Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TANAMAN
“DORMANSI DAN PERKECAMBAHAN BIJI”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Fisiologi Tanaman

Disusun oleh:
Nama : Suria Paloh
NIM : 4442210007
Kelas : 1F
Kelompok : 1 (Satu)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kelancaran kepada penulis dalam
menyelesaikan praktikum pada Mata Kuliah Fisiologi Tanaman dengan judul
“Pertumbuhan dan Perkembangan”.
Dalam rangka memenuhi tugas praktikum Fisiologi Tanaman, penulis
menyusun laporan praktikum ini untuk menerangkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kedelai. Dalam hasil praktikum ini penulis mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir. Rusmana, M.P., dan Ibu Kirana Nugaraha Lizansari,
S.P., M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Fisiologi Tanaman yang sudah
memberi arahan terkait praktikum ini. Saudara Muhammad Darul Quthni selaku
Asisten Praktikum Fisiologi Tanaman kelas 1F yang sudah membantu dalam
berjalannya praktikum ini.
Dalam penyusunan hasil praktikum ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga
laporan ini dapat memberikan pengetahuan tambahan tentang cara menentukan
dan mengetahui proses pergerakan partikel.

Serang, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Pengertian Dormansi................................................................................3
2.2 Pengertian Perkecambahan.......................................................................4
2.3 Cara Pematahan Dormansi.......................................................................5
BAB III METODE PRAKTIKUM.......................................................................9
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................9
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................9
3.3 Cara Kerja.................................................................................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................12
4.1Hasil.........................................................................................................12
4.2Pembahasan.............................................................................................13
BAB V PENUTUP................................................................................................14
5.1 Simpulan.................................................................................................14
5.2 Saran.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
LAMPIRAN............................................................................................................1

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Kedelai di Tempat


Terang......................................................................................................13
Tabel 2. Hasil Pengamatan Pertumbuhan dan Perkembangan Kedelai di Tempat
Gelap........................................................................................................13

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Kedelai (Glycine max L.).......................................................5


Gambar 2. Pertumbuhan dan Perkembangan...........................................................9

iv
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih dan biji merupakan komponen teknologi kimiawi biologis pada
setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan. Benih dari segi
teknologi diartikan sebagai organisme mini hidup dalam keadaan
“istirahat” atau dorman yang tersimpan dalam wahana tertentu yang
digunakan sebagai penerus generasi. Benih dikatakan dorman apabila
benih tersebut sebenarnya hidup tapi tidak berkecambah walaupun
diletakkan pada keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan
bagi suatu perkecambahan (Sutopo, 2004).
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi
walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya
perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian
atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah
yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana
cara mengatasi dormansi tersebut. Benih yang mengalami dormansi
biasanya disebabkan oleh rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air
yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga
mempersulit keluar masuknya air ke dalam benih. Respirasi yang tertukar,
karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu
keras, sehingga pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan
menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan
makanan dalam benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan
embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi
pertumbuhan embrio (Lakitan, 2008).
Selama penyimpanan benih-benih dalam keadaan dormansi (tidur) dan
perlu dilakukan perlakuan sebelum di kecambahkan. Benih dikatakan
dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah
walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang memenuhi syarat bagi
perkecambahan dan periode dormansi ini dapat berlangsung semusim atau
tahunan tergantung pada tipe dormansinya. Kondisi dormansi mungkin

1
dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih berada pada
tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas dari
tanaman induknya (Lakitan, 2008).
Perkecambahan adalah proses penting dalam perkembangan
tumbuhan. Pertumbuhan pada tanaman diawali dengan proses
perkecambahan setelah biji mengalami masa dormansi. Perkecambahan
dikenal dengan peristiwa yang munculnya tanaman kecil (plantula) dari
dalam biji. Peristiwa perkecambahan biji diawali dengan proses
penyerapan air oleh biji yang disebut imbibisi (Kuswantoro, 2019).
Tipe dormansi pada biji yang akan diperkecambahkan perlu diketahui
agar perlakuan yang cocok dapat kita berikan pada biji yang akan
disebarkan di lapangan, sehingga biji tersebut dapat segera berkecambah
dan kegagalan atau terhambatnya perkecambahan dapat dihindari. Kulit
biji yang keras dan zat penghambat yang terdapat pada daging buah dapat
mempengaruhi perkecambahan biji.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah:
1. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan.
3. Untuk mengetahui pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan.

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Dormansi


Dormansi merupakan kondisi dimana terhentinya proses pertumbuhan
suatu organisme hidup atau bagiannya yang diakibatkan oleh keadaan
yang tidak mendukung untuk terjadinya pertumbuhan secara normal.
Sehingga dormansi ialah tanggapan dari terjadinya suatu keadaan atau
kondisi fisik atau lingkungan tertentu. Faktor penyebab dormansi dapat
bersifat mekanis yaitu keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi. Pada
beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih
menjadi dorman setelah dipanen, sehingga petani harus mengetahui
bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut (Harahap, 2012).
Dormansi merupakan kondisi ketika benih-benih sehat (viable) gagal
berkecambah saat berada dalam kondisi normal untuk berkecambah,
seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai. Dormansi
dapat terjadi selama proses pengelolaan, sehingga benih tidak dapat
berkecambah walaupun dalam lingkungan yang baik untuk
perkecambahan (Yuniarti, 2015).
Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat
(viable) gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara
normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu
dan cahaya yang sesuai. Dormansi dapat terjadi selama proses
pengelolaan, sehingga benih tidak dapat berkecambah walaupun dalam
lingkungan yang baik untuk perkecambahan. Penyebab dari dormansi
benih bisa disebabkan antara lain karena kulit benih yang keras,
pertumbuhan embrio yang belum berkembang (kurang matang), benih
mengandung zat-zat penghambat dalam buah atau benih yang mencegah
perkecambahan, dan gabungan dari beberapa tipe dormansi. Beberapa
perlakuan dapat diberikan pada benih, sehingga tingkat dormansinya dapat
diturunkan dan presentase kecambahnya tetap tinggi. Perlakuan tersebut
dapat ditujukan pada kulit benih, embrio maupun endosperm benih dengan

3
maksud untuk menghilangkan faktor penghambat perkecambahan dan
mengaktifkan kembali sel-sel benih yang dorman (Zanzibar, 2017).
Jenis-jenis dormansi pada biji ada dua yaitu dormansi primer dan
dormansi sekunder. Dormansi primer ialah dormansi yang terjadi
semenjak benih masih berada pada tanaman induk, setelah embrio
berkembang penuh. Dormansi sekunder merupakan benih non dorman
yang dapat mengalami dormansi karena beberapa kondisi yang
menyebabkannya menjadi dorman (Soerodikosoemo, 2009).

2.2 Pengertian Perkecambahan


Perkecambahan adalah suatu proses pertumbuhan embrio dan
komponen-komponen biji yang memiliki kemampuan tumbuh normal
menjadi tumbuhan. Syarat benih untuk berkecambah adalah tercukupinya
air di lingkungan dimana biji akan disemaikan. Namun tersedianya air
tidak menjamin bahwa air mampu meresap kedalam biji melalui kulit biji.
Kecambah normal memiliki perakaran yang baik, perkembangan hipokotil
yang baik dengan daun yang berwarna hijau, dan memiliki satu kotiledon
untuk berkecambah (Girsang, 2019).
Perkecambahan atau germinasi merupakan proses munculnya bakal
akar atau radikal dari kulit biji. Selama berlangsungnya proses
perkecambahan terjadi mobilisasi cadangan makanan dari jaringan
penyimpanan atau keping biji ke bagian vegetatif yaitu sumbu
pertumbuhan embrio atau lembaga. Selama proses perkecambahan, bahan
makanan cadangan diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan, baik
untuk tumbuhan maupun manusia (Astawan, 2008).
Perkecambahan biji merupakan proses metabolisme biji hingga dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah, yaitu plumula dan
radikula. Biasanya radikula keluar dari kulit biji, lalu tumbuh ke bawah
dan membentuk sistem akar. Plumula muncul ke atas dan membentuk
sistem tajuk. Perkecambahan biji dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
dalam dan faktor-faktor luar. Faktor-faktor dalam meliputi tingkat
kemasakan biji, ukuran biji, dormansiansi, dan penghambat

4
perkecambahan. Sedangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi
perkecambahan biji meliputi air, temperatur, oksigen, dan cahaya.
(Lakitan, 2011).
Perkecambahan adalah proses awal pertumbuhan individu baru pada
tanaman yang diawali dengan munculnya radikel pada testa benih.
Perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium
pertumbuhan. Air akan diabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas
enzim-enzim metabolisme perkecambahan. Perkecambahan sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium pertumbuhan. Air
akandiabsorbsi dan digunakan untuk memacu aktivitas enzim-enzim
metabolisme perkecambahan (Agustrina, 2008).
Proses ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dalam medium
pertumbuhan untuk memacu aktivitas enzim yang diperlukan dalam metabolisme
perkecambahan di jaringan dalam benih. Fase perkecambahan diawali dengan
imbibisi yang menjadikan kulit biji lunak dan terjadinya peningkatan aktivitas
enzimatik. Pada saat perkecambahan, imbibisi air merangsang aktivitas giberelin
yang diperlukan untuk mengaktivasi enzim αamilase. Enzim ini selanjutnya
masuk ke dalam cadangan makanan dan mengkatalis proses perubahan cadangan
makanan, pati menjadi gula yang kemudian digunakan sebagai sumber energi
untuk pembelahan dan pertumbuhan sel (Junaidi, 2021).
Ada dua tipe perkecambahan biji, yaitu perkecambahan epigeal dan hipogeal.
Perkecambahan epigeal Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan hipokotil
yang tumbuh memanjang sehingga plumula dan kotiledon terangkat ke atas
(permukaan tanah). Kotiledon dapat melakukan fotosintesis selama daun belum
terbentuk. Contoh tumbuhan ini adalah kacang hijau, kedelai, bunga matahari dan
kacang tanah. Organ pertama yang muncul ketika biji berkecambah adalah
radikula. Radikula ini kemudian akan tumbuh menembus permukaan tanah.
Untuk tanaman dikotil yang dirangsang dengan cahaya, ruas batang hipokotil
akan tumbuh lurus ke permukaan tanah mengangkat kotiledon dan epikotil.
Epikotil akan memunculkan daun pertama kemudian kotiledon akan rontok
ketika cadangan makanan di dalamnya telah habis digunakan oleh embrio
(Campbell et al., 2000).
Perkecambahan hipogeal Perkecambahan hipogeal ditandai dengan epikotil
tumbuh memanjang kemudian plumula tumbuh ke permukaan tanah menembus

5
kulit biji. Kotiledon tetap berada di dalam tanah. Contoh tumbuhan yang
mengalami perkecambahan ini adalah kacang ercis, kacang kapri, jagung, dan
rumput-rumputan (Campbell et al., 2000).

2.3 Cara Pematahan Dormansi


Dipandang dari segi ekonomis terdapatnya keadaan dormansi pada
benih dianggap tidak menguntungkan. Oleh karena itu diperlukan cara-
cara agar dormansi dapat dipecahkan atau sekurang-kurangnya dapat
dipersingkat.
2.3.1 Perlakuan dengan Bahan Kimia
Perlakuan menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan
untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan agar
kulit biji 3 lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dan asam nitrat dengan konsentrasi
pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air
dengan mudah. Disamping itu dapat pula digunakan hormon tumbuh untuk
memecahkan dormansi pada benih, antara lain adalah : sitokinin, giberelin
dan auksin (Sutopo, 2004).
Zat pengatur tumbuh (ZPT) dibuat agar tanaman memacu pembentukan
fitohormon (hormon tumbuhan). Hormon mempunyai arti untuk merangsang,
membangkitkan atau mendorong timbulnya suatu aktivitas biokimia. Dengan
demikian fitohormon sebagai senyawa organik yang bekerja aktif dalam
jumlah sedikit, ditransformasikan ke seluruh bagian tanaman sehinga dapat
mempengaruhi pertumbuhan atau proses-proses fisiologi tanaman (Djamhari,
2010).
2.3.2 Perlakuan Perendaman dengan Air Panas
Beberapa jenis benih terkadang diberi perlakuan perendaman di dalam
air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih. Prosedur
umum yang digunakan adalah air dipanaskan sampai 180-200 ˚F, benih
dimasukkan kedalam air panas tersebut dan biarkan sampai menjadi dingin.
Dengan perlakuan perendaman dengan air, perlakuan perendaman di dalam
air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih sehingga
benih akan mematahkan dormansi (Sutopo, 2004).

6
2.3.3 Perlakuan Mekanis
Upaya yang dapat dilakukan untuk mematahkan dormansi benih
berkulit keras adalah dengan cara skarifikasi mekanis. Skarifikasi mekanis
adalah proses dilakukan dengan cara melukai benih sehingga terdapat celah
tempat keluar masuknya air dan oksigen. Teknik yang umum dilakukan pada
perlakuan skarifikasi mekanis yaitu pengamplasan, pengikiran, pemotongan,
dan penusukan jarum tepat pada bagian titik tumbuh sampai terlihat bagian
embrio. Skarifikasi mekanik memungkinkan air masuk ke dalam benih untuk
memulai 4 berlangsungnya perkecambahan. Skarifikasi mekanis
mengakibatkan hambatan mekanis kulit benih untuk berimbibisi berkurang
sehingga peningkatan kadar air dapat terjadi lebih cepat sehingga benih cepat
berkecambah (Widyawati et al., 2009).
2.3.4 Perlakuan dengan Temperatur Rendah
Keadaan dormansi pada beberapa benih dapat diatasi dengan pemberian
efek dari temperatur rendah dan agak tinggi. Dormansi ini secara alami terjadi
dengan cara biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin
dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena
kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan
pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi. Selanjutnya
perlakuan cahaya, cahaya intensitas tinggi dapat meningkatkan
perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic
(perkecambahannya dipercepat oleh cahaya), jika penyinaran intensitas tinggi
ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji
yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh
cahaya), akan tetapi pada beberapa jenis benih lainnya ternyata membutuhkan
perlakuan panjang hari terntentu untuk mengatasi dormansinya (Sutopo,
2004).

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Dormansi dan Perkecambahan Biji ini dilaksanakan pada
hari Senin, 31 Oktober 2022 pukul 07.00 – 08.40 WIB di Laboratorium
Lantai 2 Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas plastik,
hot plate, gelas beaker, batang pengaduk, amplas, kapas, label dan alat
tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah biji kulit tipis (biji
kedelai, biji kacang tanah, biji kacang hijau), biji kulit tebal (biji sawo, biji
asam, biji srikaya), larutan NaCl dan air panas.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.
2. Direndam biji yang berkulit tipis (kacang hijau, kacang tanah, dan kacang
kedelai) selama 5 menit dalam air dan digunakan yang tenggelam.
3. Diletakkan kapas di 3 buah gelas plastik, kemudian diberi perlakuan, pada
gelas I kapas tanpa diberi air (hanya dengan kapas), pada gelas II kapas
diberi sedikit air (kapas sekedar basah), pada gelas III kapas diberi air
hingga biji tergenang air.
4. Dimasukkan Biji ke dalam gelas plastik masing-masing 2 buah (U1 dan
U2).
5. Ditandai gelas dengan menggunakan label antara gelas yang satu dengan
gelas yang lainnya dan antara biji ulangan satu dan ulangan kedua.
6. Diamati setiap hari dan dicatat perubahannya pada 2 HST, 4 HST dan 6
HST.

8
7. Diberikan 3 perlakuan pada biji yang berkulit tebal (biji sawo, biji asam
dan biji srikaya) diberikan 3 perlakuan.
8. Diamplas biji pada perlakuan I sampai terlihat bagian berwarna putih.
9. Direndam di air panas pada perlakuan II selama 5 menit.
10. Direndam dalam larutan (NaCl) pada perlakuan III selama 5 menit.
11. Dimasukkan biji ke dalam gelas plastik yang telah diberi kapas masing-
masing 2 buah (U1 dan U2).
12. Ditandai gelas dengan menggunakan label antara gelas yang satu dengan
gelas lainnya dan antara biji ulangan satu dan biji ulangan kedua.
13. Diamati setiap hari dan dicatat perubahannya pada 2 HST, 4 HST dan 6
HST.

9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tipis
Parameter Pengamatan
Tangg Ulanga
Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Tanah
al n
K L T K L T K L T
2 HST I - √ - - - - - - √
02-11-
II - - - - - - - - √
2022
4 HST I - √ √ - - √ - - √
04-11-
II - √ - - - √ - - √
2022
6 HST I - √ √ - - √ - - √
06-11-
II - √ - - - √ - - √
2022

Tabel 2. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tebal


Parameter Pengamatan
Tangg Ulanga
Biji Asam Biji Sawo Biji Srikaya
al n
N S A N S A N S A
2 HST I - - - - - - - - -
02-11-
II - - - - - - - - -
2022
4 HST I - - - - - - - - -
04-11-
II - - - - - - - - -
2022
6 HST I - - √ - - - - - -
06-11-
II - - √ - - - - - -
2022

10
4.2 Pembahasan
Pada pembahasan praktikum kali ini, penulis akan membahas tentang
dormansi dan perkecambahan biji. Dormansi merupakan keadaan dimana
benih mengalami masa tidur atau keadaan benih tidak akan mengalami
pertumbuhan atau perkecambahan. Sama halnya dengan pernyataan
Sutopo (2004), bahwa benih dikatakan dorman apabila benih tersebut
sebenarnya hidup tapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada
keadaan yang secara umum telah memenuhi persyaratan bagi suatu
perkecambahan. Sedangkan perkecambahan adalah proses utama dalam
pertumbuhan yang ditunjukkan dengan munculnya plumula dan radikula.
Dalam hal ini, proses dormansi dan perkecambahan biji dilakukan pada
biji berkulit tipis, yaitu kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang
kedelai (Glycine max) serta biji berkulit tebal, yaitu biji sawo (Manilkara
zapota) dan biji asam (Tamarindus indica). Perlakuan yang dilakukan pada
praktikum dormansi dan perkecambahan biji ini, yaitu dengan merendam
biji berkulit tebal di air panas, air biasa dan air garam selama 5 sampai 10
menit. Sedangkan, untuk kulit berkulit tipis dilakukan perlakuan dengan
merendam biji di air biasa selama 5 sampai 10 menit. Sebelum melakukan
perlakuan perendaman, biji berkulit tebal terlebih dahulu diampelas agar
struktur kulit lebih tipis. Hal ini didukung oleh pernyataan Zulfia (2016),
bahwa kulit biji yang keras menyebabkan air sulit masuk ke dalam biji,
padahal air merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung
perkecambahan. Proses pengamplasan pada biji ini sangat dibutuhkan agar
kulit biji sawo (Manilkara zapota) dan biji asam (Tamarindus indica) dan
biji srikaya tidak keras. Hal ini didukung oleh pernyataan Esmaeili (2009),
bahwa skarifikasi mekanik menggunakan amplas memberikan pengaruh
yang nyata pada semua perubahan yang diamati. Hal ini disebabkan kulit
benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam
benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan
menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih
cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, pada biji berkulit tipis baik

11
pada kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang kedelai (Glycine max)
sama-sama menunjukkan proses perkecambahan. Dimana, biji kacang
hijau dan kacang kedelai mulai memunculkan plumula dan radikula pada 2
HST pada parameter pengamatan kapas lembab dan 4 HST pada kapas
tergenang. Hal ini dikarenakan proses perkecambahan dapat berlangsung
dengan baik jika faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji
terpenuhi, seperti air dan suhu. Sama halnya dengan pernyataan Ardiyanto
(2014), bahwa dalam proses perkecambahan terdapat faktor internal, yaitu
gen, enzim, dan hormon serta faktor eksternal, yaitu nutrisi, air, cahaya,
suhu dan kelembaban yang mempengaruhinya. Sehingga pada 4 HST dan
6 HST, biji kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang tanah (Arachis
Hypogeal) terus mengalami pertumbuhan yang ditunjukkan dengan
pertambahan tinggi tanaman. Sedangkan pada parameter pengamatan
kapas kering, kacang hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang tanah (Arachis
Hypogeal) tidak menunjukkan adanya proses perkecambahan. Hal ini
dikarenakan, kapas kering tidak menyediakan air yang menjadi faktor
pendukung tumbuhnya biji sehingga parameter pengamatan pada kapas
kering tidak mendukung proses perkecambahan biji.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa masa dormansi pada kacang
hijau (Phaseolus radiatus) dan kacang tanah (Arachis Hypogeal) di
parameter pengamatan kapas lembab dan kapas tergenang dapat
dipatahkan dengan perlakuan perendaman biji. Air disini berperan sebagi
pengaktif enzim dan hormon pertumbuhan yang ada pada biji, dimana
enzim tersebut membantu proses pembentukan energi agar sel-sel dapat
membuat biji tumbuh.Pada pengamatan biji berkulit tebal pada 2 HST, 4
HST dan 6 HST, didapatkan hasil yang menunjukkan tidak adanya proses
perkecambahan pada biji sawo (Manilkara zapota) dan biji asam jawa
(Tamarindus indica) baik pada perlakuan perendaman air biasa, air panas
dan air garam pada kapas lembab. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan
tebalnya kulit biji sawo (Manilkara zapota) dan biji asam (Tamarindus
indica) dan proses pengamplasan biji yang kurang tepat. Sehingga, air sulit
untu masuk ke dalam biji untuk membantu proses perkecambahan. Sama

12
halnya dengan pernyataan Esmaeili (2009), bahwa air tidak dapat masuk
ke dalam biji dan biji tidak dapat menyerap air atau biasa disebut dengan
kulit biji yang bersifat Impermeable.

13
BAB
V PENUTUP

5.1 Simpulan
Dari hasil praktikum pengaruh faktor cahaya terhadap pertumbuhan
dan perkembangan biji kacang merah, dapat disimpulkan bahwa cahaya
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan membutuhkan cahaya.
Namun, banyak sedikitnya cahaya yang dibutuhkan tiap tumbuhan
berbeda-beda, begitu pula dengan tumbuhan kacang merah.
Dari praktikum yang telah dilakukan terhadap pertumbuhan dan
perkecambahan biji kacang merah, biji kacang merah yang diletakan
ditempat gelap dan terang akan mempunyai perbedaan. Biji kedelai
terkena cahaya matahari secara langsung (terang) pertumbuhannya lebih
lambat, daunnya lebar dan tebal, berwarna hijau, batang tegak, kokoh.
Sedangkan, biji kacang merah yang tidak terkena cahaya matahari (gelap)
pertumbuhannya lebih cepat tinggi (etiolasi) dan daunnya tipis, berwarna
pucat, batang melengkung tidak kokoh. Hal ini terjadi karena cahaya
memperlambat/menghambat kerja hormon auksin dalam pertumbuhan
meninggi (primer). Faktor yang mendorong pertumbuhan adalah hormon
auksin dan giberelin. Faktor internal meliputi laju fotosintetik, respirasi,
pembagian hasil asimilasidan N, klorofil dan kandungan pigmen lainnya,
tipe dan letak meristem, kapasitas menyimpan cadangan makanan,
aktivitas enzim, pengaruh langsung gen, diferensiasi. Sedangkan faktor
eksternal meliputi iklim (cahaya, temperatur, air, panjang hari, angin dan
gas), tanah (tekstur, struktur, bahan organik, KTK, pH tanah), biologis
(Organisme Pengganggu Tanaman).

5.2 Saran
Sebaiknya dalam pelaksanaan praktikum waktu yang sudah ditetapkan
digunakan dengan baik dan setiap praktikan dapat melengkapi bahan serta
alat yang akan digunakan pada saat praktikum agar praktikum dapat

14
berjalan dengan baik. Serta menanyakan kembali petunjuk teknis
praktikumnya, agar tidak terjadi kesalahan pada saat praktikum dan saat
pengerjaan laporan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2008. Budidaya Kedelai Tropika. Jakarta: Penebar Swadaya.


Al-faruq, M. S. S. dan Sukatin. 2021. Psikologi Perkembangan. Sleman:
Depublish.
Anggarwulan. 2007. Fisiologi Tanaman. Jakarta: Erlangga
Budi, G. P dan O. D. Hajoeningtijas. 2009. Kemampuan Kompetisi beberapa
Varietas Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Gulma Alang-Alang
(Imperata cylindrica) Dan Teki (Cyperus rotundus). Jurnal Litbang
Provinsi Jawa Tengah. Vol. 7(2): 129-130.
Diah, A. 2011. Biologi 3A untuk Senior High School Grade II Semester 1.
Jakarta: Esis.
Fatkhanudin. 2011. Analisis Pertumbuhan. Makalah. Fakultas Pertanian Jurusan
Agroteknologi. Padang: Universitas Andalas Press.
Hapsari, T. A., S. Darmanti, dan E. D. Hastuti. 2018. Pertumbuhan Batang, Akar
dan Daun Gulma Katumpangan (Pilea microphylla (L.) Liebm.). Buletin
Anatomi dan Fisiologi. Vol. 3(1): 79-84.
Haryanti, S. dan T. Meirina. 2009. Optimalisasi Pembukaan Porus Stomata Daun
Kedelai (Glycine max L.) Merril) pada Pagi Hari dan Sore. Jurnal Bioma.
Vol. 11(2): 18-23.
Hasnunidah, N. 2011. Fisiologi Tumbuhan. Bandar Lampung: Universitas
Lampung Press.
Huang J. 2010. Functional Analysis of the Arabidopsis PAL Gene Family in Plant
Growth, Development, and Response to Environmental Stress. Plant
Physiology. Vol.153: 1526–1538.
Isbandi, J. 2009. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Yogyakarta: Fakulas
Pertanian UGM Press.
Lomer, A.M. 2012. Effect of Nitrogen on The Growth Levels and Development of
Maize Hybrids in the Condition of Amino Acids Application. International
Journal of Agriculture and Crop Sciences. Vol. 4(14): 984-992.
Muslihat, L. 2009. Teknik Pembuatan Kompos Untuk Meningkatkan
Produktivitas Tanah di Lahan Gambut. Yogyakarta: UM Press.

16
Ningsih, S. M. 2019. Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Tanaman Kacang Merah. Jurnal Agroswagati. Vol. 7(1): 1-
6.
Patma, U., P. Lauli Agustina dan S. Lutfi, A., M. 2013. Respon Media Tanam dan
Pemberian Auksin Asam Asetat Naftalen pada Pembibitan Aren (Arenga
Pinnata Merr). Jurnal Agroekoteknologi. Vol. 1(2): 1-10.
Salwati, Handoko, I. Las dan R. Hidayati. 2013. Model Simulasi Perkembangan,
Pertumbuhan dan Neraca Air Tanaman Kentang pada Dataran Tinggi di
Indonesia. Informatika Pertanian. Vol. 22(1): 53-64.
Sardoei, A.S, Fahraji S.S, dan Ghasemi H. 2014. Effects Of Different Growing
Media on Growth and Flowering of Zinnia (Zinnia Elegans). International
journal of Advanced Biological and Biomedical Research. Vol. 2(6): 1894-
1899.
Silvikultur. 2007. Sumber Cahaya Matahari. Jakarta: Pakar Raya.
Subardi. 2009. Biologi 3 Untuk Kelas XII SMA dan MA. Jakarta: Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Sumarno. 2015. Kedelai dan Cara Budidayanya. Jakarta: Yasa Guna.
Susanto, G., W., A. dan S. Titik. 2011. Perubahan Karakter Agronomi Aksesi
Plasma Nutfah Kedelai di Lingkungan Ternaungi. Jurnal Agronomi
Indonesia. Vol. 39 (1): 1-6.
Zhamal. 2008. Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Jakarta:
Grafika Persada.

17
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat dan Lampiran 2. Persiapan Lampiran 3.


Bahan media tanam Penanaman

Lampiran 4. Tanaman di Lampiran 5. Tanaman Lampiran 6. Tanaman


Tempat Gelap 2 HST Terang 2 HST Gelap 5 HST

Lampiran 7. Tanaman Lampiran 8. Tanaman Lampiran 9. Tanaman

Terang 5 HST Terang 7 HST Gelap 7 HST

Anda mungkin juga menyukai