PERLINDUNGAN TANAMAN
Disusun Oleh:
NIM : H0719049
Laporan Perlindungan Tanaman ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Perlindungan Tanaman dan telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Pengampu pada.
Disusun oleh:
NIM : H0719049
Mengetahui,
ACARA 1
Pengenalan Jenis dan Gejala Serangan Hama Penting Tanaman
Pangan/Hortikutura/Perkebunan
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hama adalah organisme pengganggu tanaman yangmenimbulkan
kerusakan secara fisik, dan ke dalamnya praktis adalah semuahewan yang
menyebabkan kerugian dalam pertanian. Serangga termasuk bagiandari hama
yang merupakan kelompok organisme yang paling beragam jenis danselalu
mendominasi populasi mahluk hidup di muka bumi, baik yang hidup dibawah
tanah dan di atas permukaan tanah. Oleh karena itu hampir semua jenistanaman
baik yang dibudidayakan maupun yang berfungsi sebagai gulma selaludiganggu
oleh serangga hama tersebut. Dengan demikian dalam proses produksi ,masalah
hama tersebut tidak bisa diabaikan, karena akan mempengaruhi produksisecara
kualitatif maupun kuantitatif dan mampu merurunkan produksi sebesar 20,7%,
bahka menyebabkan kegagalan panen, kalau tidak dilakukan pengendaliansecara
efektif. Hama menyebabkan kerusakan pada tanaman dengan berbagai macam
tipeserangan. Biasanya untuk jenis serangga dibedakan dengan tipe mulutnya,
yaitumandibulata dan haustelata. Kedua tipe mulut tersebut menjadi hal dasar
untuk mengidentifikasi jenis kerusakan yang disebabkan serangan hama. Jenis
kerusakan yang ditimbulkan berbeda-beda tergantung hama dan tanaman
yangdiserang. Ada hama yang menyerang daun, ranting, buah, polong, batang,
maupun akar.
Bagian-bagian tanaman yang terserang tersebut membmuat tanaman akan
terganggu, apalagi yang diserang bagian akar, ataupun batang,
biasanyamenyebabkan kematian tanaman. Tetapi jika yang diserang buah
ataupun polong hanya sekedar menyebabkan kerugian hasil. Meskipun demikian
keduanya tetapsaja merugikan bagi petani.Dalam upaya penanggulangan
serangan hama, dapat dilakukan dengan identifikasi terlebih dahulu untuk
mengenali gejala kerusakan dan serangga yang menyebabkannya. Sedangkan
untuk mengidentifikasi diperlukan pengetahuantentang gejala kerusakan dan
bioekologi dari hama yang menyerang. Oleh karenaitu dilakukan praktikum agar
kita mengetahui hama-hama tanaman pangan,hortikultura dan perkebunan.
Diharapkan dapat membantu untuk meningkatkanpengetahuan tentang hama dan
jenis kerusakan yang ditimbulkan.
2. Tujuan
a. Mahasiswa mengenal morfologi dan tipe alat mulutOrganisme
PenggangguTanaman (OPT)
b. Mahasiswa mampu mengenal gejala kerusakan akibat serangan OPT
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Komputer atau laptop
c. Artikel ilmiah
2. Cara Kerja
a. Melakukan analisis morfologi dewasa dan stadia muda hama penting pada
tanaman pangan/hortikultura/perkebunan berdasarkan studi pustaka.
b. Melakukan analisis gejala serangan, status hama, cara makan dan arti
ekonomi hama penting tanaman pangan/hortikultura/perkebunan
berdasarkan studi pustaka
Deskripsi morfologi*:
Gejala/tanda serangan: Paruh burung emprit bentuknya
pendek tebal dan runcing sesuai
dengan jenis makanannya yaitu
untuk memecah biji-bijian. Kaki
burung emprit berjumlah 2 dan
masing-masing memiliki 4 jari.
Ketika masih muda burung ini
berwarna cokelat pada tubuh
bagian atas, sedangkan bagian
bawah kuning tua. Emprit
memiliki iris mata yang
berwarna cokelat, bagian paruh
abu-abu, kaki biru pucat. Burung
ini bertelur 4 – 6 butir saja.
Deskripsi gejala/tanda/serangan:
Menurut Y.T. Prasetio (2014),
serangan hama burung emprit
dimulai terjadi saat padi
disemaikan dengan cara
memakan benih, saat padi masih
muda, maupun saat padi sudah
menguning dan siap dipanen.
Ciri tanaman yang diserang oleh
burung emprit adalah bagian
bulir padi nya tersebut akan
kosong tidak ada isi nya karena
burung emprit yang datang
mengambil bulir padi untuk
dimakan, apalagi kalau padinya
baru berisi yang isinya belum
begitu keras itu sangat disukai
oleh kawanan burung emprit.
Dalam jumlah yang besar dapat
menyerang tanaman padi dengan
memakan biji.
Catatan tambahan:
Burung emprit ini merupakan
salah satu jenis burung paruh
pendek. Ada banyak sekali jenis
burung emprit yang hidup di
dunia, sebagian besar dari
mereka memilki habitat asli di
daerah tropis. Namun ada juga
beberapa sebagian kecil yang
mampu bertahan hidup di daerah
beriklim dingin. Burung emprit
dikenal sebagai burung yang
memiliki banyak teman. Dan
biasanya mereka selalu bergerak
bergerombol dalam jumlah yang
banyak untuk terbang mencari
makan. Burung emprit dikenal
juga sebagai hama berjenis
unggas. Karena mereka sangat
menyukai padi. Biasanya mereka
akan mengambil atau memakan
padi padi yang ada di sawah.
Burung emprit sebenarnya
hanya mencari makan dan
memakan biji padi tetapi saking
banyaknya burung emprit maka
hasil panen petani akan semakin
sedikit mengingat hasil gabah
akan berkurang apabila padi di
makan burung emprit dalam
jumlah ribuan ekor. Burung
emprit yang datang menyerang
pertanaman padi dengan jumlah
yang sangat besar, sehingga
mengakibatkan kerusakan yaitu
malai padi yang hampa dan
gundul dimakan burung
akibatanya terjadi penurunan
produksi, dalam jumlah yang
besar akibat serangan tinggi
dapat merugikan petani. Burung
emprit atau burung pipit juga
dikategorikan sebagai binatang
yang merugikan petani lantaran
merusak hasil panen.
2 Siput pemakan Keong dewasa Sistematika:
padi: Keong Ordo: Mesogastropoda
Mas Famili: Ampullariidae
Spesies: Pomacea canaliculata
Deskripsi morfologi*:
Cangkang berbentuk bulat
mengerut, berwarna kuning
keemasan, berdiameter 1,2-1,9
cm, tinggi 2,2-3,6 cm, dan berat
Stadium telur:- 4,2-15,8 g. Keong mas
berkembang biak secara ovipar
dan menghasilkan telur. Seekor
keong mas betina mampu
bertelur 500 butir dalam
seminggu dengan masa
perkembang biakkan selama 3-4
tahun. Keong mas betelur pada
pagi dan sore hari, telur akan
Gejala/tanda serangan: menetas dalam waktu 7-14 hari
dan hari ke-60 keong telah
menjadi dewasa dan dapat
berkembang biak. Bentuk
cangkang keong mas hampir
mirip dengan siput sawah yang
disebut gondang, bedanya
cangkang keong mas berwarna
kuning keemasan hingga coklat
transparan serta lebih tipis.
Dagingnya lembut berwarna
krem keputihan sampai merah
keemasan atau oranye
kekuningan, besarnya kurang
lebih 10 cm dengan diameter
cangkang 4-5 cm. Bertelur di
tempat yang kering 10-13 cm
dari permukaan air, kelompok
telur memanjang dengan warna
merah jambu seperti buah
murbai karena itu disebut siput
murbai, panjang kelompok telur
3 cm lebih, lebarnya 1-3 cm,
dalam kelompok besarnya 4,5-
7,7 mg ukuranya 2,0 mm. Ciri-
ciri keong mas secara garis besar
adalah sebagai berikut:
cangkangnya berbentuk bulat
mencapai tinggi lebih dari 10
cm, berwarna kekuningan. Pada
mulut cangkang keong mas
terdapat operculum yang
bentuknya bulat berwarna coklat
kehitaman pada bagian luarnya
dan coklat kekuningan pada
bagian dalamnya. Menurut
Isnaningsih (2011), pusat
cangkang berbentuk celah.
Sutura melekuk membentuk
kanal yang dalam. Mulut
cangkang lonjong, bagian
atasnya menaik sehingga
terlihat agak meruncing di
bagian atas. Warna dinding
dalam mulut cangkang sama
dengan dinding luarnya. Tepi
mulut cangkang tidak menebal
dan membentuk pola yang
menerus dengan jeda. Cangkang
berbentukbulat sempurna.
Berwama coklat dan mengalami
gradasi menjadi semakin tua
padabagian di sekitar pusat
cangkang. Dinding cangkang
sangat tebal terutama pada
bagian di tepi mulut cangkang.
Sulur rendah, biasanya terkikis.
Seluk berjumlah 5.Seluk tubuh
sangat bulat. Sutura terlihat
sedikit melekuk (berkanal
dangkal). Pusat cangkang
berbentuk celah. Bentuk mulut
cangkang membulat dengan
bagian atas yang mendatar atau
sedikit menaik. Warna dinding
bagian dalam mulut cangkang
kuningdan pada bagian tepinya
berwarna jingga. Tepi mulut
cangkang menerus dengan jeda.
Memiliki cangkang berwarna
coklat muda, dagingnya
berwarna putih susu sampai
merah keemasan atau oranye.
Pada bagian kepala terdapat dua
buah tentakel sepasang terletak
dekat dengan mata lebih panjang
dari pada dekat mulut. Kaki lebar
berbentuk segitiga dan mengecil
pada bagian belakangnya,
mereka dapat hidup pada
perairan yang deras dengan
komponen utama tumbuhan air
dan bangkai. Tepi mulut keong
mas betina melengkung kedalam,
sedangkan tepi cangkang keong
mas jantan melengkung keluar.
Deskripsi morfologi*:
Telur Meloidogyne spp. memiliki
bentuk oval memanjang. Juvenil
Gejala serangan 2 berbentuk cacing yang hidup di
dalam tanah, juvenil 2 tersebut
akan berkembang menjadi
juvenil 3 yang memiliki ukuran
tubuh lebih besar dan mulai
terjadi perubahan bentuk.
Meloidogyne spp. betina
memiliki bentuk yang
menyerupai buah pir dengan
leher pendek dan bagian
posterior membulat, tubuhnya
lunak dan berwarna putih.
Meloidogyne spp. jantan
memiliki bentuk vermiform, ekor
tumpul dan melengkung, tidak
memiliki caudal alae, dan
memiliki 1 atau 2 testes. Ukuran
tubuh Meloidogyne spp. jantan
lebih besar daripada
Meloidogyne spp. betina, selain
itu bagian tubuh Meloidogyne
spp. jantan terdiri atas kepala,
mata, perut, stylet, dan ekor.
Catatan tambahan:
Meloidogyne spp. menyerang
bagian akar pada tanaman
hortikultura, palawija,
perkebunan, dan gulma dengan
cara menembus epidermis akar
menggunakan stilet lalu
menguraikan dinding selnya.
Dinding sel tersebut akan rusak
dan luka sehingga nematoda
dapat menghisap isi sel jaringan
tanaman. Meloidogyne spp.
memiliki status sebagai hama
utama saat menyerang tanaman.
Meloidogyne spp. juga dapat
menyebabkan tanaman yang
diserangnya menjadi mudah
terserang patogen lain seperti
bakteri, jamur, dan virus.
Meloidogyne spp. termasuk
dalam golongan hama yang
sangat mengkhawatirkan karena
bersifat polyfagus dan tersebar di
seluruh daerah. Perkembangan
Meloidogyne spp. dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti
suhu, kelembaban, aerasi, dan
pH tanah. Meloidogyne spp. akan
tumbuh dengan baik pada suhu
25-30°C dan akan inaktif pada
suhu rendah (5-15°C) maupun
suhu tinggi (diatas 40°C).
Meloidogyne spp. membutuhkan
kondisi tanah yang memiliki
kelembaban dan aerasi yang
tinggi. Besar pH tanah yang
cocok agar Meloidogyne spp.
dapat hidup adalah sekitar 4-8.
4 Chordata: Tikus dewasa Sistematika:
Tikus sawah Ordo: Rodentia
Famili: Muridae
Spesies: Rattus argentiventer
Deskripsi morfologi*:
Tikus sawah meliputi warna
dorsal coklat kekuningan dengan
bercak-bercak hitam di rambut.
Gejala serangan Warna ventral putih keperakan
atau putih keabu-abuan. Warna
ekor coklat tua dengan panjang
sekitar 110-160 mm. Warna
permukaan atas kaki seperti
warna badan dan bagian bawah
coklat tua. Tikus sawah memiliki
12 buah puting susu (6 pasang)
dan memiliki ciri khas rambut
perut berwarna putih, tekstur
rambut agak kasar, dan ekor
lebih pendek daripada kepala dan
badan. Tikus Sawah mempunyai
gigi kacip seperi pahat.
Catatan tambahan:
Tikus sawah merupakan hewan
nokturnal yang telah beradaptasi
dengan fenologi tanaman padi.
Secara rutin, aktifitas harian
dimulai pada senja hari hingga
menjelang fajar. Selama periode
tersebut, tikus sawah dari
kelompok lain. Siang hari dilalui
dengan bersembunyi didalam
lubang, semak belukar, atau
mengeksplorasi sumber pakan
dan air, tempat berlindung, serta
mengenali pasangan dan
individu petakan sawah. Tikus
sawah tergolong kedalam hewan
omnivora yang mampu
memanfaatkan beragam pakan
untuk bertahan hidup. Komposisi
pakan yang dikonsumsi
tergantung kondisi lingkungan
dan bervariasi sepanjang stadia
tumbuh padi. Meskipun
demikian, padi merupakan pakan
utama yang paling disukainya.
Kebutuhan pakan kurang lebih
10-15% dari bobot badannya dan
minum air kurang lebih 15-30 ml
per hari. Tikus sawah mencari
makan berupa endosperm padi,
bagian pangkal batang padi,
serpihan rumput-rumputan,
potongan tubuh arthropoda,
bagian tanaman dikotil, dan lain-
lain. Dalam mengkonsumsi
pakan, tikus sawah lebih dahulu
mencicipi untuk mengetahui
reaksi terhadap tubuhnya dan
apabila tidak membahayakan
akan segera memakannya.
Menurut Husein (2017),
perkembangbiakan tikus sawah
sangat tergantung pada
keberadaan tanaman padi.
Kondisi aktif reproduksi hanya
terjadi pada padi stadia generatif.
Selama bera panjang hingga padi
vegetatif, tikus sawah dewasa
tidak aktif reproduksi. Pada saat
tidak aktif, testis tikus sawah
kembali masuk dalam rongga
perut (testis abdominal), dan
akan kembali ke scrotum pada
saat musim kawin (testis scrotal).
Akses kawin terhadap sejumlah
betina dikuasai oleh jantan
dominan yang menguasai
teritorial tertentu.
5 Serangga: Stadia dewasa Sistematika:
Penggerek Ordo: Lepidoptera
batang padi Famili: Pyralidae
kuning Spesies: Scirpophaga incertulas
Deskripsi morfologi*:
Menurut Armando (2020), imago
berupa ngengat dengan panjang
tubuh 14-17 mm. Sayap depan
berwarna kekuningan dengan
bercak warna hitam di bagian
tengahnya. Sayap depan imago
jantan berwarna coklat terang
atau kuning jerami dengan 8
bintik-bintik hitam yang samar.
Sayap depan imago betina
berwarna kuning jerami dengan
bercak hitam yang jelas pada
bagian tengahnya. Sayap
belakang berwarna pucat atau
Telur dan stadia pradewasa:- kuning jerami. Panjang sayap
jika membuka 21 mm untuk
jantan, sedangkan untuk betina
30 mm. Imago penggerek batang
padi kuning aktif pada malam
hari antara pukul 19.00 – 22.00
dan siang hari bersembunyi
dibawah daun tanaman padi.
Imago tertarik cahaya dan
mempunyai daya terbang yang
Gejala/tanda serangan: kuat berkisar antara 6-10 km.
Aktivitas imago penggerek
mencapai puncaknya pada suhu
21,6˚C sampai 30,6˚C, dengan
kelembaban nisbi 82,7% di
daerah tropis. Sebelum menjadi
pupa, larva membuat lubang
keluar pada pangkal batang dekat
permukaan air atau tanah, yang
ditutupi membran tipis untuk
jalan keluar setelah menjadi
imago. Pupa berwarna kekuning-
kuningan atau agak putih,
dengan kokon berupa selaput
benang berwarna putih. Panjang
12-15 mm dan stadium pupa 6-
23 hari. Pupa berada di dalam
pangkal batang. Larva
Scirpophaga incertulas bertipe
polipoda, yaitu larva yang
memiliki 3 kaki.
Catatan tambahan:
Tanaman inang utama adalah
padi dan tanaman padi liar.
Penyebarannya luas dari daerah
tropis sampai subtropis.
Perubahan kepadatan populasi
penggerek batang padi kuning di
lapangan sangat dipengaruhi
oleh keadaan iklim curah hujan,
suhu, kelembaban, varietas padi
yang ditanam, dan musuh alami
yaitu parasitoid, predator, dan
patogen. Perkembangan hama ini
dapat terus terjadi apabila
terdapat persawahan padi tiap
musim tanam. Penggerek batang
padi kuning tidak dapat bertahan
hidup selama musim kemarau.
Ngengat dewasa penggerek
batang aktif pada malam hari dan
siklus hidup keseluruhan sekitar
40-70 hari, tergantung
jenisnya.Telur biasanya
diletakkan di bawah permukaan
daun atau dekat ujung daun
dengan ciri seperti gundukan
kecil yang diselimuti bulu-bulu
halus mengkilap yang berasal
dari bulu belakang ngengat induk
betina. Telur akan menetas
setelah 6-7 hari.Larva kemudian
bergerak ke bawah menuju
pangkal dan mulai menggerek
anakan utama, hingga setelah
mulai dewasa beralih ke anakan
lainnya. Larva awalnya
menyerang akar hingga
menyerang batang padi bagian
dalam. Saat larva menyerang
akar gejala yang ditimbulkan
berupa anakan kerdil atau mati.
Sedangkan ketika larva sudah
masuk ke dalam batang, maka
larva akan merusak pembuluh
bagian dalam batang. Sehingga
batang putus dan saat dicabut
mudah terlepas. Larva penggerek
batang dapat dengan mudah
dikenali ketika berada di dalam
batang. Lamanya fase larva
berkisar 28-35 hari. Berwarna
kekuning-kuningan atau agak
putih, dengan kokon berupa
selaput benang berwarna putih.
Lamanya fase pupa antara 6-23
hari. Pupa berada di dalam
pangkal batang sampai menjadi
ngengat dewasa. Dengan melihat
kebiasaan tersebut, pengendalian
hama lebih efektif dengan
menekan populasi ngengat
dewasa. Karena fase merusak
pada larva lebih sulit
dikendalikan daripada
menangkap dewasa.
6 Serangga: Nimfa dan dewasa Sistematika:
Pengisap Ordo: Hemiptera
batang padi Famili: Delphacidae
Spesies: Nilaparvata lugens
Deskripsi morfologi*:
Telur Nilaparvata lugens
(wereng batang coklat)
berbentuk oval atau lonjong yang
menyerupai sisir pisang, telur
tersebut berwarna putih bening
yang nantinya akan berubah
mengikuti perkembangan
embrio. Nimfa Nilaparvata
lugens berwarna coklat krem dan
akan beubah menjadi keabuan
saat umur nimfa bertambah.
Ukuran nimfa Nilaparvata
lugens adalah sekitar 2,1 mm.
Nimfa tersebut dapat
berkembang menjadi wereng
dewasa yang berbeda, yaitu
makroptera (bersayap panjang)
atau sayap depan dan belakang
Gejala serangan normal dan brakhiptera
(bersayap kerdil) atau sayap
depan dan belakang tumbuh
tidak normal. Nilaparvata lugens
berwarna coklat kehitaman
dengan ukuran sekitar 2,6-2,9
mm. Wereng batang coklat
memiliki sayap bertekstur seperti
selaput (membranous). Kaki
yang dimiliki oleh Nilaparvata
lugens berjumlah enam buah.
Catatan tambahan:
Nilaparvata lugens merupakan
serangga r-strategic sehingga
wereng batang coklat mampu
berkembang biak dengan cepat
dan mampu memanfaatkan
sumber nutrisi dengan baik.
Nilaparvata lugens dapat
menyerang tanaman padi saat
fase persemaian hingga panen.
Wereng batang coklat
menyerang tanaman padi ketika
berupa nimfa maupun imago
dewasa dengan cara menghisap
cairan tanaman pada bagian
pangkal padi sehingga dapat
mengganggu serapan nutrisi
padi. Populasi Nilaparvata
lugens akan berkurang ketika
tanaman padi mulai menua.
7 Serangga: Serangga dewasa Sistematika:
Pengisap bulir Ordo: Hemiptera
padi muda Famili: Alydidae
Spesies:Leptocorisa acuta
Deskripsi morfologi*:
Telur Leptocorisa acuta (walang
sangit) memiliki bentuk bulat
pipih dan berwarna coklat
kehitaman. Telur-telur tersebut
terletak pada satu atau dua baris
yang berjumlah 12-16 butir.
Menurut Pracaya (2010),
Leptocorisa acuta muda
tubuhnya berwarna hijau muda
Gejala serangan yang berguna untuk mengelabuhi
musuh, namun Leptocorisa
acuta tidak memiliki
kemampuan terbang. Tubuh
Leptocorisa acuta tersusun dari
beberapa bagian seperti antenna,
caput, toraks, abdomen, tungkai
depan, tungkai belakang, sayap
depan, dan sayap belakang.
Sayap depan Leptocorisa acuta
bersifat keras, tebal, dan tanpa
vena. Leptocorisa acuta dewasa
berwarna coklat dan sudah
memiliki kemampuan untuk
terbang dengan baik.
Catatan tambahan:
Leptocorisa acuta mulai
menyerang tanaman padi saat
tanaman padi memasuki fase
berbunga hingga matang susu.
Tingkat kerusakan bulir padi
lebih tinggi apabila Aulachortum
Solani menyerang padi ketika
fase matang susu. Adanya
walang sangit pada tanaman padi
menyebabkan serangga lain juga
ikut menyerang tanaman padi
karena apabila merasa terganggu
atau terancam, walang sangit
akan mengeluarkan bau
menyengat sehingga dapat
menarik spesies lain. Kerusakan
tertinggi terjadi pada lahan
pertanian yang sebelumnya
banyak ditumbuhi rumput
maupun tanaman berbunga.
8 Serangga: kutu Serangga pradewasa dan Sistematika:
pengisap / dewasa Ordo: Hemiptera
vector virus Famili: Aphididae
Spesies: Aphis gossypii Glover
Deskripsi morfologi*:
Telur Aphis gossypii
Gloverberwarna kuning, namun
saat diletakkan pada tanaman
akan berubah menjadi hitam
Gejala serangan mengkilap. Nimfa Aphis
gossypii Glover dapat berwarna
hijau, cokelat, maupun abu-abu.
Aphis gossypii Glover memiliki
tubuh berbentuk bulat telur yang
berwarna kuning pucat atau
kuning kehijauan. Bagian ujung
tubuh Aphis gossypii Glover
berwarna hijau gelap, hijau
kecoklatan, cokelat gelap, atau
hitam. Aphis gossypii Glover
memiliki sepasang mata yang
berwarna merah gelap
kecoklatan atau hitam. Aphis
gossypii Glover juga memiliki
sepasang sayap tipis yang
berwarna putih transparan.
Ukuran tubuh Aphis gossypii
Glover adalah sekitar 1,8-3,1
mm.
Catatan tambahan:
Aphis gossypii Glover biasanya
menyerang tanaman hortikultura
dan berperan sebagai vektor
pembawa penyakit, seperti
menjadi vektor mosaik, penyakit
keriting, dan belok. Bagian
tanaman yang diserang oleh
Aphis gossypii Glover adalah
permukaan daun bagian bawah,
pucuk daun, batang muda, dan
kuncup bunga. Aphis gossypii
Glover menyerang tanaman
dengan cara menusukkan bagian
styletnya lalu menyerap nutrisi
tumbuhan inang serta
menyebarkan penyakit.
9 Serangga: Larva dan imago Sistematika:
Pemakan daun Ordo: Lepidoptera
kubis Famili:Plutellidae
Spesies: Plutella xylostella
Deskripsi morfologi*:
Larva berwarna hijau berukuran
kurang lebih 15 mm dengan
garis-garis dorsal pucat berwarna
gelap pada bagian lateral.
Serangga dewasa Terdapat rambut-rambut halus
pada permukaan tubuhnya.
Adanya baris yang berbintik
coklat pada bagian ventral larva
instar ketiga dan keempat.
Ketika dewasa berukuran kecil
dan ramping memiliki panjang
tubuh sekitar 6 mm dengan
antena yang terlihat jelas.
Gejala serangan Memiliki lebar sayap sekitar 15
mm Warna tubuh cokelat tua dan
memiliki pita cokelat muda khas
dibagian belakang. Sayap depan
sempit, berwarna abu-abu
kecoklatan dan lebih terang di
sepanjang tepi anterior, dengan
bintik-bintik gelap dan halus.
Garis berwarna krem dengan
tepibergelombang di margin
posterior.
Catatan tambahan:
Plutella xylostella menyerang
dan merusak tanaman mulai dari
stadia larva. Tanaman inang
yang diserang oleh larva
termasuk tanaman kubis-
kubisan. Plutella xylostella
memakan bagian krop dan titik
tumbuh. Akibatnya tanaman
tidak mampu membentuk krop
yang merupakan bagian yang
dipanen. Serangan hama Plutella
xylostella tersebut dapat
menghambat upaya peningkatan
produksi sayuran kubis-kubisan.
10 Serangga : Larva Sistematika:
Lalat pengorok Ordo: Diptera
daun Famili: Agromyzidae
Spesies: Liriomyza chinensis
Deskripsi morfologi*:
Telur berukuran 0,1- 0,2 mm,
berbentuk ginjal, diletakkan pada
bagian epidermis daun. Larva
Dewasa
berukuran 2,5 mm, tidak
mempunyai kepala atau kaki.
Pupa terbentuk di dalam tanah.
Larva akan merusak tanaman
dengan cara menggorok daun
sehingga yang tinggal bagian
epidermisnya saja. Serangga
dewasa berupa lalat kecil
berukuran sekitar 2 mm, fase
Gejala serangan imago betina 10 hari dan jantan 6
hari. Serangga dewasa merusak
dengan menusukan
ovipositornya saat meletakan
telur dan mengisap cairan daun.
Catatan tambahan:
Liriomyza chinensis merupakan
serangga polifag yang
memungkinkan serangga
tersebut untuk memencar lebih
cepat ke jenis dan bagian
tanaman lain yang lebih disukai.
Pada umumnya angin
berpengaruh terhadap
penyebaran lalat penggorok ini.
Di alam imago lalat penggorok
daun tertarik pada warna kuning.
11 Serangga: Lalat Serangga pra dewasa dan dewasa Sistematika:
buah Ordo: Diptera
Famili: Tephritidae
Spesies: Docus sp.
Deskripsi morfologi*:
Telur lalat buah bentuknya
menyerupai bulan sabit, dan
diletakkan berkelompok di
bawah kulit atau di dalam luka
atau cacat pada permukaan buah.
Setelah 2 hari telur menetas
menjadi larva berwarna putih
keruh, berbentuk bulat panjang
dengan salah satu ujungnya
runcing. Larva hidup dan
berkembang dalam daging buah
selama 6 - 9 hari, menyebabkan
buah menjadi busuk. Larva
Docus sp. termasuk dalam larva
Gejala serangan yang tidak memiliki kaki
(apoda). Larva lalat buah ini
memiliki bentuk yang khas yaitu
berbentuk silinder, memanjang,
menyempit dan agak
melengkung ke bawah pada
akhir dan mulut kait di kepala.
Apabila larva sudah dewasa akan
keluar dari buah dan memasuki
stadium pupa tepat di bawah
permukaan tanah. Pupa berwarna
kecoklatan, berbentuk oval
dengan panjang 5 mm. Lalat
dewasa berwarna coklat
kekuningan dengan bercak
warna kuning di atas dasar
pasangan kaki pertama. Lalat
betina ujung perutnya lebih
runcing, sedangkan lalat jantan
lebih bulat. Sayapnya bermotif
dengan band coklat tebal yang
membentang sepanjang tepi
terkemuka, berakhir di tempat
coklat yang lebih besar di
ujungnya. Siklus hidup dari telur
sampai lalat dewasa berlangsung
16 hari.
Catatan tambahan:
Dacus sp. merusak tanaman
stadia larva dengan
memanfaatkan buah untuk
makan dan tempat hidupnya dan
imago merusaknya dengan
membuat lubang pada buah
untuk memasukkan telur. Lalat
buah menyerang tanaman
dengan menyuntikkan telur
mereka ke dalam buah. Hal
tersebut akan menyebabkan buah
menjadi busuk dan rontok
sebelum dapat dipetik.
12 Serangga: Serangga pradewasa Sistematika:
penggulung Ordo: Lepidoptera
daun pisang Famili: Hesperiidae
Spesies:Erionota thrax L.
Deskripsi morfologi*:
Larvanya tidak berkaki,
berwarna kehijau-hijauan dan
dilapisi semacam serbuk putih.
Serangga dewasa Kepala berwarna hitam, bulat,
keras, dan belum terbentuk
lapisan lilin pada tubuhnya..
Ketika melakukan gerakan
tubuhnya selalu membentuk
seperti agak bulat, dan
mengkerut. Fase yang terakhir
dari ulat ini, yaitu dalam bentuk
pupa atau kepompong, pada fase
Gejala serangan ini lapisan lilin yang
menyelubungi tubuh ulat sudah
semakin keras dan padat, dan
warnanya berubah kembali,
menjadi kehijau-hijauan. Pada
fase ini ulat ini juga akan
memiliki sebuah belalai yang
disebut “probosis”. Setelah
melewati fase ini maka ulat
tersebut akan siap untuk menjadi
kupu-kupu, dan akan mengulang
lagi proses hidupnya dari awal
lagi. Serangga dewasa berupa
ngengat dengan warna coklat
muda dan tepinya terdapat garis
coklat hitam. Bentangan sayap
serangga dewasa (ngengat)
berukuran15-20 mm. Memiliki
antena seperti tali yang menebal
atau berbentuk bonggol pada
ujungnya, dan pada bonggol
antena ujungnya seperti kait
yang membengkok, tidak
memiliki duri pada pangkal
sayap belakang (frenulum), dan
tidak ada ocelli.
Catatan tambahan:
Hama ini menyerang daun
tanaman pisang saat stadia larva
atau ulat. Ulat dewasa
menghubungkan dua tepi daun
sebelah atas sehingga daun
berbentuk seperti tabung
panjang. Tabung tersebut
digunakan sebagai tempat
tinggal dan memakan jaringan
daun tersebut. Daun dapat
tergulung karena larva
mengeluarkan benang-benang
lengket bewarna putih.
13 Serangga: Serangga pradewasa dan Sistematika:
bubuk beras dewasa Ordo: Coleoptera
Famili: Curculionidae
Spesies:Sitophilus oryzae L.
Deskripsi morfologi*:
Serangga bubuk beras dewasa
tubuhnya berwarna hitam
kecoklatan. Memiliki sayap
depan yang keras, tebal dan
mengandung zat tanduk, dan
sayap belakangnya seperti
selaput. Memiliki empat buah
gambaran berbentuk bulat telur
(lonjong) berwarna coklat
Gejala serangan
kemerahan pada elytra dan kaki
berwarna coklat kemerahan,
dengan bentuk tubuh yang
langsing dan agak pipih. Pada
bagian pronotumnya terdapat
enam pasang gerigi yang
menyerupai gigi gergaji. Bentuk
kepala menyerupai segitiga. Pada
sayap depannya terdapat garis-
garis membujur yang jelas.
Terdapat 4 bercak berwarna
kuning agak kemerahan pada
sayap bagian depan, 2 bercak
pada. Panjang tubuh dewasa ±
3,5-5 mm, tergantung dari
tempat hidup larvanya. Larva
hidup dalam biji beras dengan
memakan isi biji. Fase larva
merupakan fase yang merusak
biji. Larva hidup dalam butiran,
tidak berkaki, berwarna putih
dengan kepala kekuning-
kuningan atau kecoklatan dan
mengalami 4 instar.
Catatan tambahan:
Stadia yang menjadi hama
adalah imago dan larva. Saat
pada fase larva yang
menyebabkan beras mengalami
kerusakan lebih besar. Kutu
bubuk beras memakan beras
dengan melubanginya untuk
sarang telur. Merupakan hama
utama beras karena
menyebabkan kerusakan tidak
hanya pada beras saja, namun
biji-bijian lainnya dengan
memakannya dengan cara
mengunyah dan menggigit.
14 Serangga: Serangga pradewasa Sistematika:
bubuk kacang Ordo: Coleoptera
hijau Famili: Bruchidae
Spesies: Callosobrunchus
chinensis
Serangga dewasa
Deskripsi morfologi*:
Larva berwarna keputihan
kekuningan dengan kaki
mengecil. Panjang larva 0,57
mm, berbentuk cembung pada
bagian dorsal, dan rata pada
bagian yang melekat pada biji.
Kepompong berwarna coklat tua
dan kepompong terjadi di dalam
legum. Telur muncul sendiri-
Gejala serangan sendiri dan memiliki warna
kuning yang menjadi buram saat
menetas. Telur mereka menjadi
jauh lebih kecil di daerah dengan
kepadatan populasi tinggi untuk
mengakomodasi persaingan
sumber daya di legum yang
menghasilkan larva dewasa yang
lebih kecil dan larva kurang fit.
Stadia dewasa, sayap depannya
terdapat gambaran gelap yang
menyerupai huruf U dan
pronotumnya halus. Warna sayap
depannya coklat kekuning-
kuningan. Memiliki dua buah
sayap. Bentuk tubuhnya bulat
atau lonjong. Memiliki warna
tubuh hitam kecoklatan. Pada
serangga bubuk kacang hijau
jantan mempunyai ukuran tubuh
2,4 mm - 3 mm sedangkan
serangga bubuk kacang hijau
betina mempunyai ukuran tubuh
2,76 mm – 3,49 mm.
Catatan tambahan:
Stadia Callosobrunchus
chinensis L. yang menjadi hama
bagi kacang hijau adalah stadia
larva hingga dewasa. Serangga
betina awalnya meletakkan telur
pada celah-celah atau di antara
butiran-butiran bahan secara
tersebar atau terpisah-pisah.
Beberapa hari kemudian telur
menetas dan larva segera
merusak butiran atau bahan di
sekitarnya.
2. Pembahasan
Salah satu sifat yang jelas dari ordo Coleoptera yaitu struktur sayap-
sayapnya, dimana memiliki empat sayap dengan pasangan sayap yang menebal
dan keras. Sayapnya ini biasanya bertemu dalam satu garis lurus dibawah
tengah punggung dan menutupi sayap-sayap belakang. Sayap-sayap belakang
berselaput tipis dan biasanya lebih panjang daripada sayap-sayap depan dan
apabila dalam keadaan istirahat biasanya terlipat dibawah sayap-sayap depan.
Contoh dari ordo Coleoptera adalah Sitophilus oryzae L., dan kumbang Biji
(Callosobruchus chinensis)
Ordo Lepidoptera adalah serangga yang umum dan mudah untuk dikenal
oleh setiap orang, karena dapat langsung dikenali oleh sisik-sisik pada sayap
sayap yang lepas seperti debu pada jari seseorang apabila serangga ini
dipegang. Menurut Armando (2020), tipe mulut pada pada ordo ini yaitu untuk
menghisap makannnya (sponging). Memiliki ayap dua pasang yang ditutupi oleh
sisik. sehingga disebut serangga bersayap sisik metamorfosis sempurna. Pupa
terbungkus oleh kokon. Memiliki mulut tipe pengisap dengan belalai (probosis).
Contoh serangga ordo Lepidoptera adalah ngengat (Scirpophaga incertulas) , P.
xylostella, Ulat bambu (Erionota thrax)
Hemiptera dalam hal ini memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap, ada
beberapa yang menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap cairan pada
tumbuhan. Sebagian besar bersifat parasit bagi hewan, tumbuhan, maupun
manusia. Ordo ini banyak ditemukan di bagian bunga dan daun dari tumbuhan,
kulit pohon, serta pada jamur yang busuk. Sayap depan berupa himilitron (keras
di bagian pangkal). Metamorfosisnya sempurna. Tipe mulut dari serangga ordo
ini adalah penusuk dan penjilat. Biasanya serangga akan menghasilkan bau yang
menyengat. Serangga yang termasuk kedalam Hemiptera adalah wereng coklat
(Nilaparvata lugens), walang sangit (Leptocorisa acuta), dan kutu daun (Aphis
gossypii).Diptera Sayap tipis seperti membran; sayap belakang termodifikasi
seperti halter (alat keseimbangan). Ordo diptera mengalami metamorfosis
sempuma. Larva yang tidak berkaki disebut belatung. Memiliki mulut tipe
pengisap atau penusuk dan pengisap, sering membelah probosis. Contoh
serangga ordo Diptera adalah Liriomyza sp, dan lalat buah (Dacus sp).
Tipe alat mulut penggigit pengunyah ditandai oleh adanya mandibula dan
maksi layang besar,dan amat jelas bentuknya. Bagian paling depan adalah
labrum (bibir atas) yang menutupi mandibula yang terletak di samping,maksila
yang terletak di belakang mandibula, labium (bibir bawah), dan hipo faring yang
terletak di “dalam” rongga (sering pula diterjemahkan sebagai “lidah”), dan dua
pasang palpi (tunggal: palpus) yang masing-masing melekat pada maksila
(palpi maksilaris) dan labium (palpi labialis). Pada saat imago betina bertelur,
maka telur diletakan pada permukaan produk material yang akan diserang dalam
simpanan dan akan menetas setelah 3-5 hari. Larva biasanya tidak keluar dari
telur, tetapi hanya merobek bagian kulit telur yang melekat pada material. Larva
akan menggerek disekitar tempat telur diletakkan. Lama stadua larva adalah 10-
13 hari. Menurut Dwi (2015), produk yang diserang akan tampak berlubang,
karena larva terus menggerek biji dan berada didalam biji sampai menjadi imago.
Setelah menjadi imago, maka lubang pada biji menjadi tempat keluar imago dari
dalam biji. Gejala serangan kumbang kacang hijau tampak lubang pada biji-biji
kacang hijau yang mengakibatkan lama kelamaan biji tersebut menjadi retak.
Contoh serangga dengan tipe mulut penggigit pengunyah adalah bubuk beras
(Sitophilus oryzae L.), bubuk kacang hijau (Calloso bruchuschinensis), dan
pemakan daun kubis (P. xylostella).
Mulut tipe penusuk-penghisap mempunyai rahang yang panjang dan
runcing. Alat mulut yang paling menonjol adalah labium, yang berfungsi menjadi
selongsong stilet. Ada empat stilet yang sangat runcing yang berfungsi
sebagaialat penusuk dan mengisap cairan tanaman. Keempat stilet berasal
darisepasang maksila dan mandibel ini merupakan suatu perubahan bentuk
darialat mulut serangga pengunyah. Contoh yang mempunyai alat mulut
menusukmengisap walang sangit dan wereng. Alat mulut walang sangit
berbentuk memanjang dan meruncing ke depan membentuk moncong atau
rostrum (snout).
Tikus sawah merupakan hewan nokturnal yang telah beradaptasi dengan
fenologi tanaman padi. Secara rutin, aktifitas harian dimulai pada senja hari
hingga menjelang fajar. Selama periode tersebut, tikus sawah dari kelompok lain.
Siang hari dilalui dengan bersembunyi didalam lubang, semak belukar, atau
mengeksplorasi sumber pakan dan air, tempat berlindung, serta mengenali
pasangan dan individu petakan sawah. Tikus sawah tergolong kedalam hewan
omnivora yang mampu memanfaatkan beragam pakan untuk bertahan hidup.
Komposisi pakan yang dikonsumsi tergantung kondisi lingkungan dan bervariasi
sepanjang stadia tumbuh padi. Meskipun demikian, padi merupakan pakan utama
yang paling disukainya. Kebutuhan pakan kurang lebih 10-15% dari bobot
badannya dan minum air kurang lebih 15-30 ml per hari. Tikus sawah mencari
makan berupa endosperm padi, bagian pangkal batang padi, serpihan rumput-
rumputan, potongan tubuh arthropoda, bagian tanaman dikotil, dan lain-lain.
Dalam mengkonsumsi pakan, tikus sawah lebih dahulu mencicipi untuk
mengetahui reaksi terhadap tubuhnya dan apabila tidak membahayakan akan
segera memakannya. Menurut Husein (2017), perkembangbiakan tikus sawah
sangat tergantung pada keberadaan tanaman padi. Kondisi aktif reproduksi hanya
terjadi pada padi stadia generatif. Selama bera panjang hingga padi vegetatif,
tikus sawah dewasa tidak aktif reproduksi. Pada saat tidak aktif, testis tikus
sawah kembali masuk dalam rongga perut (testis abdominal), dan akan kembali
ke scrotum pada saat musim kawin (testis scrotal). Akses kawin terhadap
sejumlah betina dikuasai oleh jantan dominan yang menguasai teritorial tertentu.
Tikus rumah memiliki panjang total ujung kepala sampai ujung ekor 220–
370 mm, ekor 101-180 mm, kaki belakang 20–39 mm, telinga 13–23 mm.
Rumus mamae 2 + 3 = 10. Warna rambut badan atas coklat tua dan rambut
badan bawah (perut) coklat tua kelabu. Tikus jenis ini banyak dijumpai di rumah
(atap, kamar, dapur) dan gudang. Kadang-kadang ditemukan pula di kebun
sekitar rumah. Tikus berukuran sedang, cenderung lebih kecil daripada tikus got,
dengan panjang 30-40cm termasuk ekor. Warna rambut coklat kekuningan.
Perutnya berambut kelabu dengan tepiputih.
Keong mas cangkang berbentuk bulat mengerut, berwarna kuning keemasan,
berdiameter 1,2-1,9 cm, tinggi 2,2-3,6 cm, dan berat 4,2-15,8 g. Keong mas dan
bekicot, keduanya sama-sama tergolong kelas Gastropoda atau siput-siputan.
Perbedaan pertama terletak pada asal famili nya, keong mas berasal dari
keluarga Ampullariidae, sedangkan bekicot termasuk anggota dari keluarga
Achatinidae. Tempat tinggal keong mas merupakan kepada perairan dangkal,
mulai dari sawah hingga sungai, sehingga beberapa orang menyebut fauna ini
beserta tutur siput air. Sebaliknya, loka asal bekicot justru di lingkungan daratan.
Keong dan bekicot mempunyai cangkang yg inheren kepada tubuhnya, namun
tetap ada perbedaan diantara keduanya. Ciri-ciri keong mas secara garis besar
adalah sebagai berikut: cangkangnya berbentuk bulat mencapai tinggi lebih dari
10 cm, berwarna kekuningan. Pada mulut cangkang keong mas terdapat
operculum yang bentuknya bulat berwarna coklat kehitaman pada bagian luarnya
dan coklat kekuningan pada bagian dalamnya. Menurut Isnaningsih (2011), pusat
cangkang keong mas berbentuk celah. Sutura melekuk membentuk kanal yang
dalam. Mulut cangkang lonjong, bagian atasnya menaik sehingga terlihat agak
meruncing di bagian atas. Warna dinding dalam mulut cangkang sama dengan
dinding luarnya. Tepi mulut cangkang tidak menebal dan membentuk pola yang
menerus dengan jeda. Cangkang berbentuk bulat sempurna. Berwama coklat dan
mengalami gradasi menjadi semakin tua padabagian di sekitar pusat cangkang.
Dinding cangkang sangat tebal terutama pada bagian di tepi mulut
cangkang. Tepi mulut cangkang menerus dengan jeda. Memiliki cangkang
berwarna coklat muda, dagingnya berwarna putih susu sampai merah keemasan
atau oranye. Pada bagian kepala terdapat dua buah tentakel sepasang terletak
dekat dengan mata lebih panjang dari pada dekat mulut. Kaki lebar berbentuk
segitiga dan mengecil pada bagian belakangnya, mereka dapat hidup pada
perairan yang deras dengan komponen utama tumbuhan air dan bangkai. Tepi
mulut keong mas betina melengkung kedalam, sedangkan tepi cangkang keong
mas jantan melengkung keluar.
Burung emprit paruh bentuknya pendek tebal dan runcing sesuai dengan
jenis makanannya yaitu untuk memecah biji-bijian. Kaki burung emprit
berjumlah 2 dan masing-masing memiliki 4 jari. Ketika masih muda burung ini
berwarna cokelat pada tubuh bagian atas, sedangkan bagian bawah kuning tua.
Emprit memiliki iris mata yang berwarna cokelat, bagian paruh abu-abu, kaki
biru pucat. Burung ini bertelur 4 – 6 butir saja. Menurut Y.T. Prasetio (2014),
serangan hama burung emprit dimulai terjadi saat padi disemaikan dengan cara
memakan benih, saat padi masih muda, maupun saat padi sudah menguning dan
siap dipanen. Ciri tanaman yang diserang oleh burung emprit adalah bagian bulir
padi nya tersebut akan kosong tidak ada isi nya karena burung emprit yang
datang mengambil bulir padi untuk dimakan, apalagi kalau padinya baru berisi
yang isinya belum begitu keras itu sangat disukai oleh kawanan burung emprit.
Dalam jumlah yang besar dapat menyerang tanaman padi dengan memakan biji.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. sifat yang jelas dari ordo Coleoptera yaitu struktur sayap-sayapnya, dimana
memiliki empat sayap dengan pasangan sayap yang menebal dan keras.
Sayapnya ini biasanya bertemu dalam satu garis lurus dibawah tengah
punggung dan menutupi sayap-sayap belakang
b. Ordo Lepidoptera adalah serangga yang umum dan mudah untuk dikenal
oleh setiap orang, karena dapat langsung dikenali oleh sisik-sisik pada sayap
sayap yang lepas seperti debu pada jari seseorang apabila serangga ini
dipegang.
c. Hemiptera dalam hal ini memiliki tipe mulut penusuk dan penghisap, ada
beberapa yang menghisap darah dan sebagian sebagai penghisap cairan
pada tumbuhan.
d. Tipe alat mulut penggigit pengunyah ditandai oleh adanya mandibula dan
maksi layang besar,dan amat jelas bentuknya.
e. Mulut tipe penusuk-penghisap mempunyai rahang yang panjang dan runcing.
Alat mulut yang paling menonjol adalah labium, yang berfungsi menjadi
selongsong stilet.
2. Saran
Semoga lebih baik untuk tahun tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Armando R, Yunita W. 2020. Eksplorasi Penggerek Batang Padi dan Parasitoid di Balai
Benih Induk (BBI) Sukajaya. Gema Agro25(1): 53-63.
Baehaki SE, Mejaya MJ. 2015. Wereng cokelat sebagai hama global bernilai ekonomi
tinggi dan strategi pengendaliannya. Jurnal Iptek Tanaman Pangan 9(1): 1-12.
Baliadi Y, Tengkano W. 2010. Lalat Pengorok Daun, Liriomyza Sp. (Diptera:
Agromyzidae), Hama Baru Pada Tanaman Kedelai Di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian29(1): 1-9.
Dwi Fahrezi, E. 2015. Efektivitas Insektisida Nabati untu Hama Kumbang
(Callosobruchus chinensis) pada Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) 1-
62.
Hikmia ZH, Suastika G. 2012. Identifikasi spesies Meloidogyne spp. penyebab umbi
bercabang pada tanaman wortel di Jawa Timur. Jurnal Fitopatologi
Indonesia 8(3): 73-73.
Husein AAA. 2017. Kajian Jenis Dan Populasi Tikus Di Perkebunan Nanas Pt Great
Giant Food Terbanggi Besar Lampung Tengah.
Isnaningsih NR, Marwoto RM. 2011.Keong Hama Pomacea Di Indonesia: Karakter
Morfologi Dan Sebarannya (mollusca, Gastropoda: Ampullariidae)[Snail Pest of
Pomacea in Indonesia: Morphology and Its Distribution (Mollusca, Gastropoda:
Ampullariidae)]. Berita Biologi 10(4): 441-447.
Kurniati E. 2017. Uji Repelensi dari Serbuk Daun Pandan Wangi (Pandanus
amaryllifolius Roxb) terhadap Kutu Beras (Sitophilus oryzae L) dan
Sumbangsihnya pada Materi Hama dan Penyakit pada Tanaman di Kelas VIII
SMP/MTs (Doctoral dissertation, UIN RADEN FATAH PALEMBANG).
Manurung B, Prastowo P, Tarigan EE. 2012. Pola Aktivitas Harian dan Dinamika
PopulasiLalat Buah Bactrocera dorsalis Compleks pada Pertanaman Jeruk di
Dataran Tinggi Kabupatem Karo Provinsi Sumatera Utara. J. HPT Tropika
12(2): 103-110.
Moningka M, Tarore D, Krisen J. 2012. Keragaman jenis musuh alami pada serangga
hama padi sawah di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Eugenia 18(2): 89-97.
Pracaya. 2010. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Syahroni YY, Prijono D. 2013. Aktivitas insektisida ekstrak buah Piper aduncum L.
(Piperaceae) dan Sapindus rarak DC. (Sapindaceae) serta campurannya terhadap
larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae). Jurnal Entomologi
Iindonesia 10(1): 39-50.
Wali M, Soamole S. 2015. Studi tingkat kerusakan akibat hama daun pada tanaman
meranti merah (Shorea leprosula) di areal persemaian PT. Gema Hutani Lestari
Kec. Fene Leisela. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan8(2): 36-45.
Prasetiyo YT. 2014. Budidaya Padi Sawah TOT ( Tanpa Olah Tanah). Jakarta:
Kanisius.
ACARA 2
Pengenalan tipe gejala dan tanda penyakit, tipe dan mekanisme parasitisme patogen pada
tanaman pangan/ hortikultura/perkebunan
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit tanaman merupakan terjadinya perubahan fungsi sel dan jaringan
inang sebagai akibat gangguan yang terus menerus oleh agensi patogen atau faktor
lingkungan dan berkembangnya gejala. Penyebab munculnya penyakit pada
tanaman bisa terjadi karena di suatu tempat ada tanaman, patogen, serta
lingkungan (segitiga penyakit karena tiga faktor). Agar muncul penyakit pada
tanaman, maka ketiga faktor tersebut harus memenuhi syarat berupa tanaman
harus peka, penyebab penyakit harus ganas, dan lingkungan mendukung. Akan
tetapi, adanya keikusertaan manusia dalam pembudidayaan tanaman dapat
mempengaruhi tiga faktor sebelumnya, karena manusia dapat menciptakan
kondisi dimana penyebab penyakit dapat berkembang dengan baik.
Patogen merupakan mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk
menempel pada suatu tanaman (inang) dan mengeksploitasi tanaman tersebut
sebagai sumber makanannya. Tidak hanya mengambil makanan dari
inangnya, patogen juga menginfeksi dan menimbulkan gejala penyakit pada
tanaman yang menjadi inangnya. Siklus hidup patogen dimulai dari tumbuh
sampai menghasilkan alat reproduksi. Siklus penyakit meliputi perubahan-
perubahan patogen di dalam tubuh tanaman dan rangkaian perubahan tanaman
inang serta keberadaan patogen (siklus hidup patogen) di dalamnya dalam rentang
waktu tertentu selama masa pertumbuhan tanaman.
Gejala serangan (symptom), adalah ekspresi dari inang terhadap kondisi
penyakit patologik sehingga suatu penyakit tertentu dapat dibedakan dengan
penyakit lain. Gejala selalu berubah dengan berkembangnya penyakit. Seri dari
gejala disebut sindrom. Diagnosis penyakit tumbuhan di lapangan sebagian besar
bergantung kepada sindrom.Tanda serangan (sign), yaitu struktur dari suatu
patogen yang berasosiasi dengan tubuh tanaman atau bagian tanaman yang
terinfeksi berupa adanya benda-benda atau alat-alat tubuh dan alat-alat pembiakan
dari patogen atau parasit penyebabnya. Beberapa tipe struktur pathogen tidak
harus selalu ada pada tanaman yang sakit karena pembentukannya berdasarkan
kondisi lingkungan. Kebanyakan tanda penyakit dapat dilihat dan dibedakan
dengan bantuan mikroskop. Misalnya, tanda penyakit berupa miselium, spora,
tubuh buah jamur, dan sel atau lendir bakteri.
2. Tujuan
a. Mengenal tipe gejala, dan tanda penyakit tumbuhan yang umum.
b. Mengembangkan kecakapan mahasiswa dalam mendiagnosis penyakit
secara cepat berdasrkan deskripsi gejala dan tanda penyakit.
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Alat tulis
b. Laptop atau komputer
c. Gambar patogen tanaman
d. Artikel ilmiah
2. Cara Kerja
a. Melakukan analisis deskripsi gejala dan tanda penyakit tanaman
berdasarkan studi pustaka.
b. Melakukan analisis tipe gejala, tipe dan mekanisme parasitisme patogen
tanaman berdasarkan studi pustaka.
Pustul
Karat
daunbukanpust
ul
Tipe gejala : Nekrosis
Bentuk cedera sel yang mengakibatkan
kematian prematur sel-sel pada jaringan
hidup dengan autolisis. Nekrosis Tipe parasit : fakultatif
disebabkan oleh faktor-faktor eksternal Dapat bertahan hidup walaupun inangnya
sel atau jaringan, seperti infeksi, racun, sudah mati.
atau trauma yang mengakibatkan
pencernaan tidak teratur komponen- Mekanisme : necrotroph
komponen sel. Apoptosis adalah Necrotoph adalah patogen yang
penyebab terprogram alami dan tertarget membunuh tanaman, jadi patogen bikin
kematian sel. Apoptosis sering tanaman atau jaringan tanaman langsung
memberikan efek menguntungkan bagi mati.
organisme, sedangkan nekrosis hampir
selalu merugikan dan bisa berakibat
fatal. Kematian seluler akibat nekrosis
tidak mengikuti jalur transduksi sinyal
apoptosis; berbagai reseptor diaktifkan
mengakibatkan hilangnya integritas
membran sel dan rilis tidak terkendali
produk kematian sel ke ruang
ekstraseluler.
Deskripsi gejala :
Menurut Yanti et al (2017), salah satu
organisme yang menyerang tanaman
kedelai yaitu bakteri Xanthomonas
axonopodis pv. Glycines yang dapat
menyebabkan penyakit pustul. Gejala
awalnya berupa bercak kecil tampak
pada kedua permukaan daun, berwarna
hijau pucat, menonjol pada bagian
tengah lalu menjadi bisul, berwarna
coklat muda atau putih di bagian bawah
daun. Gejala ini sering dikacaukan
dengan penyakit karat pada kedelai.
Tetapi bercak karat lebih kecil dan
sporanya tampak jelas bila dilihat
dengan kaca pembesar. Bentuk bercak
pustul bakteri beragam mulai dari bintik
kecil sampai besar tak beraturan,
berwarna kecoklatan. Seringkali bercak
kecil bersatu membentuk daerah
nekrotik yang mudah robek oleh angin
sehingga daun kelihatan berlubang-
lubang dan bila infeksi berat dapat
menyebabkan daun gugur.
5. Penyakit akar gada pada sawi Nama pathogen : Plasmodiophora
brassicae
Gambar pathogen :
Tipe parasit : obligat
Tipe gejala : Hiperplasis Plasmodiophora brassicae merupakan tipe
Tipe gejala utamanya adalah obligat, dimana dia hidup dalam inang
hiperplasis, yaitu adanya pertumbuhan yang hidup, namun uniknya dia tetap bisa
yang terlalu cepat dan terdapat hidup ditanah meski tanpa inang. Menurut
penambahan volume jaringan dari Pandawani (2020), penyakit akar gada
ukuran normal. Menurut Indyaroga sulit dikendalikan karena patogen dapat
(2013), patogen ini menyebabkan bertahan lama dalam tanah sehingga perlu
pembengkakan pada jaringan akar dapat adanya upaya pengembangan
mengganggu fungsi akar seperti pengendalian penyakit yang bersifat
translokasi zat hara dan air dari dalam berkelanjutan. Keadaan tanah yang kering
tanah ke daun. Akar yang membengkak menyebabkan patogen membentuk spora
akan makin besar dan biasanya hancur istirahat (dorman). Spora yang istirahat
sebelum akhir musim tanam. (dorman) tersebut dapat bertahan dalam
tanah lebih dari 10 tahun.
Deskripsi gejala :
Gejala serangan P. brassicae tampak Mekanisme : biotroph
pada saat cuaca panas atau siang hari Mekanisme serangan dari
yang terik. Daun sawi akan berwarna Plasmodiophora brassicae adalah
hijau-biru dan layu seperti kekurangan biotroph, jadi patogen menyerap nutrisi
air, namun pada malam hari atau pagi dari tanaman sedikit demi sedikit,
hari akan segar kembali. Pertumbuhan kemudian tanaman inang akan tumbuh
tanaman menjadi terhambat apabila tidak norma. Keadaan ini mengakibatkan
tanaman dicabut, akarnya tampak tanaman layu, kerdil, dan kering.
membengkak seperti berumbi. P.
Brassicae menginfeksi tanaman sawi
sejak awal tanam, dan akan semakin
meningkat jika kondisi tanah yang
masam. Gejala pembengkakan akar akan
terlihat ± 10 hari setelah inokulasi. Akar
yang terinfeksi jamur akan bereaksi
dengan pembelahan dan pembesaran sel
membentuk bintil-bintil akar yang
bersatu dan mirip seperti gada. Akibat
rusaknya susunan jaringan akar maka
pengangkuan air dan hara tanah menjadi
terganggu. Tanaman tampak kurang
sehat, daun daun berwarna hijau kelabu,
cepat menjadi layu.
6. Busuk pangkal batang pada jagung Nama pathogen : Fusarium sp.
Gambar pathogen :
b. Penyakit tanaman disebabkan oleh fungi, bakteri, virus dan mikoplasma. Oleh
sebagian pakar, nematoda juga dianggap sebagai patogen penyebab penyakit
tanaman.
c. Tipe Hipoplasia merupakan gejala yang muncul bersamaan dengan gejala
mosaik, penurunan jumlah klorofil, tidak berkembangnya sel mesofil dan
tidak terdapat rongga antar sel, seperti bagian daun yang menguning pada
gejala mosaik.
d. Tipe gejala utama hiperplasis, yaitu adanya pertumbuhan yang terlalu cepat
dan terdapat penambahan volume jaringan dari ukuran normal.
e. Tipe gelaja Nekrosis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal sel atau jaringan,
seperti infeksi, racun, atau trauma yang mengakibatkan pencernaan tidak
teratur komponen-komponen sel.
f. Parasit obligat hanya hidup dalam sel atau jaringan inang hidup.Parasit
bersifat obligat jika hanya dapat hidup jika inangnya masih hidup, apabila
inangnya sudah mati maka pathogen ini juga akan ikut mati.
g. Parasit Fakultatif adalah tumbuhan parasit yang menggantungkan sebagian
sumber energi pada tumbuhan inang.
h. Biotroph merupakan pathogen yang menyerap nutrisi tanaman sedikit demi
sedikit. Patogen ini menganggu dari pertumbuhan tanaman dan pertumbuhan
itu menjadi tidak normal.
i. Nekrotroph adalah pathogen menyerang tanaman secara langsung sehingga
pahogen akan langsung langsung membunuh tanaman dengan secara
langsung.
2. Saran
Semoga lebih baik untuk tahun tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Defitri, Yuza. 2017. Penyakit busuk buah tanaman kakao (Theobroma cacao L.) serta
persentase serangannya di Desa Betung Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten Muaro
Jambi. Jurnal Media Pertanian 2(2): 98-103.
Harni R, Taufiq E, Martono B. 2015. Ketahanan pohon induk kopi liberika terhadap penyakit
karat daun (Hemileia vastatrix) di Kepulauan Meranti. J Tanaman Industri dan
Penyegar 2(1):35-42.
Harvianti, Yuniar. 2019. Pengendalian penyakit hawar pelepah padi akibat Rhizocotonia solani
dengan penggunaan bakteri rhizosfer. J UIN Alaudin 2(2): 54-60.
Indrayoga PM, Sudarma IM, Puspawati NM. 2013. Identifikasi jenis dan populasi jamur tanah
pada habitat tanaman kubis (Brassica oleracea L.) sehat dan sakit akar gada pada sentra
produksi kubis di Kecamatan Baturiti Tabanan. J Agroekoteknologi Tropika 2(3): 184-
194.
Lolong AA, Salim, Barri NL. 2016. Serangan cendawan Sclerotium rolfsii pada beberapa
varietas kedelai yang ditanam di beberapa sistem tanam kelapa. J Buletin Palma 17(2):
139-146.
Nurzannah SE, Lisnawita L, Bakti, D. 2014. Potensi jamur endofit asal cabai sebagai agens
hayati untuk mengendalikan layu fusarium (Fusarium oxysporum) pada cabai dan
interaksinya. J Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara 2(3): 100-407.
Pandawani, NP, Widnyana IK, Sumantra IK. 2020. Efektivitas isolat Trichoderma Spp. dalam
pengendalian penyakit akar gada (Plasmodiaphora Brassicae Wor.) pada sawi hijau
(Brassica rapa). J Agriculture 3(1): 38-51.
Ponidi P, Algifari SA. 2017. Sistem pakar berbasis web untuk mendiagnosa hama penyakit pada
tanaman pisang. J TAM (Technology Acceptance Model) 5: 1-57.
Putra, I. P. (2020). Ulasan: Politik Simbiosis Fungi dan Tumbuhan. Pro-Life, 7(2), 144-156.
Putro NS, Aini LQ, Abadi AL. 2014. Pengujian konsorsium mikroba antagonis untuk
mengendalikan penyakit antraknosa pada cabai merah besar (Capsicum annuum L.). J
Hama dan Penyakit Tumbuhan 2(4): 44-53.
Salamiah, Aziza NL. 2018. Pengendalian hayati penyakit diplodia pada jeruk siam banjar di
Kabupaten Barito Kuala. J Nasional Lingkungan Lahan Basah 3(2): 375-379.
Santoso dan A. Nasution. 2018. Pengendalian penyakit blas dan penyakit cendawan lainnya.
Buku Padi 2. hlm. 531-563. Dalam Darajat AA, Setyono A, Makarim AK, Hasanuddin,
A. Padi inovasi teknologi balai besar penelitian tanaman padi, Sukamandi. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sastrini T, Mutaqin KH. 2013. Penularan fitoplasma sapu pada tanaman kacang tanah oleh
serangga vektor Orosius argentatus dan deteksi molekule dengan teknik PCR. J
Fitopatologi Indonesia 9(1): 21-28.
Soenartiningsih S, Aqil, M, Andayani NN. 2016. Strategi pengendalian cendawan Fusarium sp.
dan kontaminasi mikotoksin pada jagung. J Iptek Tanaman Pangan 11(1): 85-98.
Soenartiningsih, S., Aqil, M., Andayani, N. N. 2018. Strategi pengendalian cendawan Fusarium
sp. dan kontaminasi mikotoksin pada jagung.Repository Pertanian:85-98.
Sumartini S, Rahayu M. 2017. Penyakit embun tepung dan cara pengendaliannya pada tanaman
kedelai dan kacang hijau. J Penelitian dan Pengembangan Pertanian 36(2):59-66.
Sutarman, S. (2017). Dasar-dasar ilmu penyakit tanaman. Sidoarjo: Umsida Press.
Talanca AH. 2013. Status penyakit bulai pada tanaman jagung dan pengendaliannya. In
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian (pp. 76-87).
Yanti Y, Habazar T, Resti Z. 2017. Formulasi padat Rhizo bacteria indigenus Bacillus
thuringiensis TS2 dan waktu penyimpanan untuk mengendalikan penyakit pustul
bakteri Xanthomonas axonopodis pv. glycines. J HPT Tropika 17(1): 9-18.
ACARA 3
Identifikasi OPT berdasarkan morfologi/gejala pada tanaman
pangan/hortikultura/perkebunan
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Peningkatan produksi pertanian seringkali dihadapkan pada
permasalahan gangguan serangan hama tanaman. Penyebab hama tanaman dapat
berupa serangga dan hewan vertebrata seperti tikus, burung, tungau, dan moluska.
Kerugian yang ditimbulkannya beragam, tergantung beberapa factor, seperti
factor makanan, iklim, musuh alami dan manusia sendiri. Sehubungan Indonesia
terletak di daerah tropis, maka masalah gangguan serangan hama tanaman hampir
selalu ada sepanjang tahun, hal ini disebabkan faktor lingkungan yang sesuai bagi
perkembangan populasi hama. Selain itu juga karena tanaman inangnya hampir
selalu ada sepanjang waktu. Gangguan serangan hama pada tanaman sangat
merugikan, sehingga upaya pengendaliannya harus senantiasa diupayakan.
Penyebab hama sebagian besar adalah berasal dari golongan serangga,
namun demikian serangga yang berperan sebagai hama ternyata hanya 1-2 persen
saja, sedangkan sisanya yang 98-99 persen adalah merupakan serangga berguna
yang dapat berperan sebagai parasitoid, predator, penyerbuk (pollinator), pengurai
(decomposer), dan serangga industry. Menurut banyak ahli entomologi, serangga
terdiri 30 ordo, namun hanya 13 ordo yang merupakan ordo penting dalam
perlindungan tanaman. Pengenalan gejala serangan hama sangat penting untuk
diketahui karena untuk menentukan binatang penyebabnya umumnya lebih mudah
diketahui dari gejala serangannya.
Gejala dan tanda ini merupakan parameter untuk mengetahui penyebab
kerusakan tanaman apakah disebabkan oleh hama, penyakit atau kombinasi
keduanya karena pada beberapa kasus serangga hama berasosiasi dengan penyakit
(jamur,virus). Gejala adalah respon/tanggapan tanaman yang terkena gangguan
hama/penyakit berupa perubahan fisiologis, misalnya: perubahan warna daun,
daun rontok, daun layu, batang mengeluarkan lendir/getah, dan lain-lain. Tanda
adalah munculnya bagian dari penyebab hama/penyakit yang menandakan adanya
gangguan, misalnya: badan buah jamur patogen, kotoran serangga hama, dan lain-
lain.
Upaya penanggulangan serangan hama, dapat dilakukan dengan
identifikasi terlebih dahulu untuk mengenali gejala kerusakan dan serangga
yangmenyebabkannya. Sedangkan untuk mengidentifikasi diperlukan
pengetahuan tentang gejala kerusakan dan bioekologi dari hama yang menyerang.
Oleh karena itu dilakukan praktikum pengenalan jenis kerusakan tanaman.
2. Tujuan
a. Mahasiswa mampu menjelaskan gejala kerusakan pada tanaman.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penyebab kerusakan pada tanaman.
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Lahan pertanaman kangkung
b. Handphone
c. Artikel ilmiah
2. Cara Kerja
a. Carilah lokasi pertanaman terdekat dari rumah, baik pertanaman pangan,
hortikultura ataupun perkebunan.
b. Siapkan peralatan praktik sesuai kebutuhan dan carilah sampel tanaman
yang sehat dan tanaman sakit akibat serangan OPT
c. Amatilah OPT (hama dan penyakit tanaman) yang menyerang tanaman
berdasarkan morfologi jenis OPT hama dan serangan (OPT) hama dan
gejala serta tanda penyakit tanaman)
d. Ambilah gambar/foto jenis OPT dan gejala serta tanda serangan OPT serta
catat/deskripsikan morfologi/gejala/tanda serangan OPT dengan lengkap
e. Pengamatan dilakukan di beberapa titik pengamatan untuk mendapatkan
jenis /gejala serangan OPT yang lain yang juga menyerang tanaman sama
f. Catat pula kondisi umum lokasi (jenis dan perkiraan umur tanaman, jenis
habitat sekitarnya dan informasi penting lain.
g. Identifikasi berdasar deskripsi/foto//gambar dari buku atau referensi valid
lainnya untuk memastikan nama hama dan atau penyebab penyakitnya.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
Tabel 3.1 Identifikasi OPT di Lahan Kangkung
No Gambar OPT (hama/patogen) dan namanya Gambar Gejala yang Deskripsi Singkat
ditumbulkan
1 Morfologi
Gejala serangan:
Ulat ini
menyerang
dengan memakan
daun tanaman,
ulat ini dapat
memakan seluruh
daun tanaman
tetapi biasanya
lebih menyukai
daun muda atau
pucuk tanaman.
bagian daun yang
terserang menjadi
rusak dan
bolong-bolong.
2 Morfologi :
Imago ulat
grayak adalah
nge ngat yang
memiliki sayap di
bagian depan
berwarna coklat
Ulat Grayak (Spodoptera) atau keperakan
dan sayap
belakang
berwarna ke
putihan dengan
bercak hitam.
Kemampuan
terbang ngengat
pada malam hari
dapat mencapai 5
km Telur
berwarna coklat
kekuningan dan
berbentuk hampir
bulat dengan
bagian dasar
melekat pada
daun. Telur
diletakkan
berkelompok
masing-masing
25-500 butir di
bagian daun atau
bagian tanaman
lainnya pada
tanaman inang
maupun bukan
inang. Kelompok
telur tertutup
bulu seperti
beludru yang
berasal dari bulu-
bulu tubuh
bagian ujung
ngengat betina.
Bulu-bulu
tersebut
berfungsi sebagai
pelindung dari
serangan
predator.Larva
ulat grayak
mempunyai
warna yang
bervariasi,
memiliki kalung
seperti bulan
sabit yang
berwarna hitam
pada segmen
abdomen
keempat dan
kesepuluh. Pada
sisi lateral dorsal
terdapat garis
kuning. Ulat
yang baru
menetas
berwarna hijau
muda, bagian sisi
coklat tua atau
hitam kecoklatan,
dan hidup berke
lompok.
Beberapa hari
setelah mene tas,
larva bergantung
pada keterse
diaan makanan,
larva menyebar
de ngan
menggunakan
benang sutera
dari mulutnya.
Pada siang hari
larva ber
sembunyi di
dalam tanah atau
tempat yang
lembab dan
menyerang
tanaman pada
malam hari atau
pada intensitas
cahaya matahari
yang rendah.
Biasanya ulat
berpindah ke
tanaman lain
secara
bergerombol
dalam jumlah
besar.Pada umur
2 minggu
panjang ulat seki
tar 5 cm.
Menurut Al
Amin (2016)
,ulat
berkepompong di
dalam tanah
membentuk pupa
tanpa rumah pupa
atau disebut juga
kokon, berwarna
coklat kemerahan
dengan panjang
sekitar 1,60 cm.
Siklus ulat
grayak hidup
berkisar antara
30-60 hari
dengan lama
stadium telur
mencapai 2-4
hari, stadium
larva terdiri atas
5 instar yang
berlangsung
selama 20-46 hari
dan lama stadium
pupa yang dapat
mencapai 8-11
hari. Seekor nge
ngat betina dapat
meletakkan
telurnya hingga
mencapai 2.000-
3.000 butir.
Hama ulat grayak
bersifat polifag
atau mempunyai
kisaran inang
yang banyak.
Serangan:
Ulat grayak
umumnya
menyerang pada
malam hari,
sedangkan pada
siang hari ulat ini
bersembunyi di
bawah tanaman,
mulsa atau dalam
tanah. Gejala
tanaman
terserang ulat
grayak adalah
daun rusak
terkoyak,
berlubang tidak
beraturan,
terdapat kotoran
seperti serbuk
gergaji,daun
bolong bolong
dan bagian
pinggir daun
bergerigi bekas
gigitan.
3 Morfologi
Bekicot memiliki
sebuah cangkang
sempit berbentuk
kerucut yang
panjangnya dua
kali lebar
tubuhnya dan
terdiri dari 7-9
ruas lingkaran
Bekicot (Achatina fulica) (paling banyak
10 ruas
lingkaran) ketika
umurnya telah
dewasa.
Cangkang
bekicot
umumnya
memiliki warna
coklat kemerahan
dengan corak
vertikal berwarna
kuning,tetapi
pewarnaan dari
spesies tersebut
tergantung pada
keadaan
lingkungan dan
jenis makanan
yang dikonsumsi.
Panjang bekicot
dewasa dapat
mencapai 20 cm,
tetapi rata-rata
panjangnya
sekitar 5-10 cm
dengan diameter
sekitar 12 cm.
Sedangkan berat
rata-rata bekicot
adalah sekitar 32
gram. Bekicot
dapat hidup
hingga 3-5 tahun,
namun dapat juga
hidup hingga 9
tahun.Bekicot
memakan
tumbuhan,
hewan, lumut,
jamur, dan alga.
Bekicot juga
diangap sebagai
parasit karena
mengambil
nutrisi dari
taman-tanaman
pangan dan hias
dan kemudian
menyebabkan
kerusakan serius
pada tanaman
tersebut.Lubang
pernafasan dan
anus terdapat
pada sisi mantel
tubuh dekat
dengan
cangkang.
Menurut
Anggraeni
(2017),sedangkan
lubang genetalia
terdapat
disamping
sebelah kanan.
Tubuh bekicot
dilengkapi
dengan kaki
semu. Bekicot
mempunyai tipe
alat mulut
mandibulata
dimana hewan ini
merupakan
hewan yang
menggigit serta
mengunyah
makanannya.
Gejala serangan
bekicot, merusak
daun dan batang
tanaman
kangkung dengan
cara
menggerogoti
sehingga
menyebabkan
batang atau daun
tanaman menjadi
busuk. Daun
berlubang tidak
beraturan dan
sering ditandai
dengan adanya
kotoran bekas
lendir yang
mengkilat.
Bekicot juga
menyerang akar
dan anakan, serta
memakan bahan
organik yang
telah rusak.Hama
bekicot dapat
menyerang daun
muda dan calon
batang kangkung.
Bekas gigitan
bekicot akan
menyebabkan
serangan hama
jamur atau
bakteri yang
menyebabkan
tanaman menjadi
layu kemudian
busuk.
2. Pembahasan
Hama dan penyakit tanaman padi merupakan faktor utama penyebab
rendahnya produktivitas tanaman yang dalam kondisi tertentudapatmenyebabkan
kegagalan pada suatu sistem pertanian. Banyak kerugian yang diakibatkan
karenaadanya hama dan penyakit tanaman padi yang terlambat untuk
didiagnosis. Menurut Hariyanto dan Sa’diyah (2018), Penyakit adalah sesuatu
yang menyebabkan gangguan pada tanamansehingga tanaman tidak
bereproduksi atau mati secara perlahan-lahan. Tanaman dikatakan sakit apabila
ada perubahan atau gangguan pada organ-organ tanaman. Masalah penyakit
tumbuhan selalu bermunculan setiap saat. Selain penyakit-penyakit yang sudah
sering menimbulkan masalah setiap musim tanam, sering dijumpai penyakit-
penyakit yang belum dikenal sebelumnya. Sering timbul pertanyaan mengapa
sekarang terdapat lebih banyak penyakit tumbuhan daripada waktu yang silam.
Tanaman yang sakit menyebabkan pertumbuhan dan perkembangannya tidak
normal. Penyakit tanaman disebabkan oleh mikroorganisme misalnya jamur,
virus, dan bakteri. Selain itu penyakit tanaman dapat disebabkan karena
kekurangan salah satu atau beberapa jenis unsur hara. Tanaman kangkung sehat
adalah batang berwarna putih kehijauan, daun lebih tipis dan lunak, warna bunga
dari kangkung darat berwarna putih. bunga yang putih dan batang dahang ujung
pohonnya yang meruncing kecil, Daun kangkung yang tipis dan kecil-kecil.
Menurut Bahri (2019), tanaman sehat adalah identik dengan tanaman yang tidak
terserang hama/penyakit. Secara umum tanaman sehat dapat didefinisikan
sebagai tanaman yang dapat menjalankan fungsi fisiologisnya dengan baik
karena tidak terganggu oleh jasad pengganggu dan dalam kondisi lingkungan
yang sesuai sehingga menghasilkan tanaman yang tumbuh normal dan
berdampak pada tidak turunnya nilai ekonomi dari tanaman tersebut. Sudut
pandang tanaman, sakit itu adalah efek dari gangguan-gangguan yang dapat saja
disebabkan oleh serangga ataupun jasad pengganggu lainnya, dan gejala/tanda
yang ditimbulkan sering memiliki ciri yang sama atau serupa. Sehingga kita
dapat mengenali tanaman sehat dari kondisi tanaman yang tidak menunjukkan
gejala/tanda tanaman itu sakit.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di lahan kangkung daerah
Pondok Kelapa,Jakarta Timur terdapat kurang lebih 3 hama yang menyerang
tanamaan kangkung diantaranya bekicot,ulat keket,ulat grayak sedangkan tidak
ada penyakit yang menyerang kangkung. Menurut Al Amin (2016) , imago ulat
grayak adalah ngengat yang memiliki sayap di bagian depan berwarna coklat
atau keperakan dan sayap belakang berwarna ke putihan dengan bercak hitam.
Kemampuan terbang ngengat pada malam hari dapat mencapai 5 km Telur
berwarna coklat kekuningan dan berbentuk hampir bulat dengan bagian dasar
melekat pada daun. Telur diletakkan berkelompok masing-masing 25-500 butir
di bagian daun atau bagian tanaman lainnya pada tanaman inang maupun bukan
inang. Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu
tubuh bagian ujung ngengat betina. Bulu-bulu tersebut berfungsi sebagai
pelindung dari serangan predator.Larva ulat grayak mempunyai warna yang
bervariasi, memiliki kalung seperti bulan sabit yang berwarna hitam pada
segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis
kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau
hitam kecoklatan, dan hidup berke lompok. Beberapa hari setelah mene tas,
larva bergantung pada ketersediaan makanan, larva menyebar de ngan
menggunakan benang sutera dari mulutnya. Pada siang hari larva ber sembunyi
di dalam tanah atau tempat yang lembab dan menyerang tanaman pada malam
hari atau pada intensitas cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah
ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.Pada umur 2 minggu
panjang ulat seki tar 5 cm. Ulat berkepompong di dalam tanah membentuk pupa
tanpa rumah pupa atau disebut juga kokon, berwarna coklat kemerahan dengan
panjang sekitar 1,60 cm. Siklus ulat grayak hidup berkisar antara 30-60 hari
dengan lama stadium telur mencapai 2-4 hari, stadium larva terdiri atas 5 instar
yang berlangsung selama 20-46 hari dan lama stadium pupa yang dapat
mencapai 8-11 hari. Seekor nge ngat betina dapat meletakkan telurnya hingga
mencapai 2.000-3.000 butir. Hama ulat grayak bersifat polifag atau mempunyai
kisaran inang yang banyak.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Hama dan penyakit tanaman padi merupakan faktor utama penyebab
rendahnya produktivitas tanaman yang dalam kondisi
tertentudapatmenyebabkan kegagalan pada suatu sistem pertanian.
b. Tanaman yang sakit menyebabkan pertumbuhan dan perkembangannya tidak
normal. Penyakit tanaman disebabkan oleh mikroorganisme misalnya jamur,
virus, dan bakteri. Selain itu penyakit tanaman dapat disebabkan karena
kekurangan salah satu atau beberapa jenis unsur hara.
c. Tanaman sehat dapat didefinisikan sebagai tanaman yang dapat menjalankan
fungsi fisiologisnya dengan baik karena tidak terganggu oleh jasad
pengganggu dan dalam kondisi lingkungan yang sesuai sehingga
menghasilkan tanaman yang tumbuh normal dan berdampak pada tidak
turunnya nilai ekonomi dari tanaman tersebut.
2. Saran
Diharapkan dengan mempertimbangkan berbagai kendala yang adal dalam
praktikum tahun ini semoga tahun depan bisa lebih baik dan bisa berjalan
sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, D., 2017. Daya Anti Mikroba Lendir Bekicot (Achatina fulica) Terhadap
Staphylococcus aureus (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Semarang).
Al Amin, Z., Wardhani, T. and Pratamaningtyas, S., 2016. Pengaruh Metode Maserasi
Jazzar dan Balafif Dalam Memperoleh Ekstrak Air Daun Mindi
(Melia azedarach L.) Sebagai Insektisida Botani Pada Ulat Grayak
(Spodoptera litura F.). Agrika, 10(2).
Sopandi, A.B. and Wasis, B.,2016 Gangguan Hama Pada Tanaman Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi) di RPH Kosambian, BKPH Tomo Utara, KPH
Sumedang.
Indrayani S, Nasution A, Mulyaningsih ES. 2013. Analisis ketahanan padi gogo dan
padi sawah (Oryza sativa L.) terhadap empat ras penyakit blas
(Pyricularia grisea Sacc). J Agricola 3(1): 53—62.
Bahri, S., Chaniago, S. and Mayliza, T., 2019. Pemberdayaan kelompok tani wanita
Nagari III Koto Aur Malintang Timur dalam program tanaman Kangkung
hidroponik. Buletin Ilmiah Nagari Membangun, 2(1), pp.193-201.
ACARA 4
Pengendalian OPT
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas
produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun
perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi
tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman
merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk
tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di
negara yang ditujunya.Hama merupakan suatu organisme penyebab kerusakan
pada tanaman. Hama tersebut dapat berupa binatang misalnya molusca sawah,
wereng, tikus, ulat, tungau, ganjur dan belalang. Hama dapat merusak tanaman
secara langsung maupun tidak langsung. Hama yang merusak secara langsung
dapat dilihat bekasnya, misalnya gerekan dan gigitan. Sedangkan hama yang
merusak tanaman secara tidak langsung melalui penyakit yang dibawa hama
tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dari benih, pembibitan
hingga pemanenan tidak luput dari gangguan hama. Dari satu komoditi pertanian
di Indonesia misalnya padi, petani menderita kerugian karena gangguan hama.
Demikian besarnya peran pengganggu hama pada tanaman terhadap kehidupan.
Penggunaan pestida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan
masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan
ekologis (resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh
alami) serta mengakibatkan peningkatan residu pada hasil. Terdapat
kecenderungan penurunan populasi total mikroorganisme seiring dengan
peningkatan takaran pestisida. Oleh karena itu perhatian pada alternatif
pengendalian yang lebih ramah lingkungan semakin besar untuk menurunkan
penggunaan pestisida sintetis.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu
konsepyang harus diterapkan dalam budidaya tanaman sehingga tercapai
produksi yangmaksimal. Konsep yang diterapkan yaitu menggunakan konsep
pengendalianhama secara terpadu PHT. Pengendalian hama dan penyakit
tanaman harusmenerapkan konsep#konsep yang ramah terhadap lingkungan,
meminimalkandampak negatif terhadap lingkungan serta mempertahankan
keanekaragamanhayati yang ada.Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai
koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara kon$ensional, yang sangat
utama dalam manggunakan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan
pestisida oleh petani yang tidak tepat dan berlebihan, dengan cara ini dapat
meningkatkan biaya produksi dan mengakibatkan dampak samping yang
merugikan terhadaplingkungan dan kesehatan petani itu sendiri maupun
masyarakat secara luas. PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara
berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan
ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
2. Tujuan
a. Mahasiswa mampu mendeskripsikan ciri-ciri morfologi agens pengendali hayati
musuh alami hama
b. Mahasiswa mampu menjelaskan cara kerja agens pengendali hayati.
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Alat tulis.
b. Komputer atau laptop.
c. Artikel ilmiah (jurnal, buku, skripsi dll).
2. Cara Kerja
a. Melakukan analisis morfologi dewasa dan stadia muda hama penting pada
tanaman pangan/hortikultura/perkebunan berdasarkan studi pustaka.
b. Melakukan analisis gejala serangan, status hama, cara makan dan arti
ekonomi hama penting tanaman pangan/hortikultura/perkebunan
berdasarkan studi pustaka.
Deskripsi cara
Stadia muda: kumbang coccinella memangsa*1:
Kumbang coccinella
merupakan salah
satu predator
potensial dalam
mengendalikan kutu
daun. Larva dan
imago merupakan
stadia yang aktif
sebagai predator.
Larva dan kepik
dewasa dari spesies
yang sama biasanya
memakan makanan
yang sama.
Kumbang makan
dengan cara
menghisap cairan
tubuh mangsanya.
Kepalanya terdapat
sepasang rahang
bawah (mandibula)
untuk membantunya
memegang mangsa
saat makan. Ia lalu
menusuk tubuh
mangsanya dengan
tabung khusus di
mulutnya untuk
menyuntikkan enzim
pencerna ke tubuh
mangsanya, lalu
menghisap jaringan
tubuh mangsanya
yang sudah
berbentuk cair.
Seekor kumbang
diketahui bisa
menghabiskan 1.000
ekor kutu daun
sepanjang hidupnya.
Morfologi:
Memiliki kaki yang
pendek serta kepala
yang terlihat
membungkuk ke
bawah. Posisi kepala
seperti ini
membantunya saat
makan hewan-hewan
kecil seperti kutu
daun. Kakinya
terdapat rambut-
rambut halus
berukuran
mikroskopis (hanya
bisa dilihat dengan
mikroskop) yang
ujungnya seperti
sendok. Menurut
Efendi (2016),
rambut ini
menghasilkan bahan
berminyak yang
lengket sehingga
bisa berjalan dan
menempel di tempat-
tempat sulit seperti
di kaca atau di
langit-langit.
2 Stadia desawa : lalat jala Sistematika:
Ordo: Neuroptera
Famili: Chrysopidae
Spesies:Chrysoperla
spp.
Deskripsi cara
1
memangsa* :
Larva Chrysoperla
Stadia muda :lalat jala sedang makan spp. termasuk
kutudaun predator yang rakus
dan memangsa
berbagai jenis
serangga kecil
termasuk di
dalamnya kutu daun,
thrips, lalat putih,
dan lain sebagainya.
Mekanisme
serangannya ialah
mereka akan
menggoyangkan
kepala mereka dari
satu sisi ke sisi lain
dan menyerang
hama, terutama yang
bertubuh lunak,
dengan
menangkapnya dan
memangsa
menggunakan
mendibulanya.
Cairan tubuh mangsa
nya disedot. Menurut
Elango dan
Sridharan (2017),
lalat jala hijau
(Chrysoperla spp.)
telah menjadi
predator penting di
berbagai negara,
terutama India,
karena potensinya
untuk memakan
hama bertubuh lunak
sehingga efektif
untuk pengendalian
hama.
Kepik Reduviidae memangsa hama Sistematika:
Ordo: Hemiptera
Famili: Reduviidae
Spesies: Andrallus
sapinidens
Deskripsi cara
memangsa*1:
Kepik Reduviidae
bertindak menjadi
predator sejak nimfa
hingga imago.
Serangga ini
memakan berbagai
jenis serangga
berukuran kecil
hingga sedang,
termasuk di
dalamnya ulat,
wereng, dan kutu
daun. Beberapa jenis
kepik Reduviidae
tertentu mencari
makan degan
menghisap darah
mamalia. Mereka
akan menguntit
mangsanya terlebih
dahulu, kemudian
menginjeksi dengan
racunnya setelah
mangsa tertangkap.
Racunnya ini bisa
membuat
paralisispada
mangsanya. Injeksi
yang dilakukan
dengan membuka
mulut pembuluhnya
yang tajam
kemudian
menusukkan ke
mangsa dan
mengisapnya.
Menurut Jaramillo et
al (2020), serangga
kepik predator
memakan serangga
dari ordo berbeda
sehingga dianggap
sebagai predator
generalis. Kepik
predator ini
berpotensi sebagai
agens pengendali
hayati karena dari
fase nimfa hingga
imago menjadi
musuh alami
beberapa hama
penting tanaman
sehingga turut
berkontribusi dalam
menekan populasi
hama serangga
musuhnya.
Belalang sembah sedang memakan Sistematika
mangsa Ordo: Mantodea
Famili: Mantidae
Spesies: Mantis
Religiosa
Deskripsi cara
memangsa*1:
Ketika belalang
menegakkan bagian
tubuhnya dengan
kaki depan yang
besar dan kuat
posisinya seperti
sedang menyembah,
matanya berbentuk
segitiga kecil yang
bebas bergerak.
Kelompok belalang
sembah yang
berperan sebagai
serangga predator ini
memiliki ciri-ciri
tubuh besar dan
memanjang
berwarna coklat
muda, antena
pendek, protoraks
panjang, femur
dilengkapi dengan
duri-duri. Tungkai
depan yang panjang
dan kuat berfungsi
untuk menangkap
mangsa. Belalang
sembah dibantu
dengan
tipe mulut penggigit
pengunyah
mempunyai sifat
kanibal yaitu
memakan belalang
sembah jantan saat
melakukan kopulasi
atau kawin. Menurut
Fitriani (2018),
nimfa kelihatan
seperti dewasa
kecuali dia lebih
kecil dan sayap
belum sempurna.
Nimfa ganti kulit
beberapa kali. Nimfa
berwarna putih,
kuning, ungu,
dimana bentuk dan
warnanya berubah
seperti warna bunga.
Nimfa mengalami 5
instar. Belalang
sembah emiliki ciri-
ciri tubuh besar dan
memanjang
berwarna coklat
muda, antena
pendek, protoraks
panjang, femur
dilengkapi dengan
duri-duri. Tungkai
depan yang panjang
dan kuat berfungsi
untuk menangkap
mangsa. Belalang
sembah dibantu
dengan
tipe mulut penggigit
pengunyah.
Laba-laba Lycosa pseudoannulata Sistematika:
Ordo: Araneae
Famili: Lycosidae
Spesies:Lycosa
pseudoannulata
Deskripsi cara
1
memangsa* :
Lycosa
pseudoannulata
memangsa
arthropoda seperti
penggerek batang
dan wereng dengan
kemampuan
memangsa sebanyak
4 WBC per hari.
Lycosa
pseudoannulata
tidak membuat
sarang sebagai
perangkap,
melainkan
menyerang
mangsanya secara
langsung sehingga
disebut sebagai laba-
laba pemburu.
Menurut Herlinda et
al (2016), laba-laba
ini secara aktif
bergerak di
permukaan tanah
mencari mangsa
pada malam hari dan
secara pasif terbawa
melalui udara
(melayang) serta
berpindah sangat
cepat. Laba-laba
pemburu (laba-laba
serigala) menangkap
mangsa dengan
memburu,
menyergap, dan
membunuh
arthropoda
berukuran relatif
kecil dan lemah yang
aktif bergerak di
sekitarnya pada
stadia dewasa.
Lycosa
pseudoannulata
mempunyai sifat
kanibal apabila tidak
ada mangsa.
Morfologi:
Lycosa
pseudoannulata
memiliki susunan
mata yang khas,
yaitu empat mata
kecil pada deretan
pertama (anterior),
dua mata besar pada
deretan kedua, serta
dua mata sedang
pada deretan ketiga
(posterior). Tubuh
laba-laba ini relatif
besar dan berwarna
coklat tua.Menurut
Kasibulan et al.
(2017), laba-laba ini
dikenal dengan ciri-
ciri gambaran seperti
garpu pada
punggung sefalotraks
dan gambaran
berupa garis atau
bercak berwarna
putih pada abdomen.
Betina dewasa
panjang tubuhnya
9.95 mm,
sefalotoraks panjang
4.75 mm, lebar 4.00
mm dan tebal 3.00
mm; abdomen
panjang 5.20 mm,
lebar 5.00 mm dan
tebal 3.50 mm.
Sefalotoraks
berwarna kelabu
coklat sampai kelabu
gelap kecuali daerah
mata, di bagian
tengah terdapat
gambaran berbentuk
garpu dan pita
submarginal. Jantan
panjang tubuhnya
6.80 mm;
sefalotoraks panjang
3.80 mm, lebar 3.00
mm dan tebal 1.80
mm; abdomen
panjang 3.20 mm,
lebar 1.80 mm, tebal
1.70 mm. Tubuh
laba-laba jantanjuga
terdapat pita yang
jelas di bagian
tengah dan tepi
sefalotraks.
Laba-laba pembuat jaring Sistematika:
Ordo: Araneae
Famili: Araneidae
Spesies: Araneus
marmoreus
Deskripsi cara
memangsa*1:
Cara menyerang mangsa/ inang dengan Laba-laba ini
memakan habis mangsa atau membuat jaring-
menghisap cairan tubuh hama. Baik jaring dari sutra
stadia pradewasa maupun dewasa berbentuk lingkaran
bertindak sebagi predator yang ditenun di
antara ranting,
cabang, atau anrata
tanaman untuk
menangkap ngengat
dan serangga hama
lain. Menurut
Panggalo (2014),
Araneus marmoreus
memiliki perilaku
membuat jaring
untuk menangkap
mangsa. Laba-laba
ini akan langsung
mendekati mangsa,
namun tidak
langsung menangkap
mangsa. Araneus
marmoreus hanya
memastikan bahwa
ada mangsa yang
terperangkap di
jaring. Mangsa
tersebut biasanya
akan langsung
dibungkus dengan
jaring sutera.
Araneus marmoreus
dapat memangsa satu
ekor nimfa atau
imago dalam waktu
24 jam, namun
membutuhkan waktu
berjam-jam untuk
dapat menghabiskan
cairan mangsanya.
Morfologi:
Araneus marmoreus
jantan dan betina
memiliki morfologi
yang sedikit berbeda.
Araneus marmoreus
betina memiliki
ukuran tubuh yang
lebih besar daripada
jantan. Panjang
tubuh Araneus
marmoreus dapat
mencapai 18 mm.
Laba-laba ini
memiliki perut
berwarna oranye dan
dilengkapi dengan
pola berwarna hitam.
Araneus marmoreus
memiliki 8 buah
kaki. Laba-laba ini
memiliki rambut
yang menutupi
seluruh tubuhnya
dan memiliki empat
pasang mata yang
masing-masing
diputar ke arah
berbeda sehingga
menciptakan
pandangan yang
luas. Menurut
Fitriani (2018),
famili Araneidae
tubuhnya bulat
dengan prosoma
berwarna coklat
kehitaman dan
opistosoma hitam
kehijauan dengan
beberapa pasang
bintik-bintik kecil
berwarna putih.
Parasitoid : Serangga dewasa Ichneumonidae Sistematika:
Ordo: Hymenoptera
Famili:
Ichneumonidae
Spesies:
Xanthopimpla sp.
Deskripsi cara
memarasit inang*1:
Famili
Ichneumonidae
merupakan serangga
parasitoid yang
memarasit larva dan
pupa. Menurut
Hamdi et al (2015),
Ichneumonidae
disebut sebagai
parasitoid pinggang
ramping yang
memarasit serangga
dengan
menggunakan
ovipositornya yang
panjang. Parasitoid
ini dapat mengetahui
letak larva inangnya
walaupun berada di
dalam jaringan
tumbuhan.
Ichneumonidae
menyerang inang
dengan cara
memakannya dari
luar. Parasitoid ini
juga dapat
menyerang inang
dengan cara hinggap
dan meletakkan telur
di dalam atau
menempelkan pada
tubuh inangnya. Satu
individu betina dapat
meletakkan telur
pada 100 larva
inang.
Morfologi:
Morfologi famili
Ichneumonidae
secara umum adalah
memiliki tubuh yang
berukuran 13 mm,
berwarna hitam, dan
memiliki 16 ruas.
Antenanya
berukuran panjang
dan lebih dari 12
segmen serta
memiliki ovipositor
yang panjangnya
melebihi panjang
tubuh. Menurut
Pratiwi et al. (2014),
famili
Ichneumonidae
memiliki pupa putih
yang berwarna
coklat yang
menempel di dekat
inang.
Serangga dewasa Braconidae Sistematika:
Ordo: Hymenoptera
Famili: Braconidae
Spesies: Apanteles
sp.
Deskripsi cara
memarasit inang*1:
Parasitoid
Braconidae
memarasit inangnya
dengan cara
meletakkan telur
hingga 50-150 butir
pada inangnya.
Menurut Nuraeni et
al (2016), parasitoid
bersifat endoparasit
dengan meletakkan
telur-telurnya di
dalam tubuh larva.
Mekanisme
parasitoid ini
memarasit serangga
inangnya dengan
meletakkan telur
oleh induknya pada
permukaan kulit
inang atau
dimasukkan ke
dalam tubuh
inangnya dengan
tusuk ovipositornya.
Larva parasitoid
yang telah menetas
akan menghisap
cairan tubuh atau
memakan bagian
tubuh dari inangnya.
Morfologi:
Tubuh serangga
Braconidae
berukuran kurang
dari 15 mm. Bentuk
telurnya oval hampir
silindris, seperti buah
pir atau memanjang
dan menyempit di
kedua ujungnya.
imago Braconidae
berwarna hitam
kecoklatan. Tubuh
larva Braconidae
terdiri atas 13
segmen atau ruas.
Menurut Rahmawila
et al (2014), antena
Braconidae berwarna
hitam kecuali pada
bagian pangkal ruas
pertama flagelum
yang berwarna
kuning kecoklatan.
Antena tersebut
terdiri dari 17
segmen atau lebih
dengan bentuk
antena filiform
(seperti benang,
ruas-ruasnya
berukuran hampir
sama, dan bentuknya
bulat). Sayap
depannya memiliki
tiga sel atau lebih.
Tungkainya
berwarna kuning
kecoklatan, namun
pada bagian tarsus
warnanya sedikit
lebih gelap.
Serangga dewasa Trichogrammatidae Sistematika:
Ordo: Hymenoptera
Famili:
Trichogrammatidae
Spesies:
Trichogramma nana
Z.
Deskripsi cara
memarasit inang*1:
Trichogramma
sp. terbang mencari
kelompok telur
Lepidoptera yang
untuk diparasit
(memasukkan sel ke
dalam kelompok
telur dan makan isi
telur, ketika habis,
akan tebang dan
mencari kelompok
telur Lepidoptera
lainnya).
Morfologi:
Menurut Maramis et
al (2013), karakter
morfologi parasitoid
Trichogramma sp.
berwarna kuning
kecoklatan dan
berwarna kuning tua.
Sayap depan mem-
punyai rambut atau
fringe seta yang
panjang, trichia
remgium sedikit.
Betina memiliki
antena bagian ujung
berbentuk gada tidak
beruas, jantan
antenanya memiliki
rambut yang panjang
dan banyak.
Serangga dewasa Tachinidae Sistematika:
Ordo: Diptera
Famili: Tachinidae
Spesies: Siphona sp.
Deskripsi cara
memarasit inang*1:
Parasit jenis ini
Gejala inang terparasit menyerang E. thrax
yang berada pada
fase larva, dia
meletakkan telurnya
di atas ulat atau
secara langsung ke
tubuh inang, tetapi
ada juga yang
telurnya diletakkan
di daun lalu dimakan
ulat. Menurut Yulian
et al (2016), larva E.
thrax yang diparasit
oleh Tachinidae
biasanya akan
menjadi lebih besar
(gemuk) dan
berwarna hitam.
Telur tawon menetas
di dalam telur
inangnya, dan
memakan telur inang
tersebut. Tawon
kecil ini merusak
hama yang
ukurannya jauh lebih
besar daripada diri
sendiri dengan cara
tersebut.
Morfologi:
Tachinidae
merupakan lalat
endoparasitoid pada
serangga hama dan
bersifat gregarius,
memiliki cirri khas
berwarna hitam
hampir pada seluruh
tubuhnya terdapat
bulu-bulu yang besar
dan kuat. Panjang
tubuh antara 8-9 mm
dan terdapat banyak
seta. Mata terlihat
jelas berwarna
merah marun.
Toraks abu-abu
dengan dua garis
hitam tebal sejajar.
Bakal skutelum
berwarna hitam
sementara bagian
apical berwarna abu-
abu. Sayap
terbentang meskipun
pada posisi diam.
Pupa parasitoid menempel inang Sistematika:
Ordo: Hymenoptera
Famili: Braconidae
Spesies:
Copidosoma sp.
Deskripsi cara
memarasit inang*1:
Parasitoid pada
umumnya dibedakan
berdasarkan tempat
meletakkan telur dan
berkembangnya
parasitoid tersebut.
Ektoparasitoid
merupakan
parasitoid yang
berkembang di luar
tubuh inangnya.
Inang yang terinfeksi
tidak akan
mengalami
metamorfosis dan
sebaliknya akan
mencapai berat
badan yang sangat
tinggi dan terkadang
mencapai instar
keenam
supernumerary. Saat
mencapai instar
kelima, ulat akan
tidak akan
berkembang lagi dan
tidak akan
membentuk
kepompong.
Menurut Hamdi et al
(2015), Braconidae
memiliki kisaran
inang lebih luas dan
kemampuan mencari
inang untuk
meletakkan telur
lebih baik daripada
jenis famili lainnya.
Braconidae memiliki
banyak inang seperti
Heterospilus
coffeicola Schm dan
Bracon zeuzerae
yang memarasit kutu
hijau Coccus viridis,
kepik, wereng,
penggerek batang
kopi Zeuzera,
Hypothenemus
hampei, kutu
dompolan kopi,
Planococcus citri
Risso, Xylosandrus
compactus Eichhoff,
X.Morigerus
Blandford,Zeuzera
coffeae Nietner dan
Z. roricyanea Walk.
Parasitoid
Braconidae
memarasit inangnya
dengan cara
meletakkan dan
menempelkan telur
pada tubuh inang
hingga 50-150 butir.
Larva dan pupa parasitoid dalam tubuh Sistematika:
inang Ordo: Hymenoptera
Famili: Braconidae
Spesies: Apanteles
sp.
Deskripsi cara
memarasit inang*1:
Apanteles sp. betina
meletakkan telur ke
dalam tubuh inang
(pada stadium telur
atau larva instar
awal) dengan
ovipositornya,
biasanya dalam satu
inang akan
diletakkan telur
sebanyak 16-65
butir. Telur-telur
tersebutakan menetas
dalam 2-3 hari, dan
larva yang muncul
akan segera
memakan tubuh
inangnya dari dalam
(endoparasitoid).
Menjelang berpupa,
larva akan keluar
dari tubuh inang dan
berpupa di luar tubuh
inang. Menurut
Nuraeni et al (2016),
mekanisme
endoparasitoid yaitu
dengan hinggap pada
larva sasarannya dan
kemudian meletakan
telur ke dalam tubuh
larva tersebut,
kemudian telur
tersebut menetas
menjadi larva dan
akan memakan tubuh
inangnya sehingga
menyebabkan
kematian serangga
inang.
Patogen: Serangga muda terserang jamur Sistematika:
Ordo: Moniliales
Famili: Moniliaceae
Spesies:
Metarhizium
Deskripsi cara
membunuh inang /
gejala serangan *1:
Menurut Trizelia et
al (2015), gejala
telur yang terinfeksi
Metarhizium spp.
dapat dilihat pada
awal infeksi, telur
tampak berwarna
coklat kehitaman dan
mulai tumbuh
miselia cendawan
berwarna putih.
Tahap selanjutnya
seluruh permukaan
telur telah diselimuti
oleh miselium
cendawan yang
berwarna putih
danpada hari keenam
miselium cendawan
berubah warna
menjadi kehijau-
hijauan. Telur
serangga yang tidak
menetas karena
terinfeksi cendawan
entomopatogen
ditandai dengan
perubahan warna
telur, yaitu kusam
dan tidak berkilau.
Infeksi Metarhizium
spp. Larva S. litura
instar I adalah
melalui kontak
antara konidia yang
ada pada kulit telur
dengan bagian
ventral tubuh larva,
tungkai dan alat
mulut sewaktu larva
keluar dari kulit
telur.
Sistematika:
Serangga muda terserang bakteri Ordo: Bacilalles
Famili: Bacillaceae
Spesies:Bacillus
thuringiensis
Deskripsi cara
membunuh inang /
gejala serangan *1:
Bacillus
thuringiensis adalah
bakteri gram positif
yang berbentuk
batang, aerobik dan
membentuk spora.
Aktivitas proteolisis
dalam sistem
pencernaan serangga
berubah menjadi
polipeptida yang
lebih pendek dan
bersifat toksin.
Toksin yang telah
aktif berinteraksi
dengan sel-sel
epithelium di midgut
serangga.Toksin
Bacillus
thuringiensis
menyebabkan
terbentuknya pori-
pori (lubang yang
sangat kecil) di sel
membrane di saluran
pencernaan dan
mengganggu
keseimbangan
osmotik dari sel-sel.
Keseimbangan
osmotik terganggu,
sel menjadi bengkak
dan pecah dan
menyebabkan
matinya serangga.
Menurut Lestari et al
(2012), gejala
serangan Bacillus
thuringiensis yang
terlihat pada ulat
yang mati adalah
tubuh lunak
mengandung cairan,
berwarna hitam,
berbau busuk dan
tubuhnya hancur
serta mengeluarkan
cairan berwarna
hitam.
Serangga muda terserang virus Sistematika:
Ordo:
Famili:
Baculoviridae
Spesies: Nuclear
pollyhedrosis virus
(NPV)
Deskripsi cara
membunuh inang /
gejala serangan *1:
Bagian NPV yang
bersifat mematikan
serangga yaitu
nuckleokapsid, yang
terletak di dalam
virion berbentuk
tongkat panjang 336
μm, diameter 62 μm.
NPV menginfeksi
inang melalui dua
tahap, tahap pertama
NPV menyerang
usus tengah,
kemudian pada tahap
selanjutnya organ
tubuh (haemocoel)
serta organ dalam
tubuh yang lain.
Infeksi lanjut NPV
juga menyerang sel
darah, trakea,
hypodermis, dan sel
lemak. Menurut
Nurroyani et al
(2014), larva yang
terinfeksi NPV
ditandai dengan
berkurangnya
kemampuan makan,
gerakan yang lambat,
dan tubuh
membengkak, akibat
replikasi atau
perbanyakan
partikel-partikel
virus NPV.
Integumen larva
biasanya menjadi
lunak dan rapuh serta
mudah sobek. Tubuh
larva tersebut pecah
maka akan keluar
cairan kental
berwarna coklat
susu. Kematian larva
akibat terinfeksi
NPV ditunjukkan
dengan gejala tubuh
larva menggantung
dengan kedua kaki
semu bagian
abdomen menempel
pada daun atau
ranting tanaman
membentuk huruf V
terbalik. Larva yang
mati posisinya tidak
seperti huruf V
terbalik melainkan
terkulai pada helaian
daun.
2. Pembahasan
Predator adalah sejenis hewan yang memburu, menangkap, dan memakan
hewan lain. Hewan yang diburu pemangsa disebut mangsa. Pemangsa
biasanya karnivora (pemakan daging) atau omnivora (pemakan tanaman dan
hewan lain). Pemangsa akan memburu hewan lain untuk dimakan. Ciri-ciri
predator yaitu pada umumnya predator biasanya memiliki ukuran tubuh yang
lebih besar dibandingkan ukuran tubuh mangsanya, bersifat monofagus atau
oligofagus. Menurut Khodijah (2014) serangga predator yang dominan
ditemukan adalah dari famili Carabidae dan Staphylinidae, sedangkan laba-laba
predator yang dominan adalah Lycosidae. Serangga parasitoid biasanya
mempunyai ukuran tubuh lebih kecil dibandingkan inangnya. Serangga parasitoid
adalah serangga yang sebagian siklus hidupnya bersama serangga yang lain
untuk dapat tumbuh dan berkembang hingga stadium tertentu. Selama menjadi
parasit, serangga ini memperoleh sumber makanan dari inangnya dan akhirnya
inang akan mati ketika parasitoid keluar, untuk menuju stadium berikutnya, dari
dalam tubuh inang. Parasitoid menyebabkan kematian pada inang, sedangkan
parasitoid tidak menyebabkan kematian pada inangnya. Parasitoid adalah
serangga yang berukuran kecil atau sama besar dengan inang yang di parasit dan
mematikan inang. Parasitoid hanya membutuhkan satu inang untuk
melangsungkan satu siklus hidup. Contohnya adalah
Sarcophagidae, Tachinidae, Pipunculidae,Conopidae,Phoridae,Trichogrammat
idae,Scoliidae, Aphelinidae, Chalcididae. Cendawan entomopatogen merupakan
cendawan yang menginfeksi serangga dengan cara masuk ketubuh serangga
inang melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel. Cendawan ini sebagai agens
hayati yang efektif menginfeksi beberapa jenis serangga hama, terutama ordo
Lepidoptera, Hemiptera, Homoptera, dan Coleoptera. Menurut Herdatiarni
(2014), cendawan entomopatogen merupakan salah satu jenis bioinsektisida yang
mampu menginfeksi serangga dengan cara masuk ke tubuh serangga inang
melalui kulit, saluran pencernaan, spirakel dan lubang lainnya. Inokulum
cendawan yang menempel pada tubuh serangga inang akan berkecambah dan
berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kulit
tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan atau kimiawi dengan
mengeluarkan enzim atau toksin. Cendawan akan berkembang dalam tubuh inang
dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga serangga mati. Miselia
cendawan menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi tubuh inang dan
memproduksi konidia. Beberapa jenis cendawan entomopatogen yang sudah
diketahui efektif mengendalikan hama penting tanaman adalah Beauveria sp.,
Metarhizium anisopliae, Nomuraea rileyi, Paecilomyces fumosoroseus,
Aspergillus parasiticus, dan Verticillium lecanii. Agen hayati antagonis yaitu
mahluk hidup mikroskopik yang dapat menimbulkan pengaruh yang tidak
menguntungkan bagi mahluk hidup lain melalui parasitasi, sekresi antibiotik,
kerusakan fisik, dan bentuk-bentuk penghambatan lain seperti persaingan untuk
memperoleh hara dan ruang tumbuh. Contoh : dari golongan cendawan
Trichoderma spp. dan dari golongan bakteri Pseudomonas fluorescens.
Faktor fisik yang lain yang mempengaruhi predatisme adalah warna
mangsa, warna telur orenge, pupa coklat kehitaman, dan larva putih kotor,
kemungkinan besar warna putih lebih menarik bagi D. Thoracicus yang sesuai
dengan warna larva. D. Thoracicus relatif kurang memangsa pupa karena bentuk
dari morfologi pupa yang lebih keras dibanding larva. Menurut Edy (2018)
komponen utama yang mempengaruhi hubungan antara predator dengan
mangsanya yaitu sifat khas dari mangsa (mekanisme pertahanannya), sifat khas
dari predator (cara penyerangannya) dan kepadatan populasi mangsa. Proses
memangsa dan perilaku mangsanya predator dipengaruhi oleh perilaku predator
itu sendiri. Proses memangsa predator dipengaruhi antara lain tingkat kelaparan
yang merupakan kondisi fisiologi dari serangga tersebut. Faktor tanggap
predator terhadap mangsa merupakan komponen dasar dari predatisme faktor
inilah yang kemungkinan besar mempengaruhi jumlah mangsa yang dikonsumsi
oleh predator, sehingga jumlah larva yang dikomsumsi oleh D. thoracicus lebih
besar atau lebih banyak dibandingkan telur dan pupa. Salah satu mekanisme
adalah predasi sebuah peristiwa mangsa-memangsa. Sifat mangsa-memangsa
tersebut akan terus berlangsung dalam kehidupan dan dalam ekositem dan
disebut dengan rantai makanan. Rantai makanan tersebut akan berlansung
sepanjang masa, antara herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora (musuh
alami). Tanaman juga disebut dengan produsen dan pemakan produsen disebut
sebagai konsumen.
Parasitoid dapat dibedakan menjadi parasitoid telur, parasitoid larva,
parasitoid telur-larva, parasitoid larva-telur, parasitoid pupa, dan parasitoid
imago. Parasitoid telur merupakan parasitoid yang menyerang inang pada fase
telur dan bersifat endoparasitoid. Contoh dari parasitoid telur adalah Anagrus
optabilis (Hymenoptera: Mymaridae) merupakan parasitoid telur wereng coklat
dan wereng lainnya dan Ooencyrtus malayensis (Hymenoptera: Encyrtidae)
sebagai parasitoid telur walang sangit. Parasitoid larva merupakan parasitoid
yang menyerang inang yang berada pada fase larva dan ulat. Menurut Sandjaja
(2007), berdasarkan letak atau tempat parasit hidup, maka parasit dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu: ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit merupakan
jenis parasit yang hidup di luar atau permukaan tubuh inang. Salah satu contoh
ektoparasit adalah kutu rambut (Pediculus humanus), sedangkan endoparasit
merupakan jenis parasit yang hidup di dalam tubuh inang. Endoparasit
mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap jaringan inang sehingga
tidak menimbulkan kerusakan serta gejala yang berat. ciri khas dari tipe
parasitoid ini adalah memiliki kemampuan melakukan host feeding yaitu
perilaku parasitoid sebagai usaha untuk memperoleh makanan dengan cara
mengambil atau menghisap tubuh inangnya.
Pengendalian hama secara terpadu (PHT) merupakan cara untuk
mengendalikan hama dengan menggunakan prinsip pelestarian lingkungan serta
perlindungan terhadap musuh alami hama. Menurut Simanjuntak dan Hartono
(2020) pemanfaatan agen biokontrol merupakan salah satu pengendalian yang
terdapat dalam prinsip PHT. Virus entomopatogen dari famili Tetraviridae
adalah jenis virus spesifik inang yang hanya menginfeksi larva ulat api
Setothosea asigna. Virus ini merupakan salah satu mikroorganisme yang
selama ini digunakan untuk pengendalian biologi Setothosea asigna. Serangga
yang mati akibat terinfeksi virus yang dapat ditemukan pada permukaan daun,
batang, atau organ lain pada tanaman. Ciri-cirinya adalah larva mati membusuk
dan berwarna hitam. Bakteri entomopatogen merupakan bakteri yang mampu
menginfeksi serangga melalui sistem pencernaan serta kulit. Jamur
entomopatogen merupakan salah satu jamur yang bersifat heterotrof.
Pengendalian terhadap patogen tanaman saat ini masih bertumpu pada
penggunaan pestisida sintetik. Penggunaan pestisida sintetik secara terus-
menerus dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif. Menurut Alfizar
(2013) penggunaan pestisida sintetik dapat membahayakan keselamatan hayati
termasuk manusia dan keseimbangan ekosistem. Metode pengendalian telah
diarahkan pada pengendalian secara hayati. Agens hayati merupakan
mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus
dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified
microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan (OPT). Pengendalian hayati sangat dianjurkan terutama untuk
mencegah dan menekan infeksi patogen tular tanah karena agens hayati lebih
mudah berkembang dan beradaptasi dalam tanah.
b. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Predator adalah sejenis hewan yang memburu, menangkap, dan memakan
hewan lain. Hewan yang diburu pemangsa disebut mangsa. Pemangsa
biasanya karnivora (pemakan daging) atau omnivora (pemakan tanaman
dan hewan lain). Pemangsa akan memburu hewan lain untuk dimakan.
Ciri-ciri predator yaitu pada umumnya predator biasanya memiliki ukuran
tubuh yang lebih besar dibandingkan ukuran tubuh mangsanya, bersifat
monofagus atau oligofagus.
b. Parasitoid menyebabkan kematian pada inang, sedangkan parasitoid tidak
menyebabkan kematian pada inangnya. Parasitoid adalah serangga yang
berukuran kecil atau sama besar dengan inang yang di parasit dan
mematikan inang. Parasitoid hanya membutuhkan satu inang untuk
melangsungkan satu siklus hidup.
c. Proses memangsa dan perilaku mangsanya predator dipengaruhi oleh
perilaku predator itu sendiri. Proses memangsa predator dipengaruhi
antara lain tingkat kelaparan yang merupakan kondisi fisiologi dari
serangga tersebut. Sifat mangsa-memangsa tersebut akan terus
berlangsung dalam kehidupan dan dalam ekositem dan disebut dengan
rantai makanan. Rantai makanan tersebut akan berlansung sepanjang
masa, antara herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora (musuh alami).
2. Saran
Saran dari kegiatan praktikum perlindungan tanaman ini adalah
seharusnya coass dapat mendampingi praktikan pada praktikum perlintan ini,
karena praktikan sedikit kesulitan dalam membuat laporan ini. Lebih
dipermudah juga untuk aturan pengerjaan laporan karena terlalu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Alfizar, A., Marlina, M. and Susanti, F., 2013. Kemampuan antagonis Trichoderma sp.
terhadap beberapa jamur patogen in vitro. Jurnal Floratek, 8(1), pp.45-51.
Berlian I, Setyawan B, Hadi H. 2013. Mekanisme antagonisme Trichoderma spp.
terhadap beberapa patogen tular tanah. J Warta Perkaretan 32(2): 74-82.
Edy, E., Anshary, A. and Yunus, M., 2018. KEMAMPUAN MEMANGSA
DOLICHODERUS THORACICUS SMITH (HYMENOPTERA:
FORMICIDAE) PADA BERBAGAI STADIUM PERKEMBANGAN
SERANGGA PENGGEREK BUAH KAKAO, CONOPOMORPHA
CRAMERELLA (SNELLEN). Agroland: Jurnal Ilmu-ilmu
Pertanian, 15(2).110-150.
Efendi A. 2016. Uji predasi kumbang predator Menochilus sexmaculatus fabr. terhadap
hama kutu daun Aphis craccivora koch. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Jember.
Elango K, Sridharan S. 2017. Predatory potential of green lewing, Chrysoperla spp. on
Pomegranate Aphid Aphis punicae Passerini. J of Biological Control 31(4): 246-
248.
Fitriani F. 2018. Identifikasi predator tanaman padi (Oryza sativa) pada lahan yang
diaplikasikan dengan pestisida sintetik. J Ilmu Pertanian 3(2): 65-69.
Hamdi S, Sapdi S, Husni H. 2015. Komposisi dan struktur komunitas parasitoid
Hymenoptera antara kebun kopi yang dikelola secara organik dan konvensional
di kabupaten aceh tengah. J Floratek 10(2): 44-51.
Herdatiarni, F., Himawan, T. and Rachmawati, R., 2014. Eksplorasi cendawan
entomopatogen Beauveria sp. menggunakan serangga umpan pada komoditas
jagung, tomat dan wortel organik di Batu, Malang. Jurnal Hama dan Penyakit
Tumbuhan, 2(1), pp.100-130.
Herlinda S, Dewi R, Adam T, et al. 2016. Struktur komunitas laba-laba di ekosistem
padi ratun: pengaruh aplikasi Beauveria bassiana (Balsamo). J Entomologi
Indonesia 12(2): 91-99.
Jaramillo MG, Jimenez LAL, Machado PB. 2020. Life cycle and fertility life table of
Zelus vespiformis. American Journal of Entomology 4(1): 10-16.
Kalay AM, Talahaturuson A, Rumahlewang W. 2018. Uji antagonisme Trichoderma
harzianum dan Azotobacter chroococcum terhadap Rhyzoctonia solani,
Sclerotium rolfsii, dan Fusarium oxysprorum secara in-vintro. J Agrologia 7(2):
71-78.
Kasibulan MI, Memah V, Kandowangko D. 2017. Populasi Pardosa sp. pada habitat
tanaman jagung (Zea mays L.) kacang tanah (Arachis hypogaea), dan tomat
(Lycopersicum esculentum) di kanonang ii kecamatan kawangkoan barat. J
Cocos 1(4): 1-13.
Khodijah, K., Herlinda, S., Irsan, C., Pujiastuti, Y. and Thalib, R., 2014. Artropoda
predator penghuni ekosistem persawahan lebak dan pasang surut Sumatera
Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands, 1(1).20-30.
Lestari F, Suryanto E. 2012. Efikasi Bacillus thuringiensis terhadap hama ulat daun
gaharu (Heortia vitessoides). J Penelitian Hutan Tanaman 9(4): 227-232.
Maramis RTD, Kandowangko DS. 2013. Keanekaragaman jenis parasitoid
Trichogrammatidae hama Helicoverpha armigera berdasarkan karakter
morfologi pada tanaman jagung di sulawesi utara. J Keanekaragaman Jenis
Parasitoid 19(1): 19-26.
Nuraeni Y, Anggraeni I, Darwiati W. 2016. Keanekaragaman serangga parasitoid untuk
pengendalian hama pada tanaman kehutanan. In Seminar Nasional PBI.
Nurroyani V, Hadiastono T, Afandhi A, Bedjo B. 2017. Sinergisme ekstrak daun paitan
(Tithonia diversifolia) dengan Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus
(SlNPV) pada Spodoptera litura di tanaman kedelai. J Hama dan Penyakit
Tumbuhan 5(1): 8-14.
Panggalo NA, Yunus M, Khasanah N. 2014. Inventarisasi predator hama Helopeltis
spp. (Hemiptera: miridae) pada tanaman kakao (Theobroma cacao l.) di
kecamatan palolo kabupaten sigi. J Agrotekbis 2(2): 121-128.
Pratiwi IT, Wibowo L, Wibowo W, et al. 2014. Inventarisasi parasitoid hama
penggulung daun pisang (Erionota thrax L.) di kabupaten lampung selatan. J
Agrotek Tropika 2(3): 359-464.
Raharini AO, Kawuri R, Khaliimi K. 2012. Penggunaan Streptomyces sp. sebagai
biokontrol penyakit layu pada tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) yang
disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Journal on Agriculture Science 2(2):161-
159.
Rahmawila S, Pasaru F, Khasanah N. 2014. Parasitoid pengorok daun Liriomyza sp.
(diptera: Agromyzidae) pada beberapa jenis tanaman sayuran di desa sidera
kecamatan sigi biromaru kabupaten sigi. J Agrotekbis 2(5): 481-487.
Sandjaja,B. 2007. Parasitologi kedokteran: Protozoologi kedokteran. Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
Simanjuntak, D. and Hartono, S., 2020. ISOLASI RNA VIRUS ENTOMOPATOGEN
DARI ULAT API SETOTHOSEA ASIGNA. WARTA Pusat Penelitian Kelapa
Sawit, 25(1), pp.31-38.
Soenartiningsih S, Djaenuddin N, Saenong MS. 2014. Efektivitas Trichoderma sp. dan
Gliocladium sp. sebagai agen biokontrol hayati penyakit busuk pelepah daun
pada jagung. J Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 33(2): 129-135.
Soesanto L, Mugiastuti E, Rahayuniati RF. 2010.Kajian mekanisme antagonis
Pseudomonas fluorenscens P60 terhadap Fusarium oxysporum F.SP.
Lycopersici pada tanaman tomat in vivo. J HPT Tropika 10(2): 108-115.
Suriani, Muis A. 2016. Prospek Bacillus subtilis sebagai agen pengendali hayati
patogen tular tanah pada tanaman jagung. J Litbang Pertanian 35(1): 37-45.
Trizelia T, Syahrawati M, Mardiah A. 2015. Patogenisitas beberapa isolat cendawan
entomopatogen Metarhizium spp. terhadap telur Spodoptera litura. J Entomologi
Indonesia 8(1): 45.
Yulian YD, Wibowo L, Indriyanti. 2016. Inventarisasi parasitoid hama penggulung
daun pisang (Erionota thrax L.) di kota metro dan sekitarnya provinsi lampung.
J Agrotek Tropika 4(1): 11-15.
ACARA 5
Pengenalan jenis/formulasi pestisida
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak,
memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest
("hama") yang diberi akhiran cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam,
seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang
dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam
bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun". Tergantung dari
sasarannya, pestisida dapat berupa insektisida (serangga) fungisida (fungi/jamur)
rodentisida (hewan pengerat/Rodentia) herbisida (gulma) akarisida (tungau)
bakterisida (bakteri).
Penggunaan pestisida di lingkungan pertanian menjadi masalah yang
sangat dilematis, terutama pada tanaman sayuran yang sampai sat ini masih
menggunakan insektisida kimia sintetis secara intensif. Di satu pihak dengan
digunakannya pestisida maka kehilangan hasil yang diakibatkan organisme
penggangu tanaman (OPT) dapat ditekan, tetapi akan menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan seperti berkembangnya ras hama yang resisten
terhadap insektisida, resurjensi hama, munculnya hama sekunder, terbunuhnya
musuh alami hama dan hewan bukan sasaran lainnya, serta terjadinya
pencemaran lingkungan, sedangkan di lain pihak tanpa pengunaan pestisida akan
sulit menekan kehilangan hasil yang diakibatkan OPT. Karena hal tersebut, kita
harus menggunakan pestisida dengan sebaik-baiknya dan mengikuti cara
pemakaian, dosis, konsentrasi, dan penggunaannya.
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama
bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif
(target organisme), tetapi pada praktiknya pemakian pestisida dapat
menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap
organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran
dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi
manusia, oleh karena itu kita sebagai manusia harus mengenali dan mengetahui
tentang jenis dan informasi tentang pestisida agar tidak merugikan diri sendiri.
2. Tujuan
a. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis-jenis pestisida
b. Mahasiswa mampu menjelaskan OPT sasaran pestisida
c. Mahasiswa mampu menjelaskan arti kode formulasi dan cara aplikasi
pestisida.
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Alat tulis.
b. Laptop atau komputer.
c. Gambar patogen tanaman
d. Artikel ilmiah (jurnal, buku, skripsi dll).
2. Cara Kerja
a. Melakukan analisis deskripsi gejala dan tanda penyakit tanaman
berdasarkan studi pustaka.
b. Melakukan analisis tipe gejala, tipe dan mekanisme parasitisme patogen
tanaman berdasarkan studi pustaka.
2. Pembahasan
Pestisidia merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh
hama, baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan
untuk tujuan membrantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian.
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama. Menurut Astuti (2017) pestisida kimia adalah
bahan-bahan kimia yang tidak terlepas dari penggunaannya un-tuk
mengendalikan hama dan jasad pengganggu lainnya. Pestisida ini tidak saja
membawa dampak yang positif terhadap peningkatan produk pertanian tetapi
juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Pestisida kimia
yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam
kesehatan manusia adalah pestisida sintetik yaitu golongan organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa or-ganoklorin lebih tinggi
dibandingkan senyawa lain karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan
tidak mudah terurai. Pestisida organik merupakan ramuan obat-obatan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman yang dibuat dari bahan-bahan alami.
Bahan-bahan untuk membuat pestisida organik diambil dari tumbuhan-tum-
buhan, hewan dan mikroorganisme. Karena dibuat dari bahan-bahan yang
terdapat di alam bebas, pestisida jenis ini lebih ramah lingkungan dan lebih
aman bagi kesehatan manusia.Bila dibandingkan dengan pestisida kimia,
pestisida organik mempunyai bebera-pa kelebihan. Pertama, lebih ramah
terhadap alam, karena sifat material organik mudah terurai menjadi bentuk lain.
Sehingga dampak racunnya tidak menetap dalam waktu yang lama di alam
bebas. Kedua, residu pestisida organik tidak bertahan lama pada tanaman,
sehingga tanaman yang disemprot lebih aman untuk dikonsumsi. Ketiga, dilihat
dari sisi eko-nomi penggunaan pestisida organik memberi-kan nilai tambah pada
produk yang dihasilkan. Produk pangan non-pestisida harganya lebih baik
dibanding produk konvensional. Selain itu, pembuatan pestisida organik bisa
dilaku-kan sendiri oleh petani sehingga menghemat pengeluaran biaya produksi.
Keempat, peng-gunaan pestisida organik yang diintegrasikan dengan konsep
pengendalian hama terpadu ti-dak akan menyebabkan resistensi pada hama.
Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan jenis sasaran, bentuk fisik, bentuk
formulasi, cara kerjanya, cara masuk, golongan senyawa, dan asal (bahan aktif).
Jenis pestisida dan sasaran berbeda-beda, herbisida sasaran gulma, bakterisida
sasaran bakteri, fungisida sasaran jamur, insektisida sasaran serangga,
rhodentisida sasaran tikus, virusida sasaran virus, dan termisida sasaran rayap.
Pestisida merupakan bahan yang dianggap paling ampuh untuk
mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Menurut
Djojosumarto (2008), racun sistemik Insektisida sistemik diserap oleh organ-
organ tanaman, baik lewat akar, batang atau daun. Selanjutnya insektisida
sistemik tersebut mengikuti gerakan cairan tanaman dan ditransportasikan ke
bagian-bagian tanaman lainnya, baik keatas (akropetal) atau ke bawah
(basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Pada insektisida sistemik,
serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah
disemprot. Racun kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh
serangga lewat kulit (bersinggungan langsung). Serangga hama akan mati bila
bersinggungan (kontak langsung) dengan insektisida tersebut. Kebanyakan racun
kontak berperan sebagai racun perut. Beberapa insektisida yang kuat sifat racun
kontaknya antara lain diklorfos dan pirimifos metil.
Formulasi pestisida adalah bentuk campuran antara bahan aktif dan
bahan tambahan yang digunakan dalam produksi suatu jenis pestisida. Kode
formulasi pestisida pada umumnya ditulis dengan 2 atau 3 huruf kapital di akhir
suatu produk yang didahului dengan angka. Misalnya Curacron 500 EC,
Demolish 18 EC atau Antracol 70 WP. Antracol merupakan merk dan angka 70
adalah persentase kadar bahan aktif yang digunakan, sementara WP adalah
bentuk formulasi dari pestisida tersebut. Pestisida sebelum digunakan harus
diformulasi terlebih dahulu. Menurut Dedi (2017), insektisida Marshal
merupakan racun lambung dan kontak, artinya sistem kerja obat ini merusak
lambung serangga sedangkan racun kontak berarti sistem kerja obat ini bekerja
ketika serangga kontak langsung dengan tanaman yang baru disemprot obat
Marshal. Pengaplikasian marshal sangat mudah, yaitu dengan cara disemprot
(spraying) atau fogging segera setelah diketemukan larva dengan dosis tertentu
sesuiai dengan petunjuk pada kemasan dengan interval 2 minggu sekali hingga
serangan OPT terkendali dengan baik.Adapun cara penyemprotan yang baik
adalah dilakukan dengan cara tidak melawan arah angin, kecepatan jalan
penyemprotan sekitar 4 km/jam dan jarak spuyer dengan bidang semprotan atau
tanaman sekitar 30 cm. Insektisida ini sangat efektif untuk mengendalikan
kumbang Apogonia, Ulat kantong, Kutu daun, Lalat bibit, hama rayap dan ulat
grayak pada tanaman pertanian. Berbentuk pekatan berwarna coklat yang dapat
membentuk emulsi. Emulsifiable Concentrate atau Emulsible Concentrate (200
EC), merupakan sediaan berbentuk pekatan (konsentrat) cair dengan kandungan
bahan aktif yang cukup tinggi. Oleh karena penggunakan solvent berbasis
minyak, konsentrat ini jika dicampur dengan air akan membentuk emulsi
(butiran benda cair yang melayang dalam media cair lainnya). Formulasi cairan
yang bahan aktifnya dapat larut dalam pelarut yang tidak larut dalam air, bila
dicampur dengan air. Formulasi ini akan membentuk emulsi pekat.yang dalam
satu botol terdapat bahan aktif karbosulfan 200,11 gL-1. Saat diubah dalam
satuan ppm maka 200,11 gL-1 = 200110 mgL-1 = 200110 ppm. Untuk
memperoleh larutan stok 1000 ppm maka dilarutkan 5 ml larutan baku (Marshal
200 EC) ke dalam 1liter air. Pembuatan larutan stok 1000 ppm diperoleh
menggunakan persamaan V1 x N1 = V2 x N2.
Mempelajari dan mengetahui jenis pestisida yaitu dapat mengetahui
penggolongan pestisida dan dapat membedakan formulasi pestisida, dapat
mengetahui atau menentukan formulasi pestisida yang lebih aman untuk
pengaplikasiannya dan dapat mengetahui teknik pengaplikasiannya serta
mengetahui kelemahan dari masing-masing pestisida. Menurut Djojosumarto
(2008), Formulasi menentukan bagaimana pestisida dengan bentuk, komposisi,
dosis, frekuensi serta jasad sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat
digunakan secara efektif. Selain itu, formulasi pestisida juga menentukan aspek
keamanan penggunaan pestisida.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pestisidia merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh hama,
baik insekta, jamur maupun gulma. Pestisida telah secara luas digunakan
untuk tujuan membrantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian.
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan berbagai hama.
b. Racun sistemik Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ tanaman, baik
lewat akar, batang atau daun. Selanjutnya insektisida sistemik tersebut
mengikuti gerakan cairan tanaman dan ditransportasikan ke bagian-bagian
tanaman lainnya, baik keatas (akropetal) atau ke bawah (basipetal), termasuk
ke tunas yang baru tumbuh. Pada insektisida sistemik, serangga akan mati
setelah memakan atau menghisap cairan tanaman yang telah disemprot. Racun
kontak adalah insektisida yang masuk ke dalam tubuh serangga lewat kulit
(bersinggungan langsung).
c. Formulasi pestisida adalah bentuk campuran antara bahan aktif dan bahan
tambahan yang digunakan dalam produksi suatu jenis pestisida. Kode
formulasi pestisida pada umumnya ditulis dengan 2 atau 3 huruf kapital di
akhir suatu produk yang didahului dengan angka. Misalnya Curacron 500 EC,
Demolish 18 EC atau Antracol 70 WP. Antracol merupakan merk dan angka
70 adalah persentase kadar bahan aktif yang digunakan, sementara WP adalah
bentuk formulasi dari pestisida tersebut. Pestisida sebelum digunakan harus
diformulasi terlebih dahulu.
2. Saran
Semoga lebih baik untuk kedepannya dan sukses selalu.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, W. and Widyastuti, C.R., 2017. Pestisida organik ramah lingkungan pembasmi
hama tanaman sayur. Rekayasa: Jurnal Penerapan Teknologi dan
Pembelajaran, 14(2), pp.115-120.
Chanif I, Djauhari S, Aini LQ. 2015. Uji potensi jamur pelapuk putih dalam
bioremediasi insektisida karbofuran. J Hama dan Penyakit Tumbuhan 3(2): 83-
90.
Dedi R, Widjayanthi L, Sudarko S. 2017. Studi komparatif usahatani semangka non-biji
pada kelompok tani ridho lestari di kabupaten banyuwangi. JSEP (Journal of
Social and Agricultural Economics) 9(3): 42-55.
Djojosumarto, P. 2008. Panduan lengkap pestisida & aplikasinya. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.
Hayati DN. 2014. Komparasi adjuvant pada formulasi ammonium dan potassium
glifosat di PT Clariant Indonesia. Fakultas Sains dan Matematika: Universitas
Diponegoro.
Kusnanto J, Tyas SKD, Agus B, Endang S, Haryuni H. 2019. Uji efikasi insektisida
bahan aktif permetrin 300 g/l terhadap populasi hama ulat daun (Plutella
xylostella L.) pada tanaman kubis (Brassica oleracea). J Ilmiah Agrineca 19(2):
73-81.
Oktaviani R, Pawenang ET. 2020. Risiko gejala keracunan pestisida pada petani
greenhouse. HIGEIA (Journal of Public Health Research and
Development) 4(2): 178-188.
ACARA 6
Praktik Isolasi dan Inokulasi Patogen
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi yang
dipakai untuk menumbuhkan mikroba. Media selain digunakan untuk
menumbuhkan mikroba, medium dapat digunakan pula untuk isolasi, dan
inokulasi bakteri, patogen, dsb. Pada praktikum perlintan acara 6 ini dilakukan
pembuatan media yaitu PDA atau Potato Dextrose Agar. Pembuatan media
dimaksudkan untuk meletakkan isolat bakteri maupun patogen yang akan
diamati pada praktikum.
Isolasi merupakan kegiatan yang juga dilakukan dalam praktikum acara 6
ini. Prinsip dari isolasi sendiri adalah memisahkan atau memindahkan mikroba
tertentu dari lingkungannya di alam dan menumbuhkannya di media buatan
sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Praktikum isolasi penting
dilakukan untuk mengamati bagaimana perkembangbiakan bakteri ataupun
patogen yang sering dijumpai pada komoditas buah dan sayuran.
Inokulasi atau pemindahan mikroorganisme dari medium lama atau
sumber asalnya ke medium yang baru. Pengamatan inokulasi penting untuk
dilakukan untuk menguji suatu bakteri atau patogen dalam aktivitasnya
merusak sel atau bagian tumbuhan, seperti buah maupun daunnya. Praktikum
acara 6 ini dilakukan inokulasi untuk menguji cartovora pada wortel, fusarium
pada apel dan cercospora pada kacang tanah.
2. Tujuan
1) Pembuatan media : mempelajari beberapa contoh pembuatan media buatan
seperti PDA, dan NA.
2) Isolasi : mempelajari beberapa cara isolasi dan inokulasi dari jamur dan
bakteri patogen tanaman
3) Inokulasi :
a) Mengenal beberapa teknik inokulasi.
b) Mempelajari cara masuk patogen ke dalam tubuh tanaman inang.
c) Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan inokulasi
buatan.
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Pembuatan Media
1) Panci
2) Timbangan analitik
3) Pisau
4) Vortex
5) Petridish/tabung reaksi
6) Kompor
7) Bunsen
8) Erlenmeyer
9) Kertas saring
10) Corong
11) Kertas
12) Karet
13) Autoklaf
14) LAF
15) Kapas
16) Wrap
17) 200 gram kentang
18) 20 gram Dextrose
19) 20 gram Agar
20) 1 liter aquades
21) Alkohol
b. Isolasi
Isolasi E. carotovora
1) LAF
2) Mikropipet
3) Petridish
4) Wrap
5) Jarum ose
6) Tabung reaksi
7) Wortel busuk
8) PDA
9) Alkohol 70%
Isolasi jaringan tipis penyakit blast
1) Bunsen
2) Gunting
3) Tisu/kapas
4) Petridish
5) Gelas reaksi
6) Pinset
7) Clorox
8) Alkohol 70%
9) Padi terkena blast
Isolasi jaringan tebal pada apel busuk
1) Cutter
2) Petridish
3) Bunsen
4) Kapas/tisu
5) Apel busuk
6) Alkohol 70%
7) Media PDA
c. Inokulasi
Inokulasi E. carotovora pada wortel sehat
1) Bunsen
2) Cutter
3) Tabung reaksi
4) Rak tabung reaksi
5) Mikropipet
6) Petridish
7) Wortel sehat
8) Suspensi E. carotovora
9) Alkohol 70%
Inokulasi Fusarium sp. di apel sehat
1) Bunsen
2) Tisu
3) Jarum ose
4) Wrap
5) Gunting
6) Apel sehat
7) Isolat Fusarium sp.
8) Alkohol 70%
Inokulasi Cercospora sp. ke tanaman kacang tanah.
1) Plastik
2) Pipet
3) Spray
4) Gelas reaksi
5) Label
6) Suspensi Cercospora sp.
7) Aquades
2. Cara Kerja
a. Pembuatan Media
1) Mencuci tangan dengan air mengalir.
2) Mengupas kentang menggunakan pisau.
3) Kentang yang telah dikupas kemudian dicuci dengan air mengalir.
4) Memotong kentang kecil-kecil berbentuk balok dengan ukuran 1cm x
1cm.
5) Menimbang kentang dengan timbangan analitik hingga beratnya
mencapai 200 gram.
6) Mengambil kentang dan memasukkannya ke dalam panci yang berisi 1 L
aquades.
7) Merebus kentang hingga lunak.
8) Memasukkan air rebusan kentang ke erlenmeyer dengan bantuan corong
dan kertas saring agar kentang tidak ikut masuk.
9) Memasukkan 20 gram Agar dan 20 gram Dextrose ke dalam erlenmeyer
tadi.
10) Mengaduk larutan hingga homogen.
11) Memanaskan kembali media pada panci berisi air agar homogen.
12) Menutup erlenmeyer dengan kapas dan wrap agar rapat.
13) Membungkusnya dengan kertas dan memasukkannya ke dalam autoklaf
dengan suhu 127oC dan tekanan 1 atm dalam waktu kurang lebih 1,5
jam.
14) Memasukkan media ke dalam autoklaf, dan setelah autoklaf selesai,
media dikeluarkan dari autiklaf dan menunggu hingga media tidak terlalu
panas.
15) Mensterilisasi LAF untuk penuangan media menggunakan alkohol dan
dilap dengan tisu.
16) Menyalakan bunsen.
17) Membuka petridish yang telah disterilkan.
18) Menuangkan media PDA dengan aseptis, kapas penutup tetap ditangan
dan dituangkan dengan membuka sedikit petridish.
19) Penuangan PDA pada petridish adalah seperti yang telah dijelaskan,
namun penuangan pada tabung reaksi dilakukan dengan memasukkan
media kedalam tabung reaksi, lalu tabung reaksi dimiringkan.
20) Melakukan isolasi jamur maupun bakteri
b. Isolasi (jaringan tipis, tebal dan bakteri)
1) Mensterilisasi diri dan menggunakan sarung tangan lateks.
2) Mensterilisasi meja kerja dengan alkohol dan dilap dengan tisu.
3) Menyalakan lampu bunsen.
4) Mikropipet tip sebelumnya disterilkan dengan dimasukkan ke dalam
autoklaf.
5) Mengambil mikropipet tip menggunakan mikropipet, sebelumnya
mengatur mikropipet menjadi 1 ml atau 1000 mikron.
6) Mengambil suspensi E. carotovora dari wortel busuk menggunakan
mikropipet, dan nantinya suspensi akan masuk ke tahap pengenceran,
pengenceran dilakukan di dalam LAF.
7) Memasukkan suspensi ke dalam tabung reaksi berisi aquades 9 ml.
8) Meletakkan mikropipet tip setelah selesai digunakan.
9) Melakukan vortex terhadap pengenceran 1 selama 1 menit.
10) Mengambil mikropipet tip kembali, kemudian mengambil pengenceran 1
ke pengenceran 2, caranya sama dan diulangi hingga kurang lebih 3 kali
pengenceran, cara memakai mikropipet yaitu ditekan terlebih dahulu
kemudian baru dimasukkan ke cairan.
11) Menekan tombol power kemudian di UV terlebih dahulu dalam LAF,
ketika di UV jangan didekatnya karena berbahaya dan jangan lupa
sterilisasi terlebih dahulu, agar mengisolasi secara aseptis.
12) Menyiapkan media PDA .
13) Menyiapkan mikropipet untuk mengambil suspensi E. carotovora
14) Mengambil suspensi E. carotovora dan menuangkannya pada media
PDA dengan dibuka sedikit, dan dituangkan dengan memencet
mikropipet.
15) Melakukan wrap pada petridish yang berisi balteri E. carotovora. Bakteri
kemudian ditunggu selama seminggu agar bakteri tumbuh di media, dan
kemudian dilakukan pembuatan biakan murni menggunakan metode
streak/goresan.
16) Memanaskan jarum ose agar steril.
17) Mengambil bakteri yang secara morfologi sejenis dengan E. carotovora.
18) Melakukan strek, dengan zigzag ke media PDA yang baru.
Isolasi jaringan tipis dari penyakit blast
1) Memasukkan daun padi yang terserang blast ke dalam larutan clorox
hanya selama beberapa detik untuk sterilisasi mikroorganisme pada
permukaan daun.
2) Memotong daun padi yang terkena blast, setengah sakit dan setengah
sehat, karena patogen aktif diantara jaringan yang sakit dan sehat,
kemudian meletakkan potongan di tisu atau kapas agar steril.
3) Menyiapkan media PDA.
4) Meletakkan daun di media PDA mengunakan pinset, dan pinset ini
dipanaskan dahulu agar steril.
5) Mengamati perubahan yang terjadi pada media.
Isolasi jaringan tebal dari apel busuk
1) Memanaskan cutter agar steril.
2) Memotong apel setengah sehat dan setengah sakit.
3) Meletakkan apel di media PDA, kemudian di wrap agar tidak
terkontaminasi.
4) Mengamati perubahan yang terjadi pada media.
c. Inokulasi (stomata, jamur melalui luka, bakteri melalui luka)
Inokulasi E. carotovora pada wortel sehat
1) Mensterilkan tangan menggunakan alkohol 70%.
2) Mensterilkan meja kerja menggunakan alkohol dan dilap dengan tisu
secara searah.
3) Menyalakan lampu bunsen.
4) Mensterilkan wortel menggunakan alkohol 70%.
5) Memotong wortel menjadi dua menggunakan cutter yang telah
disterilkan.
6) Mengoleskan suspensi E. carotovora ke salah satu wortel dengan
menggunakan mikropipet.
7) Meletakkan wortel tersebut di petridish.
8) Memberikan aquades ke potongan wortel yang satunya.
9) Meletakkan wortel tersebut ke petridish yang sama dengan wortel
sebelumnya namun diberi batasan dengan tisu.
10) Mengamati perubahan yang terjadi.
Inokulasi Fusarium sp. di apel sehat
1) Mensterilisasi diri dan tempat kerja.
2) Menyalakan bunsen.
3) Mensterilisasi apel menggunakan alkohol 70%.
4) Mensterilisasi gunting yang digunakan untuk melubangi apel.
5) Melubangi apel sebanyak 2 dengan posisi yang berlawanan.
6) Menyiapkan isolat Fusarium sp.
7) Memanaskan jarum ose agar steril.
8) Mengambil miserium Fusarium sp. menggunakan jarum ose.
Pengambilan dilakukan didekat bunsen agar tidak terkontaminasi.
9) Memasukkan isolat Fusarium sp. ke salah satu lubang apel dan lubang
yang satunya tidak diberikan isolat karena menjadi perlakuan kontrol.
10) Melakukan wrap pada apel, juga pada petri berisi isolat Fusarium sp.
agar tidak terkontaminasi.
11) Mengamati perubahan yang terjadi pada apel.
Inokulasi Cercospora sp. pada tanaman kacang tanah.
1) Meneteskan suspensi Cercospora sp. pada bawah daun kacang tanah,
karena stomata lebih banyak terdapat di bawah daun, sehingga patogen
dapat dengan mudah menyerang tanaman.
2) Membungkus daun menggunakan plastik.
3) Mengikat plastik agar daun tidak terkena air hujan.
4) Diberikan label agar tidak tertukar antar perlakuan.
5) Memberikan aquades di bawah daun yang lain sebagai perlakuan kontrol.
6) Membungkus daun menggunakan plastik dan plastik diikat agar air tidak
masuk.
7) Berikan label kontrol atau tanpa perlakuan, dan sebaiknya label
ditempelkan disisi bagian dalam plastik agar tidak luntur jika terkena
hujan.
8) Mengamati inokulasi bercak daun (Cercospora sp.).
Pengamatan dilakukan dengan bahan dari padi yang terkena blast dan
apel yang busuk. Saat pengamatan diambil bahan antara bagian yang sakit
dan sehat. Berdasarkan gambar yang terlihat pengamatan dari kedua bahan
ini hasilnnya terkontaminasi. Menurut Bota (2015), kontaminasi dapat
terjadi melalui makanan, air, udara, tanah dan lingkungan sekitar.
Kontaminasi merupakan gangguan yang terjadi pada kultur jaringan, yang
dapat terdiri dari bakteri, jamur, atau virus. Mencegah kontaminasi dapat
dilakukan teknik sterilisasi yang tepat baik terhadap alat maupun bahan
serta lingkungan kerja.Kegiatan sterilisasi bertujuan untuk mengeliminasi
patogen atau cendawan yang mungkin terbawa saat pengambilan eksplan,
yang dapat menimbulkan kontaminasi sehingga menghambat pertumbuhan
eksplan menjadi tanaman utuh. Kontaminasi bisa terjadi dalam kegiatan
praktikum apabila praktikum dilakukan tidak sesuai prosedur yang
seharusnya dilakukan.
3. Inokulasi
Inokulasi ke media agar dilakukan dengan menginokulasikan mikroba ke
dalam media baru. Menurut Anhar (2016), inokulasi adalah memindahkan
bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat
ketelitian yang sangat tinggi, untuk melakukan penanaman bakteri terlebih
dahulu diusakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan
medium agar tetap steril, hal ini agar menghindari terjadinya kontaminasi.
Inokulasi merupakan bentuk perlakuan percobaan terhadap bakteri yang
telah dikultur. Tahap percobaan dimulai dengan inokulasi dan larutan yang
berisi larutan bakteri, nutrisi, dan sianida pada percobaan ini disebut larutan
inokulan. Proses inoukulasi dapat dilakukan pada meja laboratorium dan
juga LAF dengan kondisi yang steril.
Perbedaan yang bisa dilihat antara gejala jamur dan bakteri adalah dilihat
dari dampak yang ditimbulkan. E. carotovora yang merupakan bakteri
dampak serangannya menimbulkan struktur wortle menjadi lembek dan
warnanya menghitam. Hasil inokulasi jamur oleh Fusarium sp. yang
dilakukan pada buah apel menimbulkan apel nampak membusuk dan
terdapat hifa dari jamur tersebut. Inokulasi jamur Crecospora sp. Menurut
Putri et al (2014),pada kacang menyebabkan bercak pada bagian yang
terinfeksi, dan penginfeksian pada daun menyebabkan daun timbul bercak
berwarna kekuningan dan bisa menyebar. Hasil paling mencolok dari
inokulasi jamur dan bakteri adalah dampak yang ditimbulkan. Bagian
tanaman yang terserang jamur akan nampak terluka, hal ini terlihat pada
wortel ditumbuhi banyak jamur dan juga warna tampak lebih hitam
dibandingkan kondisi kontrol. Wortel yang terinfeksi nampak rusak begitu
parah. Hasil inokulasi pada buah apel yang sebelumnya dilubangi kemudian
terserang Fusarium sp. menyebabkan lubang menjadi semakin besar.
Penyebab penyakit penting tanaman buah dan sayur layu adalah Fusarium
sp., jamur ini menular melalui tanah atau rimpang yang berasal dari
tanaman sakit, dan menginfeksi melalui luka. Inokulasi lainnya oleh jamur
Crecospora sp. pada tanaman kacang tanah pada bagian daunnya, membuat
daunnya tampak bercak-bercak kekuningan.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Pembuatan media PDA dan NA dilakukan dilaboratorium dilakukan
karena harga media yang mahal.
b. Isolasi bakteri dilakukan dengan dua kondisi sampel yaitu ½ sakit dam
½ sehat hal ini dikarenakan sampel pengamatan yang diambil adalah
bagian tengah.
c. Saat inokulasi jamur dan bakteri terdapat perbedaan yaitu pada fisik
bagian tanaman. Pada jamur daun tanaman padi menguning diakibatkan
jaringan daun yang mati dan pada bakteri warnanya berubah menjadi
gelap hingga kecoklatan.
d. Hasil pengamatan dari inokulas jamur yang ditimnulkan yaitu pada
tanaman kacang tanah terdapat bercak-bercak kekuningan, selanjutnya
pada buah apel yang terserang jamur mengalami luka pada bagian
pengamatan buah apel.
e. Jumlah stomata lebih banyak terdapat pada bagian bawah daun dari
pada bagian permukaan atas daun, sehingga patogen dapat dengan
mudah menyerang daun tanaman.
2. Saran
Diharapkan coass lebih memperhatikan praktikan terkait penyampaian
materi dan semua hal yang perlu dijelaskan kepada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
2. Tujuan
a. Untuk mengetahui dosis pestisida yang akan digunakan.
b. Mahasiswa mampu membuat larutan pestisida.
c. Mahasiswa mampu dalam cara pengaplikasian pestisida.
B. METODE
1. Alat dan Bahan
a. Pestisida trebon dan pestisida Roteen 75 SP
b. Air
c. Knapsack sprayer
d. Gelas ukur
e. APD
f. Sarung tangan dan masker
2. Cara Kerja
a) Membuat Larutan pestisida sesuai dengn konsentrasi dan dosis pada panduan
1) Menyiapkan alat dan bahan, yakni pestisida gelas ukur, corong air, dan
tabung panampung larutan contoh
2) Mengambil pestisida dalam kemasan dan bacalah label dengan teliti, nama
bahan aktif, kebutuhan konsentrasi, dan dosis sesuai hama sasaran yang
akan dikendalikan
3) Membaca formulasi pestida dan cara penggunaanya dengan teliti
4) Membaca kebutuhan konsentrasi penggunaan dan ambil dengan hati-hati
pestisida sesuai konsentrasi/l larutan dengan menggunakn gelas ukur.
5) Menuangkan pestisida tersebut dalam satu liter air yang telah ditempatkan
dalam tabung contoh.
6) Mengaduk dengan hati-hati sesuai dengan formulasi dan petunjuk dalam
label
7) Larutan siap digunakan sesuai kebutuhan
b) Melakukan praktik penyemprotan dengan knapsack sprayer
1) Mengambil pestisida yang telah disediakan dan bacalah dosis kebutuhan
per Ha.
2) Mengambil knapsack sprayer lalu mengisinya dengan air sesui
kapasitasnya. Hitung berapa kebutuhan pestisida sesuai perhitungan
pembuatan larutan yang benar
3) Membaca aturan pemakaian/kebutuhan dosis per Ha
4) Mempraktikkan kecepatan berjalan untuk dapat menghasilkan semprotan
yang sesuai dengan dosis /Ha.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Pestisida Trebon
Pestisida trebon mempunyai berbagai anjuran dosis dan volume semprot
yang berbeda untuk setiap hama tertentu. Volume semprot yang digunakan
sebagai perhitungan contoh pada pestisida trebon yaitu 400-600 liter/ha dengan
dosis 0,4-0,8 liter/ha. Volume dan dipilih untuk perhitungan contoh adalah
volume sedang (500 liter/ha) dengan dosis rendah (0,4 liter/ha). Perhitungannya
sebagai berikut:
dosis/formulasi dikemasan = 0,4 l/Ha = 400 ml/Ha = 0,8 ml/L
volume semprot 500 l/Ha 500 l/Ha
0,8 ml/L × volume tangki = 0,8 ml/L × 16L = 12,6 ml/tangki 16 literan
Penghitungan kedua menggunakan dosis pestisida trebon dengan
menggunakan ketentuan yang ada pada kemasan yaitu dengan volume semprot
400-600 l/ha dengan dosis 0,5 - 1 l/Ha. Data tersebut diperoleh peritungan
volume semprot rendah 400, sedang 500, dan tinggi 600, sedangkan dosis 0,5
rendah dan 1 adalah tinggi. Perhitungannya dosis pestisida cair dan bubuk
sebagai berikut:
dosis/formulasi dikemasan = 0,5 l/Ha = 500 ml/Ha = 1 ml/L
volume semprot 500 l/Ha 500 l/Ha
1 ml/L × volume tangki = 1 ml/L × 16L = 1ml/tangki 16 literan
Jadi pada 1 tangki yang dapat menampung 16liter maka dicampur 1ml pestisida.
b. Pestisida roteen 75 SP
Pestisida roteen 75 SP mempunyai dosis yang berbeda untuk setiap 10 liter
air pada penyemprotan untuk jenis hama yang berbeda juga. Perhitungan contoh
untuk pestisida roteen 75 SP dengan satuan g/l menggunakan dosis 5 gram/l
dengan volume semprot 10 liter. Dosis tersebut digunakan untuk hama ulat
grayak (Spodoptera litura) pada tanaman cabai. Berdasarkan data tersebut
didapatkan perhitungan kebutuhan pestisida sebagai berikut:
dosis/formulasi dikemasan = 5g = 0,5 g/liter
volume semprot 10 l/Ha
0,5g/l × volume tangka = 0,5g/l × 16liter = 8 g/tangki.
Penghitungan kedua yaitu dilakukan pada pestisida roteen 75 SP dengan
ketentuan yang diambil yaitu dosis 7,5 – 10 g per 10 liter air. Dosis pestisida
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
dosis/formulasi dikemasan = 7,5 g = 0,75 g/liter
volume semprot 10 l/Ha
0,75g/l × volume tangka = 0,75g/l × 16liter = 12g/tangka.
Jadi pada 1 tangki memperlukan campuran 12gram pestisida.
2. Pembahasan
Menurut Siahaan (2020) konsep pengendalian hama yang sejak semula
banyak berdasarkan pada pengetahuan biologi dan ekologi semakin ditinggalkan
dan diubah menjadi konsep pengendalian hama yang bertumpu pada penggunaan
pestisida. Hal ini disebabkan karena penggunaan pestida lebih efektif dan efesien
dalam mengendalikan hama di bandingkan dengan cara pengendalian
sebelumnya. Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain yang digunakan
untuk mengendalikan berbagai hama. Menurut para petani jenis hama yaitu
tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi
(jamur), bakteria, dan virus, nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus,
burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Penggunaan pestisida
haruslah memperhatikan dosis yang tercantum pada kemasan. Adanya dosis
dibalik kemasan pestisida, namun kita harus menghitungnya dahulu
menggunakan rumus agar penggunaan pestisida sesuai kebutuhan.
Penggunaan pestisida yang berbahan kimia sebenarmya tidak bagus untuk
lingkungan maupun bagi orang yang menyemprotkan pestisida itu sendiri.
Menurut Alen (2015) Residu pestisida ini berdampak negative kepada manusia
dan dapat mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa
dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keracunan akut ringan, keracunan
akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala,
iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan akut berat
menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas, keluar air
liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat. Keracunan kronis lebih
sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta
tanda yang spesifik. Efek dari bahan kimia yang dapat ditimbulkan pada
manusia seperti pembahasan diatas maka pada saat proses penyemprotan
pestisida haruslah menggunakan APD agar terhindar dari paparan langsung
pestisida kimia.
Proses penyemprotan mengguankan bantuan knapsack sprayer dan hand
sprayer. Penggunaan knapsack sprayer tinggal menekan tombol dan disesuaikan
dengan kebutuhan. Hand sprayer menurut Hermawan (2012) dioprasikan
dengan tuas yang digerakkan naik turun oleh lengan kiri operator. Tekanan
pompa diafragma dari sprayer tersebut menghasilkan tekanan semprotan yang
relatif, apabila dipompa lama akan menghasilkan semportan yang kencang,
namun apabila dipompa sebentar akan berlaku sebaliknya. Pemompaan spreyer
selain mengisi tekanan semprotan juga dapat mencampur pestisida dengan air
khususnya yang berkode SP. Proses penyemprotan seorang operator haruslah
memperhatikan arah mata angin supaya pestisida yang disemprotkan tidak
membalik ke oprator dan saat penyemprotan oprator haruslah berjalan mundur
supaya tidak mengenai tanaman yang sudah disemprot.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan tentang pestisida dan
penyemprotan pestisida yaitu:
a. Penggunaan pestisida haruslah sesuai kebutuhan dan dosis.
b. Pada saat penyampuran pestisida haruslah menggunakan APD yang berupa
sarung tangan dan masker.
c. Operator harus memakai APD yang dapat berupa sarung tangan, masker dan
jas hujan agar dapat melindungi diri dari paparan pestisida yang berbahaya
bagi tubuh manusia.
d. Penyampuran pestisida SP/EC dengan air tidak harus di aduk karena akan
tercampur dengan sendirinya. Proses penyemprotan seorang operator haruslah
memperhatikan arah mata angin. Pada saat saat penyemprotan oprator
haruslah berjalan mundur.
2. Saran
Diharapkan coass lebih memperhatikan praktikan terkait penyampaian
materi dan semua hal yang perlu dijelaskan kepada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alen, Y., Zulhidayati, Z., & Suharti, N. 2015. Pemeriksaan residu pestisida
profenofos pada selada (Lactuca sativa L.) dengan metode kromatografi gas.
Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 1(2): 140-149.
Hermawan, W. 2012. Kinerja Sprayer Bermotor dalam Aplikasi Pupuk Daun di
Perkebunan Tebu. Jurnal Keteknikan Pertanian, 26(2): 91-98.
Siahaan, S. 2020. Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Keracunan Pestisida
Pada Petani Sayur dan Palawija di Desa Selat Kecamatan Pemayung
Kabupaten Batang Hari Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 20(3): 1079-1085.