Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Definisi dan Pengelompokkan Hama


Hama adalah semua organisme atau agensia biotik (serangga, vertebrata, tungau, bakteri,
virus, cendawan, cacing/nematoda, dan tumbuhan atau gulma) yang merusak tanaman atau
hasil tanaman dengan cara-cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia. Berdasarkan
tingkat serangannya, hama digolongkan menjadi hama potensial, hama utama, hama reguler,  
hama tidak penting, hama sewaktu-waktu, dan hama endemik.
1. Hama potensial adalah semua organisme yang berpotensi menimbulkan kerugian
pada manusia. Pada saat organisme tersebut berstatus sebagai hama potensial
perkembangan populasinya terhalangi oleh kondisi lingkungan (fisik dan biotik). 
Apabila kondisi lingkungan tersebut menunjang perkembangan populasi organisme
tersebut, maka mungkin saja diantaranya akan berubah status menjadi hama utama
(key pest).
2. Hama utama (key pest) yaitu hama yang selalu ada dan menyebabkan kerugian
secara ekonomi dengan persentase yang lebih bersar daripada hama lainnya. 
Misalnya hama penggerek buah kopi (Hipothenemus hampei) dan hama penghisap
buah lada (Dasynus piperis china).
3. Hama tidak penting (minor pest), adalah hama yang menyerang tanaman, tetapi
hanya sedikit sekali menyebabkan kerugian secara ekonomi. Hama ini timbulnya pun
hanya sewaktu-waktu, maka disebut juga hama sewaktu-waktu (occasional pest).
4. Hama reguler (reguler pest) adalah bila suatu spesies hama selalu timbul, misalnya
hama tikus pada tanaman kelapa sawit, sebab hama ini selalu timbul di mana saja dan
menyebabkan kerugian secara ekonomi, meskipun intensitas dan luas serangannya
bervariasi antar musim.   
5. Hama endemik (endemic pest) adalah hama yang selalu timbul di tempat atau daerah
tertentu, sedangkan di daerah lain jarang terjadi, misalnya hama gajah di Lampung
Timur.

2.2 Sebab-sebab Timbulnya Hama dan Peranan Serangga


1. Tingkat Keragaman Ekosistem
Tingkat keragaman ekosistem adalah banyaknya spesies-spesies tanaman yang diusahakan
pada suatu areal agroekosistem dan pada waktu yang sama.  Bila satu spesies saja yang
diusahakan disebut monokultur, sedang bila lebih dari satu spesies disebut polikultur.  Sistem
pertanaman beranekaragam (polikultur) berpengaruh terhadap keragaman spesies dan
populasi herbivora (hama).  Pengaruh tersebut ada yang menguntungkan yaitu dapat
mengurangi populasi serangga hama, namun ada yang merugikan karena dapat meningkatkan
populasi hama tertentu.  Umumnya pada pertanaman polikultur, jumlah spesies-spesies
herbivora poliphag lebih tinggi dibandingkan dengan spesies monophag.  Hal ini berkaitan
dengan kemampuan mencari inang.  Pada agroekosistem beragam spesies monophage
mengalami kesulitan untuk menemukan inangnya, sehingga akan berdampak pada
menurunnya laju imigrasi dan kolonisasi.  Faktor-faktor lain seperti kesukaan akan tanaman
inang tertentu (preferensi), kecepatan memilih tanaman inang, adanya musuh alami juga
sangat berpengaruh. Populasi spesies predator dan parasitoid cenderung lebih tinggi pada
pola pertanaman polikultur dibandingkan dengan monokultur.  Hal ini berkaitan dengan
ketersediaan nektar (madu), mangsa (bagi predator) dan host (bagi parasitoid) serta habitat
mikro pada pertanaman polikultur.
2. Pengelolaan Tanaman
Pengelolaan tanaman (crop management) dengan kata lain teknik budidaya adalah aktivitas
untuk menumbuhkan tanaman, yaitu mulai dari memilih benih, mengolah tanah,
menyiram/mengairi, memupuk, menghendalikan gulma, mengatur jarak tanam, dan
memanen.  Setiap tahap kegiatan tersebut memungkinkan berkembangnya hama tanaman
tertentu setelah berada di areal pertanaman.
3. Varietas Unggul yang Rentan
Arah pemuliaan tanaman sering tidak memasukkan unsur daya tahan varietas terhadap
serangan hama, yang diutamakan adalah sifat-sifat yang berhubungan langsung dengan
potensi hasil yang maksimal, seperti umur pendek, tahan rebah, daun-daun tegak, responsif
terhadap pupuk.  Masalah hama yang timbul dianggap dapat ditanggulangi dengan paket
pestisida. Keterbatasan varietas unggul ini merupakan kelemahan yang selalu menyebabkan
timbulnya masalah serangan hama.  
4. Keanekaragaman Genetik
Dalam ekosistem alami (misalnya hutan) interaksi antara tanaman inang dengan hamanya
merupakan hal yang mantap.  Maksudnya tanaman yang tahan tetap mempertahankan sifat
tahannya tersebut.  Lain halnya dengan varietas tanaman yang dibudidayakan yang  merupa-
kan hasil pemuliaan, dimana daya tahan genetik varietas-varietas tersebut sempit atau
ditentukan oleh gen tunggal, sehingga daya tahan varietas tersebut terhadap hama tertentu
menjadi rentan.  Tekanan seleksinya terhadap populasi hama memaksa hama tersebut untuk
beradaptasi dan menyeleksi dirinya dan berkembang menjadi biotipe/ras baru yang sanggup
merontokkan daya tahan tanaman inang hasil pemuliaan tadi.  Dengan demikian timbullah
masalah serangan hama yang bersangkutan yang kadang-kadang sulit dikendalikan. 
5. Menanam Satu Varietas Terus Menerus Tanpa Pola
Dengan tujuan untuk mencapai hasil yang maksimum ada sejumlah petani yang berusaha
menanam  suatu varietas tanaman secara terus menerus sepanjang tahun, tanpa diikuti dengan
penerapan pola tanam. Dengan demikian dalam hamparan lahan yang luas terdapat satu
varietas tanaman dalam semua tingkatan umur dari semaian sampai tanaman siap panen. 
Agroekosistem seperti ini menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan terus
menerus bagi hama-hama tanaman, sehingga hama-hama dapat tumbuh dan berkembang biak
dengan baik mencapai jumlah populasi yang merusak atau merugikan secara ekonomis.
6. Musim Tanam yang Salah
Pada tanaman semusim, musim tanam di suatu daerah tidak selalu sama, namun selalu
berkaitan dengan ketersediaan air.  Pada daerah irigasi musim tanam tergantung dari
tersedianya air pada sumber dan saluran irigasi, sedangkan di daerah yang tidak beririgasi
musim tanam tergantung dari kapan hujan mulai turun (musim hujan). Penanaman yang
terlalu cepat atau terlambat umumnya akan menimbulkan masalah serangan hama tertentu,
namun sebaliknya keterlambatan penanaman dapat menghindari serangan hama tertentu.  Jadi
dalam hal fenologi umur tanaman dengan serangan hama perlu dipelajari secara kasus per
kasus.
7. Immigrasi
Makhluk-makhluk hidup, termasuk yang tergolong hama, mampu bermigrasi dari suatu
tempat ke tempat lain, sering sampai melewati batas-batas negara yang melalui rintangan
geografis yang luas.  Migrasi yang terjadi dapat secara aktif dengan tenaga sendiri, ataupun
pasif dengan bantuan angin, terbawa barang yang dikirim antar negara, terbawa kendaraan
dan lain sebagainya. 
Setelah sampai di tempat yang baru hama-hama tersebut membentuk asosiasi yang baru
dengan inangnya.  Bila inangnya tidak memiliki daya tahan alamiah dan tidak terdapat musuh
alami yang efektif, maka populasi hama tadi dapat berkembang sehingga menjadi wabah. 
Misalnya, hama kutu loncat lamtoro (Heteropsylla cubana) pertama kali ditemukan di daerah
Bogor sekitar bulan Maret 1986, hanya dalam beberapa bulan saja dilaporkan sudah tersebar
hampir di seluruh wilayah Indonesia dan berkembang menjadi wabah yang mematikan
sampai ratusan ribu pohon lamtoro.
8. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida
Penggunaan pestisida sering menimbulkan masalah baru seperti membunuh organisme bukan
sasaran (parasitoid dan predator), resistensi dan resurgensi hama, serta perubahan fisiologi
tanaman.  Hal-hal tersebut dapat menyebabkan tingginya populasi hama di lapangan.

2.3 Morfologi Perkembangan Serangga Hama dan Gejala Kerusakannya


1. Antenna/ Sungut
Serangga mempunyai sepasang antenna yang terletak pada kepala dan biasanya tampak
seperti “benang” memanjang. Antenna merupakan organ penerima rangsang, seperti bau,
rasa, raba dan panas. Antenna serangga terdiri tiga ruas.” Ruas dasar dinamakan scape. Ruas
kedua dinamakan flagella (tunggal= flagellum) (Jumar, 2000). Sungut adalah pasangan
embelan beruas yang terletak pada kepala, biasanya berada diantara atau dibawah mata-mata
majemuk.
2. Kepala
“Bentuk umum kepala serangga berupa struktur seperti kotak. Pada kepala terdapat mulut,
antenna, mata majemuk, dan mata tunggal (osellus). Permukaan belalang kepala serangga
sebagian besar berupa lubang (foramen magnum atau”foramen oksipilate). Melalui lubang ini
berjalan urat-daging, dan kadang-kadang saluran darah dorsal (Jumar,
3. Toraks
“Toraks bagian ini terdiri dari tiga segmen yang disebut segmen yang disebut segmen toraks
depan (protoraks), segmen toraks tengah (mesotoraks) dan segmen toraks belakang
(metatoraks). Pada serangga bersayap, sayap timbul pada segmen meso dan mesotoraks, dan
secara kolektif dua segmen ini disebut juga sebagai pterotoraks yang dihubungkan dengan
kepala oleh leher”atau serviks. (Hadi, 2009).
4. Tungkai
“Tungkai serangga bersklerotisasi (mengeras) dan selanjutnya dibagi menjadi sejumlah ruas.
Khasnya terdapat 6 ruas pada kaki serangga. yaitu koksa (ruas dasar), trokanter (satu ruas
kecil sesudah koksa), femur (ruas pertama yang panjang), tibia (ruas kedua yang panjang),
tarsus (sederet ruas-ruas kecil dibelakang tibia), pretarsus (terdiri dari kuku-kuku dan
berbagai struktur berupa bantalan atau serupa”serta pada ujung tarsus)
5. Sayap
“Sayap merupakan pertumbuhan dari daerah tergum dan pleura. Sayap terdiri dari dua lapis
tipis kutikula yang dihasilkan oleh sel epidermis yang segera hilang. Diantara kedua lipatan
tersebut terdapat berbagai cabang tabung pernafasan (trakea). Sayap yang berkembang dan
berfungsi secra sempurna yaitu pada serangga yang stadium dewasa (Sastrodiharjo. 1979).
Sayap yang tumbuh tidak berkembang dengan sempurna dan diperkuat oleh deretan dan
rangka-rangka”sayap yang bersklerotisasi. Sayap yang berkembang dan berfungsi secra
sempurna yaitu pada serangga yang stadium dewasa. (Borror, 1996 hlm 41)
6. Abdomen
Pada umumnya abdomen serangga terdiri dari 11 segmen metameri (berulang). Tiap segmen
metameri memiliki satu sklereit dorsal tergum (jamak: terga), satu sklereitventral sternum
(jamak: sterna) dan satu selaput daerah lateral pleuron (jamak: pleura) (Borror, 1992).
(Mayer, 2003) pada ruas terakhir abdomen terdapat anus, yang mana merupakan saluran
pembuangan dari system pencernaan. Pada serangga betina abdomen ke 8 dan 9 terletak
bersatu membentuk ovipositor sebagai organ yang membantu peletakan telur.
7. Mulut
“Menurut Borror, dkk, (1992, hlm.50) Bagian-bagian mulut serangga secara khas terdiri atas
mandibula, maksila, satu labium dan sebuah hipofaring. Kemudian bagian-bagian tersebut
termodifikasi pada beberapa kelompok serangga. Labium atau bibir atas adalah gelambir
terbentuk seperti sayap yang lebar yang terletak dibaah klipeus pada sisi anterior kepala
bagian mulut lainnya. Pada bagian posterior sisi ventral terdapat bagian yang membengkak
yaitu epifaring. Mandibula merupakan rahang yang berpasangan tidak beruas terletak tepat
dibelakang labrum. Maksila adalah struktur yang berpasangan yang letaknya dibelakang
mandibula, memiliki ruas, dan masing-masing dari maksila sendiri mengandung organ seperti
perasa, yaitu palpus maksila.
Bentuk Gejala serangan serangga hama diantaranya ditentukan oleh jenis hama dan tipe alat
mulut dari serangga hama tersebut. Berikut ini adalah contoh gejala serangan serangga hama
menurut ordo serangga.
A. Ordo Lepidoptera (kupu-kupu & ngengat). Dari ordo ini yang banyak merusak
tanaman adalah larvanya (ulat). Tipe alat mulut larva menggigit-mengunyah. Akibat
serangannya ialah bagian organ tanaman hilang atau rusak, pertumbuhan tidak
normal, bahkan dapat menimbulkan kematian tanaman atau bagian tanaman.
B. Ordo Hemiptera (kepik). Tipe alat mulut ordo Hemiptera adalah menusuk-
mengisap. Bagian tanaman yang diserang akan mengalami kehilangan cairan sel.
Bekas tusukan bisa menimbulkan nekrosa (kematian jaringan tanaman).
C. Ordo Orthoptera (belalang). Tipe alat mulut ordo Orthoptera adalah menggigit-
mengunyah. Akibat serangan hama ordo ini ialah bagian organ tanaman, terutama
daun, mengalami kerusakan, bolong-bolong sehingga kemampuan fotosintesis
berkurang.
D. Ordo Thysanoptera (thrips). Tipe alat mulut ordo Thysanoptera adalah memarut-
mengisap atau menusuk-mengisap. Serangan sering diikuti dengan masuknya udara
ke dalam sel-sel yang telah diisap cairannya, sehingga tampak berwarna putih seperti
perak. 
E. Ordo Homoptera (aphid). Tipe alat mulut hama ordo Homoptera adalah menusuk-
mengisap. Akibat serangan hama ini tanaman mengalami kehilangan cairan sel
sehingga warna daun menguning. Pada serangan berat, tanaman tampak seperti
terbakar.
F. Ordo Diptera (lalat). Stadium hama yang banyak merugikan tanaman adalah
larvanya. Larva ordo Diptera sering disebut belatung atau tempayak. Tipe alat mulut
tempayak adalah menggigit-mengunyah. Umumnya tempayak menyerang tanaman
dengan cara menggerek dan masuk ke bagian dalam tanaman, kemudian memakan
bagian dalam tanaman tersebut. Akibat serangannya bisa menim-bulkan perubahan
bentuk, pembusukan, atau pertumbuhan tanaman ter-hambat (kerdil).
G. Ordo Coleoptera (kumbang). Tipe alat mulut ordo Coleoptera adalah menggigit-
mengunyah. Akibat serangan hama ordo ini ialah bagian organ tanaman hilang atau
mengalami kerusakan.

2.4 Ciri dan Masing-masing Ordo Serangga


“Serangga di klasifikasikan berdasarkan atas persamaan ciri-ciri strukturnya, serangga pada
umumnya memiliki struktur tertentu dikelompokkan ke dalam satu kelompok. Serangga
dengan ciri yang sama dimasukan dalam kelompok yang sama, jadi disini melakukan
klasifikasi. Susunan kategorinya”adalah sebagai berikut:
a. Filum : Arthropoda
b. Kelas : Insekta
c. Ordo : Orthoptera
d. Famili : Acrididae
e. Genus : Valanga
f. Spesies : V. nigricornis Burm

2.5 Ciri dan Kerusakan Oleh Tungau Vertebrata Hama


Tungau menyerang tangkai, daun dan buah. Tangkai yang terserang akan berwarna seperti
perunggu, pada permukaan atas daun terdapat titik berwarna kuning atau cokelat. Serangan
pada permukaan bawah daun menyebabkan mesofil rusak sehingga transpirasi tanaman
meningkat. Akibatnya, banyak daun yang gugur pada musim kemarau. Serangan pada buah
mengakibatkan bercak-bercak kecil pada permukaan buah, kesegaran dan ukuran buah
berkurang, serta buah yang gugur meningkat. Gejala khas kerusakan kulit buah berbeda untuk
setiap jenis jeruk dan tingkat kemasaman buah. Pada grapefruit, lemon dan jeruk nipis,
serangan pada awal perkembangan buah menyebabkan warna keperak-perakan pada kulit dan
apabila serangan lebih parah mengakibatkan kulit buah bersisik. Pada jeruk manis, serangan
pada fase perkembangan buah mengakibatkan timbulnya retakan-retakan coklat pada
permukaan kulit, sedangkan pada fase pemasakan buah, kerusakan pada kulit ini menyerupai
russeting.
Hama ini menyerang tanaman pada berbagai musim karena memiliki kemampuan beradaptasi
di berbagai habitat, seperti lumut, tanah, rumput, bahkan hingga gudang penyimpanan.
Tungau bersifat polyfag. Jenis tanaman yang diserang antara lain kapas, kacang-kacangan,
jeruk, tanaman hias dan gulma terutama golongan dikotiledon, tanaman perdu, pohon-pohon
besar, tanaman hias seperti Hibiscus, Buddleya, ubi jalar, teh.

2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekologi Hama


Faktor luar adalah keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi kehidupan hama tanaman.
Populasi hama sifatnya dinamis. Jumlah tersebut bisa naik, bisa turun, atau tetap seimbang,
tergantung keadaan lingkungan. Bila kondisi lingkungan cocok, populasi hama berkembang
pesat.
A. Iklim
1. Pengaruh Suhu. Serangga adalah organisme berdarah dingin (poikilotermal), dimana
suhu tubuhnya sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Setiap serangga memiliki
kisaran suhu tertentu. Di luar kisaran suhu yang ideal, serangga akan mati kedinginan
atau kepanasan. Dekat titik minimum dan maksimum, serangga masih dapat bertahan
hidup, tetapi tidak aktif. Keadaan ini dikenal dengan istilah "tidur" (diapauze).
Keadaan tidak aktif karena berada dekat titik minimum disebut "tidur dingin"
(hibernation), sedangkan yang terjadi dekat titik maksimum disebut "tidur panas"
(aestivation). Kisaran suhu antara titik hibernasi dan titik aestivasi disebut "suhu
efektif". Untuk melakukan aktivitasnya, setiap serangga memiliki kisaran suhu
masing-masing. Suhu optimal bagi kebanyakan serangga adalah 26°C. Situasi
hibernasi umumnya dimulai pada suhu 15°C, dan aestivasi pada suhu 38°C-45°C.
Pada suhu optimum, kemampuan hama untuk melahirkan keturunan amat besar, dan
kematian (mortalitas) sedikit. Misalnya, kumbang beras (Sitophillus oryzae) suhu
efektifnya 26°C-29°C. Bila lebih dari 35°C, kumbang tersebut tidak bisa bertelur.
Umur hama pun dipengaruhi suhu lingkungan. Wereng cokelat betina dewasa
(Nilaparvata lugens) pada suhu 25°C dapat mencapai umur 42 hari, pada suhu 29°C
mencapai 30 hari, dan pada suhu 33°C hanya mampu mencapai 9 hari.
2. Pengaruh Kelembapan.  Kelembapan besar pengaruhnya terhadap kehidupan hama.
Bila kelembapan sesuai dengan kebutuhan hidup serangga, serangga tersebut
cenderung tahan terhadap suhu-suhu ekstrim. Pada suhu 18°C dengan kelembapan
70%, perkembangan telur hama gudang (Sitophillus oryzae) sampai menjadi dewasa
membutuhkan waktu 110 hari. Sedangkan, pada suhu 18°C tetapi kelembapannya
mencapai 89%, perkembangannya hanya membutuhkan waktu 90 hari. Aktivitas
penyerangan pun dipengaruhi kelembapan. Hama gudang baru bisa menyerang
apabila kadar air beras atau jagung di atas 14%. Hama thrips akan berkembang biak
dengan normal pada kelembapan di atas 70%.
3. Pengaruh Curah Hujan. Air merupakan kebutuhan primer bagi setiap makhluk
hidup. Begitu pula bagi hama tanaman pertanian. Bila air berlebihan, akan berakibat
tidak baik terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan organisme hama. Banjir dan
hujan deras bisa menimbulkan kematian kupu-kupu yang sedang beterbangan,
Derasnya aliran air dapat menghanyutkan hama tanaman. Beberapa hama, seperti ulat
daun kubis (Plutella xylostella) dan tungau, tidak tahan terhadap curah hujan yang
besar sehingga pada keadaan demikian populasinya akan menurun.
4. Pengaruh Cahaya.  Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar
pengaruhnya terhadap kehidupan hama tanaman. Beberapa jenis hama mempunyai
reaksi positif terhadap cahaya. Misalnya Penggerek padi putih (Tryporyza innotata),
wereng cokelat (Nilaparvata lugens), anjing tanah (Gryllotalpa africana), waiang
sangit (Leptocorixa acuta), kumbang katimumul hijau (Anomala viridis), dan
kumbang beras (Sitophillus oryzae) tertarik cahaya lampu pada malam hari. Ada
beberapa hama yang aktif pada saat tidak ada cahaya atau malam hari (nokturnal),
misalnya ulat grayak (Spodoptera litura), tikus (Rattus-rattus sp.), ulat tanah (Agrotis
ipsilon), dan jenis kalong (Pteropus sp.). Banyak pula hama yang aktif pada siang hari
(diurnal), seperti waiang sangit, wereng cokelat, dan belalang kayu (Valanga
nigricornis).
5. Pengaruh Angin. Angin berpengaruh terhadap perkembangan hama, terutama dalam
proses penyebaran hama tanaman. Misalnya: Kutu daun (Aphid) dapat terbang
terbawa angin sejauh 1.300 km. Kutu loncat (Heteropsylla cubana), penyebarannya
dipengaruhi oleh angin. Seperti halnya pada tahun 1986, pernah terjadi letusan hama
(outbreak atau explosive) kutu loncat lamtoro gung pada daerah yang luas dalam
waktu relatif singkat. Belalang kayu (Valanga nigricornis  zehntneri Krauss), bila ada
angin dapat terbang sejauh 3 km-4 km. Selain mendukung penyebaran hama, angin
kencang bisa menghambat bertelurnya kupu-kupu, bahkan sering menimbulkan
kematian.
B. Tanah
Struktur dan kelembapan tanah berpengaruh besar terhadap kehidupan hama. Tanah
berstruktur gembur, dengan kandungan bahan organik tinggi, dan kelembapan yang cukup,
dapat mendukung perkembangan hama yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam tanah.
 Belalang kayu (Valanga nigricornis zehntneri Krauss) dan bekicot (Achatina fulica)
meletakkan telurnya di dalam tanah yang gembur.
 Ulat tanah (Agrotis ipsilon), untuk pembentukan pupa dan bersembunyi pada siang
hari, membutuhkan tanah yang gembur.
 Ulat heliothis (Heliothis armigera), penggerek buah durian (Hypoperigea leprosticta),
ulat buah mangga (Philotroctis eutraphera Meyr), ulat petal (Mussidia
pectinicornella Hamps), lalat buah (Bactrocera sp.), ulat titik tumbuh kubis
(Crocidolomia binotalis), dan lain-lain menghendaki tanah gembur sebagai tempat
berkepompong.
 Kumbang badak (Oryctes rhinoceros Linnaeus), kumbang catut (Dynastes gideon),
dan kumbang katimumul (Holotrichia helleri), sebagian hidupnya berada di dalam
tanah yang lembap, gembur, dan banyak mengandung bahan organik.
C. Tanaman Inang
Tanaman inang adalah tanaman yang menjadi makanan dan tempat tinggal organisme hama.
Bila tanaman yang disukai terdapat dalam jumlah banyak, populasi hama cepat meningkat.
Sebaliknya, bila makanan kurang, populasi hama akan turun.
 Pada musim kemarau (ketika tanaman padi tidak ada) sampai pengolahan tanah
musim berikutnya, populasi tikus menurun dengan cepat sampai 70%.
 Kutu daun kelapa (Aspidiotus destructor rigidis), pada saat makanan kurang tersedia,
akan menghasilkan keturunan hampir seluruhnya berkelamin jantan. Kumbang
tembakau (Lasioderma serricorne) yang merupakan hama gudang, bila diberi makan
bungkil kacang, hidupnya hanya 34-39 hari, sedang bila diberi daun tembakau kering,
umurnya bisa mencapai 42-63 hari.
Selain jumlah tanaman yang disukai, sifat tanaman pun mempengaruhi perkembangan hama
tanaman. Ada tanaman yang tahan terhadap gangguan hama (resisten); ada pula tanaman
yang tidak tahan (peka) terhadap hama. Tanaman resisten adalah tanaman yang menderita
kerusakan lebih sedikit bila dibandingkan dengan tanaman yang lain dalam keadaan tingkat
populasi hama dan keadaan lingkungan yang sama. Pada tanaman yang tahan, kehidupan dan
perkembangbiakan hama akan terhambat.
D. Faktor Hayati
Prinsip faktor hayati adalah organisme yang berada dalam lingkungan hama tersebut. Faktor
hayati dapat berupa binatang, bakteri, cendawan, dan virus yang menghambat
perkembangbiakan hama tanaman karena memakan-nya, memparasiti, menjadi penyakit
hama, atau bersaing dalam mencari makanan dan ruang hidup. 
 Binatang yang membunuh dan memakan binatang lain disebut "predator", sedangkan
binatang yang dimakannya disebut "mangsa". Ukuran predator biasanya lebih besar
daripada mangsanya. Predator hama amat banyak macamnya.
 Parasit adalah binatang atau serangga yang hidupnya tergantung dari binatang atau
serangga lain. Binatang yang digunakan sebagai tempat hidup dan makannya, disebut
"inang". Ukuran parasit umumnya lebih kecil daripada inangnya. Bila predator
memerlukan beberapa mangsa untuk melengkapi perkembangannya, parasit hanya
memerlukan seekor inang saja. Parasit dapat menyerang telur, larva, nimfa,
kepompong, dan inang dewasa.

2.7 Prinsip Pengendalian Hama


1. Budidaya tanaman sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam program pengendalian
hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan mampu bertahan terhadap serangan hama dan
penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut.
Oleh karena itu, setiap usaha dalam budidaya tanaman paprika seperti pemilihan varietas,
penyemaian, pemeliharaan tanaman sampai penanganan hasil panen perlu diperhatikan agar
diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif, serta hasil panen yang tinggi.
2. Pemanfaatan musuh alami
Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial merupakan tulang
punggung PHT. Dengan adanya musuh alami yang mampu menekan populasi hama,
diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara hama dengan
musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melampaui ambang toleransi tanaman.
3. Pengamatan rutin atau pemantauan
Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling
mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan
musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan
secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan
dilakukan.
4. Petani sebagai ahli PHT
Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Rekomendasi PHT
hendaknya dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu menerapkan PHT,
diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara formal maupun
informal.

2.8 Cara Pengendalian (Karantina, Kultur Teknis Fisik Mekanik Jayati, Genetika dan
Kimia)
Teknik Pengendalian OPT Melalui Penerapan PHT (Pengelolaan Hama Terpadu)
1. Pengendalian dengan peraturan dan karantina
Pasar global yang semakin terbuka dan lalu-lintas barang antar negara yang semakin
meningkat juga bisa meningkatkan peluang untuk masuknya hama baru dari negara lain ke
Indonesia. Hama dan patogen baru yang telah masuk menyebabkan kerugian ekonomi yang
besar. Oleh karena itu, varietas tomat, cabai, dan mentimun yang ditanam adalah yang sudah
dilepas dan sesuai dengan peraturan yang ada di Indonesia. Apabila di lapangan ditemukan
hama maupun penyakit yang selama ini belum pernah ditemukan dan dimungkinkan sebagai
hama baru, maka segera laporkan pada pihak yang berwenang atau Dinas Pertanian setempat.
2. Pengendalian secara fisik
Untuk penyakit tertentu, pengendalian fisik dapat dilakukan dengan merendam benih dalam
air panas dengan suhu tertentu. Untuk serangga hama biasanya dilakukan dengan
menggunakan mulsa plastik untuk mencegah larva berpupa di dalam tanah dan plastik dapat
memantulkan sinar yang menyebabkan serangga yang hidup di bawah permukaan daun
terganggu.
3. Pengendalian kultur teknis
Penerapan teknologi ini dilakukan dengan merancang sistem budidaya tanaman sayuran yang
menyebabkan tanaman tersebut tidak lagi menjadi tempat yang kondusif bagi perkembangan
hama dan patogen. Kegiatan pengendalian dapat dimulai sejak pengolahan tanah, pengaturan
jarak tanam, tumpang sari, dan pemupukan berimbang yang membuat tanaman sehat.
4. Pengendalian alami dan pengendalian hayati
Tanaman sayuran pada umumnya berumur pendek dan ditanam sebagai bagian dari rotasi
tanaman padi atau rotasi di antara tanaman sayuran lain. Kondisi ini seringkali tidak mampu
memberikan kemanfaatan yang maksimum bagi musuh alami untuk bekerja mengendalikan
hama yang biasanya datang terlebih dulu dan berkembang dengan cepat. Oleh karena itu,
penyediaan tanaman refugia dapat membantu proses konservasi musuh alami saat terjadi
transisi dari tanaman satu dengan tanaman lain dengan menyediakan habitat tempat hidup dan
sumber pakan.
5. Pengendalian dengan pestisida
Teknologi ini merupakan pilihan terakhir kalau teknologi lain yang sudah diterapkan tidak
mampu mengendalikan perkembangan populasi hama atau intensitas kerusakan tanaman.
Identifikasi hama yang tepat dan pemilihan pestisida yang sesuai dengan hama sasaran
merupakan tahap pertama yang akan menentukan keberhasilan pengendalian. Penggunaan
pestisida harus sesuai dengan takaran dan rekomendasi yang ada di dalam label dan pengguna
harus menggunakan pakaian yang sesuai untuk menutupi tubuh sehingga terhindar dari
kontaminasi. Telah banyak dilaporkan bahwa penggunaan pestisida yang sama akan
menyebabkan hama menjadi resisten. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menghambat
terjadinya resistensi adalah melakukan rotasi dengan pestisida yang mempunyai cara kerja
yang berbeda

2.9 Pengertian Pengelolaan Hama Terpadu


Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) adalah merupakan program pengelolaan pertanian secara
terpadu dengan memperhatikan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan budaya untuk
menciptakan suatu sistem pertanian yang berkelanjutan dengan menekan terjadinya
pencemaran terhadap lingkungan oleh pestisida dan kerusakan lingkungan secara umum
dengan memanfaatkan berbagai Teknik pengendalian yang layak (kultural, mekanik, fisik dan
hayati). Konsep dasar PHT adalah menggunakan pengetahuan tentang biologi, perilaku, dan
ekologi hama untuk menerapkan serangkaian taktik sepanjang tahun secara terpadu yang
menekan dan mengurangi populasi mereka. Pendekatan ini mempertimbangkan taktik untuk
menekan atau menghindari hama di seluruh lahan pertanian dan sekitarnya, dan taktik untuk
mengelola hama dan populasi serangga yang menguntungkan dalam tanaman, termasuk
penggunaan insektisida yang bertanggung jawab. Ada empat unsur dalam PHT, antara lain :
a. Pengendalian alamiah, yaitu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi populasi
hama;
b. Ambang Ekonomi (AE) dan Tigkat Kerusakan Ekonomi (TKE), yaitu untuk
mengetahui kapan pengendalian dilakukan;
c. Monitoring (Teknik Sampling), yaitu mengamati secara berkala polupasi hama dan
musuh alaminya;
d. Biologi dan Ekologi, yaitu untuk tanaman, musuh alami, dan hama.

Anda mungkin juga menyukai