Anda di halaman 1dari 6

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

Tanaman jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) termasuk ke dalam


famili Rutaceae. Famili Rutaceae memiliki sekitar 1 300 spesies yang
dikelompokkan menjadi 7 sub famili dan 120 genus. Genus Citrus memiliki
16 spesies yang diantaranya adalah jeruk besar atau pamelo (Setiawan, 1993).
Jeruk besar sering disebut jeruk bali, jeruk cikoneng, limau makan atau limau
besar, dan pummelo. Klasifikasi tanaman jeruk besar sebagai berikut sebagai
berikut (Rukmana, 2009).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : Citrus grandis (L.) Osbeck atau Citrus maxima Merr

Tanaman jeruk besar merupakan tanaman menahun (perennial) dengan


karakteristik tinggi pohon antara 5 m - 15 m. Batang tanaman kuat dengan
diameter 10 cm - 30 cm dan berkulit agak tebal. Kulit bagian luar berwarna
cokelat kekuning-kuningan, sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning. Pohon
jeruk pamelo memiliki banyak percabangan yang terletak saling berjauhan dan
merunduk pada bagian ujungnya. Cabang yang masih muda bersudut dan
berwarna hijau, namun lama-kelamaan berubah menjadi bulat dan berwarna hijau
tua (Rukmana, 2009).
Batang pohon jeruk besar ada yang berduri dan ada yang tanpa duri.
Penanaman pohon yang berasal dari biji menyebabkan pohon berduri pada awal
pertumbuhannya, namun setelah dewasa duri akan menghilang. Tanaman yang
berasal dari perkembangbiakan secara vegetatif tidak memiliki duri sejak awal
pertumbuhannya karena berasal dari pohon dewasa (Setiawan, 1993).
5

Daun tanaman jeruk besar berbentuk bulat telur dan berukuran lebih besar
daripada jenis jeruk lain. Daun muda berwarna hijau muda kekuningan dan
kemudian berubah menjadi hijau tua. Antara daun dan batang dihubungkan oleh
tangkai daun yang bersayap lebar (Setiawan, 1993).
Tanaman jeruk besar mulai berproduksi pada umur 4-6 tahun, tergantung
pada varietas dan pemeliharaan. Produktivitas jeruk ini sangat bervariasi sesuai
varietas, umur, dan tingkat pertumbuhan tanaman yang didukung oleh lingkungan.
Satu pohon jeruk pamelo dapat menghasilkan 75-200 buah (Setiawan, 1993).
Ciri khas jeruk besar adalah buahnya yang berukuran besar dan berkulit
tebal sehingga tahan lama disimpan atau diangkut dalam jarak jauh. Buah
berbentuk bulat atau seperti bola yang tertekan dan berkulit agak tebal sampai
tebal, berisi 11-16 segmen. Warna daging buah bervariasi yaitu merah jambu,
putih, hijau muda, atau kekuning-kuningan. Daging buah bertekstur keras sampai
lunak, berasa manis sampai sedikit asam, dan berbiji sedikit (Rukmana, 2009).

Jeruk Besar Kultivar Nambangan

Jeruk Nambangan merupakan jeruk pamelo yang populer karena termasuk


jenis unggul. Jeruk ini berasal dari daerah Nambangan, yaitu sebuah kelurahan di
Kodya Madiun, Jawa Timur. Akibat adanya perluasan kota, sentra produksi jeruk
Nambangan bergeser ke kabupaten Magetan, tepatnya di desa Sukomoro, desa
Tamanan, dan desa Tambak Mas. Jeruk Nambangan mulai berbuah pada umur 3-4
tahun setelah tanam. Buahnya bulat pendek, kulit buah kuning kehijauan. Daging
buah berwarna merah muda dan menjadi merah hingga jingga setelah tua. Jeruk
ini memiliki rasa manis asam dan segar, serta daging buah banyak mengandung
air. Jeruk ini lebih tahan dalam penyimpanan, dengan suhu kamar, penyimpanan
dapat berlangsung selama 4 bulan. Setelah penyimpanan kulit buah menjadi
sedikit keriput namun daging buah tetap segar dan banyak mengandung air
(Setiawan, 1993).

Perbanyakan Tanaman dengan Stek

Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan


menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan
6

menjadi tanaman baru. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih
ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat
dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara
perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu
dengan kondisi tanaman yang sukar berakar (Widiarsih et al., 2008).
Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai sifat persamaan
dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya.
Selain itu juga dapat diperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang
mempunyai akar, batang, dan daun yang relatif singkat (Wudianto, 2002).
Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya
regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang
true to name dan true to type. Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor
internal yaitu tanaman itu sendiri dan faktor eksternal atau lingkungan
(Widiarsih et al., 2008).

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek

1. Faktor Tanaman
a. Umur Tanaman Induk
Opuni-Frimpong et al. (2008) menyebutkan bahwa umur tanaman induk
berpengaruh terhadap pengakaran pada stek. Stek yang berasal dari tanaman muda
akan lebih mudah berakar dari pada yang berasal dari tanaman yang berumur
lebih tua.
b. Jenis Tanaman
Keberhasilan dengan cara stek bergantung pada kesanggupan suatu jenis
tanaman untuk berakar. Ada jenis yang mudah berakar dan ada yang sulit berakar.
Jaringan sklerenkim yang rapat merupakan penghalang pemunculan akar, dimana
jaringan cincin sklerenkim pada tanaman berkayu jauh lebih banyak dibandingkan
tanaman berbatang lunak (Hartmann et al., 1990)
c. Adanya Tunas dan Daun Pada Stek
Menurut Hartmann et al. (1990) adanya tunas dan daun pada stek berperan
penting karena merupakan penghasil auksin endogen yang penting bagi perakaran.
Auksin endogen ditransport dari ujung stek menuju ke pangkal stek.
7

d. Persediaan Bahan Makanan


Persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara
persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Bahan stek yang mengandung
karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan membentuk akar dan tunas
(Hartmann et al., 1990).

2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek
diantaranya adalah media perakaran, suhu, kelembaban, dan cahaya
(Hartmann et al., 1990).
a. Media Perakaran
Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan
akar, memberi kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada
pangkal stek. Media perakaran yang baik menurut Hartmann et al. (1990) adalah
yang dapat memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, berdrainase baik,
serta bebas dari patogen yang dapat merusak stek.
b. Suhu dan kelembaban
Suhu berpengaruh terhadap kerja enzim, suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan degradasi pada beberapa enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk
pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk setiap
jenis tumbuhan. Kelembaban tinggi dapat mengurangi transpirasi pada stek
Hartmann et al. (1990).
c. Cahaya
Menurut Hartmann et al. (1990) Intensitas cahaya yang terlalu tinggi
membahayakan daun pada stek, menghambat perakaran, dan menurunkan
pertumbuhan akar. Rochiman dan Harjadi (1973) menambahkan bahwa stek yang
diberi naungan akan berakar lebih banyak daripada yang menerima cahaya
matahari langsung.

Peranan Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh adalah suatu bahan sintesis atau hormon tumbuh
yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman. Zat ini mengatur pertumbuhan
8

tanaman dengan cara meniru suatu hormon, mempengaruhi sintesis hormon,


destruksi, translokasi, atau mungkin memodifikasi aktivitas hormonal
(Hartmann et al., 1990).
Terdapat beberapa macam zat pengatur tumbuh diantaranya yaitu auksin,
sitokinin, giberelin, dan etilen. Hartmann et al. (1990) menyebutkan zat pengatur
tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah auksin. Penggunaan
zat pengatur tumbuh auksin bertujuan untuk meningkatkan persentase stek yang
membentuk akar, memacu inisiasi akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar
yang terbentuk, serta meningkatkan keseragaman dalam perakaran.
Menurut Watimena (1988) aktivitas auksin sintetik dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu kesanggupan senyawa
tersebut untuk dapat menembus lapisan kutikula atau epidermis yang berlilin, sifat
translokasi di dalam tanaman, pengubahan auksin menjadi senyawa yang tidak
aktif di dalam tanaman (destruksi atau pengikatan), interaksi dengan hormon
tumbuh lainnya, spesies tanaman, fase pertumbuhan, serta lingkungan (suhu,
radiasi, dan kelembaban).
Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-acetic acid (IAA), indole butyric
acid (IBA) dan napthalene acetic acid (NAA). Menurut Kusumo (1984)
penggunaan NAA dan IBA lebih baik daripada IAA. Auksin NAA dan IBA
memiliki sifat kimia yang lebih stabil dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah,
sedangkan IAA dapat tersebar ke tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tunas tersebut. NAA memiliki kisaran konsentrasi yang sempit,
sedangkan IBA memiliki kisaran konsentrasi yang lebih fleksibel.
Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa pemberian auksin NAA dan
IBA dalam jumlah tertentu pada berbagai spesies tanaman yang berbeda dapat
memberikan respon yang bervariasi. Pemberian auksin pada konsentrasi yang
tepat dapat memacu perakaran namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik
bagi tanaman.
Beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan NAA dan IBA pada stek
beberapa jenis tanaman jeruk telah dilakukan. Penelitian Ferguson dan
Young (1985) menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA
mampu meningkatkan perakaran pada stek tanaman jeruk Swingle Citrumelo.
9

Menurut Sabbah et al. (1991) penggunaan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA
pada stek batang C. sinensis, C. reticulata, dan beberapa jenis jeruk hibrida dapat
meningkatkan persentase stek yang berakar serta jumlah dan kualitas akar yang
dihasilkan tiap stek, namun terdapat variasi respon perakaran pada tiap jenis klon
jeruk. Bhatt dan Tomar (2010) menambahkan penggunaan IBA juga dapat
mempengaruhi perakaran stek pada C. auriantifolia Swingle.

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh

Menurut Hartmann et al. (1990) terdapat tiga cara yang sering digunakan
dalam aplikasi zat pengatur tumbuh yaitu Concentrated Solution Dip Method
(pencelupan cepat), Dilute Solution Soaking Method (perendaman), dan
Commercial Powder Preparation (pasta).
Pada metode pencelupan cepat, pangkal batang dicelupkan dalam larutan
zat pengatur tumbuh dengan waktu yang cepat, yaitu sekitar lima detik.
Konsentrasi yang digunakan pada metode pencelupan cepat berkisar antara
500 ppm hingga 10 000 ppm (Weaver, 1972; Hartmann et al., 1990).
Metode perendaman menggunakan dilakukan dengan merendam pangkal
batang dalam larutan zat pengatur tumbuh selama kurang lebih 24 jam sebelum
ditanam pada media. Konsentrasi yang digunakan bervariasi mulai dari 20 ppm
untuk spesies yang mudah berakar hingga 200 ppm untuk spesies yang sukar
berakar (Hartmann et al., 1990).
Pada metode pasta, pangkal batang diberi hormon yang terkandung dalam
zat pembawa yang berupa serbuk inert misalnya tanah liat atau tepung.
Konsentrasi yang digunakan berkisar 200 ppm hingga 1000 ppm untuk stek
berbatang lunak dan untuk stek berkayu menggunakan konsentrasi lima kali lebih
tinggi (Weaver, 1972).

Anda mungkin juga menyukai