Anda di halaman 1dari 38

DAFTAR ISI

KELIMPAHAN GULMA DI DALAM TANAH................................................................1

KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK GULMA..........................................................6

VEGETASI GULMA DAN PENGOLAHAN LAHAN....................................................16

REPRODUKSI GULMA...................................................................................................22

ALELOPATI DAN KOMPETISI......................................................................................26

PENGENALAN KLASIFIKASI HERBISIDA DAN ASPEK PENANGANAN.............30

KALIBRASI FORMULASI DAN TEKNIK APLIKASI HERBISIDA...........................38

1
KELIMPAHAN GULMA DI DALAM TANAH

TUJUAN
1. Mengetahui terminologi gulma dan karakteristik gulma.
2. Mengetahui macam dormansi benih pada gulma.
3. Mengetahui Seed Dispersal (Penyebaran benih Gulma)
4. Mengetahui keberadaan Weed seed Bank Pada suatu areal tertentu
5. Mengetahui pengaruh kedalaman tanah terhadap keberadaan Weed seed
bank di suat areal tertentu

PENDAHULUAN
Ilmu Gulma merupakan ilmu yang mempelajari segala hal tentang gulma
dan aspek pengendaliannya. Sedangkan pengertian gulma itu sendiri, para ahli
mencoba memberikan definisi berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda.
Definisi gulma secara sederhana dikemukakan oleh Prof. Beal sebagai “ a plant
out of place” yaitu tumbuhan/ tanaman yang tumbuh tidak pada tempatnya.
Menurut Mangoensoekarjo, Gulma yaitu tumbuhan yang nilai negatifnya melebihi
nilai positifnya. Sedangkan menurut Soejarni, Gulma merupakan tumbuhan yang
peranan/ manfaatnya belum sepenuhnya diketahui.
Gulma berbeda dengan tumbuhan liar maupun tumbuhan Ruderal.
Tumbuhan liar merupakan tumbuhan yang hidup dihabitat alaminya (bukan di
areal budidaya pertanian) yang belum mengalami kerusakan. Sedangkan
tumbuhan ruderal merupakan tumbuhan yang hidup di habitat alaminya yang
sudah mengalami kerusakan. Contohnya, gulma yang tumbuh di tepi jalan, yang
rusak karena terkena lindas ban kendaraan, dll.
Karakteristik Gulma (yang membedakannya dengan tumbuhan maupun
tanaman) yaitu: Pertumbuhannya cepat, Mengalami kemampuan reproduksi ganda
(vegetatif dan generatif), Tidak serempak matangnya, Platisitas Enviromental,
tahan terhadap pembusukan, bentuk ataupun ukuran biji gulma hampir sama
dengan tanaman budi daya, batang gulma dapat menghasilkan biji yang viabel
2
(hampir semua dapat berkecambah), kemampuan untuk menghasilkan cadangan
makanan sangat tinggi, kemampuan Resistensi terhadap herbisida, dll.
Dormansi benih pada gulma merupakan fase di mana proses
metabolismenya mengalami istirahat. Ada 2 pendapat ahli tentang tipe dormansi
benih. Ada ahli yang membaginya secara dormansi fisik dan dormansi Fisiologis.
Juga ada ahli yang membaginya dalam dormansi primer (innate), dormansi
sekunder (induced), dan enforced.
Penyebaran benih gulma dapat melalui dimensi ruang dan waktu.
Penyebaran melalui ruang melibatkan pergerakan fisik biji gulma dari satu ke
tempat yang lain. Jumlah biji gulma yang jatuh per unit area ditentukan oleh
beberapa faktor yaitu: Ketinggian dan jarak biji berasal, banyaknya biji pada
tumbuhan asal, daya sebar biji gulma (tentang assesori biji gulma, berat biji, dll)
dan aktivitas agen penyebar.

Gambar 1. Modifikasi biji gulma sebagai alat bantu penyebaran


Sumber: ppt_Dr.Irawati M Rur.Sc_weed_dispersal

Penyebaran melalui dimensi waktu adalah kemampuan biji untuk tetap


berada dalam kondisi dorman selama periode waktu tertentu. Keberhasilan
penyebaran suatu spesies ditingkatkan oleh kondisi dormansinya. Jika suatu waktu
biji jatuh pada kondisi mikroklimat yang sesuai untuk bertahan, maka biji tersebut
masih akan tetap dorman.

Kondisi benih gulma di seed Bank


3
Seed Bank didefinisikan sebagai jumlah biji viabel yang tersimpan di
permukaan tanah dan di dalam tanah. Benih gulma dapat memiliki banyak kondisi
setelah mereka disebar ke tanah (Gambar 2). Dari banyak benih di bank benih,
sangat sedikit yang benar-benar akan muncul dan menghasilkan tanaman.
Sebagian besar biji akan mati, terurai atau dimakan sebelum berkecambah. Dari
yang berkecambah, beberapa akan mati sebelum menghasilkan tumbuhan dewasa
(Menalled, 2013). Predasi benih biasanya paling baik ketika benih gulma tetap
berada di permukaan dan ada penutup residu yang cukup untuk predator. Predator
umum seperti kumbang tanah atau jangkrik dapat mengurangi munculnya benih
gulma sebesar 5 hingga 15% (White et al., 2007). Hewan yang lebih besar seperti
tikus dan burung juga dapat mengkonsumsi biji gulma dalam jumlah yang
signifikan.

Gambar 2. Kondisi biji gulma di dalam tanah


Sumber: Menalled, 2013

Distribusi Benih Gulma di Seed bank


Dalam seed bank, Benih gulma tersebar baik secara horizontal maupun
vertikal dalam profil tanah. Distribusi Horizontal benih gulma mengikuti arah
baris tanaman, sedangkan jenis persiapan lahan merupakan faktor utama yang
menentukan distribusi vertikal benih gulma dalam profil tanah. Di ladang yang
dibajak (Moidboard plow), sebagian besar benih gulma dikubur empat hingga
enam inci di bawah permukaan (Cousens dan Moss, 1990). Di bawah sistem
pengolahan tanah yang berkurang seperti chisel plow, sekitar 80 hingga 90 %
4
benih gulma didistribusikan di empat inci teratas. Di lahan tanpa olah (No Till),
sebagian besar benih gulma tetap berada di permukaan tanah atau dekat
permukaan tanah. Clements et al. (1996) telah menunjukkan bahwa tekstur tanah
dapat mempengaruhi distribusi benih gulma dalam profil tanah di bawah sistem
persiapan lahan yang berbeda ini (Gambar 3).

Gambar 3. Distribusi vertikal dari benih gulma di tekstur tanah pasir berlempung
(atas) dan tanah lempung berdebu (bawah). Sumber: Clements et al.
(1996)

Bahan dan alat : 2 Plastik Mika ukuran besar, 1 kg sampel tanah yang sudah
dikering anginkan, sprayer, air, alat tulis, kamera dan dokumentasi.
Cara kerja: Pengambilan tanah dilakukan beberapa hari sebelum praktikum di
labor, dengan pembagian kelompok per kedalaman tanah yang akan
diambil: 0-10 cm, 10-20 cm, 20-30 cm, dan 30-40 cm. Kemudian,
Timbang tanah yang sudah dikering anginkan sebanyak ½ kg per plastik
Mika, lalu diberi label. Tanah disemprot dengan air 1 kali dalam 2 hari
(kondisikan tanah dalam keadaan lembab). Penyiraman dilakukan selama 4
minggu, dan pengamatan dilakukan 1 x pada saat hari terakhir penyiraman,
dengan variabel pengamatannya: Jumlah Gulma yang tumbuh, Jumlah
Gulma/ Spesies Gulma, dan bobot basah atau bobot kering gulma.
Kemudian masukkan data pengamatan ke dalam log book praktikum.
Sumber:

5
Hossain and Begum. 2015. Soil weed seed bank: Importance and management for
sustainable crop production- A Review. Jurnal Bangladesh Agril.
Univ.Hal. 13(2): 221–228.

KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK GULMA

6
TUJUAN
1. Mengetahui jenis klasifikasi gulma berdasarkan morfologi, siklus
hidup, habitat atau tempat hidup, pengaruh terhadap tanaman
perkebunan.
2. Mampu membedakan jenis gulma berdasarkan karakteristik gulma.
3. Mengetahui nama daerah, latin, dan bahasa inggris gulma

PENDAHULUAN
Klasifikasi atau penggolongan gulma diperlukan untuk memudahkan
dalam mengenali atau mengidentifikasi gulma. Dasar pengelompokan suatu jenis
gulma ditentukan menurut kebutuhan tertentu. Gulma dapat dibedakan
berdasarkan:
1. Morfologi Gulma
Gulma dibedakan menjadi gulma berdaun sempit (grasses), gulma teki- tekian
(sedges), gulma berdaun lebar (broad leaves), gulma pakis-pakisan (ferns).
a. Rerumputan (grasses)
Gulma ini ukurannya bervariasi, dengan pertumbuhan tegak atau
menjalar, dapat berumur setahun ataupun tahunan. Batangnya terbagi
menjadi ruas dengan buku-buku yang terdapat diantara ruas. Daun
tumbuh berselang-seling pada setiap buku, daun terdiri dari pelepah dan
helaian daun. Contohnya: Axonopus compressus (rumput pahit), Imperata
cylindrica (alang-alang), Leersia hexandra (rumput banto).
b. Berdaun lebar (broad leaf)
Gulma berdun lebar umumnya terdiri dari tumbuhan berkeping dua
(dikotil) dan beberapa berkeping satu (monokotil). Memiliki daun yang
melebar, tumbuh tegak dan menjalar. Contohnya: Ageratum conyzoides
(babadotan), Melastoma malabathricum (sikeduduk), Commelina
nudiflora (rumput aur-aur) (monokotil).
c. Teki-tekian (sedges)
Gulma ini memiliki bentuk yang mirip dengan rerumputan, namun kita
dapat membedakannya melalui batangnya yang berbentuk segitiga.

7
Contohnya: Cyperus rotundus (teki), Fimbristylis miliacea (adas-adasan),
Cyperus kyllingia (rumput knop).
d. Pakis-pakisan (ferns)
Gulma ini umumnya berkembang biak dengan spora berbatang tegak atau
menjalar. Contoh gulma pakis-pakisan antara lain Stenochlena palustris
(pakis kresek) dan Dicranopteris linearis (pakis kawat)

2. Siklus Hidup Gulma


Gulma dibedakan menjadi gulma semusim (annual weeds), gulma dua musim
(biannual weeds), dan gulma tahunan (perennial weeds)
a. Gulma semusim/setahun (annual weeds)
Siklus hidup gulma ini mulai dari berkecambah, berproduksi, sampai
akhirnya mati berlangsung selama satu tahun. Pada umumnya gulma ini
mudah dikendalikan, tetapi pertumbuhannya sangat cepat karena
produksi bijnya sangat banyak. Oleh karena itu, biaya pengendalian
gulma semusim lebih besar. Contoh gulma semusim, antara lain
Ehinochloa colonum (rumput bebek), Ageratum conyzoides (Babadotan),
Amaranthus spinosus (Bayam berduri).
b. Gulma dua tahunan (biannual weeds)
Siklus hidup gulma ini lebih dari satu tahun, tetapi tidak lebih dari dua
tahun. Pada tahun pertama gulma ini menghasilkan roset, sedangkan pada
tahun kedua gulma ini berbunga, menghasilkan biji, dan paa akhirnya
mati. Contoh gulma dua musim antara lain Verbascum thapsus dan
Cirsium vulgare.
c. Gulma tahunan (perennial weeds)
Gulma yang menghasilkan organ vegetatif secara terus menerus sehingga
memungkinkannya hidup lebih dari dua musim atau dua tahun disebut
gulma musiman atau gulma tahunan. Gulma yang memiliki organ
perkembangbiakan ganda, yaitu secara generative dengan biji dan
secaravegetatif dengan rizom/ rimpang, umbi, daun, atau stolon,
umumnya termasuk dalam gulma musiman. Contoh gulma tahunan
antara lain Imperata cylindrical (lalang) dan Cyperus rotundus (teki)

3. Habitat Tumbuh Gulma

8
Gulma dibedakan menjadi gulma air (aquatic weeds), gulma daratan
(teresterialweeds), dang gulma yang menumpang pada tumbuhan lain (aerial
weeds)
a. Gulma darat (terrestrial weeds)
Gulma yang tumbuh di tanah kering, gulma ini terdiri dari gulma
semusim, dua tahunan, dan tahunan, rerumputan, berdaun lebar, maupun
teki-tekian.
b. Gulma air (aquatic weeds)
Gulma yang pertumbuhan atau persyaratan hidupnya harus berada di
daerah perairan seperti sawah, kolam, danau, rawa, dan sebagainya.
Gulma ini tumbuh di air, baik mengapung, tenggelam, ataupun setengah
tenggelam. Contohnya: Eichhornia crassipes (eceng gondok), Hydrilla
verticillata, Limnocharis flava (genjer)
c. Gulma menumpang pada tumbuhan lain (aerial weeds)
Gulma golongan ini bersifat epifit atau parasit dengan cara tumbuh
menempel pada tumbuhan lain. Contoh gulma yang tergolong dalam
aerial weeds adalah tali putri Cuscuta sp., duduwitan Desmodium sp.,
benalu dan sebagainya.

4. Pengaruh terhadap Tanaman Perkebunan


Gulma dibedakan menjadi gulma kelas A,B,C,D, dan E.
1. Gulma kelas A.
Gulma yang digolongkan kelas A yaitu jenis-jenis gulma yang sangat
berbahaya bagi tanaman perkebunan sehingga harus diberantas secara
tuntas. Contoh jenis gulma kelas A yaitu Imperata cylindrica dan Mikania
micrantha
2. Gulma kelas B
Gulma yang digolongkan kelas B yaitu jenis-jenis gulma yang merugikan
tanaman sehingga perlu dilakukan tindakan pemberantasan atau
pengendalian. Contoh jenis gulma kelas B antara lain Melastoma
malabathricum (sikeduduk) dan Scleria sumantrensis (kerisan)
3. Gulma kelas C
Gulma yang digolongkan kelas C yaitu jenis-jenis gulma yang merugikan
tanaman perkebunan. Gulma tersebut memerlukan tindakan pengendalian,
tetapi tindakanpengendalian tersebut tergantung pada keadaan, misalnya

9
ketersediaan biaya atau mempertimbangkan segi estetika (kebersihan
kebun). Contoh jenis gulma kelas C yaitu Paspalum conjugatum (pakis).
4. Gulma kelas D
Gulma yang digolongkan kelas D yaitu jenis-jenis gulma yang tidak
begitu merugikan tanaman perkebunan, tetapi tetap memerlukan tindakan
pengendalian. Contoh jenis-jenis gulma kelas D yaitu Ageratum
conyzoides dan Digitaria sp.
5. Gulma Kelas E
Gulma yang digolongkan kelas E merupakan jenis-jenis gulma yang pada
umumnya bermanfaat bagi tanaman perkebunan karena dapat berfungsi
sebagai pupuk hijau. Gulma ini dibiarkan tumbuh menutupi gawangan
tanaman. Akan tetapi tetap perlu tindakan pengendalian jika
pertumbuhannya sudah menutupi piringan atau jalur tanaman. Contoh
gulma kelas E ini yaitu Colopogonium caeruleum, Pureria javanica, dan
Centrosema pubersens.

Gulma mempunyai empat sifat unggul yang dimiliki gulma dan jarang
ditemui pada tanaman adalah :penguasaan areal yang baik, biji yang dihasilkan
memiliki masa dormansi, daya adaptasi sangat tinggi, dan penyebaran luas.
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki tersebut, maka batasan gulma yang lebih
cocok adalah “tumbuhan yang kompetitif, persisten, dan jahat”, gulma dengan
julukan seperti itu dikenal sebagai gulma sejati
Kompetisi gulma-tanaman baik langsung atau tidak langsung pada sistem
produksi tanaman dikaitkan dengan ketersediaan sarana tumbuh yang terbatas
jumlahnya, seperti air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Penentu tingkat
kompetisi gulma adalah: jenis gulma, populasi, waktu kehadiran, kultur teknis,
dan alelokimia.
Persisten adalah istilah yang digunakan pada gulma yang senantiasa
muncul dari masa ke masa pada lahan yang diganggu oleh manusia. Beberapa
faktor yang menyebabkan kondisi tersebut yaitu : jumlah biji yang dihasilkan
banyak, memiliki masa hidup yang panjang, dan mudah diangkut atau terangkut
ketempat lain.
Sifat gulma yang terakhir adalah jahat, merusak atau merugikan.
Kehilangan hasil tanaman yang diderita akibat berinteraksi dengan gulma
10
merupakan refleksi akhir dari proses kompetisi yang berjalan sepanjang interaksi
tersebut terjadi.
Tabel 2. Klasifikasi dan karakteristik gulma

Alat : kamera, HP (download aplikasi Pl@ntNet)

Bahan: Gulma berdaun sempit 5 jenis, gulma teki 5 jenis, gulma daun lebar
10 jenis, gulma semusim 2 jenis, gulma dua musim 2 jenis, gulma tahunan 2
jenis, gulma air 2 jenis, gulma daratan 2 jenis,
Nb: tiap kelompok berbeda jenis gulmanya.
Cara kerja: gulma yang telah diambil dilapangan difoto, lalu
diklasifikasikan dan dicatat karakteristik gulma di lapora

11
LAPORAN PRAKTIKUM
Tabel 3. Hasil klasifikasi dan karakteristik berbagai jenis gulma
Gambar gulma Nama daerah, nama Klasifikasi karakteristik
Latin, nama Inggris

12
LAPORAN PRAKTIKUM III
No Nama gulma Cara perkembangbiakkan Cara penyebaran Gambar organ
perkembangbiakkan

13
VEGETASI GULMA DAN PENGOLAHAN LAHAN

TUJUAN
1. Memahami cara yang digunakan dalam analisis vegetasi gulma
dengan pengamatan petak contoh
2. Menghitung nilai SDR dari identifikasi petak contoh
3. Mengetahui metode analisis vegetasi gulma dengan metode kuadrat
4. Mengetahui cara pengolahan lahan dengan vegetasi gulma

PENDAHULUAN
Identifikasi gulma adalah suatu metode pengenalan gulma dengan cara
menentukan nama botani dan takson gulma yang akan dikenali. Identifikasi sangat
penting terutama dalam memahami tanda-tanda karakteristik gulma karena akan
lebih mudah untuk melakukan pengendalian terhadap gulma tersebut. Dalam
identifikasi gulma diperlukan pengetahuan dasar ilmu botani,alat bantu seperti
buku pedoman identifikasi , herbarium, dan sebagainya, serta latihan
keterampilan.
Mengindentifikasi gulma dengan gambar lebih praktis karena banyak
publikasi gambar-gambar gulma. Tanda-tanda yang dipakai dalam identifikasi
gulma terbagi atas sifat vegetatif dan sifat generatif. Sifat vegetatif gulma antara
lain : perakaran, bagian batang, cabang, kedudukan daun, dan lain-lain.
Sedangkan sifat generatif gulma antara lain : warna bunga, bentuk bunga, dan
lain-lain.

Metode identifikasi gulma dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu :


a) Identifikasi gulma yang masih belum diketahui dalam llmu pengetahuan, tugas
ini sepenuhnya diserahkan pada ahli taksonomi profesional, bukan praktisi.
b) Identifikasi gulma yang belum dikenal tetapi sudah diketahui dalam dunia
ilmu pengetahuan;cara mengidentifikasi dapat dilakukan dengan
menggunakan buku kunci atau pedoman identifikasi yang memuat nama
gulma,uraian umum, ciri-ciri botani gulma,gambar gulma,uraian penyebaran
dan status gulma.
Beberapa buku kunci identifikasi yang dapat digunakan adalah :
1. Grass Weeds 1,Grass Weeds 2, dicot Weeds 1, Monocot Weeds 3 yang
disusun oleh Ciba Geigy (1981)
2. Weeds of rice in Indonesia (Soerjani et al., 1987)
3. Chinese Colored Weed Ilustrated Book ( Dept. Pertanian China dan
Jepang, 2000)
4. Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan
Aceh ( Nasution, 1986)
5. Pedoman pengenalan Gulma Penting pada Tanaman Perkebunan
(DeptanDirjenbun, 1984)
6. Beberapa Jenis Gulma Pada Padi Sawah (Sundaru dkk,1976)
7. Dll

Vegetasi dapat diartikan sebagai komunitas tumbuhan yang menempati


suatu ekosistem. Komposisi vegetasi sering kali berubah seiring dengan
berjalannya waktu, perubahan iklim, dan aktivitas manusia. Perubahan vegetasi
ini mendorong perlu dilakukannya analisis vegetasi. Analisis vegetasi merupakan
suatu cara untuk menemukan komposisi jenis vegetasi dari yang paling dominan
hingga tidak dominan. Vegetasi gulma dapat dianalisis dengan cara mengamati
jenis (spesies) gulma yang tumbuh serta dominansinya pada pertanaman (Syawal,
2010).
Dalam kaitannya dengan gulma, analisis vegetasi digunakan untuk
mengetahui gulma- gulma yang memiliki kemampuan tinggi dalam penguasaan
sarana tumbuh dan ruang hidup. Penguasaan sarana tumbuh pada umumnya
menentukan gulma tersebut penting atau tidak. Populasi gulma yang bersifat
dominan ini nantinya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan
keputusan pengendalian gulma.
Metode analisis vegetasi yang lazim digunakan ada 4 macam yaitu
estimasi visual, metode kuadrat, metode garis dan metode titik (Tjitrosoediro dkk.
1984), sebagai berikut:

15
1. Metode estimasi visual. Pengamatan dilakukan pada titik tertentu yang
selalu tetap letaknya, misalnya selalu di tengah atau di salah satu sudut
yang tetap pada petak contoh yang telah terbatas. Besaran yang dihitung
berupa dominansi yang dinyatakan dalam persentase penyebaran. Estimasi
visual dilakukan berdasarkan pengamatan visual atau dengan cara melihat
dan menduga parameter gulma yang akan diamati. Metode estimasi visual
memiliki kelemahan yaitu hanya layak dilakukan oleh orang yang
berpengalaman.
2. Metode kuadrat. Kuadrat adalah suatu ukuran luas yang dinyatakan dalam
satuan kuadrat (misalnya m2, cm2, dan sebagainya) tetapi bentuk petak
contoh dapat berupa segi empat (kuadrat), segi panjang, atau sebuah
lingkaran. Dalam pelaksanaan di lapangan sering digunakan bujur sangkar.
3. Metode garis. Metode garis atau rintisan, adalah petak contoh memanjang,
diletakkan di atas sebuah komunitas vegetasi.
4. Metode titik. Metode titik merupakan suatu variasi metode kuadrat. Jika
sebuah kuadrat diperkecil sampai titik tidak terhingga, akan menjadi titik.
Data yang diperoleh dari analis vegetasi dapat digolongkan menjadi, data
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif menunjukkan bagaimana suatu jenis
tersebar dan berkelompok, stratifikasinya, periodisitas dan sebagainya. Data
kualitatif diperoleh dari pengamatan lapangan berdasarkan pengamalan yang luas.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil penjabaran dan pengamatan tiap petak contoh
di lapangan.
Analisis vegetasi adalah suatu cara untuk menentukan komposisi jenis
vegetasi dari yang paling dominan hingga tidak dominan. Analisis vegetasi dapat
dilakukan pada kondisi vegetasi alami seperti hutan atau dapat pula digunakan
untuk menganalis vegetasi gulma. Metode yang digunakan untuk analisis vegetasi
adalah metode kuadrat yang dihitung sesuai ukuran luas dalam satuan kuadrat
(m2) yang berupa bentuk bujur sangkar. Besaran yang dapat diukur dengan
menggunakan metode ini adalah kerapatan, dominansi, frekuensi, nilai penting,
dan jumlah nisbah dominansi (JND/SDR). SDR menggambarkan kemampuan
suatu jenis gulma tertentu untuk menguasai sarana tumbuh yang ada. Semakin
tinggi nilai SDR maka gulma tersebut semakin dominan.

16
Sumber : Skripsi S1 Umami Harahap (2016)
Alat dan bahan: Pancang 5 buah dengan panjang 40 cm, Cangkul,parang/sabit,
pisau, tali rafia kertas koran, botol aqua ukuran 1,5 L, sarung tangan
Nb: perkelompok
Cara kerja : buatlah titik-titik pengambilan petak contoh, tentukan nomor petak
contoh sesuai dengan jumlah kelompok, ukur petak contoh 1mx1m lalu tusukkan
pancang, kemudian lilitkan tali rafia dengan bentuk bujur sangkar, bersihkan
vegetasi disekitar petak contoh, ambil semua sampel vegetasi gulma yang sejenis
dan diletakkan diatas kertas koran , hitung sampel gulma berdasarkan jenis gulma
yang dicabut, lalu catat dibuku catatan.

Rumus SDR

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Ardi. 1989. Ilmu Gulma I. Padang : Universitas Andalas


Barus, Emanuel.2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan. Yogyakarta: Kanisius
Julien, Mic and Graham White.1997. Biological Control of Weeds: theory and
practical application. ACIAR Monograph No. 49 192pp. Canbera : Peter
Lynch Production
Sembodo,R.J,Dad.2010.Gulma dan Pengeleloannya. Yogyakarta : Graha Ilmu
Syawal, Y., 2010. Interaksi Tanaman dengan Gulma (Dasar-Dasar Ilmu Gulma).
Unisri, Palembang.

REPRODUKSI GULMA

TUJUAN

19
1. Memahami cara reproduksi gulma secara vegetatif dan generatif
2. Mengetahui berbagai macam alat perkembangbiakan gulma

PENDAHULUAN
Gulma mampu berkembang biak secara vegetatif maupun generatif
dengan biji yang dihasilkan. Secara vegetatif antara lain dengan rhizoma, stolon,
tuber,bulbus,corn dan runner.

a. Reproduksi Generatif
Reproduksi generatif pada gulma dengan melalui spora dan biji,
perkembangbiakan secara spora terjadi pada golongan pakis-pakisan, misalnya
pada Cyclosorus aridus. Berdasarkan sifat botaninya gulma digolongkan ke dalam
golongan monocotyledone ( berkeping satu), golongan dicotyledone ( berkeping
dua). sedangkan pembiakan melalui biji banyak dilakukan oleh gulma semusim
dan beberapa gulma dwi tahunan. Pada kondisi yang tidak menguntungkan biji
akan mengalami dormansi yang merupakan sifat penting untuk mempertahankan
dan melestarikan hidup gulma Dalam keadaan dormansi, biji dapat bertahan untuk
jangka waktu yang cukup lama dengan melakukan aktifitas metabolisme yang
minimal. Peranan biji khususnya gulma semusim, biji berperan penting dalam
kaitannya dengan keberhasilan usaha-usaha pencegahan dan pengendalian.
Biji gulma akan berkecambah apabila faktor pertumbuhan seperti air, gas,
temperatur dan cahaya terpenuhi. Air diperlukan menjalankan aktifitas
metabolisme dan perkembangan sel tumbuhan. Demikan juga dengan gas,
temperatur dan cahaya memegang peranan penting dalam memacu aktifitas
metabolisme. aktifitas suatu gulma.
Gulma akan berkembang dengan cepat apabila faktor seperti cahaya, unsur
hara, air, gas dan tempat hidup dapat dipenuhi secara maksimal. Didalam suatu
ekosistem gulma tidak hidup secara tunggal, melainkan hidup bersama-sama
dengan tumbuhan lain atau tanaman lain, sehingga untuk melakukan faktor
tersebut harus melakukan persaingan. Persaingan akan terjadi bila timbul
interaksi antara lebih dari satu tumbuhan. Interaksi adalah peristiwa saling tindak
antar tumbuhan tersebut.

20
Fungsi biji gulma adalah sebagai berikut : Perbanyakan generative, Sebagai
alat pemencaran, Sebagai alat perlindungan pada keadaan yang tidak
menguntungkan untuk berkecambah, Sebagai sumber makanan sementara bagi
lembaga, Sebagai sumber untuk pemindahan sifat keturan kepada generasi
berikutnya
b. Reproduksi Vegetatif
Perbanyakan vegetatif ialah prinsip perkembangbiakan bagi sebagian besar
gulma tahunan. Gulma yang memperbanyak diri secara vegetatif sulit untuk
dikendalikan karena banyak memiliki organ vegetatif dorman di dalam
tanah.Seperti juga perbanyakan sexual,perbanyakan secara vegetatif dapat dimulai
selama fase pertumbuhan awal tanaman. Selambat-lambatnya tiga minggu setelah
umbi.
Beberapa bentuk organ vegetatif yang banyak ditemukan dalam
perbanyakan jenis-jenis gulma menahun:
1. Rhizoma (Rimpang)
Batang beserta daunnya yang terdapat di dalam tanah bercabang-cabang dan
tumbuh mendatar,dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas yang mucul di atas tanah
dan dapat merupakan tumbuhan baru. Rimpang di samping merupakan alat
perkembiakan juga merupakan tempat penimbunan zat makanan cadangan.dan
termasuk batang berbentuk tabung, mempunyai buku, ruas, tumbuh menjalar di
bawah permukaan tanah. Contoh Alang-alang (Imperata cylindrica), ilalang
(Imperata cylindrica), rumput kakawatan (Cynodon dactylon).
2. Stolon
Batang yang menjalar di atas permukaan tanah yang setiap nodia dapat
membentuk akar dan tunas untuk membentuk individu baru, dan mempunyai ciri-
ciri seperti Batang silindris, mempunyai buku dan ruas; menjalar di permukaan
tanah. Pada beberapa jenis gulma, stolon menjalar di permukaan air, misalnya :
Cynodon dactylon , Digitaria adcendens ,Axonopus compressus ab, Eichornia
crassipes.
3. Runner
Stolon yang internodianya sangat panjang membentuk tunas pada
ujung.Batang yang tumbuh di ketiak daun pada dasar tajuk dan menjalar

21
dipermukaan tanah. Contoh: Tapak limau (Elephantopus scaber) dan Eichornia
crassipes
4. Umbi batang
Pangkal batang yang membengkak dan mempunyai mata
tunas. Contoh: Caladium sp.
5. Umbi akar
Ujung dari rhizoma yang membengkak dan merupakan cadangan makanan
serta mempunyai tunas ujung. Contoh:Cyperus rotundus dan Cyperus esculentus
6. Umbi lapis ( Bulbus)
Umbi ini memperlihatkan susunan yang berlapsi-lapis,yaitu terdiri atas
daun-daun yang telah menjadi tebal ,lunak, dan berdaging,merupakan bagian umbi
yang menyimpan zat makanan cadangan,sedangkan batangnya sendiri hanya
merupakan bagian yang kecil pada bagian bawah umbi lapis itu,di antara lapisan
tersebut terdapat tunas yang dapat tumbuh, atau Batang yang memendek,
mempunyai lapisan-lapisan berdaging. Misalnya: Allium veneale ( bawang –
bawangan).
7. Corn
Batang yang gemuk, pendek berdaging dan terdapat dalam tanah yang
dilapisi daun yang mereduksi menjadi sisik dan terdapat tunas yang
tumbuh,misalnya : Ranumculus bulbasus. Beberapa jenis gulma menahun
mempunyai lebih dari satu organ perbanyakan vegetatif. Contoh: Cynodon
dactylon (stolon dan rhizoma) dan Cyperus rotundus (rhizome dan umbi). Areal
pertanian yang didominasi oleh gulma perennial yang mempunyai organ
perbanyakan vegetatif relatif lebih sulit untuk dikendalikan.

Faktor yang mempengaruhi umur dan daya tahan hidup organ perbanyakan
vegetatif:
A. Kedalaman
Pada Sorghum halepense, hanya pada kedalaman 20 cm Rhizomanya
masih bertahan hidup, pada kedalaman kurang dari ini semua mati akibat
suhu rendah dimusim dingin.

22
Pada Agropyron repens dan Cyperus esculentus kedalaman lebih dari 2.0 –
2.5 cm berpengaruh nyata terhadap peningkatan daya tahan hidupnya.
B. Temperatur
Pada suhu -4oC semua umbi Cyperus esculentus masih dapat bertahan
hidup pada -10oC semuanya mati.
C. Kekeringan
Organ perbanyakan vegetatif lebih peka terhadap kekeringan dibandingkan
dengan organ generatif.
Pada Sorghum halapense pengeringan hingga kandungan air tinggal 40%
dapat mematikan semua rhizoma.

Bahan dan alat : 2 Pot steroform, tanah steril, pupuk kandang, arang sekam,
serbuk gergaji, sprayer, air, alat tulis, kamera dan dokumentasi.
Cara kerja: Campurkan media tanam sesuai perlakuan (bisa tunggal dan
kombinasi dengan perbandingan 1/1 v/v). Kemudian tanam bahan
perbanyakan Gulma : Umbi rumput teki (Cyperus rotundus) dan bibit
rumput belulang (Eleuisin indica). Lakukan pengamatan dan pemeliharaan
terhadap pertumbuhan gulma hingga 1 bulan setelah tanam.

ALELOPATI DAN KOMPETISI

TUJUAN
1. Mengetahui pengertian alelopati
2. Mengetahui pengaruh alelopati terhadap tumbuhan lain
3. Mengetahui kegunaan alelopati

PENDAHULUAN
Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti “satu sama lain”
dan pathos yang berarti “menderita”. Alelopati didefinisikan sebagai suatu
fenomena alam dimana suatu organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu
senyawa biomolekul (disebut alelokimia) ke lingkungan dan senyawa tersebut
memengaruhi perkembangan dan pertumbuhan organisme lain di sekitarnya.
Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan dapat mengakibatkan tumbuhan di
sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati

23
Pada tahun 1937 Molisch pertama kali menggunakan istilah alelopati yang
didefinisikan sebagai interaksi biokimia antara semua jenis tumbuhan termasuk
mikroorganisme yang bersifat penghambatan maupun perangsangan (Rice, 1984).
Rice (1984) juga mendifinisikan alelopati sebagai pengaruh positif atau negatif
yang bersifat langsung maupun tidak langsung dari suatu tanaman terhadap
tanaman lainnya melalui senyawa kimia yang dikeluarkan ke lingkungannya.
Alelopati merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuh
tumbuhan baik sewaktu masih hidup atau setelah mati (Moenandir, 1993).
Terdapat dua jenis alelopati yang terjadi di alam, yaitu alelopati yang sebenarnya
dan alelopati fungsional. Alelopati yang sebenarnya adalah pelepasan senyawa
beracun dari tumbuhan ke lingkungan sekitarnya dalam bentuk senyawa aslinya
yang dihasilkan. Sedangkan alelopati fungsional ialah pelepasan senyawa kimia
ke lingkungan yang telah mengalami perubahan akibat mikroba tanah
(Sastroutomo, 1990).
Pada suatu agroekosistem, senyawa alelopati kemungkinan dapat
dihasilkan oleh gulma, tanaman semusim dan tahunan, serta mikroorganisme
(Junaedi et al., 2006). Potensi senyawa ini hampir berada di seluruh bagian
tumbuhan, termasuk daun, bunga, buah, batang, akar, rizom, dan biji (Putnam,
1986). Senyawa-senyawa alelopati dapat dilepaskan dari jaringan tumbuh
tumbuhan dalam berbagi cara termasuk melalui penguapan, eksudat akar,
pencucian, dan pembusukan bagian-bagian organ yang mati (Sastroutomo, 1990).
Fenomena alelopati mencakup semua tipe interaksi kimia antar tumbuhan, antar
mikroorganisme, atau antara tumbuhan dan mikroorganisme. Adanya senyawa
alelopati tumbuhan perlu dipertimbangkan dalam budidaya tanaman karena akan
memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan tanaman.
Beberapa jenis gulma yang diduga berpotensi mengeluarkan senyawa
alelopati cukup besar jumlahnya. Gulma menahun yang memiliki potensi alelopati
diantaranya Agropyron repens, Cirsium arvense, Cyperus rotundus, dan Imperata
cylindrica, serta gulma semusim seperti Setaria sp (Sastroutomo, 1990).
Alelopati dapat digunakan untuk menekan gulma melalui berbagai cara,
diantaranya dengan penggunaan sebagai mulsa atau pencampuran dengan tanah
(Iqbal and Cheema, 2008). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk

24
membuktikan keberadaan senyawa alelopati pada tumbuhan. Hasil penelitian Pane
et al. (1988) menunjukkan A. conyzoides, I. Cylindrica, dan C. rotundus memiliki
pengaruh alelopati dan menurunkan prduksi padi gogo. Penelitian Nugroho dan
Moenandir (1988) menunjukkan bahwa alelopati C. rotundus dapat mereduksi
berat kering akar dan tajuk, tinggi, dan jumlah daun pada tanaman kacang tanah.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Fitria et al. (2011) menunjukkan ekstrak
gulma C. rotundus, A. conyzoides, dan D. adscendens mempengaruhi jumlah
daun, jumlah cabang dan bobot buah tomat.
Senyawa alelopati yang dikeluarkan tumbuh-tumbuhan bervariasi yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, termasuk diantaranya adalah
kualitas, intensitas, dan lamanya penyinaran, kekurangan unsur hara, gangguan
kekeringan, dan suhu rendah dibandingkan suhu normal untuk pertumbuhannya.

Sumber Alelopati dalam Agroekosistem


Pada suatu agroekosistem, senyawa alelopati kemungkinan dapat
dihasilkan oleh gulma, tanaman pangan, dan hortikultura (semusim), tanaman
berkayu, residu dari tanaman dan gulma, serta mikroorganisme. Alelopati dari
tanaman dan gulma dapat dikeluarkan dalam bentuk eksudat dari akar dan serbuk
sari, luruhan organ (decomposition), senyawa yang menguap (volatile) dari daun,
batang, dan akar, serta melalui pencucian (leaching) dari organ bagian luar
(Reigosa et al. 2000; Qasem & Foy 2001)
1. Alelopati dari Gulma
Banyak spesies gulma menimbulkan kerugian dalam budi daya tanaman
yang berakibat pada berkurangnya jumlah dan kualitas hasil panen. Jenis gulma
yang memberikan pengaruh negatif alelopati pada tanaman berkontribusi pada

25
berkurangnya jumlah dan kualitas panen tanaman melalui alelopati dan juga
kompetisi sarana tumbuh
2. Alelopati dari Tanaman Semusim.
Alelopati dari tanaman budi daya dapat menimbulkan efek negatif pada
tanaman budi daya yang lain maupun gulma. Adanya senyawa alelopati dari
tanaman dapat memberikan dampak yang baik jika senyawa alelopati tersebut
menyebabkan penekanan terhadap pertumbuhan gulma, patogen, ataupun hama.
Namun demikian, keadaan ini perlu mendapatkan perhatian sebagai pertimbangan
pola pertanaman ganda dan menetapkan pola pergiliran tanaman.
Alelopati dari Tanaman Berkayu.
Adanya senyawa alelopati dari tanaman berkayu dapat dimanfaatkan dalam
pertanaman sistem wanatani (agroforestry) serta dalam pengendalian gulma,
patogen, ataupun hama. Alelopati dalam sistem wanatani dapat dimanfaatkan
dalam strategi pengurangan keragaman vegetasi di bawah tegakan
3. Alelopati dari Residu Tanaman dan Gulma
Adanya senyawa alelopati dari residu tumbuhan perlu menjadi
pertimbangan dalam kegiatan persiapan tanam (pengolahan tanah), pengendalian
gulma, dan penggunaan serasah sebagai mulsa organik. Residu gulma dan
tanaman yang memiliki pengaruh negatif alelopati sebaiknya tidak dibiarkan
terdekomposisi di areal pertanaman dan tidak dipergunakan sebagai mulsa
organik.
4. Alelopati dari Tepung Sari
Pengaruh alelopati tersebut dapat terjadi pada perkecambahan,
pertumbuhan, maupun pembuahan dari spesies target (Inderjit & Keating 1999).
Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena alelopati dari tepung sari
kemungkinan menjadi penyebab rendahnya pembuahan pada spesies tertentu.

Alat dan bahan : cup sterofoam,gulma alang alang,benih jagung dan tanah steril
Cara kerja : Cup sterofoam dilubangi dan diisi dengan tanah steril 2/3 bagian,lalu
ditanam gulma alang alang dan rumput teki dengan berbagai macam
kerapatan (1-4 propagul) dan benih jagung secara bersamaan

26
didalam satu pot, lalu diamati perkecambahan benih jagung selama
2-3 minggu

PENGENALAN KLASIFIKASI HERBISIDA DAN ASPEK PENANGANAN

TUJUAN

• Mengetahui jenis dan merek dagang Herbisida


• Mengetahui bahan aktif yang terkandung didalam herbisida
• Memahami langkah kerja dan keamanan kerja dalam menggunakan
herbisida
• Mengetahui jenis-jenis sprayer dan nozzle

PENDAHULUAN

Herbisida adalah bahan kimia atau kultur hayati yang dapat menghambat
pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida tersebut mempengaruhi satu
atau lebih proses-proses (misalnya proses pembelahan sel, perkembangan
jaringan,pembentukan klorofil, fotosintesis,respirasi, metabolisme nitrogen,
aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Penggunaan herbisida sebagai salah satu cara mengendalikan
pertumbuhan gulma telah dilakukan sejak lama. Herbisida dapat memberikan
pengendalian gulma yang hemat biaya dengan minimum tenaga kerja.
Penggunaan herbisida yang tidak tepat dapat melukai tanaman, merusak
lingkungan, dan menimbulkan ancaman bagi aplikator dan lainnya yang terpapar
bahan kimia.

27
Dengan berbagai macam keunggulan penggunaan herbisida sebagai salah
satu cara pengendalian gulma maka petani dan perusahaan-perusahaan besar lebih
memilih menggunakan herbisida dibandingkan melakukan pengandalian gulma
secara mekanik. Ketika petani atau perusahaan telah menemukan herbisida yang
tepat digunakan dalam budidayanya, maka herbisida tersebut akan terus
digunakan setiap tahunnya dan sedikit kemungkinan untuk menggantinya 2
dengan jenis herbisida yang lain. Pemakaian herbisida yang terus-menerus
tersebut akan meningkatkan jumlah residu herbisida dalam tanah. Residu
herbisida merupakan sisa-sisa dari herbisida dan derivatnya yang tetap tertinggal
dalam tanah atau unsur lingkungan lainnya.
Herbisida diklasifikasikan berdasarkan Menurut Sukmana 83-90 (2002)
secara umum klasifikasi herbisida ada 4, yaitu :
1. Berdasarkan waktu aplikasi

Waktu aplikasi herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan dari


tanaman maupun gulma. Berdasarkan hal tersebut, maka waktu aplikasi herbisida
terdiri dari :

A. Pre plant, maksudnya herbisida diaplikasikan pada saat tanaman belum


ditanam, tetapi tanah sudah diolah.

B. Pre emergence, maksudnya herbisida diaplikasikan sebelum benih tanaman


atau biji gulma berkecambah. Pada perlakuan ini benih dari tanaman sudah
ditanam, sedangkan gulma belum tumbuh.

C. Post emergence, maksudnya herbisida diaplikasikan pada saat gulma dan


tanaman sudah lewat stadia perkecambahan. Aplikasi herbisida bisa dilakukan
pada saat tanaman masih muda maupun sudah tua.

2. Berdasarkan cara aplikasi

Cara aplikasi herbisida ada 2 yaitu :

A. Aplikasi melalui daun ada dua, yaitu :


1. Bersifat kontak : berarti herbisida ini hanya mematikan bagian hijau
tumbuhan yang terkena semprotan. Herbisida ini cocok untuk

28
mengendalikan gulma setahun, karena bila terkena akan menyebabkan
mati secara keseluruhan. Contohnya : herbisida paraquat (Gromoxone)
kerjanya menghambat proses photosistem 1 pada fotosintesis.
Herbisida kontak selektif : herbisida ini hanya membunuh satu
beberapa spesies gulma.
Herbisida kontak non selektif : herbisida ini dapat membunuh semua
jenis tumbuhan yang terkena, terutama bagian yang berwarna hijau.
2. Bersifat sistemik : berarti herbisida yang diberikan pada tumbuhan
(gulma) setelah diserap oleh jaringan daun kemudian ditranslokasikan
keseluruh bagian tumbuhan tersebut misalnya : titk tumbuh, akar,
rimpang, dan lain-lain, sehingga tumbuhan/gulma tersebut akan
mengalami kematian total. Contoh : Glyphosate (Roundup) cara
kerjanya menghambat sintesa protein dan metabolisme asam amino.
B. Aplikasi melalui tanah Umumnya herbisida yang diberikan melalui tanah
adalah herbisida bersifat sistemik. Herbisida ini disemprotkan ke tanah,
kemudian diserap oleh akar dan ditranslokasikan bersama aliran transpirasi
dam pai ke “side of action” pada jaringan daun dan menghambat proses
pada photosystem II pada fotosintesis. Contohnya : herbisida diuron,
golongan Triazine, Uracil, Urea, dan Ioxynil.

3. Berdasarkan bentuk molekul

Berdasarkan bentuk molekulnya, herbisida dibagi menjadi dua, yaitu :

A. Herbisida anorganik merupakan suatu herbisida yang tersusun secara


anorganik (Riadi, 2011). Contohnya :
 Ammonium sulfanat, akan memperpanjang masa dormansi sampai
cadangan karbohidrat dan gula menjadi habis dan meyebabkan
kematian.
 Ammonium sulfat, menyebabkan peningkatan nilai PH pada cairan
tubuh tumbuhan yang terkena ammonium, yang menyebabkan
tumbuhan cepat mati. Ammonium juga beracun pada protoplasma
sel.
 Ammonium tiosianat, menyebabkan racun pada sel tumbuhan,
menghambat enzim katalase dan mengkaogulasikan protein.
 Kalsium sianamida dapat mengkoagulasikan protein sel.

29
 Tembaga sulfat, nitrat, dan fero sulfat, tembaga sulfat dapat
melemahkan kerja dan menyebabkan protein mengendap.

B. Herbisida organik merupakan suatu herbisida yang tersusun secara organik


(Riadi, 2011). Contohnya :
 Amida. Amida digunakan untuk mengendalikan kecambah gulma
semusim, khusunya dari golongan rumputan. Herbisida ini lebih
aktif bila diaplikasikan pada permukaan tanah sebagai herbisida
pratumbuh. Mekanisme kerja utama herbisida yang tergolong
dalam kelas amida adalah mempengaruhi sintesa asam nukleat dan
protein. Butaklor, pretilaklor, alaklor, dan propanil termasuk dalam
kelas amida ini.
 Bipiridilium. Herbisida yang termasuk dalam golongan ini
umumnya herbisida pasca tumbuh, tidak aktif apabila
diaplikasikan lewat tanah dan tidak selektif. Paraquat dan diquat
adalah contoh herbisida yang termasuk dalam kelas ini. Tumbuhan
yang terkena herbisida akan menampakkan efek bakar dalam
waktu relatif singkat dan diikuti dengan peluruhan daun. Cahaya,
oksigen, dan klorofil adalah prasarana utama yang diperlukan
untuk menunjukkan efek racun tersebut.
 Dinitroanilin. Butralin dan pendimentalin termasuk dalam
golongan herbisida dinitroanilin. Herbisida tersebut akan aktif bila
diaplikasikan ke tanah sebelum gulmatumbuh atau berkecambah.
Pola kerja herbisida dinitroalin adalah sebagai racun mitotikyang
menghambat perkembangan akar dan tajuk gulma yang baru
berkecambah.

4. Berdasarkan cara kerja.

Berdasarkan cara kerjanya, menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984) klasifikasi


herbisida dibagi menjadi dua, yaitu: Kontak dan ditranslokasikan.

A. Herbisida kontak dikenal juga sebagai caustis herbisides, karena adanya


efek bakar yang terlihat, terutama pada konsentrasi yang tinggi seperti
asam sulfat, besi sulfat, dan tembaga sulfat. Reaksi sel ini tidak spesifik,

30
biasanya memperlihatkan denaturasi dan pengendapan protein. Dengan
larutnya membran sel maka seluruh konfigurasi sel dirusak karena
membran dari kloroplas juga rusak dan sel itu akan mati. Paraquat dikenal
juga sebagai herbisida kontak, molekul herbisida ini mengahasilkan
radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak
seluruh konfigurasi sel seperti umumnya herbisida kontak. Beberapa
proses metabolisme tanaman yang diengaruhi oleh herbisida antara lain :
Herbisida yang menghambat fotosintesis, Penghambatan perkecambahan,
Penghambatan pertumbuhan, Penghambatan respirasi/oksidas. Contoh
herbisida kontak yang bersifat selektif yaitu oksifluorfen, oksadiazon dan
propanil. Sementara yang bersifat non selektif seperti parakuat dan
glufosinat.

B. Herbisida Sistemik (Ditranslokasikan)

Herbisida sistemik dapat mematikan gulma melalui translokasi racun ke


seluruh bagian-bagian gulma. Herbisida jenis ini dapat diaplikasikan
melalui tajuk maupun melalui tanah. Contoh herbisida yang melalui tajuk
yaitu herbisida glifosat, sulfosat dan ester, sedangkan yang melalui tanah
yaitu herbisida ametrin, atrazin, metribuzin dan diuron.

5. Pengelompokan herbisida berdasarkan selektifitasnya

A. Herbisida Selektif

Herbisida selektif adalah herbisida yang bersifat beracun untuk gulma


tertentu. Contoh herbisida ini yaitu ametrin, diuron, oksifluorfen, klomazon
dan karfentrazon.

B. Herbisida Nonselektif

Herbisida nonselektif adalah herbisida yang dapat mematikan hampir


semua jenis tumbuhan termasuk tanaman yang dibudidayakan. Contoh
herbisida ini yaitu glifosat dan paraquat. Contoh herbisida non selektif
(glifosat) sering digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman yang
berbatang keras, tanpa olah tanah pada pertanaman jagung, singkong,

31
perkebunan sawit, nanas dan mangga. Sementara, herbisida selektif atrazin
biasa digunakan pada pertanaman jagung dan tebu, herbisida ini sasarannya
pada gulma berdaun lebar dan sempit.

Tabel 5. Klasifikasi dan aplikasi herbisida


No Klasifikasi

1. Cara kerja atau tipe translokasi Herbisida kontak


herbisida dalam tumbuhan
Herbisida sistemik

2. Waktu aplikasi herbisida Aplikasi herbisida pratumbuh

Aplikasi herbisida purnatumbuh

Aplikasi herbisida pasca tumbuh

3. Derajat respon tumbuh- Herbisida selektif


tumbuhan terhadap herbisida
(selektivitas) Herbisida nonselektif

4. Media atau jalur aplikasi Melalui daun/tajuk gulma


herbisida
Melalui tanah

5. Golongan bahan aktif herbisida Alifatik

Bipirilidium

Dinitroanilin

Difenil Eter

Senyawa Organofosforus

Fenoksi Asetat

Tiokarbamat

Triazin

Sulfonil Urea

Polisiklik Alkanoat

Dll

32
Gambar 3. Tipe Nozzle

Alat : proyektor, papan tulis, spidol

Bahan :PPT herbisida dengan berbagai merek, kalibrasi herbisida sebelum


pengaplikasian.

Cara kerja : asisten menjelaskan jenis herbisida berdasarkan bahan aktif nya.

KALIBRASI FORMULASI DAN TEKNIK APLIKASI HERBISIDA

TUJUAN
1. Mampu mempraktikan pengendalian gulma secara kimiawi dilapangan
2. Mengetahui cara kalibrasi dan formulasi Herbisida
3. Memahami langkah kerja dan aspek keamanan kerja di lapangan

PENDAHULUAN
Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida sudah banyak
diterapkan dilapangan baik pada budidaya komoditas tanaman perkebunan dan
industri maupun tanaman pangan, hortikultura dan perairan. Hal ini disebabkan
oleh kelangkaan tenaga kerja di tingkat usaha tani, serta banyaknya pilihan
herbisida yang efektif dan selektif sebagai herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh
sesuai dengan komoditas tanaman yang dibudidayakan (Tjitrosemito, 2004).
Kalibrasi adalah peneraan alat semprot untuk memperoleh ukuran larutan
yang keluar dari mulut nozel secara tepat persatuan waktu. Didalam kalibrasi
terdapat tiga faktor penting yang menentukan keberhasilan kalibrasi yakni : 1)

33
ukuran lubang nozel. 2) Tekanan dalam tangki alat semprot. 3). Kecepatan
pergerakan (berjalan) aplikator (Anderson,1997). Ketepatan hasil kalibrasi
menentukan efektifitas dan efisiensi biaya pengendalian gulma.
Ada dua cara kalibrasi yaitu kalibrasi berdasarkan jumlah larutan dan
kalibrasi berdasarkan luas area. Kalibrasi dengan cara yang pertama jumlah
larutan sudah ditentukan terlebih dahulu, misalkan 600L/ha. Cara kedua dilakukan
dengan terlebih dahulu menghitung waktu yang diperlukan sesuai dengan
kecepatan berjalan operator sambil menyemprot kemudian dihitung volume seprot
berdasarkan lama waktu tersebut, cara ini diaplikasikan dengan cara berjalan,
menyemprot dengan kecepatan konstan pada areal tertentu dan ini cocok untuk
areal pertanian yang luas atau kondisinya sulit untuk orang berjalan (nanik dkk,
2013). Bila kita menggunakan herbisida, maka diharapkan herbisida yang
diberikan harus tepat dosis, waktu dan tempat serta cara
pengaaplikasiannya..maka untuk mencapai hal tersebut diperlukan : a)
keterampilan yang dimiliki. B) pengetahuan yang baik tentang herbisida dan cara
penyemprotannya, c) pengetahuan tentang lingkungan dan keselamatan ( sukma
dan yakup, 2002).
Formulasi herbisida adalah bentuk herbisida yang dapat mempengaruhi
daya larut, daya penguapan, dan daya racun pada tanaman dan sifat-sifat
lainnya.Formulasi herbisida terdiri dari dua komponen utama yaitu bahan aktif
dan bahan tambahan. Peraturan Menteri Pertanian Repoblik Indonesia Nomor 39
Tahun 2015 tentang pendaftaran pestisida menjelaskan bahwa pestisida yang
dilarang adalag pestisida berbahan aktif atau tambahan yang berbahaya bagi
lingkungan serta besifat karsinogenik. Pestisida dibuat dan diedarkan dalam
banyak formulasi sebagai berikut : a) formulasi padat : Wettable Powdwr (WP),
Soluble Powder (SP), Butiran, Water Dispersible Granule ( WG atau WDG),
Soluble Granule (SG), Tepuung hembus.b) Formulasi cair :Emulsifiable
Concentrate (EC), Water Soluble Concentrate (WCS).Aquaeous Solution (AS),
Soluble Liquid (SL), Ultra Low Volume (ULV).
Aplikasi herbisida terhadap gulma atau tanah dapat dilakukan dengan
bermacam cara. Metode yang paling umum dilakukan yaitu dengan cara
penyemprotan. Tujuan pokok dari metode ini adalah agar herbisida dapat tersebar

34
merata. Alat yang biasa digunakana oleh para petani untuk mengaplikasikan
herbisida adalah knapsack spayer. Alat ini sangat mudah mengoperasikannya,
mudah dirawat dan disimpan serta harganya relative murah.
Proses aplikasi herbisida menyangkut berbagai aspek antara lain :1)
Penyediaan larutan yang sesuai, 2) Pembuatan butiran cairan semprot. 3) Gerakan
butiran cairan semprot kepada sasaran. 4) Impak butiran pada sasaran ( Sukma dan
Yakup, 2002).
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan herbisida pada
saat aplikasi di lapangan : a) kondisi peralatan yang digunakan harus baik, tidak
bocor ataupun rusak, b) praktikan harus menggunakan pakaian khusus dan
peralatan pengaman, misalnya baju lengan panjang, celana panjang, sepatu karet,
sarung tangan, masker dsb, c) pada saat bekerja, tidak diperbolehkan makan,
minum ataupun meroko, d) arah penyemprotan tidak boleh melawan arah angin,
dan jika angin terlalu kuat, penyemprotan dihentikan, e) Penyumbatan pada nozzel
tidak boleh diatasi dengan meniup atau menghisap, f) pada saat pemindahan dan
pencampuran dilapanga, harus dijaga agar larutan herbisida tidak tumpah, g) pada
saat pencampuran larutan atau pencucian peralatan semprot, sumber air harus
dijaga agar tidak tercemar oleh hebisida, h) setelah selesai bekerja, pekerja harus
membersihkan seluruh badan dengan sabun (mandi) atau mencuci peralatan kerja.

Gambar 1. Contoh merek dagang herbisida

35
Alat : APD (Avron,masker,sarung tangan,kacamata), ember kecil,
knapsack sprayer (SOLO atau SA) , nozzle,
Bahan : Herbisida dengan bahan aktif Glifosat, Metil-metsulfuron
20%, air, Spreader (perekat)
Cara kerja :periksa peralatan terlebih dahulu, lalu herbisida di encerkan dengan
air (1:1) , dan dimasukkan ke dalam knapsack sesuai dosis anjuran dari
asisten, lalu cukupkan dengan air sampai 15 L (tergantung volume knapsack yang
digunakan), setelah itu aplikasikan di Lapangan.

LAMPIRAN

Perhitungan luasan area pasar pikul dan piringan, tempat


pengumpulan hasil dalam 1 Ha di perkebunan kelapa sawit :

a) Spraying factor
Luasan semprot pasar pikul dan piringan, tempat pengumpulan
hasil dalam satu Ha.
Diketahui : jari-jari piringan : 2 m, lebar PP: 2 m, TPH: 4x6 m,
SPH (gambut) : 120, 1 Ha : 2 TPH.
Berapa sparying factor dalam 1 Ha?
Jawab:

36
Luas piringan/pokok =jari-jari piringan’’ x π
= 2’’ x 3,14=
= 12,56 m
SPH untuk 1 Ha = 120 pokok
= 12,56m x 120
= 1.507,2 m
Pasar pikul = 300m x 2 m
= 600m2
Untuk 2 pasar pikul = 2 x 600 m2
= 1.200 m2
Luas PP = 1 Ha 2 TPH
= 24 m x 2 m
= 48 m2
Jumlah = 1.507,2 + 600 + 48 = 2.155,2 m2
1 Ha = 10.000 m2 , dan yang disemprot 2.155,2 m2
Jadi sekitar 20 % yang disemprot untuk pasal pikul dan piringan

37
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, W. P.,1977 weed Science West publishing, Los Angeles


Sukma Y, dan Yakup, 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Tjitrosemito, S., Sri S.T., dan Imam M., 2004 Prosiding Konferensi Nasional
XVI Himpunan Ilmu Gulma Indonesia SEAMEO BIOTROP, Bogor, 15-17
Juli 2003. Bogor-Indonesia

38

Anda mungkin juga menyukai