Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BENIH
“UJI VIABILITAS BENIH”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Teknologi Benih

Disusun oleh :
Nama : Anisa Fitriani
NIM : 4442180050
Kelas : III B
Kelompok : 4 (Empat)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah memberikan
kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan laporan praktikum mata kuliah
Teknologi Benih yang berjudul “Uji Viabilitas Benih”, sehingga dapat selesai
tepat waktu seperti yang telah direncanakan.
Terlepas dari semua itu, mungkin dalam penyusunan laporan ini terdapat
kesalahan yang tidak disadari. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk menyempurnakan laporan-laporan selanjutnya.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Serang, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...........................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Benih.................................................................................................2
2.2 Viabilitas Benih.................................................................................3
2.3 Metode Pengujian Viabilitas Benih...................................................4
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Viabilitas Benih...................................5
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat............................................................................9
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................9
3.3 Cara Kerja.........................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil..................................................................................................10
4.2 Pembahasan.......................................................................................10
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan............................................................................................13
5.2 Saran..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Uji Viabilitas 7 HST..................................................................9

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Gambar.............................................................................................15
Lampiran Hitung...............................................................................................16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengujian benih merupakan analisis beberapa parameter fisik dan kualitas
fisiologis sekumpulan benih yang biasanya didasarkan pada perwakilan sejumlah
contoh benih. Pengujian dilakukan untuk mengetahui mutu kualitas kelompok
benih. Pengujian benih merupakan metode untuk menentukan nilai pertanaman di
lapangan. Salah satu contoh pengujian benih adalah uji viabilitas benih atau uji
perkecambahan benih. Uji viabilitas benih dapat dilakukan secara tak langsung,
misalkan dengan mengukur gejala-gejala metabolisme ataupun secara langsung
dengan mengamati dan membandingkan unsur-unsur tumbuh tertentu (Sutopo,
2002).
Uji viabilitas merupakan salah satu tolok ukur yang sangat penting dalam
pengujian mutu fisiologis benih. Pengujian viabilitas benih selama ini umumnya
dilakukan dengan menggunakan media perkecambahan kertas, pasir, kompos dan
tanah. Pemilihan jenis media perkecambahan yang tepat akan mempengaruhi hasil
uji viabilitas. Hal ini penting dalam pengembangan prosedur pengujian agar suatu
metode dapat terstandarisasi dengan hasil yang tepat (Agustin dan Lestari, 2016).
Dalam konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi atau benih
unggul, sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang dapat berproduksi
maksimum dengan sarana teknologi yang semakin maju (Sutopo, 2004).
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah praktikum kali ini.

1.2 Tujuan
Tujuan dari Praktikum Uji Viabilitas Benih ini yaitu antara lain :
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengujian viabilitas terutama pada benih
tanaman pangan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui kriteria kecambah normal, abnormal, dan
mati.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Benih
Benih merupakan biji yang digunakan sebagai sumber perbanyakan tanaman,
atau berkaitan dengan perbanyakan tanaman. Batasan tentang pengertian benih
dapat dibedakan secara biologi, secara agronomi, dan secara fisiologis. Secara
agronomis benih didefinisikan sebagai biji tanaman yang diperlukan untuk
keperluan dan pengembangan usaha tani, memiliki fungsi agronomis atau
merupakan komponen agronomis. Komponen agronomis ini lebih berorientasi
pada penerapan norma-norma ilmiah, sehingga lebih bersifat teknologis untuk
mencapai produksi secara maksimal (Kartasapoetra, 2003).
Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya
tanaman yang peranannya tidak dapat digantikan oleh faktor lain, karena benih
sebagai bahan tanaman dan pembawa potensi genetik, mutu suatu benih dapat
dilihat dari beberapa aspek seperti kebenaran varietas, kemurnian benih, daya
hidup, serta bebas hama dan penyakit (Mugnisjah 1994).
Ciri utama benih ialah kalau benih itu dapat dibedakan dari biji karena
mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Namun, semua insan benih,
apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak
sekedar benih yang hidup. Benih yang mempunyai potensi hidup normal pun tidak
cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi secara negatif menjadi mudah.
Benih dapat dikategorikan mempunyai daya hidup sekalipun benih itu tidak
menunjukkan pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan akar embrionalnya,
benih itu hidup (Sadjad, 1972).
Benih yang baik untuk di tanam ialah benih yang memiliki daya kecambah
tinggi. Daya berkecambah suatu benih dapat diartikan sebagai mekar dan
berkembangnya bagian-bagian penting dari suatu embrio suatu benih yang
menunjukkan kemampuannya untuk tumbuh secara normal pada lingkungan yang
sesuai. Dengan demikian pengujian daya kecambah benih ialah pengujian akan

2
sejumlah benih, berupa presentase dari jumlah benih tersebut yang dapat atau
mampu berkecambah pada jangka waktu yang telah di tentukan (Danuarti, 2005).
2.2 Viabilitas Benih
Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas benih
diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain
untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah benih
atau daya tumbuh benih. Viabilitas benih merupakan daya kecambah benih yang
dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan, selain itu
daya kecambah juga merupakan tolok ukur parameter viabilitas potensial benih.
Perkecambahan benih mempunyai hubungan erat dengan viabilitas benih dan
jumlah benih yang berkecambah dari sekumpulan benih yang merupakan indeks
viabilitas benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala
pertumbuhan atau gejala metabolism (Sadjad, 1972).
Benih dengan viabilitas tinggi akan menghasilkan bibit yang kuat dengan
perkembangan akar yang cepat sehingga menghasilkan pertanaman yang sehat
dan mantap. Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan
tingkat potensi aktivitas dan kinerja atau lot benih selama perkecambahan dan
munculnya kecambah. Vigor adalah suatu indikator yang dapat menunjukan
bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor merupakan
gabungan antara umur benih, ketahanan, kekuatan, dan kesehatan benih yang
diukur melalui kondisi fisiologinya, yaitu pengujian stress atau memalui analisis
biokimia (ISTA, 2007).
Benih yang ditanam memberikan dua kemungkinan hasil. Pertama, benih
tersebut menghasilkan tanaman normal sekiranya kondisi alam tempat tumbuhnya
optimum. Kedua, tanaman yang tumbuh abnormal atau mati. Benih mempunyai
daya hidup potensial atau Viabilitas Potensial (Vp), karena hanya akan tumbuh
menjadi tanaman normal apabila kondisi alamnya optimum. Benih yang masih
mampu menumbuhkan tanaman normal, meski kondisi alam tidak optimum atau
suboptimum disebut benih yang memiliki Vigor (Vg). Benih yang vigor akan
menghasilkan produk di atas normal kalau ditumbuhkan pada kondisi optimum
(Bewley and Black, 2005).

3
2.3 Metode Pengujian Viabilitas Benih
Untuk metode uji secara langsung diperluakn subtract pengujian, dapat berupa
kertas, pasir, dan tana. Metode uji secara langsung dengan menggunakan kertas
dengan menggunakan kertas sebagi subtratnya adalah lebih praktis, tidak
memakan banyak tempat, lebih cepat dan lebih mudah menilai struktur – struktur
penting kecambah., dan dapat dengan mudah distandarisasi (Hesthiati, 2010).
Metode uji dapat dilakukan untuk mendapatkan uji daya berkecambah dan
kekuatan tumbuh, hal ini tergantung pada kondisi lingkungan pengujian benih.
Metode Uji Viabilitas dengan Subtrat Kertas diantaranya yaitu:
1. Uji Diatas Kertas (UDK) digunakan untuk benih-benih berukuran kecil yang
membutuhkan cahaya dalam perkecambahannya. Uji diatas kertas yaitu uji
daya kecambah benih dimana contoh kerja diletakkan di atas substrat kertas
yang telah di-lembabkan. Metode ini sangat baik digunakan untuk benih yang
membutuhkan cahaya bagi perkecambahannya. Kertas merang digunakan
dalam metode UDK karena kertas merang memiliki daya mempertahankan air
yang tinggi, walaupun tujuh hari tidak diberi air (Suwarno, 2007).
2. Uji Antar Kertas (UAK) yaitu cara pengujian benih dengan meletakkan benih
diantara lembaran subtract, kemudian di lipat. Metode ini digunakan pada
benih yang tidak peka terhadap cahaya untuk perkecambahannya, misalnya
benih padi, shorgum, bayam dsb (Hesthiati, 2010).
3. Uji Kertas Digulung (UKD), digunakan untuk benih-benih berukuran besar
yang tidak peka cahaya dalam perkecambahannya. Uji kertas digulung yaitu
cara pengujian benih dengan meletakkan benih diantara lembar subtract yang
dilembabkan, kemudian digulung. Dapat digunakan untuk benih yang tidak
peka terhadap cahaya. Untuk benih yang berukuran besar seperti jagung,
kedelai, kacang tanah dan sebagainya, subtract kertas dilapisi dengan plastik
di luarnya, metodenya menjadi UDKP  atau Uji Kertas Digulung dalam
Plastik (Hesthiati, 2010). 
Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKD) dilakukan dengan tujuan untuk
memperkuat kertas substrat agar tidak tembus oleh akar yang dapat

4
mengakibatkan kertas substrat menjadi rusak sehingga pengamatan menjadi sulit
dilakukan. Media kertas digulung akan mempermudah dalam mengontrol suhu,
kelembaban, intensitas cahaya, dan kondisi air dari media untuk pertumbuhan
benih yang optimal (Suwarno, 2007).
Pengujian daya kecambah adalah mengecambahkan benih pada kondisi yang
sesuai untuk kebutuhan perkecambahan benih tersebut, lalu menghitung
presentase daya berkecambahnya (Sutopo, 2002).
Persentase daya berkecambah merupakan jumlah proporsi benih-benih yang
telah menghasilkan perkecambahan dalam kondisi dan periode tertentu. Bila daya
uji kecambah benih memberikan hasil yang negatif maka perlu diadakan usaha
lain untuk mengetahui faktor apakah yang mengakibatkan kegagalan
perkecambahan. Prosedur uji daya kecambah dilakukan dengan menjamin agar
lingkungan menguntungkan bagi perkecambahan seperti ketersediaan air, cahaya,
suhu dan oksigen (Handayani, 2001).

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Viabilitas Benih


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas benih adalah sebagai
berikut : (Sutopo, 2014)
1. Faktor Dalam
a. Jenis dan sifat benih
Sangat penting untuk diketahui apakah benih tersebut berasal dari
benih tanaman daerah tropis, sedang atau dingin yang bersifat hydrophyt,
mesophyt atau makrobiotik dll. Semua keterangan tentang jenis dan sifat
benih ini sangat penting untuk dapat mempertahankan viabilitas benih
selama penyimpanan pun hatus ditentukan sesuai dengan jenis dan sifat
benih yang akan disimpan.
b. Viabilitas awal dari benih
Untuk mendapatkan benih yang baik sebelum disimpan maka biji
harus benar-benar masak di pohon dan sudah mencapai kematangan
fisiologis. Benih yang disimpan harus bertitik tolak dari viabilitas awal
yang semaksimum mungkin untuk dapat mencapai waktu simpan yang
lama. Karena selama masa penyimpanan yang terjadi hanyalah

5
kemunduran dari viabilitas awal tersebut, yang mana tidak dapat
dihentikan lajunya. Pemilihan benih serta penyimpanan yang baik
merupakan cara untuk mengurangi kemunduran tersebut, sehingga laju
kemunduran viabilitas benih dapat diatasi sekecil mungkin.
c. Kandungan air benih
Benih yang akan disimpan sebaiknya memiliki kandungan air yang
optimal, yaitu kandungan air tertentu dimana benih tersebut dapat
disimpan lama tanpa mengalami penurunan viabilitas benih. Benih pada
saat panen biasanya memiliki kandungan air benih sekitar 16-20 %, untuk
dapat mempertahankan viabilitas maksimumnya maka kandungan air
tersebut harus diturunkan terlebih dahulu sebelum disimpan. Kandungan
air benih benih kira-kira 4-5% dari berat kering sebelum disimpan pada
tempat penyimpanan tertutup adalah efektif untuk memperpanjang
viabilitasnya, terutama pada temperatur laboratorium.

2. Faktor Luar
a. Temperatur
Temperatur yang terlalu tinggi pada saat penyimpanan dapat
membahayakan dan mengakibatkan kerusakan pada benih. Karena saat
memperbesar terjadinya penguapan zat cair dalam benih akan kehilangan
daya imbibisi dan kemampuan untuk berkecambah. Protoplasma dalam
embrio akan mati akibaat keringnya sebagian atau seluruh benih.
Temperatur optimum untuk penyimpanan benih jangka panjang terletak
antara 0-32oF (-18-0oC). Antara kandungan air benih dan temperatur
terdapat hubungan yang sangat erat dan timbal balik. Jika salah satu tinggi
maka yang lain harus rendah.
b. Kelembaban
Kelembaban lingkungan selama penyimpanan juga sanngat
mempengaruhi viabilitas benih. Sifat biji yang higroskopis menyebabkan
selalu mengadakan kesetimbangan dengan udara di sekitarnya. Kandungan
air yang tinggi dalam benih dengan kelembaban udara yang rendah dapat
menyebabkan penguapan air dari dalam benih dan mempertinggi

6
kelembaban udara disekitar benih. Sebaliknya bila kandungan air dalam
benih rendah sedangkan kelembaban udara disekitar benih tinggi akan
mengakibatkan terjadinya penyerapan air oleh benih dan penurunan
kelembaban udara disekitar benih sampai tercapai tekakan yang seimbang.
c. Gas disekitar benih
Adanya gas disekitar dapat mempertahankan viabilitas benih,
misalnya gas CO2 yang akan mengurangi O2 sehingga respirasi benih
dapat dihambat atau menggantikan O2 dengan gas nitrogen.
d. Mikroorganisme
Kegiatan mikroorganisme yang tergolong dalam hama dan penyakit
gudang dapat mempengaruhi viabilitas benih yang disimpan. Bakteri
Pseudomonas glycinea dan Pseudomona tabacci merupakan bakteri yang
dapat menyerang benih kedele di gudang penyimpanan. Selain cendawan
dan bakteri, virus juga dapat menyerang benih kedele didalam gudang
penyimpanan, misalnya virus Bean common mosaic dan tobacco ring-spot.
Sedangkan yang merupakan hama dalam gudang penyimpanan benih
adalah tikus, burung dan insekta. Jenis-jenis insekta yang termasuk hama
perusak benih dalam simpanan anta lain Calandra sp, Corcyra
cephalonica, Ephestia cautella, Rhizoperha dominica F.

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Uji Viabilitas Benih ini dilaksanakan pada hari Kamis, 7 November
2019 Pukul 07.00-09.00 WIB di Laboratorium Bioteknologi, Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu, ATK, botol semprot, dan jar.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu, kedelai, label, plastik, aquades, solatip,
kapas atau tisu, dan kertas merang.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja dalam Praktikum Uji Viabilitas Benih ini yaitu sebagai
berikut :
1. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum disiapkan terlebih
dahulu.
2. Diletakkan plastik dibawah kertas merang.
3. Dilembabkan kertas merang dengan menggunakan aquades, kemudian dibagi
menjadi dua bagian, yaitu sisi kanan dan sisi kiri
4. Benih sebanyak 50 butir diletakkan dengan susun baris 5 dan susunan lajur 5
– 10 dilakukan pada bagian kertas sisi kanan, sisi kiri digunakan menutup sisi
kanan yang sudah tersusun benih.
5. Digulung perlahan dan rekatkan dengan menggunakan selotip dan diberi
keterangan pada label.
6. Ditaruh di dalam inkubator dengan suhu 20-30℃.
7. Dilakukan pengamatan pada hari ke 7.
8. Hasil dicatat dan dibuat dalam bentuk laporan.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Uji Viabilitas 7 HST
No Pertumbuhan Benih Viabilitas
Nama Benih
. Normal Abnormal Mati (%)
1. Benih Kacang Kedelai - - 7 0

4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan melakukan uji
viabilitas benih kacang kedelai dengan menggunakan metode kertas digulung
yang mana jenis kertas yang digunakan ialah kertas merang. Hal ini sejalan
dengan pendapat Suwarno (2007) yang menyatakan bahwa kertas merang
digunakan dalam metode UDK (Uji Kertas Digulung) karena kertas merang
memiliki daya mempertahankan air yang tinggi, walaupun tujuh hari tidak diberi
air. Kertas merang yang digunakan dilapisi oleh plastik bening dengan tujuan agar
kertas terjaga kelembabannya. Uji Kertas Digulung dalam Plastik (UKD)
dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat kertas substrat agar tidak tembus oleh
akar yang dapat mengakibatkan kertas substrat menjadi rusak sehingga
pengamatan menjadi sulit dilakukan. Media kertas digulung akan mempermudah
dalam mengontrol suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan kondisi air dari media
untuk pertumbuhan benih yang optimal. Hesthiati (2010) juga mengatakan bahwa
Uji kertas digulung adalah cara pengujian benih dengan meletakkan benih
diantara lembar subtract yang dilembabkan, kemudian digulung. Dapat digunakan
untuk benih yang tidak peka terhadap cahaya. Untuk benih yang berukuran besar
seperti jagung, kedelai, kacang tanah dan sebagainya, subtract kertas dilapisi
dengan plastik di luarnya, metodenya menjadi UDKP  atau Uji Kertas Digulung
dalam Plastik.
Uji viabilitas ini dilakukan untuk dapat mengetahui daya hidup suatu benih
yang dapat ditunjukkan melalui gejala metabolisme atau gejala pertumbuhan.

9
Menurut Sutopo (2011), Viabilitas adalah kemampuan benih atau daya hidup
benih untuk tumbuh secara normal pada kondisi optimum. Berdasarkan pada
kondisi lingkungan pengujian viabilitas benih dapat dikelompokkan kedalam
viabilias benih dalam kondisi sesuai (favourable) dan viabilitas benih dalam
kondisi lingkungan tidak sesuai (unfavourable). Pengujian viabilitas benih dalam
kondisi lingkungan tidak sesuai termasuk kedalam pengujian vigor benih.
Perlakuan dengan kondisi lingkungan sesuai sebelum benih dikecambahkan
tergolong untuk menduga parameter vigor daya simpan benih, sedangkan jika
kondisi lingkungan tidak sesuai diberikan selama pengencambahan benih, maka
tergolong dalam pengujian untuk menduga parameter viabilitas tumbuh benih..
Sebagaimana Agustin dan Lestari (2016) mengatakan bahwa Uji viabilitas
merupakan salah satu tolok ukur yang sangat penting dalam pengujian mutu
fisiologis benih. Pengujian viabilitas benih selama ini umumnya dilakukan dengan
menggunakan media perkecambahan kertas, pasir, kompos dan tanah. Pemilihan
jenis media perkecambahan yang tepat akan mempengaruhi hasil uji viabilitas.
Hal ini penting dalam pengembangan prosedur pengujian agar suatu metode dapat
terstandarisasi dengan hasil yang tepat.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, benih yang diuji viabilitasnya
yaitu benih kacang kedelai. Sebelum disusun di media perkecambahan, benih
kacang kedelai direndam menggunakan aquades untuk membantu proses
perkecambahan melalui imbibisi dan untuk mengetahui benih yang berkualitas
dengan memilih benih yang ternggelam. Media perkecambahan yang digunakan
yaitu berupa kertas merang yang dialasi plastik bening yang sebelumnya sudah
dilembabkan menggunakan kapas yang dibasahi. Dalam hal ini Sutopo (2004)
menjelaskan, media perkecambahan harus memiliki sifat fisik yang baik,
mempunyai kemampuan menyerap air, oksigen dan bebas dari organisme
penyebab penyakit. Pengujian viabilitas benih sangat beragam, bergantung pada
jenis dan ukuran benih tanaman yang akan diuji.
Pengamatan benih kacang kedelai dilakukan pada saat 7 HST. Berdasarkan
pertumbuhan kecambahnya, dikelompokkan menjadi benih normal, benih
abnormal, dan benih mati sehingga dengan pengujian viabiilitas ini pun dapat
diketahui pula mutu dari benih tersebut. Sesuai dengan pernyataan Novita (2014),

10
daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang paling banyak
digunakan dalam pengujian mutu benih. Moiwend dkk (2015) menambahkan,
benih yang viable adalah benih yang bila dihadapkan pada kondisi atau keadaan
yang memungkinkan untuk perkecambahan, maka benih tersebut dapat tumbuh,
mampu berkembang menjadi bibit dan menjadi tanaman yang normal. Dalam hal
ini yang termasuk kedalam benih normal adalah benih yang tumbuh dengan akar
yang panjang, sedangkan benih abnormal adalah benih yang tumbuh dengan akar
yang kerdil, dan benih mati adalah benih yang tidak tumbuh sama sekali selama
masa pengamatan.
Pengelompokkan hasil perkecambahan tersebut kemudian dihitung
menggunakan rumus untuk mengetahui kemempuan benih tersebut untuk
berkecambah. Menurut Sadjad (1972), daya berkecambah menggambarkan
viabilitas potensial benih dihitung berdasarkan persentase kecambah normal
dibagi jumlah benih yang dikecambahkan. Sesuai dengan hal tersebut, terdapat
sedikit perbedaan antara pernyataan yang disampaikan dengan rumus yang kita
gunakan pada saat praktikum. Adapun rumus yang digunakan yaitu :

Benih Normal+ Benih Abnormal


Viabilitas = x
Total Benih
100%
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, pada kacang kedelai yang
ditanam setelah 7 hari penanaman, diketahui bahwa benih yang tidak
mengembang sebanyak 7 buah. Benih tersebut dapat dianggap benih mati karna
hingga akhir masa pengujian, benih tersebut tidak menyerap air dan berwarna
kecoklatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo (2011) yang menyatakan
bahwa benih mati adalah benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak
keras, tidak segar, dan tidak berkecambah. Benih mati dapat dilihat dari keadaan
benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini
disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang benih. Disebabkan
karena pada saat kultur teknis dilepangan tanaman yang menajdi induk talah
terserang hama dan penyakit sehingga pada benih tersebut berpotensi membawa
penyakit dari induknya. Selain itu, terdapat pula benih yang hanya berkembang

11
sebanyak 21 dan benih berkembang yang berjamur sebanyak 22. Berjamurnya
benih tersebut dapat disebabkan oleh terlalu lembabnya media tanam yaitu kertas
merah yang digunakan. Menurut Sutopo (2011), benih segar tidak tumbuh, adalah
benih, selain benih keras, yang gagal berkecambah namun tetap baik dan sehat
dan mempunyai potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Benih dapat
menyerap air, sehingga dapat terlihat benih tampak mengembang. Namun tidak
ada pemunculan struktur penting dari perkecambahan benih. Dan jika waktu
penyemaian diperpanjang benih akan tumbuh normal. Selain itu, tidak
berkecambahnya benih dapat disebabkan pula oleh tingkat kemunduran benih
kacang kedelai tersebut akibat lama penyimpanan. Sebagaimana Heuver (2010)
mengatakan bahwa Viabilitas benih kedelai cepat mengalami kemunduran di
dalam penyimpanan, disebabkan kandungan lemak dan proteinnya relatif tinggi
sehingga perlu ditangani secara serius sebelum disimpan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan dibagi menjadi faktor
internal dan eksternal.
Dari data yang didapatkan, diketahui bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan
yang dialami benih kacang kedelai sehingga hasil perhitungan viabilitas yang
dihasilkan juga berbeda-beda. Menurut Copeland (1976), terdapat faktor-faktor
yang mempengaruhi perkecambahan benih yaitu faktor luar dan faktor dalam.
Faktor dalam antara lain tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dan adanya
dormansi. Faktor luar yaitu faktor lingkungan tumbuh yang meliputi air, suhu,
cahaya, dan medium tumbuh. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa benih kacang hijau dari masing-masing kelompok diduga mendapatkan
perlakuan yang berbeda-beda, contohnya seperti pemberian jumlah aquades pada
saat melembabkan kertas merang yang berbeda-beda, dan kemungkinan-
kemungkinan lain yang dapat mempengaruhi perkecambahan dari masing-masing
benih.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan pada Praktikum Uji Viabilitas
Benih, dapat disimpulkan bahwa benih yang diuji viabilitasnya yaitu benih kacang
hijau, pengamatan dilakukan pada saat 7 HST dengan mengelompokkan benih
menjadi benih normal, benih abnormal, dan benih mati. Pada tiap-tiap kelompok,
terdapat perbedaan pada pertumbuhan kecambahnya, hal ini menyebabkan hasil
perhitungan viabilitas yang didapatkan tiap kelompok berbeda-beda. Hal tersebut
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor luar maupun faktor dalam,
seperti tingkat kemasakan benih, ukuran benih, adanya dormansi, air, suhu,
cahaya, dan medium tumbuh.

5.2 Saran
Pada saat Praktikum, sebaiknya kita memperhatikan semua yang dijelaskan
Asisten Laboratorium agar kita semua sebagai praktikan dapat memahami
praktikum ini dengan jelas dan selalu menjaga kondusifitas agar praktikum dapat
berjalan dengan lancar, tertib, dan aman.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Heny dan D.I. Lestari. 2016. Optimalisasi Media Perkecambahan dalam
Uji Viabilitas Benih Selada dan Bawang Merah. Jurnal Agrin. Vol. 20 (2) :
107-114.
Bewley and Black. 2005. Physiology and Biochemistry of Seed in Relation to
Germination. New York: Heidelberg.
Copeland, L.O. 1976. Seed Science and Technology. USA: Burgess Publ.Co.
Minneaplis, p.369.
Danuarti. 2005. Uji Cekaman Kekeringan pada Tanaman. Jurnal Ilmu Pertanian.
Vol. 11 No. 1 Hal. 22-31.
Handayani, T., E. Aryanti, dan K. Tyas. 2001. Perkecambahan Biji. Jakarta:
Gramedia.
Hesthiati, D. Tr., dan J. Arman Barata. 2010. Pedoman Praktikum Teknologi
Benih. Jakarta: Unas Press.
Heuver, M. 2010. Introduction to Seed Testing. Netherlands: IAC Wageningen.
ISTA. 2007. International Rule for Seed Testing Edition 2007. Swizerland: Sawah
Dataran Tinggi Ciwidy. Jurnal Hortikultura. Vol. 5 (4) : 16-28.
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih. Jakarta: Rineka Cipta.
Miowend, Kaspar Y., Aiyen, dan I.S. Madauna. Uji Viabilitas Benih Ketimun
(Cucumis Sativus L.) Hasil Perlakuan Penyerbukan Berbagai Serangga.
Jurnal Agrotekbis. Vol. 3 (2) : 178-186.
Mugnisjah, W.Q. 1994. Panduan Praktikum dan Penelitian Bidang Ilmu dan
Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Novita, Faiza C. Suwarno. 2014. Viabilitas Benih Melon (Cucumis melo L.) pada
Kondisi Optimum dan Sub-Optimum Setelah Diberi Perlakuan Invigorasi.
Jurnal Bul. Agrohorti. Vol. 2 (1) : 59-65.
Sadjad, S. 1972. Kekuatan Tumbuh Benih. Bogor: Departemen Agronomi IPB.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Press.

14
Sutopo, L. 2011. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Press.
Sutopo, L. 2014. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Press.
Sutopo, Lita. 2004. Teknologi Benih. Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.

15

Anda mungkin juga menyukai