Anda di halaman 1dari 6

Kaji Terap Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo)

Menggunakan Metabolit Sekunder


oleh :

Sry Ekanitha Pinem, Ida Roma Tio Uli Siahaan dan Syahnen
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan
Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvetia 20126.
Telp. (061) 8470504, Fax. (061) 8466771, 8445794. 8458008, 8466787
http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/

Abstrak
Kerusakan yang disebabkan oleh H. hampei terutama menyebabkan pengurangan
hasil kopi karena gugurnya buah, kurangnya bobot buah dan penurunan kualitas kopi
hingga rendahnya harga jual. Teknik pengendalian yang berbeda diperlukan untuk
mengendalikan penggerek buah kopi salah satunya adalah pemanfaatan metabolit
sekunder (MS) agens pengendali hayati (APH) seperti Beauveria bassiana dan
Metarhizium anisopliae. Untuk itu telah dilakukan kaji terap pengendalian H. hampei di
Desa Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo dengan 3 perlakuan dan
ulangan sebanyak 9 kali. Perlakuan yang dicobakan terdiri dari: MS Beauveria bassiana,
MS Metarhizium anisopliae dan tanpa perlakuan (kontrol). Hasil pengujian menunjukkan
persentase buah yang terserang PBKo mengalami penurunan setelah aplikasi terakhir di
setiap perlakuan dari pengamatan I hingga pengamatan VI. Pada pengamatan I yaitu satu
bulan setelah aplikasi IV intensitas serangan PBKo menurun menjadi kategori ringan
<20% yaitu 14 %, 13% dan 19% untuk masing-masing perlakuan Beauveria, Metarhizium
dan Kontrol. Namun hal ini terjadi karena buah panen yang didapatkan di lapangan
sangat sedikit sehingga serangan H. hampei juga kecil. Intensitas serangan PBKo
kembali meningkat menjadi kategori sedang sejak pengamatan II hingga pengamatan VI
di semua perlakuan. Aplikasi Beauveria dan Metarhizium secara tunggal dengan infus
akar sebanyak 4 kali belum memberikan efek yang mampu menurunkan intensitas
serangan H. hampei. Aplikasi metabolit sekunder dengan infus akar pada tanaman kopi
masih menimbulkan banyak asumsi apakah cairan metabolit sekunder yang diinfuskan
melalui akar aktif mampu masuk ke dalam jaringan tanaman dan mampu membunuh atau
menghambat perkembangbiakan H. hampei yang terdapat di dalam buah.

Kata kunci : H. hampei, Beauveria Bassiana, Metarhizium anisopliae, metabolit sekunder.

Pendahuluan
H. hampei umumnya menyerang buah kopi yang bijinya (endosperma) telah
mengeras, namun kadang-kadang biji kopi yang belum mengeras tetapi telah berdiameter
lebih dari 5 mm juga diserang. Buah-buah yang bijinya masih lunak umumnya tidak
digunakan sebagai tempat berkembang biak tetapi hanya digerek untuk mendapatkan
makanan sementara dan selanjutnya ditinggalkan lagi. Kerusakan yang ditimbulkan pada
serangan demikian kadang justru lebih berat, karena buah menjadi tidak berkembang,
berubah warna menjadi kuning kemerahan dan akhirnya gugur. Serangan pada buah
yang bijinya telah mengeras akan berakibat penurunan jumlah dan mutu hasil. H. hampei
makan dan bereproduksi di dalam endosperma biji kopi yang dicapai dengan menggerek
melalui eksokarp, mesokarp dan endokarp dalam kondisi optimal hingga 8 jam (Damon,
2000; Jaramillo et al. 2006).

1
Kerusakan yang disebabkan oleh H. hampei terutama menyebabkan pengurangan
hasil kopi karena gugurnya buah, kurangnya bobot buah dan penurunan kualitas kopi
hingga rendahnya harga jual. Diperkirakan ada penurunan 55% berat biji yang diserang
H. hampei, namun penurunan berat dari total produksi kopi sekitar 18%. H. hampei juga
menyerang buah muda (berumur kurang dari 20 minggu setelah berbunga) yang
mengakibatkan 32% buah muda gugur. Selanjutnya, H. hampei menyebabkan kehilangan
hasil 40-80% pada infestasi serangan 90%. Peraturan pemasaran internasional tidak
memungkinkan kopi yang memiliki kerusakan 1,5% oleh serangga untuk diekspor,
dengan demikian harga kopi di negara-negara produsen sangat rendah jika tingkat
infestasi H. hampei lebih tinggi (Benavides et al., 2012).
Dinamika populasi dan pola infestasi oleh H. hampei erat kaitannya dengan faktor
iklim seperti curah hujan dan kelembaban relatif serta fisiologi tanaman kopi. Tingkat
serangan H. hampei sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuh seperti suhu,
kelembapan, ketinggian tempat, cara budi daya, dan varietas tanaman. Kondisi
lingkungan sangat mempengaruhi kemampuan kumbang H. hampei dalam menyerang
o
buah kopi. Suhu optimum untuk perkembangan kumbang H. hampei adalah 20–33 C.
o o
Pada suhu ≤15 C atau ≥35 C kumbang betina sering gagal menggerek buah kopi.
Walaupun mampu menggerek, H. hampei tidak dapat bertelur. Kelembapan optimum
untuk perkembangan PBKo berkisar 90%–95%. Isi bahan kering dari endosperm adalah
faktor yang paling penting menentukan serangan H. hampei dan kecepatan penetrasi ke
dalam buah kopi. Biji dengan <20 % kandungan bahan kering yang baik ditinggalkan
setelah serangan awal atau imago betina menunggu dalam lubang gerekan eksokarp
sampai endosperm memiliki jumlah akumulasi isi bahan kering yang cukup untuk
pengembangan keturunannya. Imago jantan tinggal bersama larva di dalam buah dan
tidak meninggalkan buah (Jaramillo et al., 2006).
Strategi yang berbeda diperlukan untuk mengendalikan penggerek buah kopi
seperti praktik budidaya, konservasi musuh alami/serangga menguntungkan dan
pemanfaatan musuh alami eksotis serta patogen serangga (Benavides et al., 2012).
Strategi-strategi ini tercakup dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam
kasus H. hampei program PHT telah didefinisikan sebagai penggunaan seri tindakan
pengendalian (budidaya, hayati dan kimia) untuk mengurangi populasi H. hampei ke
tingkat yang tidak dapat menyebabkan kerusakan ekonomis dan yang memungkinkan
produksi kopi petani untuk ekspor dengan cara kompetitif (Benavides et al., 2012).
Pemanfaatan metabolit sekunder dirasa lebih menjanjikan keberhasilannya dalam
pengendalian OPT karena sampai sekarang masih banyak jenis OPT yang belum dapat
diatasi karena OPT tersebut berada di dalam jaringan tanaman seperti halnya hama H.

2
hampei dan keberadaannya bahkan susah terdeteksi. Untuk itu diperlukan terobosan
teknologi pengendalian agar dapat menjawab permasalahan tersebut. Salah satunya
adalah dengan pemanfaatan metabolit sekunder APH. Keberhasilan pemanfaatan APH
tersebut sangat tergantung dan ditentukan jumlah dan jenis metabolit sekunder yang
dihasilkan. Peran metabolit sekunder dapat secara tunggal, artinya hanya satu jenis
metabolit sekunder saja yang digunakan. Umumnya metabolit sekunder APH berperan
ganda, baik secara aditif maupun sinergis. Hal ini sering kelihatan pada hasil aplikasi
APH, selain dapat mengatasi atau mengendalikan OPT juga dapat berpengaruh kepada
tanaman khususnya terhadap pertumbuhan tanaman (Disbun Jabar, 2017).
Banyak hasil penelitian pemanfaatan APH untuk mengendalikan OPT telah
menunjukkan hasil positif, artinya dapat menekan tingkat serangan OPT di lapangan,
meskipun diaplikasikan secara konvensional. Keberhasilan agens pengendali tersebut
sangat tergantung dan ditentukan oleh jumlah dan jenis metabolit sekunder yang
dihasilkan (Soesanto, 2017).
Kandungan di dalam metabolit sekunder B. bassiana di antaranya bassianin,
bissiacridin, beauvericin, bassianolide, siklosporin A, asam oksalat, beauverolides, tenellin
and oosporein, Antibakteri, antijamur, antinematodal, mikotoksin, sitotoksis. Enniatins,
isarolides dan Bassianolide (=insecticidal). Metabolit sekunder B. bassiana mampu
menghambat pertumbuhan beberapa jamur patogen tanaman dengan konsentrasi
rendah. Jamur patogen tanaman yang dihambat pertumbuhannya oleh metabolit
sekunder B. bassiana antara lain jamur Alternaria tenuis, Aspergillus niger, A. parasitica,
Fusarium avenaceum, F. graminearum, F. moniliforme, F. oxysporum dan Penicillium sp
(Soesanto, 2017).
Metabolit sekunder Metarhizium mengandung beberapa senyawa, diantaranya
senyawa pendegradasi pati, pendekomposisi khitin, pendekomposisi lemak dan glikogen,
antagonis ke jamur patogen, khitinolisis, Siklodepsipeptida destruksin A,B,C dan D, L-
prolil-L-leusin anhidrid, L-Prolil-L-valin anhidrid dan Desmetil destruksin B (Soesanto,
2017).

3
Metode Pelaksanaan
Kegiatan telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Desember 2018
di kebun kopi milik Bapak Bastian Sitepu yang terletak di Desa Sukanalu, Kecamatan
Barus Jahe, Kabupaten Karo. Perlakuan yang dicobakan sebanyak 3 perlakuan dan
diulang sebanyak 9 kali. Perlakuan yang dicobakan terdiri dari:
1. B : Perlakuan dengan menggunakan metabolit sekunder Beauveria bassiana
2. M : Perlakuan dengan menggunakan metabolit sekunder Metarhizium anisopliae
3. K : Tanpa perlakuan (Kontrol)
Pada masing-masing ulangan terdapat 3 pohon sampel jadi masing-masing
perlakuan terdiri dari 27 pohon sampel, total pohon sampel adalah 81 pohon.

Hasil
Persentase buah yang terserang PBKo mengalami penurunan setelah aplikasi
terakhir di setiap perlakuan dari pengamatan I hingga pengamatan VI. Dapat dilihat
bahwa pada pengamatan setelah aplikasi jumlah buah terserang di ketiga perlakuan
tinggi, tetapi pada pengamatan I di bulan Juli (satu bulan setelah aplikasi) jumlah buah
terserang sangat rendah dikarenakan jumlah buah yang dijumpai di lapangan masih
sangat muda dan jumlahnya sedikit. Sedikitnya buah yang terdapat di pohon-pohon
sampel merupakan siklus tanaman yang belum masuk musim buah besar dan didukung
pula kondisi curah hujan yang rendah. Rata-rata persentase buah kopi terserang
disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata persentase buah kopi terserang di setiap pengamatan


Pengamatan Pengamatan Setelah Aplikasi (%)
Sebelum
Perlakuan Rataan
Aplikasi (Mei) Agst Sept Okt Nov Des
Juli (I)
(%) (II) (III) (IV) (V) (VI)

B 14,40 6,81 5,75 6,22 6,84 6,20 6,22 7,49

M 11,95 4,15 5,58 5,41 6,02 3,83 5,26 6,03

K 16,52 3,48 8,86 6,15 5,21 7,43 6,86 7,79

Perlakuan petani pemilik kebun dengan melakukan pemangkasan yang sangat


berat (topping) dan kondisi tanpa pelindung membuat tanaman kopi sangat merana dan
mengakibatkan pembentukan buah juga menurun. Bagi hama PBKo hal tersebut tidak
mendukung perkembangannya. Sehingga dapat dilihat persentase serangan hama PBKo
rendah di setiap perlakuan.
Intensitas serangan PBKo di pohon sampel pada pengamatan I s/d VI disajikan
dalam Tabel 2. Pada pengamatan sebelum aplikasi intensitas serangan PBKo berada
4
pada kategori sedang >20% pada perlakuan Beauveria, Metarhizium dan kontrol yaitu
sebesar 30%, 26% dan 34%. Pada pengamatan I yaitu satu bulan setelah aplikasi IV
intensitas serangan PBKo menurun menjadi kategori ringan <20% yaitu 14%, 13% dan
19% untuk masing-masing perlakuan Beauveria, Metarhizium dan Kontrol. Hal ini diduga
terjadi karena buah panen yang didapatkan di lapangan sangat sedikit sehingga serangan
PBKo juga kecil. Intensitas serangan PBKo kembali meningkat menjadi kategori sedang
sejak pengamatan II hingga pengamatan VI di semua perlakuan. Hal ini diduga bahwa
aplikasi Beauveria dan Metarhizium secara tunggal belum memberikan efek yang mampu
menurunkan intensitas serangan PBKo dengan 4 kali perlakuan yang telah dicobakan.

Tabel 2. Intensitas serangan hama PBKo pada saat sebulan dan sesudah aplikasi
Pengamatan Pengamatan Setelah Aplikasi (%)
Sebelum
Perlakuan Rata-rata
Aplikasi (%) Juli Agust Sept Okt Nov Des
Juni
bulan Mei (I) (II) (III) (IV) (V) (VI)

B 30 * 14 31 31 31 31 25 27,57

M 26 * 13 31 28 30 29 27 26,29

K 34 * 19 32 27 25 27 30 27,71

Keterangan * tidak ada pengamatan serangan PBKo hanya aplikasi metabolit sekunder

Aplikasi metabolit sekunder dengan infus akar pada tanaman kopi masih
menimbulkan pertanyaan yang belum terjawab yaitu dapatkah cairan metabolit sekunder
yang diinfuskan melalui akar aktif mampu masuk ke dalam jaringan tanaman dan
memberikan efek membunuh terhadap PBKo yang terdapat di dalam buah. Pertanyaan
muncul mengingat posisi PBKo yang berada di buah dan jauh dari akar dimana metabolit
sekunder diaplikasikan terbawa dalam proses fotosintesis di dalam daun baru di bawa ke
buah. Kemungkinan ini dapat menyebabkan cairan metabolit sekunder tidak sampai ke
buah sehingga dapat memberikan efek racun terhadap PBKo. Bisa juga cairan metabolit
sekunder dalam plastik tidak masuk sempurna pada saat diinfuskan melalui akar ke
dalam jaringan tanaman. Sekali lagi ini hanya dugaan karena belum dilakukan uji
fisiologis dan metabolisme tanaman. Selain itu sampel buah yang digunakan adalah
sampel destruktif yang berarti setiap pengamatan menggunakan sampel yang berbeda
(sampel baru). Hal ini dapat mempengaruhi kondisi intensitas serangan PBKo sebab
aplikasi yang diberikan memberikan yang berbeda-beda pada buah dan zat yang
terkandung dalam metabolit sekunder tidak akumulatif di dalam buah.

5
Kesimpulan
1. Perlakuan dengan menggunakan metabolit sekunder Beauveria bassiana dan
Metarhizium belum memberikan efek penekanan yang berarti terhadap intensitas
serangan hama PBKo bila dibandingkan dengan kontrol.
2. Metode aplikasi metabolit sekunder dengan cara penginfusan akar untuk menekan
serangan PBKo belum dapat dipastikan mencapai PBKo yang berada di dalam buah.
3. Aplikasi metabolit sekunder dipengaruhi oleh faktor iklim makro dan mikro di kebun
kopi, translokasi unsur hara termasuk MS dalam jaringan tanaman hingga mencapai
buah.

Daftar Pustaka

Benavides P., C Góngora & A Bustillo. 2012. IPM program to control coffee berry
borer Hypothenemus hampei, with emphasis on highly pathogenic mixed strains of
Beauveria bassiana, to overcome insecticide resistance in Colombia, Insecticides -
Advances in Integrated Pest Management, Dr.Farzana Perveen (Ed.), ISBN: 978-
953-307-780-2, InTech, Available from:http://www.intechopen.com/books/
insecticides-advances-in-integrated-pest management/ipm-program-to control-
coffee-berry-borer- hypothenemus-hampei-with-emphasis-on-highly-pathogenic-
mix.[04Juni 2013].

Damon, A. 2000. A review of the biology and control of the coffee berry borer,
Hypothenemus hamperi (Coleoptera: Scolytidae). Bull.Entomol.Res.90:453–465.

Disbun Jawa Barat. 2017. Pelatihan Pengembangan Agens Pengendali Hayati Cair di
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman. Dinas Perkebunan Provinsi
Jawa Barat. Disbun.jabarprov.go.id/index.php/artikel/detailartikel/132. [30 April
2018].

Jaramillo, J., C. Borgemeister and P. Baker. 2006. Coffee borer Hypothenemus hampei
(Coleoptera: Curculionidae): searching for sustainable control strategies. Review
Article. Bull. of Entomol.Res.96:223-233.

Soesanto, L. 2017. Metabolit Sekunder Agensia Pengendali Hayati: Terobosan Baru


Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Perkebunan. Fakultas Pertanian,
Universitas Jenderal Soedirman.

Anda mungkin juga menyukai