produksi kopi nasional mencapai 82,49% setiap tahunnya. Lebih dari 80% dari
luas areal pertanaman kopi Indonesia saat ini merupakan jenis kopi Robusta (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2014).
Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting dari Indonesia. Data
menunjukkan, Indonesia meng-ekspor kopi ke berbagai negara senilai US$ 588,329,553.00, walaupun
ada catatan impor juga senilai US$ 9,740,453.00 (Pusat Data dan Statistik Pertanian, 2006).
International Coffee Agrement 2001 menyepakati nama dan bentuk kopi yang diperdagangkan secara
internasional antara lain kopi hijau (green coffee), buah kopi kering (dried coffee cherry), kopi sangrai
(roasted coffee), kopi dekafein (decaffeinated coffee), kopi cair (liquid coffee) dan kopi instan (soluble
coffee) (Rahardjo, 2012).

Gambar 1. Buah Kopi

2.2 Kopi Robusta


Kopi robusta berasal dari hutan-hutan katulistiwa di Afrika, dari pantai barat sampai Uganda.
Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan buah kopi setelah umur 4-5 tahun tergantung pada
pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil yang tinggi mulai umur 8 tahun
dan dapat berbuah baik selama 15 -18 tahun. Pemeliharaan tanaman kopi yang baik akan menghasilkan
sampai umur sekitar 30 tahun (Ridwansyah, 2003). Sejak tahun 1900 kopi robusta telah tersebar luas
ke seluruh daerah tropis. Kopi robusta dapat tumbuh lebih baik di daerah dengan ketinggian 0-1000
mdpl, dimana tempat tersebut tidak cocok untuk kopi arabika yang memerlukan ketinggian lebih dari
1000 mdpl untuk menghindari serangan hama Hemelia vastatrix (HV). Hal ini yang menyebabkan kopi
robusta lebih banyak dibudidaya di Indonesia yang daerahnya didominasi dataran rendah (Rahardjo,
2012). Ciri-ciri kopi robusta secara umum antara lain memiliki rasa yang lebih pahit, aroma yang
dihasilkan khas manis, warna biji bervariasi, teksturnya lebih kasar daripada kopi arabika (Anggara,
Anies dan Sri Marini, 2011).
Klasifikasi kopi robusta (C. Robusta Lindl.Ex De Will) menurut (Rahardjo, 2012) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Coffea
Spesies : Coffea robusta Lindl.Ex De Will

Kopi robusta berasal dari Kongo dan tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar
1000 m di atas permukaan laut, dengan suhu sekitar 200 C (Ridwansyah, 2003). Kopi Robusta (Coffea
canephora) dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1900 (Gandul, 2010). Kopi ini ternyata tahan
penyakit karat daun, dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang
produksinya jauh lebih tinggi. Oleh karena itu kopi ini cepat berkembang, dan mendesak kopi-kopi
lainnya. Saat ini lebih dari 90% dari areal pertanaman kopi Indonesia terdiri atas kopi Robusta
(Prastowo, B., 2010). Meskipun dalam hal rasa tidak lebih baik dari kopi arabika tetapi kopi robusta
dapat menghasilkan biji yang lebih banyak (AAK, 1988). Kadar kafein biji mentah kopi robusta lebih
tinggi dibandingkan biji mentah kopi arabika, kandungan kafein kopi robusta sekitar 2,2% (Spillane
dan James, J, 1990).Tanaman kopi robusta memiliki batang berkayu, keras, tegak, putih ke abuabuan.
Seduhan kopi robusta memiliki rasa seperti cokelat dan aroma yang khas, warna bervariasi sesuai
dengan cara pengolahan. Kopi bubuk robusta memiliki tekstur lebih kasar dari kopi arabika.
2.3 Proses Pengolahan Kopi
Kopi yang sudah dipetik harus segera diolah lebih lanjut dan tidak boleh dibiarkan begitu saja
selama lebih dari 12 sampai 20 jam. Bila kopi tidak segera diolah dalam jangka waktu tersebut maka
kopi akan mengalami fermentasi dan proses kimia lainnya yang bisa menurunkan mutu dari kopi
tersebut. Apabila terpaksa belum diolah, maka kopi harus direndam terlebih dahulu dalam air bersih
yang mengalir (Rahardjo, 2012).
Sebelum proses pengolahan, terdapat proses sortasi yang dilakukan di kebun. Menurut
(Direktorat Jenderal perkebunan, 2012). Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang superior
(masak, bernas, seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang
hama/penyakit). Sortasi buah kopi juga dapat menggunakan air untuk memisahkan buah yang diserang
hama. Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang, karena dapat merusak mesin
pengupas. Buah kopi merah (superior) diolah dengan cara proses basah atau semi-basah, agar diperoleh
biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau, kuning dan merah
diolah dengan cara proses kering. Hal yang harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam
karung plastik atau sak selama lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga
aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau tengik (stink) .
Terdapat dua proses pengolahan kopi robusta yaitu dengan cara kering (Dry Process) dan cara
basah (Wet Process). Adapun proses pengolahan kopi robusta menurut (Direktorat Jenderal
perkebunan, 2012) sebagai berikut:
1. Proses pengolahan dengan metode kering (Dry Process)
Proses kopi secara kering banyak dilakukan petani, mengingat kapasitas olah kecil, mudah
dilakukan dan peralatan sederhana.
a. Penjemuran/pengeringan
Buah kopi yang sudah dipanen dan disortasi harus sesegera mungkin dikeringkan agar
tidak mengalami proses kimia yang bisa menurunkan mutu. Buah kopi dikatakan sudah
kering apabila waktu diaduk terdengar bunyi gemerisik.
Penjemuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat para para, lantai jemur dan
terpal. Penjemuran langsung di atas tanah atau aspal jalan harus dihindari supaya tidak
terkontaminasi jamur.
Pengeringan memerlukan waktu 2-3 minggu dengan cara dijemur. Apabila udara tidak
cerah, pengeringan dapat menggunakan alat pengering mekanis. Penuntasan pengeringan
sampai kadar air mencapai maksimal 12,5 %. Beberapa petani masih mempunyai kebiasaan
merebus buah kopi gelondong lalu dikupas kulitnya, kemudian dikeringkan. Kebiasaan
merebus buah kopi gelondong lalu dikupas kulit harus dihindari karena dapat merusak
kandungan zat kimia dalam biji kopi sehingga menurunkan mutu.
b. Pengupasan kulit kering (Hulling)
Pengupasan kulit buah kopi kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit
buah, kulit tanduk dan kulit ari. Pengupasan dilakukan dengan menggunakan mesin
pengupas (huller). Beberapa tipe huller sederhana yang sering digunakan adalah huller putar
tangan (manual) dan huller dengan penggerak motor. Pengupasan kulit dengan cara
menumbuk tidak dianjurkan karena mengakibatkan banyak biji yang pecah.
2. Proses Pengolahan dengan Metode Basah (Wet Process)
a. Pengupasan Kulit Buah (pulping)
Pengupasan kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pengupas kulit
buah (pulper). Pulper dapat dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari tembaga/logam dan
atau kayu. Air dialirkan ke dalam silinder bersamaan dengan buah yang akan dikupas.
Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas dasar ukuran sebelum dikupas.
b. Fermentasi
Fermentasi umumnya dilakukan untuk penanganan kopi arabika, bertujuan untuk
menguraikan lapisan lendir yang ada di permukaan kulit tanduk biji kopi. Selain itu,
fermentasi mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada citarasa
seduhan kopi arabika. sedangkan pada kopi robusta fermentasi dilakukan hanya untuk
menguraikan lapisan lendir yang ada di permukaan kulit tanduk . Proses fermentasi dapat
dilakukan secara basah dengan merendam biji kopi dalam bak air, atau fermentasi secara
kering dengan menyimpan biji kopi HS basah di dalam karung goni atau kotak kayu atau
wadah plastik yang bersih dengan lubang di bagian bawah dan ditutup dengan karung goni.
Waktu fermentasi berkisar antara 12 sampai 36 jam tergantung permintaan konsumen. Agar
proses fermentasi berlangsung merata, pembalikan dilakukan minimal satu kali dalam sehari.
c. Pencucian (Washing)
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang menempel
di permukaan kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual di
dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin pencuci biji kopi.
d. Pengeringan (Drying)
Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi HS dari sekitar 60 %
menjadi maksimum 12,5 % agar biji kopi HS relatif aman dikemas dalam karung dan
disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis.
Cara pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Penjemuran
Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji
kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-para atau lantai jemur. Profil lantai
jemur dibuat miring lebih kurang 5 – 7 o dengan sudut pertemuan di bagian tengah
lantai.
Ketebalan hamparan biji kopi HS dalam penjemuran sebaiknya 6 – 10 cm.
Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih basah. Pada dataran tinggi,
penjemuran selama 2-3 hari kadar air biji baru mencapai 25 - 27 %, untuk itu
dianjurkan agar dilakukan pengeringan lanjutan secara mekanis untuk mencapai
kadar air 12,5 %.
b. Pengeringan Mekanis
Pengeringan mekanis dapat dilakukan jika cuaca tidak memungkinkan untuk
melakukan penjemuran. Pengeringan dengan cara ini sebaiknya dilakukan secara
berkelompok karena membutuhkan peralatan dan investasi yang cukup besar dan
operator yang terlatih. Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus
menerus siang dan malam pada suhu 45 – 500oC, dibutuhkan waktu 48 jam untuk
mencapai kadar air 12,5 %. Penggunaan suhu tinggi di atas 600oC untuk pengeringan
kopi arabika harus dihindari karena dapat merusak citarasa. Sedangkan untuk kopi
robusta, biasanya diawali dengan suhu lebih tinggi, yaitu 90 – 1000 oC dengan waktu
20 – 24 jam untuk mencapai kadar air maksimum 12,5 %.
c. Pengeringan Kombinasi
Proses pengeringan kombinasi untuk kopi biji kopi arabika dan robusta dilakukan
dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penjemuran untuk menurunkan kadar air biji
kopi 25 – 27 %, dilanjutkan dengan tahap kedua, menggunakan mesin pengering
untuk mencapai kadar air 12,5% diperlukan waktu pengeringan dengan mesin
pengering selama 8-10 jam pada suhu 45-50 0C.
e. Pengupasan kulit kopi HS (Hulling)
Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji kopi dari kulit tanduk untuk
menghasilkan biji kopi beras dengan menggunakan mesin pengupas. Biji kopi HS yang baru
selesai dikeringkan harus terlebih dahulu didinginkan sampai suhu ruangan sebelum
dilakukan pengupasan. Sedangkan biji kopi yang sudah disimpan di dalam gudang dapat
dilakukan proses pengupasan kulit.
2.4 Syarat Mutu Kopi Robusta
Saat ini sudah ada Standar Nasional Indonesia (SNI) yang baru mengenai kopi yaitu (SNI
2907-2008, 2008). Secara garis besar isi SNI ini adalah sebagai berikut : Syarat mutu umum.
Syarat mutu umum kopi adalah :
1. Serangga hidup : tidak ada
2. Biji berbau busuk dan atau berbau kapang : tidak ada
3. Kadar air : max12,5% fraksi massa
4. Kadar kotoran : max 0,5% fraksi massa
Syarat mutu khusus berdasarkan ukuran biji. Syarat mutu khusus berdasarkan ukuran biji
adalah seperti pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Syarat mutu khusus pengolahan kering kopi robusta

Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan

Besar Tidak lolos ayakan %fraksi Maks.lolos 5


berdiameter 6,5 mm (sieve massa
no. 16)

Kecil Lolos ayakan diameter 6,5 %fraksi Maks. Lolos 5


mm, tidak lolos ayakan massa
berdiameter 3,5 mm (sieve
no. 9)

Sumber: SNI 2907-2008 biji kopi

Tabel 2. Syarat mutu khusus pengolahan basah kopi robusta

Ukuran Kriteria Satuan Persyaratan

Besar Tidak lolos ayakan %fraksi Maks.lolos 5


berdiameter 7,5 mm (sieve massa
no. 19)

Sedang Lolos ayakan diameter 7,5 %fraksi Maks.lolos 5


mm, tidak lolos ayakan massa
berdiameter 6,5 mm (sieve
no. 16)

Kecil Lolos ayakan diameter 6,5 %fraksi Maks. Lolos 5


mm, tidak lolos ayakan massa
berdiameter 5,5 mm (sieve
no. 14)

Sumber: SNI 2907-2008 biji kopi

Syarat mutu khusus berdasarkan jumlah keping biji. Syarat mutu khusus berdasarkan
jumlah keping biji adalah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu khusus kopi peaberry dan kopi polyembrio

Jenis Kriteria Satuan Persyaratan

Peaberry Tanpa ketentuan lolos ayak %fraksi Maks.lolos 5


massa

Polyembrio Tanpa ketentuan lolos ayak - -


dan tidak masuk klasifikasi
biji pecah

Sumber: SNI 2907-2008 biji kopi

Kopi peaberry adalah biji kopi yang berasal dari buah kopi (Arabika dan Robusta) yang berisi 1
(satu) keping biji di dalamnya (biji tunggal). Kopi polyembrio adalah biji kopi yang mengandung 2
(dua) keping biji atau lebih yang saling bertautan satu sama lain sehingga mudah terlepas satu sama
lain menyerupai biji pecah.
Syarat mutu khusus berdasarkan sistem nilai cacat. Syarat mutu khusus berdasarkan sistem
nilai cacat adalah seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Syarat mutu khusus berdasarkan sistem nilai cacat

Mutu Persyaratan

Mutu 1 Jumlah nilai cacat maksimum 11*)

Mutu 2 Jumlah nilai cacat 12 s.d 25

Mutu 3 Jumlah nilai cacat 26 s.d 44

Mutu 4a Jumlah nilai cacat 45 s.d 60

Mutu 4b Jumlah nilai cacat 61 s.d 80

Mutu 5 Jumlah nilai cacat 81 s.d 150

Mutu 6 Jumlah nilai cacat 151 s.d 225

Catatan : *) untuk kopi peaberry dan polyembrio


Sumber: SNI 2907-2008 biji kopi

Penentuan besarnya nilai cacat dari setiap biji cacat dicantumkan dalam tabel penentuan
besarnya nilai cacat biji kopi.

2.5 Pengendalian Mutu


Berdasarkan standar ISO dalam (Leroy, 2006), mutu adalah kemampuan untuk
menggambarkan karakteristik yang melekat dari suatu produk, sistem atau proses untuk memenuhi
keinginan dari konsumen ataupun sekumpulan orang yang terkait dengan produk, sistem atau proses
tersebut. Mutu kopi menurut umumnya ditentukan oleh konsumen sebagaimana produk pangan atau
minuman lainnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu kopi adalah penanganan pasca panen
Metode pengolahan yang dipilih akan mempengaruhi mutu. Metode olah basah umumnya dapat
menghasilkan biji kopi dengan mutu lebih baik. Pemahaman terhadap mutu kopi dapat berbeda mulai
tingkat produsen hingga konsumen. Menurut (Salla, M.H. , 2009), bagi produsen terutama petani,
mutu kopi dipengaruhi oleh kombinasi tingkat produksi, harga dan budaya. Pada tingkat eksportir
maupun importir, mutu kopi dipengaruhi oleh ukuran biji, jumlah cacat, peraturan, ketersediaan
produk, karakteristik dan harga.
Pengendalian mutu adalah tindakan atau kegiatan operasional yang digunakan untuk
memenuhi persyaratan mutu. Pengendalian mutu meliputi monitoring suatu proses, melakukan
tindakan koreksi bila ada ketidaksesuaian dan menghilangkan penyebab timbulnya hasil yang tidak
sesuai pada tahapan rangkaian mutu yang relevan agar tercapai keefektivitasan dan ekonomis
(Insani, D.D dkk) (Hubbeis, M., & Sonalia, D. , 2013). Menurut Hubbeis & Sonalia (2013)
pengendalian mutu produk pangan erat kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan
baku, proses pengolahan, penyimpanan dan hasil akhir.
Kegiatan pengendalian mutu meliputi metode umum seperti memeriksa akurasi data dan
perhitungan serta penggunaan standar prosedur yang disetujui untuk perhitungan emisi, pengukuran,
estimasi ketidakpastian, pengarsipan informasi dan pelaporan (Insani, D.D dkk).

Anda mungkin juga menyukai