KELOMPOK 1
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................ i
DAFTAR TABEL........................................................................................ ii
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
Latar Belakang.................................................................................... 1
Tujuan................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4
Hasil.................................................................................................... 9
Pembahasan........................................................................................ 22
Kesimpulan......................................................................................... 23
Saran................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 24
LAMPIRAN................................................................................................. 26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Benih yang akan digunakan dalam suatu pertanaman harus benih yang
memiliki mutu dan kualitas baik untuk mendukung keberhasilan dari penanaman.
Salah satu cara yang digunakan untuk mendapatkan benih yang memiliki kualitas
mutu yang terjamin yaitu dengan cara menyeleksi benih berdasarkan ukuran dan
berat benih. Penyeleksian benih tersebut biasanya dinamakan dengan sortasi
benih. Sortasi dilakukan untuk memisahkan benih dari benih tanaman lain,
kotoran dan benih yang telah rusak atau keriput. Soratasi benih merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan viabilitas perkecambahan benih (Suita, 2013).
Selain dari penyeleksian benih yang berpengaruh terhadap viabilitas
perkecambahan benih, penyimpanan benih juga merupakan faktor fisiologis yang
dapat berpengaruh terhadap viabilitas perkecambahan benih. Penyimpanan benih
pun memiliki faktor yang mendukung seperti faktor suhu, karakteristik dan
mikroorganisme yang terdapat dalam penyimpanan benih (shaban, 2013).
Vigor benih adalah kemampuan benih menghasilkan tanaman normal pada
lingkungan yang kurang memadai (suboptimum), dan mampu disimpan
padakondisi simpan yang sub optimum. Vigor adalah sejumlah sifat-sifat benih
yang mengidikasikan pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan
seragam pada cakupan kondisi lapang yang luas. Vigor benih untuk tumbuh secar
aspontan merupakan landasan bagi kemampuan tanaman mengabsorpsi sarana
produksi secara maksimal sebelum panen. Juga dalam memanfaatkan unsur sinar
matahari khususnya selama periode pengisian dan pemasakan biji. Cakupan vigor
benih meliputi aspek-aspek fisiologis selama proses perkecambahan dan
perkembangan kecambah (Danuarti, 2015).
Sutopo dalam Sulizawati, (2016), menyatakan bahwa vigor benih
dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas, masing-masing kekuatan
tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologi ini menempatkan benih pada
kemungkinan kemampunnya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun
keadaan biofisik lapangan produksi suboptimum atau sesudah benih melampaui
12 suatu periode simpan yang lama. Pada saat masak fisiologis bobot kering benih
dan vigor benih mencapai maksimum. Sejak itu, benih perlahan-lahan kehilangan
vigor dan akhirnya mati. Widajati et al dalam Sulizawati, (2016), menyatakan
bahwa tolok ukur vigor kekuatan tumbuh adalah kecepatan tumbuh (KCT) dan
keserempakan tumbuh (KST) benih. Benih bervigor tinggi lebih cepat tumbuh
dibandingkan dengan benih vigor rendah. Kecepatan tumbuh benih
mencerminkan vigor individual benih yang dikaitkan dengan waktu. Tolok ukur
keserempakan benih menunjukkan vigor suatu lot benih. Suatu lot benih yang
kurang vigor tumbuh bervariasi.
Benih yang memiliki mutu baik, dapat dilihat dari ukuran dan berat benih.
Vigor benih biasanya berkorelasi dengan ukuran benih, yang mana dapat diketahui
bahwa benih yang memiliki ukuran dan berat yang lebih besar mempunyai vigor
yang lebih baik. Ukuran benih dapat berpengaruh terhadap perkecambahan benih
serta berat benih berpengaruh terhadap presentase perkecambahan (Wulandari et
al., 2015). Tingkat kemasakan pada benih (masak secara fisiologis) sangat penting
untuk diketahui karena hal tersebut dapat berpengaruh terhadap viabilitas benih
dan vigor benih (Surahma et al., 2012). Uji vigor benih merupakan uji kekuatan
benih untuk menentukan daya kecambah benih yang cepat dan dapat seragam. Uji
vigor benih menetukan dari awal pembetukan benih secara langsung dan tidak
langsung dalam hal mendapatkan nutri atau menyerap makanan secara baik
(Mondo et al., 2013).
Faktor yang mempengaruhi vigoritas benih antara lain faktor Genetik,
lingkungan dan status benih (kondisi fisik dan fisiologi benih). Genetik
merupakan faktor bawaan yang berkaitan dengan komposisi genetika benih.
Setiap varietas memiliki identitas genetika yang berbeda. Sebagai contoh, mutu
daya simpan benih kedelai lebih rendah dibandingkan dengan mutu daya simpan
benih jagung, hal ini diakibatkan perbedaan gen yang ada di dalam benih. Benih
hibrida lebih vigor dibandingkan dengan benih non hibrida. Contoh Benih jagung
hibrida menghasilkan tanaman yang lebih vigor dibandingkan jagung non hibrida.
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap mutu benih berkaitan dengan
kondisi dan perlakuan selama prapanen, pascapanen, maupun saat pemasaran
benih. Faktor kondisi fisik dan fisiologi benih berkaitan dengan performa benih
seperti tingkat kemasakan, tingkat kerusakan mekanis, tingkat keusangan
(hubungan antara vigor awal dan lamanya disimpan), tingkat kesehatan, ukuran
dan berat jenis, komposisi kimia, struktur, tingkat kadar air dan dormansi benih.
Kualitas maksimal suatu benih tercapai saat mencapai Matang Fisiologis. Pada
saat Matang Fisiologis akumulasi bahan kering (dry matter) dan bahan kimia yang
terlibat dalam perkecambahan sudah mencapai maksimal. Panen sebelum atau
sesudah matang fisologis kualitasnya lebih rendahdibandingkan saat matang
fisiologis. Kadar air merupakan faktor yang paling mempengaruhi kemunduran
benih. Kemunduran benih meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar air
benih. Kadar air benih akan berpengaruh terhadap proses aktivasi enzim. Kadar
air yang rendah dapat meminimalisir proses aktibvasi enzim (perombakan
cadangan makanan). Bagi benih ortodok kadar air terlalu rendah menyebabkan
cracking (retak) sedangkan bagi benih rekalsitran kadar air terlalu rendah
menyebabkan gangguan fisiologis.Kadar air optimum setiap jenis benih berbeda-
beda. Pengolahan yang baik tidak menyebabkan kerusakan pada benih.
Pengolahan yang tidak baik menyebabkan benih memar, cracking atau pecah, case
hardening (pengerasan kulit benih). Perontokan dan pengeringan merupakan tahap
pengolahan yang paling berpengaruh terhadap kualitas benih. Jenis kemasan yang
baik dapat mempertahankan kadar air dan vigor benih, selain itu kemasan yang
baik juga dapat menghindari benih dari benturan, serangan hama dan penyakit.
Contoh kemasan yang baik antara lain, kaleng, aluminium foil, plastik tebal,
kertas semen dilapisi aspal dan lain-lain (Nurussintani, 2013).
BAHAN DAN METODE
Bahan
Alat
Posedur Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan sortasi benih
2. Merendam benih pada air bersih : jagung selama 24 jam; benih kacang
nagara selama 6 jam.
3. Meniriskan benih
4. Menghancurkan bata merah menjadi serpihan tak beraturan
5. Melakukan penaburan atau menanam 25 benih di media batu bata pada
setiap sub sampel.
6. Menjaga kelembaban media setiap hari
7. Menghitung benih yang tumbuh setiap hari selama periode pengujian
8. Menghitung kecambah normal kuat dan normal lemah, serta mengukur
plumula dan radikula pada masing-masing kriteria.
KESIMPULAN
SARAN
Danuarti. (2015). Uji cekaman kekeringan pada tanaman. Jurnal Ilmu Pertanian,
11(1), 22-31.
Girsang, R., Luta, D. A., Harahap, A. P., & Suriadi. (2019). Peningkatan
perkecambahan benih bawang merah (Allium ascalonicum L.) akibat
interval perendaman H2SO4 dan beberapa media tanam. Journal of Animal
Science and Agronomy Panca Budi, 4(1), 24-28.
Hairunnas, Saputra, W. T. M., Sukanto, Imanullah, A., Junita, D., Syamsuddin, &
Hasanuddin. (2023). Monograf Viabilitas serta Vigor Benih Kedelai
(Glycine max L. Merill). Eureka Media Aksara. Purbalingga.
Ilyas, S. (2018). Ilmu dan Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.
Leisolo, M. K., Riry, J. dan Matatula, E. A. (2013). Pengujian Viabilitas dan Vigor
Benih Beberapa Jenis Tanaman yang Beredar di Pasaran Kota Ambon.
Jurnal Agrologia, 2(1), 1-9.
Ridha, R., Syahril, M., & Juandi, B. R. (2017). Viabilitas dan Vigoritas Benih
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Akibat Perendaman dalam Ekstrak
Telur Keong Mas. Jurnal Penelitian, 4(1), 84-90.
Suita, E. (2013). Pengaruh sortasi benih terhadap viabilitas dan pertumbuhan bibit
Akor (Acacia auriculiformis). Pembenihan Tanaman Hutan, 1(2), 83-91.
Wulandari, W., A, Bintoro, & Duryat. (2015). Pengaruh ukuran berat benih
terhadap perkecambahan benih Merbau Darat (Intsia palembanica). Syha
Lestari, 3(2), 79-88.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penanaman Benih Kacang Nagara dan Jagung pada Media Batu Bata
Menimbang sampel 2
Kecambah Kacang
Nagara lemah
Lampiran 3. Perhitungan
10
Subsampel 1 = ×100 %=40 %
25
15
Subsampel 2 = ×100 %=6 0 %
25
17
Subsampel 3 = ×100 %=68 %
25