POLA TANAM
POLIKULTUR DAN MONOKULTUR
OLEH:
Istilah Cropping system mengacu pada tanaman dan urutan tanaman dan
teknik-teknik manajemen yang digunakan pada bidang tertentu selama beberapa
tahun (Nafziger, 2009). Sistem pertanaman (Cropping system) dapat didefinisikan
sebagai komunitas tanaman yang dikelola oleh petani untuk mencapai berbagai
tujuan manusia (Pearson et al., 1995).
Dalam sistem pertanaman dikenal istilah pola tanam. Pola tanam merupakan
suatu urutan atau kombinasi tanam pada suatu bidang lahan dalam satu tahun
penanaman. Satu tahun penanaman tersebut sudah termasuk dengan pengolaan
tanah sampai suatu komoditas tanaman yang dipanen. Pola tanam merupakan
salah satu bentuk teknologi budidaya pertanian yang bertujuan untuk
mengoptimalkan semua potensi yang ada berkaitan dengan efisiensi penggunaan
lahan. Perbedaan kondisi lahan memungkinkan adanya beragam jenis pola tanam.
Selain untuk efisiensi penggunaan lahan, pola tanam juga dimaksudkan untuk
meminimalisir resiko kegagalan suatu jenis komoditas (Hidayat, 2013).
Pertanaman monokultur merupakan pola tanam dengan membudidayakan
hanya satu jenis tanaman dalam satu lahan pertanian selama satu tahun. Misalnya
pada suatu lahan hanya ditanami padi, dan penanaman tersebut dilakukan sampai
tiga musim tanam (satu tahun).
Kelebihan pola monokultur adalah (Hidayat, 2013):
dapat mengintensifkan suatu komoditas pertanian
lebih efisien dalam pengelolaan
mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Kelemahan dari pola monokultur ini adalah (Hidayat, 2013):
input yang digunakan lebih banyak agar didapatkan hasil yang banyak.
menyebabkan meledaknya populasi hama yang membuat berkurangnya hasil
pertanian.
tidak adanya nilai tambah komoditas lain
Usaha tani monokultur pada lahan relatif sempit kurang menguntungkan,
kegagalan panen berarti kerugian sangat besar. Polikultur dengan sistem pola
tanam yang tepat dapat mengatasi kerugian akibat gagal panen dari satu jenis
komoditas. Teknologi ini pada tanaman jarak pagar belum banyak diketahui.
Aspek teknis yang perlu diperhatikan adalah kompatibilitas antara tanaman pokok
dan tanaman sela, agar tidak ada pengaruh yang saling merugikan, persaingan
cahaya, air, hara, CO2, tidak terserang hama dan penyakit yang sama dengan
tanaman pokok, serta memiliki pengaruh yang saling menguntungkan dalam
memenuhi kebutuhan hara. Sedangkan untuk aspek lingkungan, perlu
dipertimbangkan pelestarian hayati agar tidak terjadi erosi, tetapi membentuk
reklamasi lahan ke kondisi yang lebih baik (Wahid, 1992).
Pertanaman polikultur adalah penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada
suatu lahan pertanian dalam waktu satu tahun. Penanaman lebih dari satu jenis
tanaman ini bisa dalam satu waktu atau juga bisa dalam beberapa waktu tetapi
dalam satu tahun. Dalam satu waktu
contohnya adalah penanaman jagung bersamaan dengan kacang tanah dalam satu
lahan dalam satu waktu tanam. Dalam beberapa waktu misalnya penanaman padi
pada musim pertama kemudian dilanjutkan penanaman jagung pada musim kedua.
Pemilihan pola polikultur dipengaruhi oleh ketersiediaan air. Umumnya, pada
daerah pertanian yang curah hujan tidak merata sepanjang tahun dan irigasi teknis
tidak tersedia, pola yang digunakan adalah pola polikultur. Untuk meminimalisir
gagal panen, maka pada musim di mana hujan sangat minim, lahan ditanami
dengan tanaman yang hanya membutuhkan sedikit air, seperti jagung atau kacang
hijau (Hidayat, 2013).
Pertanaman polikultur dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Tumpangsari (Intercropping)
Inter cropping adalah penanaman secara pola baris sejajar rapi dan
konservasi tanah dimana pengaturan jarak tanamnya sudah ditetapkan dan
pada format satu baris terdiri dari satu jenis tanaman dari berbagai jenis
tanaman (Kustantini, 2013). Atau lebih sederhananya yaitu Tumpang sari
adalah teknik budidaya tanaman yang membudidayakan lebih dari satu
tanaman pada satu lahan yang sama pada periode tanam yang sama (Hidayat,
2013). Kegunaan sistem ini yaitu biasanya digunakan pada tanaman yang
mempunyai umur berbuah lebih pendek, sehingga dalam penggolahan tanah
tidak sampai membongkar lapisan tanah yang paling bawah/bedrock,
sehingga dapat menekan penggunaan waktu tanam (Kustantini, 2013).
B.Pembahasan
Penanaman beberapa jenis tanaman dalam system ganda (multiple cropping)
merupakan satu usaha untuk meningkatkan hasil pertanian, dengan
memperhatikan pemilihan kombinasi tanaman yang tepat, sehingga tidak
menimbulkan medan persaingan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal
mendapatkan radiasi matahari, air dan nutrisi yang akan berpengaruh pada
pertumbuhan maupun hasil
Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa tanaman yang ditanam pada
lahan monokultur lebih besar hasil nya dari pada tanaman yang di tanam
pada lahan polikultur hal ini dapat di pengaruhi oleh berbagai macam
faktor, yaitu, adanya hama yang menyerang lahan polikultur hal tersebut
menyebabkan hasil yang didapat sedikit, setiap tanaman jagung memiliki
minimal 1 tongkol jagung dan ada beberapa batang jagung memiliki 2
tongkol. Tetapi akibat adanya hama dan hama tersebut tidak dikendalikan,
hasil yang didapatkan menjadi tidak maksimal. Sedangkan jagung pada
lahan monokultur, meniliki hasil yang tidak terlalu bagus karena tongkol
yang dipanen kebanyakan tidak berisi dan tongkolnya masih banyak yangt
kecil kecil hal ini dapat disebabkan oleh lahan yang di gunakan
kekurangan unsur hara atau lahan yang digunakan tidak terlalu bagus
untuk di tanami jagung. Pada lahan monokultur tekstur tanahmya basah
atau dapat dikatakan liat. Tanah ini tidak tertalu bagus digunakan budidaya
tanaman jagung. Karena akar tanaman jagung sulit tumbuh pada tanah
yang liat oleh karena itu tanaman jagung monokultur yang ditanam tidak
terlalu bagus pertumbuhannya.
Tanaman kangkung yang di budidayakan tumpang sari dengan jagung,
tumbuh dengan baik, hal ini di karenkan tanaman kangkung yang ditanam
seminggu sebelum tanaman jagung di tanam sehingga tanaman kangkung
masih mendapatkan sinar matahari yang cukup dan tidak adanya
persaingan dalam unsur hara. Tetapi untuk kangkung yang di tanam untuk
kedua kalinya tidak memperlihatkan hasil yang terlalu bagus, hal ini
disebabkan oleh tanaman kangkung bersaing hara dengan tanaman jagung
yang sudah berumur 3 minggu, kemudian tanaman kangkung tidak
mendapatkan cukup unsur hara. Hal ini disebabkan oleh tanaman jagung
sudah tinggi dan daun dari tanaman jagung sudah lebar dan menutupi
permukaan tanah sehingga tanaman jagung tidak terlalu banyak
mendapatkan cahaya matahari. Oleh karena itulah tanaman kangkung yang
kedua lebih sedikit menghasilkan dari pada tanaman yang pertama.
Dapat kita lihat pada tabel hasil, bahwa nilai NKL dari tumpangsari
jagung dan kangkung yaitu lebih kecil dari 1 hal tersebut mengartikan
bahwa, sebaiknya di lakukan budidaya dengan pola tanam monokultur hal
tersebut dikarenakan dengan pola tanam monokultur lebih menguntungkan
dari pada budidaya denga pola tanam polikultur pada kasus ini.
Sementara berdasarkan literatur dapat diketahui bahwa tumpang sari suatu
tanaman merupakan salah satu bentuk atau cara pengaturan tanaman dalam satu
lahan. Penanaman tumpang sari disamping dapat meningkatkan produk total, juga
meningkatkan pedapatan yang lebih besar dibandingkan dengan penanaman
monokultur. Selain itu, tumpang sari juga dapat meningkatkan daya guna zat hara
dalam tanah, dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ruang dan cahaya,
mengurangi gangguan hama, penyakit dan gulma serta mengurangi besarnya
erosi. Dalam tumpang sari (intercropping) selain terjadi adanya persamaan
kebutuhan pertumbuhannya, maka pola pertanaman untuk tanaman bersamaan
waktu masaknya dapat memberikan total produksi yang lebih tinggi dibandingkan
pola tanam system monokultur.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pola tumpangsari adalah waktu tanam,
karena waktu tanam berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif yang lebih cepat
dan dominan menguasai ruang maka akan lebih mampu berkompetisi dalam
memperebutkan air, unsur hara dan cahaya dibandingkan dengan pertumbuhan
vegetatifnya yang lambat, akhirnya mempengaruhi produksi.
Dalam sistem tumpangsari waktu tanam juga mempunyai peranan yang
penting terutama pada tanaman yang peka terhadap naungan. Tumpangsari antara
jagung dan kangkung sering berakibat ternaungi kangkung oleh tanaman jagung
manis. Untuk mengurangi pengaruh tersebut, waktu tanam jagung dan kangkung
harus diatur agar pada periode kritis dari suatu pertumbuhan terhadap persaingan
dapat ditekan.
Pertumbuhan tanaman jagung polikultur dan monokultur sangat berbeda jauh.
Pada variabel tinggi tanaman, panjang daun terpanjang, lebar daun dan jumlah
daun memperlihatkan perbedaan yang berbeda nyata. Hasilnya memperlihatkan
bahwa tanaman jagung yang dibudidayakan pada lahan polikultur lebih bagus
pertumbuhannya dari pada tanaman jagung yang dibudidayakan pada pola tanam
monokultur tetapi tidak pada hasilnya yang di karenkan adanya hama pada lahan
polikultur.
Bedasarkan literatur seharusnya kangkung dapat ditanam bersamaan
dengan waktu tanam jagung manis, sampai dengan tiga minggu setelah
tanam jagung manis dan menguntungkan dalam pola tanam tumpangsari.
Tetapi pada praktikum ini faktor kesuburan tanah yang kendala sehingga
tanaman jagung yang di tanam pada pola tanam monokultur lebih banyak
hasilnya dari pada tanaman jagung yang di tanam dengan pola tanam
polikultur tumpang sari dengan kangkung.
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa
budidaya tanaman jagung dan kangkung baiknya dilakukan dengan pola
tanam monokultur. Karena dari hasil terlihat dengan pola tanam
monokultur lebih banyak menghasilkan dari pada dengan pola tanam
polikultur.
B.Saran
Sebaiknya sebelum praktikum dilaksanakan, praktikan sudah
diberikan materi terlebih dahulu agar praktikum berjalan lancar dan juga
sebaiknya praktikan diberikan modul dan mengetahui tujuan praktikum
agar praktikum berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Buhaira, 2007. Respon Kacang Tanah (Arachis hypogea, L) dan Jagung (Zea
mays, L) terhadap beberapa Pengaturan Tanam Jagung pada Sistem Tanam
Tumpangsari. J. Agron. 11(1) : 41 – 46.
Dewi, S.S., R. Soelistyono, dan A. Suryanto, 2014. Kajian Pola Tanam
tumpangsari Padi Gogo (Oryza sativa L.) dengan Jagung Manis (Zea mays
saccharata Sturt L). J. Produksi Tanaman Vol. 2 (2): 137-144.
Distan. 2012. Tanam padi sistem jajar legowo.
<http://distan.majalengkakab.go.id/bid-tp/index.php?
option=com_content&view=article&id=2:tanam-padi-sistem-jajar-
legowo&catid=2:berita>. Diakses 14 Desember 2019.
Edy, Tohari, D. Indradewa, dan D. Shiddieq, 2011. Respon Tanaman Jagung
Tumpangsari Kacang Hijau terhadap Perlakuan Parit pada Lahan Kering. J.
Agrotropika Vol. 16 (1): 38-44.
Ekawati, R., Susila, A. D., Kartika, J. G., 2010. Pengaruh Naungan Tegakan
Pohon terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Beberapa Tanaman sayuran
Indegenous. J. Hort. Indonesia Vol. 1 (1): 46 – 52.
Girsang, R., 2002. Nilai Produksi Lahan dan Indeks Persaingan Tumpangsari
Bawang Merah dengan Cabai Merah pada Tingkat Pemupukan yang Berbeda.
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.Herlina, 2011.
Kajian Variasi Jarak Tanam Jagung Manis dalam Sistem Tumpangsari Jagung
Manis dan Kacang tanah. Artikel Program Pasca Sarjana Universitas Andalas.
Padang.
Karima, S.,S., Nawawi, M., Herlina, N., 2013. Pengaruh Saat Tanam Jagung
dalam Tumpangsari Tanaman Jagung (Zea mays, L) dan Brokoli (Brassica
oleraceae, L var. botrytis). J. Produksi Tanaman Vol. 1 (3):1 – 7.
Marliah, A., Jumini, Jamilah, 2010. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan pada
Sistem Tumpangsari Beberapa Varietas Jagung Manis dengan Kacang Merah
terhadap Pertumbuhan dan Hasil. J. Agrista Vol. 14 (1): 30 – 38.
Nurhidayati, I. Pujiwati, A. Solichah, Djuhari, dan A. Basit. 2008. Pertanian
organik. suatu kajian sistem pertanian terpadu dan berkelanjutan.
<http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/10/E-BOOK-
PERTANIAN-ORGANIK.pdf>. Diakses 14 Desember 2019