Anda di halaman 1dari 12

PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TANAMAN 2.

PERBANYAKAN AGENSIA PENGENDALI HAYATI


(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)

Oleh
Aditya Kuncahyo
1414121006
Kelompok 2

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dunia pertanian pengandalian penyakit tanaman merupakan suatu teknologi dari


pertanian yang sedang sangat dikembangkan pada akhir-akhir ini. Teknologi
pengendalian penyakit tanaman bahkan semakin dikembangkan dengan adanya
cekaman lingkungan yang meningkan intensitas serangan penyakit pada tanaman
dan mengakibatkan penurunan hasil yang sangat merugikan. Namun
pengembangan teknologi pengendalian penyakit yang berbasis pada bahan kimia
pada akhir dua dekade ini dianggap sebagai akibat dari pencemaran dan perusakan
lingkungan alami pertanian yang utama. Oleh karena itu teknologi pengendalian
penyakit tanaman saat ini mengacu pada pengendalian biologis (Abadi, 2003).

Pengendalian biologis merupakan pengendalian yang menggunakan pastisida


nabati atau menggunakan agensia hayati. Pada beberapa contoh di lapangan
metode untuk mengendalikan penyakit tanaman telah banyak diterapkan di
berbagai negara agraris, terutama Indonesia yaitu pengendalian menggunakan
agensi hayati. Pengendalian secara biologis memiliki kelebihan diantaranya
terbukti dapat mengendalikan penyakit, serta dapat menjaga kelestarian
lingkungan pertanian. Agensia hayati juga dikenal ampuh untuk mengendalikan
berbagai macam penyaki penting tanaman utama di Indonesia (Sastrahidayat,
1992).

Pada pengendalian menggunakan agensi hayati hal pertama yang dilakukan yaitu
perbanyakan agensi hayati yang akan diaplikasikan dilapangan. Perbanyakan
agensi hayati yang berupa jamur dapat dilakukan pada beberapa macam media
alami diantaranya beras, jagung, dedak atau bekatul, NA, PDA, PCA, dan CMD.
Oleh karena itu pada praktikum ini digunakan Salah satu jamur antagonis yang
dapat digunakan untuk pengendalian penyakit tanaman adalah Trichoderma spp
dengan media yang digunakan yaitu media beras sebelum aplikasi ke lapang
(Darmono, 1994).

2.1 Tujuan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui cara perbanyakan
agensia hayati menggunakan media alami.
1. Mengetahui cara perbanyakan agensia hayati menggunakan media alami.
2. Mengatahui berbagai macam media yang dapat digunakan untuk pembiakan
agensi hayati Trichoderma sp.
II. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bor gabus, plastik ukuran
0,5 kg, staples, bunsen, jarum ent, dandang, kompor, tissue, Laminar Air Flow,
dan otoklaf.

2.2 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang harus dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut.
1. Dicuci beras dan dikukus hingga setengah matang dan didinginkan.
2. Setelah dingin, dimasukkan ke dalam plastik ukuran 0,5 kg kira-kira 100
g/plastik dan dibungkus.
3. Disterilkan bungkusan pada suhu 121oC (tekanan 1 atm) selama 20 menit.
4. Dimasukkan ke dalam kulkas hingga dingin.
5. Setelah dingin, dimasukkan 1 bor gabus biakan Trichoderma spp. dan
distaples silang agar masih terdapat udara di dalam plastik.
6. Diinkubasi dalam suhu ruang selama 10 hari.
7. Diamati tumbuh tidaknya jamur.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pengamatan

Dari pengamatan yang telah dilakukan dari percobaan ini, didapatkan hasil
sebagai berikut.
Pen Tumbuh Warn Ada Jeni
gam tidaknya jamur a tidakn s
atan (ada tidaknya media ya kont
ke- miselia jamur) konta ami
minan nan
(jam
ur/b
akte
ri)
1 Jamur belum Putih Tidak -
tumbuh (tidak ada
tampak adanya konta
miselia) minan
2 Jamur sudah Keco Tidak -
mulai tumbuh klatan ada
(tampak dan konta
miselia terdap minan
dibeberapa at
titik) kehija
uan
dibeb
erapa
beber
apa
titik
3 Jamur sudah Hijau Tidak -
tumbuh ada
(terdapat konta
miselia hampir minan
diseluruh
media)
3.2 Pembahasan

Dari pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa perkembangan jamur


Trichoderma spp. dilakukan selama tiga kali dengan interval 3 hari sekali. Pada
pengamatan pertama belum diketahui adanya tanda pertumbuhan jamur yaitu
ditandai dengan belum tampaknya miselia jamur. Kemudian pada pengamatan
kedua telah terdapat pertumbuhan jamur mencapai sekitar 10-20% dimana media
beras tersebut telah berwarna coklat dengan terdapat bercak hijau dibeberapa titik.
Pada pengamatan ketiga, persentase pertumbuhan jamur Trichoderma spp. telah
mencapai sekitar 80-90% dimana media beras hampir seluruhnya telah tertutupi
oleh jamur Trichoderma spp. yang berwarna hijau.

Dalam proses pengembangbiakan jamur Trichoderma spp. banyak media


perbanyakan yang dapat digunakan, diantarnya adalah sebagai berikut.

1. Potato Dextrose Agar (PDA)


PDA merupakan media ekstrak kentang dengan penambahan sumber karbon
berupa dextrose. Media PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah
yang cukup yaitu terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa sehingga
sangat menunjang untuk pertumbuhan jamur. Tetapi kelemahannya yaitu gula
dextrose yang seharusnya digunakan untuk membuat media ini harganya
sangatlah mahal, oleh karena itu gula dextrose diganti dengan gula pasir
(Sukrosa) untuk penggunaan secara rutin. Media ini juga kurang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Kentang yang diambil adalah ekstraknya dan berfungsi
sebagai mineral, sedangkan gula berfungsi sebagai sumber energi, dan agar
sebagai lingkungan (Sistowo, 2005).

2. Nutrient Agar (NA)


NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang
tidak selektif dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini memiliki
kelebihan cukup sederhana untuk dibuat, dan merupakan media yang sangat
medukung perkembang biakan bakteri. Oleh sebab itu, kekurangan dari media
ini adalah jamur sulit untuk berkembang dengan baik (Semangun, 2000).

3. Plate Count Agar (PCA)


Plate Count Agar (PCA) digunakan sebagai media untuk mikroba aerobik
dengan inokulasi di atas permukaan. Media ini sangat baik untuk
pertumbuhan berbagai mikroba yang salah satunya adalah jamur, karena
dapat mendukung berbagai nutrisi yang diperlukan mikroba. namun
kekurangannya yaitu tidak dapat digunakan untuk membiakan mikroba
anaerob (Lilik, 2010).

4. Cornmeal Dextrose Agar (CMD)


Media ini dapat digunakan untuk pertumbuhan berbagai mokroorganisme,
namun kekurangan dari media ini adalah terdapat beberapa jamur dimana
konidianya tidak dapat berkembang dengan baik (Darmono, 1994).

5. Jagung
Jagung dapat digunakan sebagai media perbanyakan bagi berbagai
mikroorganisme, hal ini dikarenakan kelebihan media jagung yang memiliki
kulit yang tipis sehingga jamur mudah untuk melakukan penetrasi ke
dalamnya. Kelemahan dari media ini diantaranya adalah jika dalam keadaan
basah, biji akan mudah melunak karena dari kulit jagung dapat mengeluarkan
amilase yang digunakan untuk merombak amilum dalam jagung adalah
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membuat jagung dapat digunakan
sebagai media perkembangbiakan mikroorganisme, khususnya jamur
antagonis (Yudiarti, 2007).

6. Dedak atau bekatul


Dedak atau bekatul merupakan limbah hasil dari proses penggilingan padi
atau hasil sampingan dari pengolahan padi/gabah yang berasal dari lapisan
kulit ari beras. Dedak atau bekatul dapat digunakan sebagai media
perbanyakan jamur antagonis dengan keunggulan yaitu bahan mudah
didapatkan dan murah serta merupakan sumber serat pangan yang juga
mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin. Namun kelemahannya
yaitu dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses dekomposisi media ini
agar dapat ditumbuhi oleh jamur antagonis dan dalam pembuatan media
perbanyakan ini tidak mudah seperti media PDA, jagung dan beras
(Djatmiko, 1997).

Dari hasil pengamatan yang dilakukan waktu yang digunakan dalam pembiakkan
jamur Trichoderma spp. sudah cukup, yakni selama 9-10 hari. Hal ini dapat dilihat
dari rata-rata pertumbuhan spora yang telah terbentuk pada hari ketujuh dan
selanjutnya pada hari ke 9-10 pertumbuhan jamur sudah menutupi seluruh media.
Konidia yang terbentuk ditandai dengan warna hijau atau kuning pudar dengan
sedikit bercak putih (Khairdin, 2012).
III. KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
1. Media alami yang dapat digunakan untuk membiakkan jamur antagonis
Trichoderma spp diantaranya beras, jagung, dedak atau bekatul, NA, PDA,
PCA, dan CMD.
2. Beras yang digunakan pada praktikum ini memiliki beberapa kelebihan
diantaranya banyak mengandung sumber karbohidrat sebadai sumber nutrisi
bagi jamur.
3. Pertumbuhan jamur pada media beras pada pengamatan yang dilakukan,
diketahui berkembang dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, A. L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan III. Bayumedia. Malang.

Darmono, T. W., 1994. Kemampuan Beberapa Isolat Trichoderma spp. Dalam


Menekan Inokulum Phytophthora sp. di dalam Jaringan Buah Kakao.
Menara Perkebunan 62 : 2 :25-29.

Djatmiko, H.A., dan Rohadi, S.S., 1997. Efektivitas Trichoderma harzianum


Hasil Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul
TerhadapPatogenesitas Plasmodiophora brassicae pada Tanah latosol
danAndosol. Majalah Ilmiah UNSOED, Purwokerto 2 : 23 : 10-22.

Khairdin. 2012. Mekanisme Trichoderma spp . Bumi Aksara . Jakarta.

Lilik, R., Wibowo, B.S., Irwan, C., 2010. Pemanfaatan Agens Antagonis dalam
Pengendalian Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura. Gramedia
Pustaka. Jakarta.

Sastrahidayat, I.R., 1992. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya

Semangun, H. 2000. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Sistowo. 2005. Peranan Jamur Trichoderma sp. Universitas Lampung. Lampung.

Yudiarti, T. 2007. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Graha Ilmu. Jakarta


LAMPIRAN
Pengamatan pertama

Foto tidak ada

Pengamatan kedua

Pengamatan ketiga

Anda mungkin juga menyukai