Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

KLIMATOLOGI PERTANIAN
“PENGAMATAN AWAN”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Klimatologi Pertanian

Disusun Oleh
Nama : Riska Fitriani
NIM : 4442180031
Kelas : IV A
Kelompok : 5 ( Lima )

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan laporan praktikum mata kuliah Klimatologi Pertanian
yang berjudul “Pengamatan Awan” dengan tepat waktu. Terimakasih kepada Ibu
Sri Ritawati, S.TP., M.Sc.; Bapak Nur Iman Muztahidin, S.P., M.Sc.; dan Ibu
Nuniek Hermita, S.Hut., M.Sc. selaku dosen pengampu mata kuliah Klimatologi
Pertanian yang telah memberikan banyak ilmu. Terimakasih kepada Saudari
Rahmadia Fitri dan Saudari Dinar Wilutami sebagai asisten laboratorium
Agroekoteknologi yang telah membimbing dalam pelaksanaan praktikum dan
membantu dalam pembuatan laporan praktikum ini. Adapun tujuan pembuatan
laporan ini adalah untuk memenuhi tugas praktikum dalam mata kuliah Klimatologi
Pertanian.
Sebagai penulis, saya mengakui bahwasanya masih banyak kekurangan
dalam penulisan laporan ini. Maka dari itu, saran dan kritik dari pembaca sangat
saya harapkan demi lebih memperbaiki dalam penulisan laporan. Terimakasih.

Serang, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………...……. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………..…….... ii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang…….…………………………………………….……… 1
1.2 Tujuan………….….…..……….……………………………………….. 1
BAB II TINJUAN PUSTAKA............................................................................... 2
2.1 Awan............…………….......…..…...……….............………………... 2
2.2 Klasifikasi Awan...............................................…..............................…. 3
2.3 Pembentukan Awan…...…....................................................................... 6
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Awan............................................... 7
BAB III METODE PRAKTIKUM....................................................................... 8
3.1 Waktu dan Tempat……………………….……..…….……........…….... 8
3.2 Alat dan Bahan………………………………...……………...….…….. 8
3.3 Cara Kerja…………………………………....…………...……….….... 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 9
4.1 Hasil……………………………………..………………….………..….. 9
4.2 Pembahasan……………………………………..……………..……..... 10
BAB V PENUTUP................................................................................................ 12
5.1 Simpulan………...…………….…….…………….………………..….. 12
5.2 Saran……………………………………………………..…………...... 12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..…………..... 13
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Awan adalah kumpulan titik-titik air dan atau es yang melayang-layang di
atmosfer sebagai hasil proses kondensasi yang terdapat pada ketinggian tertentu
yang disebabkan karena naiknya udara secara vertikal karena proses pendinginan
udara secara adiabatik di atmosfer. Awan bersifat mengabsorsi atau merefleksi
radiasi surya dan radiasi dari bumi karena dapat memanaskan atau mendinginkan
suhu udara. Bentuk awan dengan karakteristiknya juga mencerminkan potensi
hujan disuatu daerah di permukaan bumi.
Awan ialah gumpulan uap air yang terapung di atmosfera. Ia kelihatan seperti
asap berwarna putih atau kelabu di langit. Awan adalah kumpulan titik air atau
kristal es di udara yang terjadi karena kondensasi uap air di udara yang melebih titik
jenuh. Terbentuknya awan dikarenakan udara yang banyak mengandung uap air
mengalami proses pendinginan sehingga mencapai titik embun.
Proses pendinginan terjadi karena udara terdorong ke atas sampai atmosfir,
dimana suhunya lebih rendah dibandingkan permukaan. Seiring dengan kenaikan
udara panas di ketinggian, tekanan udarapun berkurang. Kondisi ini menyebabkan
udara yang mengandung uap air menyebar dan mengalami pendinginan. Dan pada
saat mencapai titik embun, udara menyatu dengan uap air. Seluruh uap air yang
terkondensasi dalam udara tersebut membeku dan membentuk embun sehingga
terlibat sebagai butiran-butiran awan. Maka dari itu praktikan melakukan untuk
mengamati awan berdasarkan bentuk dan ketinggianya.

1.2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah :
1. Mengenal jenis awan.
2. Memperkirakan penutupan awan dalam skala Okta.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Awan
Awan ialah gumpalan uap air yang terapung di atmosfera. Ia kelihatan seperti
asap berwarna putih atau kelabu di langit. Awan adalah kumpulan titik air atau
kristal es diudara yang terjadi karena kondensasi uap air di udara yang melebih titik
jenuh. Terbentuknya awan dikarenakan udara yang banyak mengandung uap air
mengalami proses pendinginan sehingga mencapai titik embun (Lakitan, 2002).
Awan adalah sekumpulan tetesan air (kristal es) di dalam udara di atmosfer
yang terjadi karena pengembunan / pemadatan uap air yang terdapat dalam udara
setelah melampaui keadaan jenuh. Kondisi awan dapat berupa cair, gas, dan padat
karena dipengaruhi oleh suhu (Bagas, 2009).
Menurut Anita, (2009).Dalam pengertian yang lain awan merupakan titik titik
air yang melayang layang tinggi di atmosfer. Penyebab terjadinya awan :
1. Jumlah inti-inti kondensasi pada ruang basah yang cukup banyak
2. Terjadinya peningkatan kelembaban relatif dengan disertai banyak inti - inti
kondensasi atau sublimasi.
3. Akibat terjadinya pendinginan
Awan terbentuk ketika uap air sudah jenuh dan jika mengalami kondensasi.
Penjenuhan dapt terjadi akibat penambahan air (penyatuan), tumbukan, atau
kombinasinya. Prses pembentukan awan adalah rangkaian proses yang rumit dan
melibatkan proses dinamik dan juga proses mikrofisik. Proses dinamik
berhubungan dengan pergerakan parsel udara yang membentuk suatu kondisi
tertentu sehingga terbentuknya awan. Proses mikrofisik adalah proses pembentukan
awan melalui proses kondensasi uap air dan interaksi antar partikel butir air
(mechanics). Faktor faktor utama yang mempengaruhi proses pembentukan awan
Menurut Ahrens (2007) diantaranya adalah:
1. Pemanasan permukaan dan free convection
2. Pengangkatan/lifting mechanism yang dipengaruhi oleh tofografi
3. Pengangkatan/lifting mechanism akibat dari konvergensi pada permukaan udara.
4. Pengangkatan/lifting mechanism disepanjang frontal regions

2
Awan merupakan kumpulan titik-titik air atau kristal-kristal es yang melayang-
layang di udara. Terbentuknya awan akibat adanya kondensasi, yaitu perubahan
wujud air dari uap air menjadi titik air. Kondensasi berupa kristal-kristal garam.
Kristal tersebut berasal dari deburan ombak pantai, debu, asap pabrik dan kendaraan
bermotor (Lakitan, 2002).

2.2 Klasifikasi Awan


Awan dapat diklasifikasikan menjadi awan tinngi, awan sedang dan awan
rendah. Berikut penjelasan mengenai klasifikasi awan yaitu :
a) Awan tinggi
1. Cirrus
Cirrus merupakan awan yang terlihat halus dan lembut seperti bulu, berwarna
putih. Awan ini juga sering tersusun seperti pita yang melengkung dilangit,
sehingga seakan-akan tampak bertemu pada satu atau dua titik horizon (Karin,
2005).
Awan ini tidak menimbulkan hujan. Ketinggian umumnya lebih dari 5.000
meter. Terdiri dari kristal es, suhu sangat dingin, walaupun pada musim panas atau
kering (Lakitan, 2002).
2. Cirrostratus
Cirrostratus merupakan awan dengan gugusan kristal es, menyebar dan
menutupi sebagian atau seluruh langit. Menyerupai selaput tipis tembus cahaya.
Bentuknya seperti kelembu putih yang halus dan rata menutup seluruh langit
sehingga tampak cerah, bisa juga terlihat seperti anyaman yang bentuknyatidak
teratur. Sering terbentuk cincin atau halo di sekeliling matahari atau bulan. Kadang-
kadang terjadi hujan yang tidak sampai ke permukaan bumi (virga) seolah-olah
cerah di permukaan (Karin, 2005).
Pada siang hari kalau langit diliputi awan cirrostratus, maka langit nampak
putih silau (Nasir, 1990).
3. Cirrocumulus
Cirrocumulus merupakan awan yang mengandung butiran air super dingin,
bercampur dengan kristal es sehingga bentuknya seperti sekelompok domba dan
sering menimbulkan bayangan. Butiran air cepat membeku. Awan ini berumur

3
sangat singkat, cepat berubah menjadi cirrostratus. Mengandung hujan yang tidak
sampai ke permukaan bumi (virga), bercampur salju (Lakitan, 2002).
Pada umumnya awan ini tersusun dalam kelompok, garis atau riak yang
dihasilkan dari getaran lembaran awan. Ini disebabkan karena awan cirrocumulus
itu terletak jauh dari mata penilik (Wahyuningsih, 2004).
b) Awan sedang
1. Altocumulus
Altocumulus merupakan puncak awan putih bergulung, dengan dasar awan
lebih gelap dan umumnya melebar. Seperti pecahan atau halus, ketebalan beragam.
Menggambarkan udara cerah, namun bisa berkembang menjadi awan hujan
lainnya, bahkan nimbostratus (Wahyuningsih, 2004).
Tiap-tiap elemen nampak jelas tersisih antara satu sama lain dengan warna
keputihan dan kelabuyang membedakannya dengan Sirokumulus. Lapisan awan
lenticularis dapat terbentuk di atas pegunungan, atau angin kencang pada siang hari,
massa udara stabil dan kering (Lakitan, 2002).
2. Altostratus
Awan altostratus berbentuk seperti selendang yang tebal. Pada bagian yang
menghadap bulan atau matahari nampak lebih terang. Awan ini biasanya diikuti
oleh turunnya hujan (Lakitan, 2002).
c) Awan rendah
1. Stratocumulus
Stratocumulus merupakan awan rendah yang umumnya bergerak lebih cepat
dari cumulus. Cenderung lebih mengembang ke arah horisontal daripada arah
vertikal, berbentuk seperti bola-bola yang sering menutupi daerah seluruh langit,
sehingga tampak seperti gelombang. Dasar awan umumnya lebih gelap daripada
puncak awan, namun ciri-cirinya dapat lebih beragam. Dapat berwarna kelabu atau
putih yang terjadi pada petang dan senja apabila atmosfer stabil. Dapat terlihat
seperti lembaran rendah yang lebar atau berbentuk rekahan dimana cahaya matahari
terlihat melalui rekahan tersebut. Lapisan awan ini tipis dan tidak menghasilkan
hujan (Handoko, 1995).
Awan stratocumulus nampak berwarna abu-abu dan bentuk tiga dimensi
sudah nampak. Massa globular besar atau massa awan bergulung-gulung lembut

4
berwarna abu-abu. Pada umumnya tersusun dalam satu pola yang tetap (Karin,
2005).
2. Stratus
Stratus merupakan awan terpecah-pecah dan tipis, dapat berbentuk lembaran
atau lapisan. Tidak tumbuh vertikal, berkembang pada kondisi dimana aliran angin
mengakibatkan udara terkondensasi pada lapisan atmosfer bawah. Awan ini cukup
rendah dan sangat luas. Tingginya di bawah 2000 m. Kadang-kadang terlihat
sebagai kabut. Bila tumbuh terus, dapat berkembang menjadi awan badai
nimbostratus (Lakitan, 2002).
Sedangkan awan low stratus mencapai permukaan tanah, maka hal ini disebut
kabut. Stratus yang tipis menghasikan corona (Wisnubroto, 2013).
3. Nimbostratus
Nimbostratus memiliki ciri berwarna gelap, visibiliti rendah, langit tertutup
awan, dan sinar matahari terhalang. Bentuknya tidak menentu dengan pinggir
compang-camping. Umumnya disertai cuaca buruk. Hujan turun dengan intensitas
rendah hingga sedang, untuk waktu yang lama. Indonesia awan ini hanya
menimbulkan gerimis (Nasir, 1990).
Awan nimbostratus berwarna abu-abu gelap sampai hitam. Awan
nimbostratus bisa menimbulkan hujan lebat (Handoko, 1995).
d) Awan vertikal
1. Cumulus
Cumulus adalah awan yang mengandung kristal es merupakan awan tebal
dengan puncak yang agak tinggi umumnya lebih dari 5.000 meter dimana suhu
sangat dingin, walaupun pada musim panas atau kering. Dasar ketinggian awan ini
umumnya 1.000 m dan lebar 1 km. Terlihat gumpalan putih atau cahaya kelabu
yang terlihat seperti bola kapas mengambang, awan ini berbentuk garis besar yang
tajam dan dasar yang datar (Nasir, 1990).
Awan cumulus dapat disebut juga dengan awan yang labil, dikarenakan
terjadi saat suhu udara yang juga labil, memiliki potensi untuk terjadinya hujan di
cuaca yang panas terik, namun hal itu tidak akan terjadi lama, hanya terjadi sekitar
1 jam (Lakitan, 2002).

5
2. Cumulonimbus
Cumulonimbus merupakan awan cumulus yang tumbuh vertical ketika cuaca
terik. Berwarna putih atau gelap. Terletak pada ketinggian kira-kira 1000 kaki dan
puncaknya punya ketinggian lebih dari 3500 kaki. Menimbulkan hujan lebat, petir,
kilat, kadang-kadang terkait dengan badai dan cuaca buruk, turbulensi sangat besar
(Karin, 2005).
Cumulonimbus menimbulkan hujan setempat. Selain itu, petir, kilat, dan
guntur ditimbulakan oleh cumulonimbus (Lakitan, 2002).

2.3. Pembentukan Awan


Menurut Subardjo (2001) udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini
meluap menjadi titik-titik air, maka terbentuklah awan. Peluapan ini bisa terjadi
dengan dua cara yaitu :
1. Apabila udara panas, lebih banyak uap terkandung di dalam udara karena air
lebih cepat menyejat. Udara panas yang sarat dengan air ini akan naik tinggi,
hingga tiba di satu lapisan dengan suhu yang lebih rendah, uap itu akan
mencair dan terbentuklah awan, molekul-molekul titik air yang tak terhingga
banyaknya.
2. Suhu udara tidak berubah, tetapi keadaan atmosfir lembap. Udara makin lama
akan menjadi semakin tepu dengan uap air.
Apabila awan telah terbentuk, titik-titik air dalam awan akan menjadi semakin
besar dan awan itu akan menjadi semakin berat, dan perlahan-lahan daya tarik bumi
menariknya ke bawah. Hingga sampai satu titik dimana titik-titik air itu akan terus
jatuh ke bawah dan turunlah hujan. Namun jika titik-titik air tersebut bertemu udara
panas, titik-titik itu akan menguap dan hilanglah awan itu. Inilah yang
menyebabkan itu awan selalu berubah-ubah bentuknya. Air yang terkandung di
dalam awan silih berganti menguap dan mencair. Inilah juga yang menyebabkan
kadang-kadang ada awan yang tidak membawa hujan.
Sinar matahari yang mencapai atrnosfir sebagian akan direfleksikan dan
diabsorbsi oleh atmosfir itu sendiri, oleh awan dan panikel padat yang ada
diatmosfir, vegetasi serta permukaan bumi. Awan memegang peran penting di sini
karena merefleksikan cahaya terbanyak, namun begitu refleksi dan pemencaran

6
sinar matahari oleh permukaan bumi juga penting. Pada saat mendung, banyak dari
radiasi ini yang ditahan oleh lapisan atmosfir sehingga bumi tetap hangat. Suhu
malam di permukaan bumi juga relatif sejuk karena efek pemanasan radiasi di
lapisan awan ini (Ariwulan, 2012).

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Awan


Menurut (Tjasyono. B,. 2004) faktor-faktor yang mempengaruhi awan yaitu:
1. Angin
angin yang tinggi, terjadi evaporasi yang besar sehingga mempercepat
terbentuknya awan.
2. Tekanan udara
Dengan adanya pergerakan tekanan udara yang ditimbulkan maka akan
mempengaruhi pergerakan awan
3. Kelembaban udara
Semakin tinggi kelembaban udara, awan akan terlihat semakin mendung.
diukur dalam satuan tinggi.

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan pada hari Rabu dan Kamis tanggal 25 dan 26 Maret
2019 pada pukul 06.00, 12.00 dan 16.00 WIB dan bertempat di Kabupaten
Tangerang.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya adalah camera, alat tulis
dan kalkulator. Sedangkan bahan pengamatan yang digunakan yaitu awan.

3.3 Cara Kerja


Cara kerja yang dilakukan pada saat pratikum adalah sebagai berikut :
1. Disiapkan alat untuk mengambil gambar awan
2. Dilakukan pengambilan gambar secara kontinyu di tempat yang sama pada
pukul 06:00 ; 12:00 ; 16:00 WIB selama dua hari.
3. Diamati jenis awan berdasarkan pengamatan dengan sesuai modul yang
diberikan.
4. Dicatat hasil pengamatan pada tabel dan dihitung nilai oktanya.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Tabel 1. Data Pengamatan Awan
Tanggal Pukul Gambar Jenis/ketinggian Hitungan/okta

Stratus

Cirrostratus
25/03/20 06.00 8 okta

Cumulus

Stratocumulus
25/03/20 12.00 6 okta

Stratus

Nimbustratus
25/03/20 16.00 8 okta

Nimbustratus

26/03/20 06.00 8 okta

Stratus

Nimbostratus
26/03/20 12.00 8 okta

9
Stratus

Nimbostratus
26/03/20 16.00 8 okta

4.2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini adalah praktikum klimatologi pertanian, mengenai
tentang bagaimana jenis dari awan dan bagaimana menentukan okta dari suatu
awan. Dimana pada kali ini praktikan dituntut untuk praktikum secara mandiri
dengan melakukan pengamatan pada tanggal 25-26 Maret 2020 pada jam 06.00,
12.00 dan 16.00. Dimana dilakukan di Tangerang. Praktikum ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi atau lebih tepatnya memperkirakan cuaca yang akan
terjadi. Hal ini tentu akan berpengaruh dalam sektor pertanian. Menurut Joko
(2015), awan terbentuk akibat dari penguapan, akan tetapi tidak semua awan yang
terbentuk akan menjadi hujan. Awan dapat menjadi lebih besar dan tebal. Tetapi
sebaliknya ada awan yang mengecil dan musnah setelah beberapa waktu.
Dari pengamatan hari pertama menghasilkan data bahwa pada awan pukul
06.00 adalah awan stratus dan cirrostratus dengan keadaan awan 8 okta. Pada pukul
12.00 terdapat awan cumulus dan stratocumulus dengan 6 okta, pada pukul 16.00
terdapat awan stratus dan nimbustratus dengan 8 okta. Hari kedua berdasarkan
pengamatan pukul 06.00 termasuk pada awan Nimbustratus dan okta nya 8 okta
Kemudian pengamatan pada jam 12.00 terdapat awan Stratus dan Nimbostratus
dengan 8 okta. Terakhir pada pukul 16.00 terdapat awan Stratus dan Nimbostratus
dengan 8 okta.
Praktikum kali ini jenis awan hari pertama yaitu jenis awan yang muncul
adalah stratus, stratocumulus, cirrostratus, cumulus, dan nimbustratus. Langit pada
pukul 6 pagi tertutup total sehingga oktanya 8, sedangkan pada siang hari langit
cerah dan berawan sebagian sehingga oktanya 6, dan pada sore hari langit kembali
trtutup oleh awan tipis yang rata sehingga oktanya 8.

10
Pada pukul 06.00 dapat terlihat awan tersebut menyebar dan menutupi langit
dan adanya sedikit cahaya yang masuk, klasifikasi ini dilihat mirip seperti
cirrostratus hal ini sesuai dengan pernyataan Karin, (2005) Cirrostratus merupakan
awan dengan gugusan kristal es, menyebar dan menutupi sebagian atau seluruh
langit. Menyerupai selaput tipis tembus cahaya. Bentuknya seperti kelembu putih
yang halus dan rata menutup seluruh langit sehingga tampak cerah, bisa juga terlihat
seperti anyaman yang bentuknyatidak teratur. Sering terbentuk cincin atau halo di
sekeliling matahari atau bulan. Kadang-kadang terjadi hujan yang tidak sampai ke
permukaan bumi (virga) seolah-olah cerah di permukaan . akan tetapi dibagian
kuadran lain terdapat seperti butiran yang berkoloni hal ini dapat juga sebagai
klasifikasi cirrocumulus seperti di katakan Lakitan, (2002) Cirrocumulus
merupakan awan yang mengandung butiran air super dingin, bercampur dengan
kristal es sehingga bentuknya seperti sekelompok domba dan sering menimbulkan
bayangan. Butiran air cepat membeku. Awan ini berumur sangat singkat, cepat
berubah menjadi cirrostratus. Mengandung hujan yang tidak sampai ke permukaan
bumi (virga), bercampur salju.
Pada hari kedua awan yang muncul dari pagi hingga sore menutupi langit
semua, awan ini juga berwarna abu-abu, sehingga hari itu mendung dan turun hujan
gerimis. Awan yang muncul adalah jenis awan stratus dan nimbostratus. Seperti
yang telah kita ketahui bahwa awan nimbostratus memiliki bentuk tepian yang
berantakan atau compang-camping dan biasanya dengan adanya awan ini maka
akan turun hujan. Seperti yang disampaikan menurut Shelton (2009), Awan ini tebal
dengan bentuk tertentu, pada bagian pinggir tampak compang-camping dan
menutup seluruh langit. Mendatangkan hujan gerimis hingga agak deras yang
biasanya jatuh terus menerus. Kemungkin factor sinar matahari mempengaruhi
awan menjadi gelap hal ini diklasifikasikan sebagai awan nimbostratus sesuai dari
yang dikatakan Nasir, (1990) Nimbostratus memiliki ciri berwarna gelap, visibiliti
rendah, langit tertutup awan, dan sinar matahari terhalang. Bentuknya tidak
menentu dengan pinggir compang-camping. Umumnya disertai cuaca buruk. Hujan
turun dengan intensitas rendah hingga sedang, untuk waktu yang lama. Indonesia
awan ini hanya menimbulkan gerimis .

11
BAB V
PENUTUP

5.1. Simpulan
Pada praktikum kali ini praktikan dapat menyimpulkan bahwa Awan adalah
kumpulan titik-titik air dan atau es yang melayang-layang di atmosfer sebagai hasil
proses kondensasi yang terdapat pada ketinggian tertentu yang disebabkan karena
naiknya udara secara vertikal karena proses pendinginan udara secara adiabatik di
atmosfer. Awan bersifat mengabsorsi atau merefleksi radiasi surya dan radiasi dari
bumi karena dapat memanaskan atau mendinginkan suhu udara. Bentuk awan
dengan karakteristiknya juga mencerminkan potensi hujan disuatu daerah di
permukaan bumi. Awan berdasarkan bentuk dan ketinggian yg kami dapatkan yaitu
Stratus, cumulus Nimbostratus, cirrocumulus, altocumulus, altostratus dimana
inilah hasil yg kami amati berdasarkan litelatur dan juga apa yg kami pelajari di
perkuliahan.

5.2. Saran
Saran untuk praktikum selanjutnya diharapkan ketika melakukan mandiri dapat
berjalan dengan lancer dan lebih teliti ketika melakukan pengamatan apapun.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahrens, 2007. Metereologi Today; An Introduction to Weather, Climate, And the


Enviroment. Thomson Brooks/Cole: USA.
Anita,2009.Proses Pembentukan Awan. http://ilmuklimat.com/2009/12/01/proses-
pembentukan-awan/. Diakses 8 April 2020.
Ariwulan, 2012. Pengaruh Bentuk Awan Pada Intensitas Hujan Pada Wilayah
Brebes. Jurnal Meteorologi Vol 1(2):40-49.
Bagas, Ahmad .2009. Adaptasi Tanaman Sayur Pada Daerah Dengan Curah Hujan
Tinggi Yang Ditafsirkan Dari Berbagai Faktor. Jurnal Agroklimat vol
3(4):118-129.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Bogor: Pustaka Jaya.
Karin, Kamarlis. 2005. Dasar-Dasar Klimatologi. Banda Aceh. UNISYAH.
Lakitan, B. 2002. Dasar Klimatologi. Jakarta: PT. Ragagrafindo Persada.
Nasir, A. 1990. Pengantar Ilmu Iklim Untuk Pertanian. Bogor: Pustaka Jaya.
Subardjo. 2001. Meteorologi dan Klimatologi. Lampung: Universitas Lampung.
Tjasyono, B. 2004. Klimatologi Catatan ke-2. Bandung : IPB.
Wahyuningsih, W. 2004. Analisa Strategi pemasaran Industri Kecil Permen
Karamel Susu di Daerah Pengalengan, Jawa Barat. Jurnal Penelitian. Vol. 3
(2): 5-10.
Wahyuningsih, Utami. 2004. Geografi. Jakarta: Pabelan.

13
LAMPIRAN

25/03/20 Pukul 06.00 26/03/20 Pukul 06.00

25/03/20 Pukul 12.00


26/03/20 Pukul 12.00

25/03/20 Pukul 16.00


26/03/20 Pukul 16.00

14

Anda mungkin juga menyukai