Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA TANAMAN
“SIMULASI HUKUM MENDEL”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Genetika Tanaman

Disusun oleh:
Nama : Suria Paloh
NIM : 4442210007
Kelas : IG

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kelancaran kepada penulis dalam
menyelesaikan praktikum pada Mata Genetika Tanaman dengan judul “Simulasi
Hukum Mendel”.
Dalam rangka memenuhi tugas praktikum Genetika Tanaman, penulis
menyusun laporan praktikum ini untuk menerangkan simulasi hukum Mendel
dengan menghitung hasil pengambilan kancing. Dalam hasil praktikum ini penulis
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Zahratul Millah, S.P., M.Si., Ibu Alfu
Laila, S.P., M.Sc, dan Ibu Widia Eka Putri, S.P., M.Agr.,Sc selaku dosen pengampu
mata kuliah Genetika Tanaman yang sudah memberi arahan terkait praktikum ini.
Saudara/i Egatama Khairul Umam dan Dewi Siska selaku Asisten Praktikum
Genetika Tanaman kelas 1G yang sudah membantu dalam berjalannya praktikum
ini.
Dalam penyusunan hasil praktikum ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini. Harapan penulis semoga laporan
ini dapat memberikan pengetahuan tambahan tentang bagaimana cara simulasi
hukum Mendel.

Serang, Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Genetika pada Perkembangan Hukum Mendel .......................... 3
2.2 Tinjauan Umum Gen ............................................................................. 5
2.3 Hukum Mendel ..................................................................................... 6
2.3.1 Hukum Mendel I .............................................................................. 6
2.3.2 Hukum Mendel II ............................................................................ 8
2.4 Tinjauan Umum Hereditas .................................................................... 9
2.5 Penyimpangan Hukum Mendel ........................................................... 10
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 13
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 13
3.3 Cara Kerja ........................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................... 15
4.2 Pembahasan ........................................................................................ 17
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan............................................................................................. 23
5.2 Saran................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 24
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Analisis persilangan monohibrid, rasio fenotipe F2 (3:1) untuk 80 kali


pengambilan ......................................................................................... 15
Tabel 2. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (3:1) untuk 100 kali
pengambilan ......................................................................................... 15
Tabel 3. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (3:1) untuk 120 kali
pengambilan ......................................................................................... 15
Tabel 4. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (1:2:1) untuk 80 kali
pengambilan ......................................................................................... 15
Tabel 5. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (1:2:1) untuk 100 kali
pengambilan ......................................................................................... 16
Tabel 6. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (1:2:1) untuk 120 kali
pengambilan ......................................................................................... 16
Tabel 7. Analisis persilangan dihybrib, rasio fenotipe F2 (9:3:3:1) untuk 80 kali
pengambilan ......................................................................................... 16
Tabel 8. Analisis persilangan dihybrib, rasio fenotipe F2 (9:3:3:1) untuk 100 kali
pengambilan ......................................................................................... 16
Tabel 9. Analisis persilangan dihybrib, rasio fenotipe F2 (9:3:3:1) untuk 120 kali
pengambilan ......................................................................................... 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gen..................................................................................................... 6
Gambar 2. Hukum Mendel I................................................................................. 8
Gambar 3. Hukum Mendel II ............................................................................... 9
Gambar 4. Pola Hereditas................................................................................... 10
Gambar 5. Penyimpangan Hukum Mendel ......................................................... 12

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bidang Sains yang mempelajari mengenai mekanisme pewarisan sifat dari
induk kepada keturunannya, serta hereditas dan variasi herediter disebut genetika.
Genetika berasal dati bahasa latin yaitu Genos yang berarti asal usul. Pengetahuan
tentang adanya sifat menurun pada mahkluk hidup sebenarnya sudah lama
berkembang, hanya belum dipelajari secara sistematis. Penelitian mengenai pola-
pola penurunan sifat baru diketahui pada abad ke-19 oleh ilmuan Australia Gregor
Johann Mendel (1822-1884) yang dalam percobaannya menggunakan biji kapri.
Genetika adalah bidang sains yang mempelajari hereditas dan variasi heriditer.
Orang tua memberikan infrmasi terkode kepada anak-anaknya dalam bentuk unit
herediter yang disebut gen. Gen-gen yang kita warisi dari ibu dan ayah merupakan
tautan genetik kita dengan orang tua, dan gen-gen inilah yang menyebabkan
kemirikan keluarga seperti warna mata atau bintik-bintik yang mirip. Gen-gen kita
memprogram sifat-sifat spesifik yang muncul saat kita berkembang dari sel yang
menjadi dewasa.
Dari kenyataan adanya ciri yang menang terhadap yang lainnya, Johan Gregor
Mendel menyimpulkan bahwa pada individu-individu (atau pada ciri-ciri
heterozygot, satu alela dominan sedangkan yang lainnya resesif). Dari
kenyataannya bahwa ciri-ciri induk muncul kembali pada turunan tanaman ercis
yang tumbuh dari biji heterozygote, J.G. Mendel menyimpulkan bahwa kedua
faktor untuk kedua ciri tidak bergabung (tidak bercampur) dalam cara apapun kedua
faktor itu tetap berdiri sendiri selama hidupnya individu dan memisah pada waktu
pembentukan gamet-gamet (Firdauzi et al., 2014).
Ilmu pengetahuan modern tentang genetika berawal dari penemuan Gregor
Mendel tentang ciri-ciri faktor keturunan yang ditentukan oleh unit dasar yang
diwariskan dari generasi kegenarasi berikutnya yang disebut unit genetik atau gen
yaitu bahan yang mempunyai persyaratan antara lain diwariskan dari generasi ke
generasi keturunannya mempunyai persamaan fisik dari materi tersebut, membawa
informasi yang berkaitan dengan struktur, fungsi dan sifat-sifat biologi lainnya.

1
Berdasarkan uaraian diatas, maka dilakukanlah percobaan persilangan satu dan
dua sifat beda untuk mengetahui persilangan satu dan dua sifat beda dengan
menggunakan suatu model.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum ini yaitu sebagai berikut.
1. Memahami segregasi mendel
2. Melakukan simulasi persilangan monohibrid dan dihibrid untuk
membuktikan hukum segregasi Mendel.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Genetika pada Perkembangan Hukum Mendel


Genetika merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari
pewarisan sifat pada makhluk hidup. Kata genetika sendiri pertama kali
diperkenalkan oleh William Bateson sebagai cabang baru dalam ilmu Biologi. Ilmu
genetika telah lama diterapkan oleh nenek moyang kita melalui proses seleksi
buatan. Nenek moyang kita mendomestikasi tumbuhan dan hewan liar dan
kemudian melakukan persilangan untuk memperoleh hewan atau tumbuhan dengan
sifat yang diinginkan. jagung merupakan salah satu contoh hasil penerapan ilmu
genetika di masa Jarnpau (Artadana et al., 2018).
Johan Gregor Mendel merupakan ilmuwan pertama yang tertarik mempelajari
ilmu genetika dan menerapkan metode ilmiah Morgan dan setelahnya, Ilmuwan
telah mengetahui bahwa faktor penurun sifat atau yang dikenal dengan gen terdapat
pada kromosom, setiap kromosom terdiri dari beberapa gen, dan hasil dari
pewarisan dua sifat yang berbeda tergantung pada letak gen pada kromosom;
terletak pada dua kromosom berbeda, atau pada satu kromosom yang sama. Namun
belum ada ilmuwan yang tahu molekul apakah dalam kromosom yang menentukan
sifat manusia atau apakah wujud dari suatu gen (Artadana et al., 2018).
Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak peneliti.
Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822
di Chekoslovakia. Pada tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan
meletakkan dasar-dasar hereditas. Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsip-
prinsip dasar pewarisan melalui percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalam
pembiakan silang (Suryo, 2008).
Mendel melakukan percobaan selama 12 tahun. Dia menyilangkan (mengawin
silang) sejenis buncis dengan memerhatikan satu sifat beda yang menyolok.
Misalnya, kacang ercis berbiji bulat disilangkan dengan buncis berbiji keriput,
buncis dengan biji warna kuning disilangkan dengan biji warna hijau, buncis
berbunga merah dengan bunga putih, dan seterusnya (Amin, 2009).

3
Mendel melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang ercis
(Pisum sativum). Dari percobaan yang dilakukannya selama bertahun-tahun
tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat yang
kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu
cabang ilmu pengetahuan. Mendel telah memilih tanaman ercis untuk
percobaannya karena tanaman ini hidupnya tidak lama (merupakan tanaman
setahun), mudah tumbuh dan mudah disilangkan.Tanaman ercis memiliki bunga
sempurna, yang berarti pada bunga ini terdapat benang sari (alat kelamin jantan)
dan putik (alat kelamin betina), sehingga biasanya terjadi penyerbukan sendiri.
Perkawinan silang dapat berlangsung beberapa generasi terus-menerus akan
menghasilkan keturunan yang selalu memiliki sifat keturunan yang sama dengan
induknya (Suryo, 2008).
Penelitian Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan II. Persilangan
monohibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan 𝐹2 , yaitu 1: 2: 1
merupakan bukti berlakunya Hukum Mendel I yang dikenal dengan nama Hukum
Pemisahan Gen yang Sealel (The Law of Segregation of Allelic Genes) yang
berbunyi: “semasa pembentukan gamet pasangan alel suatu gen terpisah dan
terdapat dalam gamet yang berlainan.” Hukum Mendel I adalah perkawinan dua
tetua yang memiliki satu sifat beda (monohibrid). Sedangkan persilangan dihibrid
yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan 𝐹2 , yaitu 9: 3: 3: 1 merupakan
bukti berlakunya Hukum Mendel II yang disebut Hukum Pengelompokkan Gen
secara Bebas (The Law Independent Assortment of Genes) (Syamsuri, 2004).
Menurut hukum mendel I, tiap organisme memiliki dua alel untuk setiap sifat.
Selama pembentukan gamet, dua alel terseut terpisah sehingga masing-masing
gamet hanya mengandung satu alel untuk satu sifat. Jika dua gamet bertemu pada
saat fertilisasi, keturunan yang terbentuk mengandung dua alel yang mengendalikan
satu sifat. Hukum mendel I tersebut sesuai dengan teori pewarisan sifat karena alel-
alel individu diturunkan dari generasi ke generasi (Campbell, 2008).
Persilangan dihibrida merupakan perkawinan dua individu dengan dua tanda
beda. Persilangan ini dapat membuktikan kebenaran Hukum Mendel II yaitu bahwa
gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara
bebas dan dihasilkan empat macam fenotip dengan perbandingan 9: 3: 3: 1.

4
Kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan
yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya
gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya (Abdurrahman, 2008).
Pada konsep genetika terdapat 8 sub konsep yang menjadi bahan penelitian
meliputi: istilah yang terkait mekanisme pewarisan sifat, ruang lingkup gen,
pewarisan sifat Mendel, hubungan pembelahan sel dengan pewarisan sifat, mutasi,
sintesis protein, ruang lingkup kromosom dan penentuan jenis kelamin (Mustika,
2014).
Hukum Mendel dalam perhitungan peluang dari persilangan makhluk hidup di
bidang pertanian dan peternakan. Materi pewarisan sifat makhluk hidup
berdasarkan Hukum Mendel merupakan bagian dari materi hereditas yang memiliki
beberapa konsep antara lain konsep tentang hukum pewarisan sifat yaitu Mendel I
dan II yang berisi tentang persilangan monohibrid dan dihibrid (Rani et al., 2019).

2.2 Tinjauan Umum Gen


Gen merupakan unit terkecil bahan sifat yang diturunkan. Besarnya
diperkirakan 4-50 𝜇𝑚. Istilah gen pertama kali diperkenalkan oleh W. Johansen
(1909) sebagai penganti istilah faktor keturunan atau elemen yang dikemukakan
oleh Gregor Mendel. Gregor medel telah berasumsi bahwa tentang adanya suatu
bahan yang terkait dengan suatu sifat atau karakter yang dapat diwariskan. Mendel
menyebutnya dengan “faktor”. Pada tahun 1910, Thomas Hunt Morgan
menunjukkan subtansi yang merupakan gen (Aristya et al., 2015).
Gen menumbuhkan serta mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh, baik
fisik maupun psikis. Pengaturan karakteristik ini melali sintesis protein, seperti kulit
dibentuk oleh keratin. Gen sebagai zarah kompak yang mengandung satuan
informasi genetik dan mengatur sifat-sifat menurun tertentu memenuhi lokus-lokus
suatu kromosom. Setiap kromosom, khususnya di dalam kromonema terhadap pada
deretan lokus-lokus. Batas antara lokus yang satu dengan lokus yang lain tidak jelas
seperti deretan kotak-kotak. Pada saat itu, DNA sudah ditemukan dan diketahui
hanya berada pada kromosom (Aristya et al., 2015).
Gen didefinisikan sebagai interval sepanjang molekul-molekul DNA. Sebagian
besar gen membawa informasi yang dibutuhkan dalam membuat protein. Manusia

5
memiliki sel-sel dengan 46 kromosom, 2 seks kromosom, dan 22 pasang non seks
kromosom (autosom). Kromosom pada pria adalah “46, XY” dan kromosom pada
wanita adalah “46, XX”. Kromosom terdiri atas kombinasi protein-protein dan
molekul-molekul DNA yang sangat panjang. Peluang seorang anak untuk mewarisi
gen tertentu dapat dihitung dengan sistem yang mengacu pada algoritma genetika.
Untuk meneliti pewarisan gen pada manusia maka perlu dilakukan pemodelan atau
representasi peluang dari perkawinan dan pewarisan gen-gen dalam suatu keluarga
(Tosida et al., 2017).

Gambar 1. Gen
(Sumber: https://litbang.kemendagri.go.id/)

2.3 Hukum Mendel


2.3.1 Hukum Mendel I
Hukum Mendel I menjelaskan tentang persilangan monohibrid. Persilangan
monohibrid adalah persilangan sederhana yang hanya memperhatikan satu sifat
atau sifat beda. Hukum Mendel I disebut dengan hukum segregasi. Selama proses
meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan
tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel
gamet. Proses pemisahan gen secara bebas dikenal sebagai segregasi bebas. Hukum
Mendel I dikaji dari persilangan monohibrid (Syamsuri, 2004).
Persilangan monohibrid adalah persilangan yang hanya menggunakan satu
macam gen yang berbeda atau menggunakan satu sifat beda. Dalam
pembuktiannya, Mendel melakukan percobaan dengan menyilangkan tanaman
kacang ercis dengan mengambil satu sifat beda yaitu tanaman ercis berbiji kuning
dan tanaman ercis berbiji hijau. Hasil perkawinan pertamanya menghasilkan biji
berwarna kuning seluruhnya. Kemudian tanaman ercis dikawinkan lagi dan

6
menghasilkan keturunan dari persilangan kedua yaitu tiga biji kuning berbanding
satu biji hijau (Abdurrahman, 2008).
Persilangan monohibrid adalah persilangan antara dua individu dengan satu
sifat yang berbeda. Persilangan monohibrid ini menghasilkan perbandingan 1:2:1
dan 3:1. Persilangan antara normal dengan curved menghasilkan F1 normal.
Hukum dominan pada persilangan monohibrid yaitu jika penyilangan dua
organisme jantan dan betina homozigot dengan pasangan yang kontras, dimana
hanya muncul dari sifat tetuanya pada keturunan sifat F1, sifat demikianlah yang
dinamakan sifat dominan. Persilangan monohibrid dapat di bagi menjadi 2, yaitu
persilangan dominan dan persilangan intermediat (Faudzi, 2014).
Hukum Mendel I dapat disebut dengan Hukum Segregasi bebas yang
menyatakan pewarisan sifat induk pada pembentukan gamet keturunan akan
melalui pembelahan gen induk yakni terjadi pada persilangan monohibrid.
Monohibrid adalah persilangan antar dua individu dengan spesies yang sama tetapi
memiliki satu sifat yang berbeda. Monohibrid menghasilkan keturunan pertama
(F1) yang seragam. Keturunan pertama (F1) monohibrid mempunyai fenotipe yang
serupa dengan induknya yang dominan jika dominansi tampak sepenuhnya.
Pemisahan alel terjadi saat keturunan pertama (F1) heterozigot membentuk gamet-
gamet yang akan menyebabkan gamet hanya memiliki salah satu alel saja (Akbar
et al., 2015).
Menurut hukum Mendel I, tiap organisme memiliki dua alel untuk setiap sifat.
Selama pembentukan gamet, dua alel tersebut terpisah sehingga masing-masing
gamet hanya mengandung satu alel untuk satu sifat. Jika dua gamet bertemu pada
saat fertilisasi, keturunan yang terbentuk mengandung dua alel yang mengendalikan
satu sifat. Hukum Mendel I tersebut sesuai dengan teori pewarisan sifat karena alel-
alel individu diturunkan dari generasi ke generasi (Campbell, 2008).
Alel memisah (segregasi) satu dari yang lain selama pembentukan gamet dan
diwariskan secara rambang ke dalam gamet-gamet yang sama jumlahnya. Sebagian
dasar segregasi satu pasang alel terletak pada lokus yang sama dari kromosom
homolog. Kromosom homolog ini akan memisah secara bebas pada anafase I dari
meiosis dan kemudian tersebar ke dalam gamet-gamet yang berbeda (Crowder,
2005).

7
Sifat yang muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominan (menang),
sedangkan sifat yang tidak muncul di sebut sifat resesif (kalah). Pada kajian Gregor
Johan Mendel, huruf yang dominan homozigot diberi simbol dengan huruf pertama
dari sifat dominan, dengan menggunakan huruf kapital yang ditulis dua kali.
Sedangkan sifat resesif di beri simbol dengan huruf kecil dari sifat dominan tadi.
Simbol ditulis dua kali atau sepasang karena kromosom selalu berpasangan. Setiap
gen pada kromosom yang satu memiliki pasangan pada kromosom homolognya
(Syamsuri, 2004).

Gambar 2. Hukum Mendel I


(Sumber: https://materikimia.com/)
2.3.2 Hukum Mendel II
Hukum Mendel II yaitu pengelompokan gen secara bebas berlaku ketika
pembuatan gamet. Dimana gen alel secara bebas pergi ke masing-masing kutub
meiosis. Pembuktian hukum ini dipakai pada dihibrid atau polihibrid, yaitu
persilangan dari dua individu yang memiliki dua atau lebih karakter yang berdeba.
Hukum ini juga disebut hukum Asortasi. Hibrid adalah turunan dari suatu
persilangan antara dua individu yang secara genetik berbeda. Persilangan dihibrid
yaitu persilangan dengan dua sifat beda sangat berhubungan dengan hukum Mendel
II yang berbunyi “Independent assortment of genes”. Atau pengelompokan gen
secara bebas. Arti hibrid semacam itu juga dikemukakan oleh Gardner Ratio.
Fenotipe klasik yang dihasilkan dari perkawinan dihibrida adalah 9:3:3:1, rasio ini
diperoleh oleh alel–alel pada kedua lokus memperlihatkan hubungan dominan dan
resesif. Rasio ini dapat dimodifikasi atau kedua lokus mempunyai alel–alel
dominan dan alel lethal. Hukum Mendel II (Hukum Pengelompokan Gen secara
Bebas/Asortasi) dijelaskan bahwa gen yang telah terpisah pada pembentukan gamet

8
akan bergabung dengan gen-gen dari induk lainnya pada saat perkawinan,
penggabungan gen tersebut terjadi secara acak dan bebas (Crowder, 2005).
Persilangan dihibrid pada kenyataannya, setiap individu mempunyai lebih
dari satu sifat beda. Mendel juga melakukan percobaan dengan mengadakan
persilangan antara dua tumbuhan kacang ercis yang memiliki dua sifat beda. (3)
Menentukan gamet dari genotipe tetua, dalam persilangan monohibrid diketahui
bahwa gamet yang terbentuk pada P2 ada 2 macam, sementara itu pada persilangan
dihibrida yang terbentuk pada P2 ada 4 macam, untuk persilangan trihibrida ada 8
macam, bila persilangan dengan n sifat beda akan diperoleh 2n macam gamet.
Untuk menemukan macam gamet yang terbentuk dapat digunakan diagram garpu.
(4) Menentukan rasio genotipe dan fenotipe (Wahyuningsih, 2019).
Persilangan monohibrid merupakan persilangan dengan satu sifat beda
sedangkan persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua sifat beda.
Persilangan dihibrid ini lebih rumit dibandingkan dengan persilangan monohibrid
karena pada persilangan dihibrid melibatkan dua lokus. Konsep penting dalam
genetika populasi yang melibatkan dua lokus adalah adanya keterkaitan antar
keduanya (Abdurrahman, 2008).

Gambar 3. Hukum Mendel II


(Sumber: Referensi Biologi, 2018)

2.4 Tinjauan Umum Hereditas


Hereditas ialah genotipe yang diwariskan dari induk pada keturunannya dan
akan membuat keturunan memiliki karakter seperti induknya. Warna kulit tinggi
badan warna rambut, bentuk hidung bahkan “penyakit warisan” merupakan dampak
dari penurunan sifat. Hereditas dibawa oleh gen yang ada dalam DNA masing-
masing sel makhluk hidup dan pada makhluk hidup multiseluler, tubuhnya tersusun

9
atas puluhan sampai triliunan sel dengan massa DNA yang saling mengikat
(Meilinda, 2017).
Definisi hereditas sebagai transmisi genetik dari orang tua pada keturunannya
merupakan penyederhanaan yang berlebih karena sesungguhnya yang diwariskan
oleh anak dari orang tuanya adalah satu set alel dari masing-masing orang tua serta
mitokondria yang terletak di luar nukleus (inti sel), kode genetik inilah yang
memproduksi protein kemudian berinteraksi dengan lingkungan untuk membentuk
karakter fenotipe. Istilah hereditas akan mengenalkan terminologi Gen dan Alel
sebagai ekspresi alternatif yang terkait sifat. Setiap individu memiliki sepasang alel
yang khas dan terkait dengan tetuanya. Pasangan alel ini dinamakan genotipe
apabila individu memiliki pasangan alel yang sama maka individu tersebut disebut
genotipe homozigot dan jika berbeda maka disebut heterozigot. Jadi karakter atau
sifat merupakan fenotipe dan manusia merupakan karakter yang kompleks dari
interaksi genotipe yang unik dan lingkungan yang khas (Meilinda, 2017).

Gambar 4. Pola Hereditas


(Sumber: https://materi.co.id/hereditas/)

2.5 Penyimpangan Hukum Mendel


Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah penyimpangan yang tidak keluar
dari aturan hukum Mendel, meskipun terjadi perubahan rasio F2-nya karena gen
memiliki sifat berbeda-beda. Pada penyimpangan semua hukum Mendel, terjadinya
suatu kerja sama berbagai sifat yang memberikan fenotipe berlainan, tetapi masih
mengikuti hukum-hukum perbandingan genotipe dari Mendel. Penyimpangan semu
ini terjadi karena adanya dua pasang gen atau lebih saling mempengaruhi dalam
memberikan fenotipe pada suatu individu (Astarini, 2018).

10
Ada beberapa macam peristiwa yang dikategorikan sebagai penyimpangan
semu hukum Mendel, yaitu atavisme (interaksi), kriptomeri, epistasis dan
hipostasis, komplementer, serta polimeri. Atavisme adalah munculnya suatu sifat
sebagai akibat adanya interaksi beberapa gen, contohnya bentuk jengger atau pial
ayam. Hasil perbandingan fenotipe pada F2-nya adalah 9:3:3:1. Kriptomeri
merupakan peristiwa tertutupnya ekspresi gen dominan apabila berdiri sendiri.
Ekspresi gen ini akan terlihat jika terdapat secara bersamaan dengan gen dominan
lain. Hasil perbandingan fenotipe pada F2-nya adalah 9:3:4. Epistasis merupakan
peristiwa suatu gen mengalahkan ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Epistasis
dominan akan didapatkan perbandingan fenotipe pada F2-nya 12:3:1, sedangkan
epistasis resesif akan didapatkan perbandingan fenotipe pada F2-nya 9:3:4. Gen-
gen Komplementer merupakan gen-gen yang saling berinteraksi atau bekerja sama
untuk memunculkan fenotipe tertentu. Apabila salah satu gen tersebut tidak ada,
pemunculan fenotipe tersebut dapat terhalang. Hasil yang didapatkan pada F2-nya
diperoleh perbandingan fenotipe 9:7. Polimeri merupakan peristiwa beberapa
pasang gen yang bukan sealel memengaruhi sifat tertentu. Hasil perolehan
perbandingan fenotipe pada F2 nya adalah 15:1. Kesimpulan penyimpangan semu
hukum Mendel terjadi jika adanya dua pasang gen atau lebih yang saling
memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu. Namun pada
peristiwa ini masih menggunakan hukum-hukum perbandingan genotipe pada
hukum Mendel (Astarini, 2018).
Peristiwa penyimpangan persilangan monohibrid dominan resesif
menghasilkan F2 dengan perbandingan dominan: resesif = 3:1, sedangkan dihibrida
akan menghasilkan perbandingan 9:3:3:1. Pada kasus tertentu, perbandingan
tersebut tidak tepat sama dengan perbandingan tersebut. Misalnya, persilangan
monohibrid menghasilkan perbandingan1:2:1, sedangkan persilangan dihibrida
menghasilkan perbandingan 9:6:1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif) atau 15 :1
(Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Menurut Mendel fenotipe F2 itu ada 4
kelas, tetapi karena ada interaksi susut menjadi 2 atau 3 kelas (Yatim, 2008).
Penyimpangan semu hukum Mendel adalah perbandingan fenotipe dari
persilangan monohibrid dan dihibrid yang seolah-olah tidak mengikuti pola 3:1
ataupun pola 9:3:3:1. Pola tersebut dapat berupa 9:3:(3+1), (9+3):3:1, atau

11
9:(3+3+1). Hal ini disebabkan interaksi antar gen yang dapat menyebabkan
perbandingan fenotipe yang menyimpang dari hukum Mendel (Artadana et al.,
2018).
Penyimpangan semu Hukum Mendel tersebut meliputi interaksi gen,
kriptomari, polimeri, epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen dominan
rangkap dan gen penghambat yang juga sebagai faktor penyebab terjadinya
penyimpangan Hukum Mendel. Sebagai contohnya adalah pada ayam dijumpai
empat macam bentuk pial (jengger), antara lain: jengger berbentuk ercis atau biji
(pea) dengan genotipe rrP; jengger dengan belah atau tunggal (single) dengan
genotipe rrpp, jengger berbentuk mawar atau gerigi (rose) dengan genotipe Rpp,
dan jengger berbentuk sumpel (walnut), dengan genotip RP. Persilangan ayam
berpial rose (mawar) dengan ayam berpial pea (biji), semua keturunan F1nya
berpial walnut (sumpel) (William, 2010).
Faktor yang disebabkan adanya penyimpangan hukum Mendel dapat
disebabkan oleh yaitu faktor genotipe dan faktor fenotipe. Genotipe adalah susunan
genetik dari suatu sifat atau karakter individu, biasanya diberi simbol dengan huruf
dobel (misalnya TT, Tt dan tt). Genotipe juga dikatakan sebagai faktor pembawaan.
Genotipe menunjukkan sifat dasar yang tidak tampak dan bersifat menurun atau
diwariskan pada keturunannya. Sementara itu, fenotipe adalah hasil ekspresi atau
perpaduan dari genotipe dengan lingkungannya, berupa sifat yang tampak dari luar
sehingga dapat diamati. Sebagai contoh adalah bentuk (rambut, wajah, mata, tubuh,
dan lain-lain) atau warna (pada rambut, kulit, iris atau selaput pelangi). Genotipe
yang sama dapat menghasilkan fenotipe yang berbeda jika terdapat pada
lingkungan berbeda (Rochmah, 2009).

Gambar 5. Penyimpangan Hukum Mendel


(Sumber: https://www.materiedukasi.com/)

12
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Simulasi Hukum Mendel ini dilaksanakan pada hari Senin, 24
Oktober 2022 pukul 09.10 – 10.50 WIB di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Empat macam
warna kancing masing-masing 200 buah dengan ukuran yang sama dan 4 kantong
plastik.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
3.3.1 Monohibrid
1. Disiapkan dua kantung plastik gelap.
2. Diisi masing-masing plastik dengan dua warna kancing yang terdiri dari kancing
X dan kancing Y, jumlah kancing X sama dengan kancing Y.
3. Diambil satu buah kancing secara acak dari masing-masing kantung.
4. Dicatat hasil yang didapat, kemudian dikembalikan kancing ke kantung plastik.
5. Dikocok kantung plastik setiap selesai mengambil kantung kancing.
6. Dilakukan pengambilan sebanyak kriteria yang saudara peroleh (80, 100, 120).
7. Diuji seluruh data dengan menggunakan uji chi-Square.
8. Dijelaskan dan disimpulkan simulasi yang telah dilakukan.
3.3.2 Dihibrid
1. Digunakan empat kantung dan empat macam warna kancing. Dua kantung
masing-masing berisi kancing X dan Y. dua kantung berisi kancing P dan Q.
2. Disiapkan empat kantung plastik gelap.
3. Diisi masing-masing plastik dengan dua warna kancing yang terdiri dari kancing
X dan kancing Y. dua kantung lagi berisi kancing P dan Q.
4. Dicatat hasil yang didapat, kemudian dikembalikan kancing ke kantung plastik.

13
5. Dilakukan pengambilan sebanyak kriteria yang saudara peroleh (80, 100, 120).
6. Diuji seluruh data dengan menggunakan uji chi-Square.
7. Dijelaskan dan disimpulkan simulasi yang telah dilakukan.

14
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Analisis persilangan monohibrid, rasio fenotipe F2 (3:1) untuk 80 kali
pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E


AA, Aa 61 60 (1)2= 1 0,016
aa 19 20 (-1)2 = 1 0,05
Total 80 80 0,066

Tabel 2. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (3:1) untuk 100


kali pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E


AA, Aa 77 75 (2)2 = 4 0,053
aa 23 25 (-2)2 = 4 0,16
Total 100 100 0,213

Tabel 3. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (3:1) untuk 120


kali pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E


AA, Aa 90 90 (0)2 = 0 0
aa 30 30 (0)2 = 0 0
Total 120 120 0

Tabel 4. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (1:2:1) untuk 80


kali pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E


AA 20 20 (0)2 = 0 0
Aa 37 40 (-3)2 = 9 0,225
aa 23 20 (3)= 9 0,45
Total 80 80 0,675

15
Tabel 5. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (1:2:1) untuk 100
kali pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E


AA 29 25 16 0,64
Aa 43 50 49 0,98
aa 28 25 9 0,36
Total 100 100 1,98

Tabel 6. Analisis persilangan monohybrid, rasio fenotipe F2 (1:2:1) untuk 120


kali pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E


AA 34 30 16 0,53
Aa 55 60 25 0,41
aa 31 30 1 0,03
Total 120 120 0,97

Tabel 7. Analisis persilangan dihybrib, rasio fenotipe F2 (9:3:3:1) untuk 80 kali


pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E

A_B_ 39 45 36 0,8
A_bb 24 15 81 5,4
aaB_ 12 15 9 0,6
aabb 5 5 0 0
Total 80 80 6,8

Tabel 8. Analisis persilangan dihybrib, rasio fenotipe F2 (9:3:3:1) untuk 100


kali pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E

A_B_ 52 56,25 18,06 0,32


A_bb 28 18,75 85,56 4,56
aaB_ 13 18,75 33,06 1,76
aabb 7 6,25 0,56 0.09
Total 100 100 6,73

16
Tabel 9. Analisis persilangan dihybrib, rasio fenotipe F2 (9:3:3:1) untuk 120
kali pengambilan

Kelas Observed Expected (O-E)2 (O-E)2/E


A_B_ 61 67,5 42,25 0,62
A_bb 36 22,5 182,25 8,1
aaB_ 13 22,5 90,25 4,01
aabb 10 7,5 6,25 0,83
Total 120 120 13,56

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan simulasi Hukum Mendel dengan
menggunakan kancing genetika dan perhitungannya menggunakan chi-square.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat penyimpangan pada
hukum Mendel, dimana rasio perbandingannya tidak selalu 1:2:1 atau 9:3:3:1. Pada
praktikum kali ini dilakukan dua jenis persilangan, yaitu persilangan monohibrid
dan persilangan dihibrid. Persilangan monohibrid merupakan persilangan dengan
satu tanda beda, sedangkan persilangan dihibrid merupakan persilangan dengan dua
tanda beda.
Percobaan ini dilakukan menggunakan kancing genetika yang warna putih dan
pink dengan 40 keping. Dengan tiga kali pengulangan dengan 80, 100, dan 120 kali
pengambilan secara acak pada kancing genetika dengan tujuan untuk mengetahui
bagaimana segregasi yang terjadi pada suatu persilangan individu sesuai dengan
Hukum Mendel. Dilakukan dengan dua percobaan yaitu percobaan persilangan
monohibrid dan dihibrid. Monohibrid adalah persilangan dengan satu tanda beda,
seperti menurut Abdurrahman (2008) Persilangan monohibrid adalah persilangan
yang hanya menggunakan satu macam gen yang berbeda atau menggunakan satu
sifat beda. Sedangkan persilangan dihibrid adalah persilangan yang menggunakan
dua tanda beda Persilangan monohibrid ini memiliki dua macam yaitu persilangan
dominan dan persilangan intermediet. Pada persilangan dominan ini terdapat salah
satu gen yang bersifat menutupi sifat yang resesif, sehingga sifat resesif tersebut
akan tertutup dengan sifat dominan. Sedangkan intermediet adalah persilangan
antar dua individu yang memiliki dua sifat yang sama kuat sehingga dapat
memungkinkan munculnya sifat baru hasil dari peleburan dua sifat tersebut.

17
Pada percobaan pertama dilakukan pada rasio fenotipe 3:1 dengan pengambilan
80 kali pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas AA, Aa expected 60,
aa expected 20. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil
observed pada kelas AA, Aa 61, kelas aa 20 dan total pengambilan adalah 80.
Kemudian data diuji dengan menggunakan chi-squere dengan rumus (O-E)2 dan
hasil akhir dengan rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada kelas AA, Aa
satu dan kelas aa satu. Hasil hitung akhir pada setiap kelas adalah AA, Aa 0,016
dan aa 0,05. Total akhir adalah menjumlahkan hasil kedua kelas dengan hasil
X2hitung 0,066.
Pada percobaan kedua dilakukan pada rasio fenotipe 3:1 dengan pengambilan
100 kali pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas AA, Aa expected 75,
aa expected 25. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil
observed pada kelas AA, Aa 77, kelas aa 23 dan total pengambilan adalah 100.
Kemudian data yang didapat diuji dengan menggunakan chi-squere dengan rumus
(O-E)2 dan hasil akhir dengan rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada kelas
AA, Aa empat dan kelas aa empat. Hasil hitung akhir pada setiap kelas adalah AA,
Aa 0,053 dan aa 0,16. Total akhir adalah menjumlahkan hasil kedua kelas dengan
hasil X2hitung 0,213.
Pada percobaan ketiga dilakukan pada rasio fenotipe 3:1 dengan pengambilan
100 kali pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas AA, Aa expected 90,
aa expected 30. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil
observed pada kelas AA, Aa 90, kelas aa 30 dan total pengambilan adalah 120.
Kemudian data yang didapat diuji dengan menggunakan chi-squere dengan rumus
(O-E)2 dan hasil akhir dengan rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada kelas
AA, Aa nol dan kelas aa nol. Hasil hitung akhir pada setiap kelas adalah AA, Aa
nol dan aa nol. Total akhir adalah menjumlahkan hasil kedua kelas dengan hasil
X2hitung nol.
Penarikan kesimpulan: X2 hitung > X2tabel, maka rasio yang diperoleh
menyimpang dari Hukum Mendel dan sebaliknya X2hitung < X2tabel, maka rasio yang
diperoleh diterima Hukum Mendel. Nilai Xtabel didapatkan dengan hasil perhitungan
db=jumlah rasio-1. Maka rasio 2-1=1,dengan Xtabel= (0,05;1)= 3,84. Berdasarkan
uji chi-squere maka didapatkan bahwa hasilnya adalah X2 hitung < X2tabel, dengan

18
pengambilan 80x yaitu 0,066, pengambilan 100x 0,213, pengambilan 120x nol
maka rasio yang diperoleh diterima Hukum Mendel, dengan keputusan hipotesis
terima H0 diterima H1 ditolak. Menurut Faudzi (2014) Persilangan monohibrid ini
menghasilkan perbandingan 1:2:1 dan 3:1. Persilangan antara normal dengan
curved menghasilkan F1 normal. Hukum dominan pada persilangan monohibrid
yaitu jika penyilangan dua organisme jantan dan betina homozigot dengan
pasangan yang kontras, dimana hanya muncul dari sifat tetuanya pada keturunan
sifat F1, sifat demikianlah yang dinamakan sifat dominan.
Pada percobaan keempat dilakukan pada rasio fenotipe 1:2:1. Hal ini sesuai
dengan Arianti (2018) Di mana menurut Mendel bahwa pada percobaan
monohibrid, F2 dihasilkan dengan perbandingan genotif 1:2:1 dan perbandingan
fenotif 3:1. Hasil percobaan 80 kali pengambilan secara acak dengan harapan pada
kelas AA, expected 20, Aa expected 40 dan aa adalah 20 Berdasarkan hasil
percobaan yang dilakukan didapatkan hasil observed pada kelas AA, 20, kelas Aa
37, kelas aa 23 dan total pengambilan adalah 80. Kemudian data yang didapat diuji
dengan menggunakan chi-squere dengan rumus (O-E)2 dan hasil akhir dengan
rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada kelas AA nol, kelas Aa sembilan
dan kelas aa sembilan. Hasil akhir pada setiap kelas adalah AA, 0,025, Aa 0,45 dan
aa 0,16. Total akhir adalah menjumlahkan hasil ketiga kelas dengan hasil X2 hitung
0,675.
Pada percobaan kelima dilakukan pada rasio fenotipe 1:2:1. Hasil 100 kali
pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas AA, expected 25, Aa expected
50 dan aa 25. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil
observed pada kelas AA 29, kelas Aa 43 kelas aa 28 dan total pengambilan adalah
100. Kemudian data yang didapat diuji dengan menggunakan chi-squere dengan
rumus (O-E)2 dan hasil akhir dengan rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada
kelas AA 16, kelas Aa 49 dan aa sembilan. Hasil akhir pada setiap kelas adalah AA,
0,64 Aa 0,98 dan aa 0,36. Total akhir adalah menjumlahkan hasil ketiga kelas
dengan hasil X2hitung 1,98.
Pada percobaan keenam dilakukan pada rasio fenotipe 1:2:1. Hasil 120 kali
pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas AA, expected 30, Aa expected
60 dan aa 30. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan hasil

19
observed pada kelas AA 34, kelas Aa 55 kelas aa 31 dan total pengambilan adalah
120. Kemudian data yang didapat diuji dengan menggunakan chi-squere dengan
rumus (O-E)2 dan hasil akhir dengan rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada
kelas AA 16, kelas Aa 25 dan aa satu. Hasil akhir pada setiap kelas adalah AA, 0,53
Aa 0,41 dan aa 0,03. Total akhir adalah menjumlahkan hasil ketiga kelas yaitu
dengan 0,53+0,41+0,03 hasil X2hitung 0,97. Maka hasil dari nilai ini akan diujikan
pada X2tabel.
Penarikan kesimpulan: X2hitung > X2tabel, maka rasio yang diperoleh menyimpang
dari Hukum Mendel dan sebaliknya X2hitung < X2tabel, maka rasio yang diperoleh
diterima Hukum Mendel. Nilai Xtabel didapatkan dengan hasil perhitungan
db=jumlah rasio-1. Maka rasio 3-1=2,dengan Xtabel= (0,05;2)= 5,99. Berdasarkan
uji chi-squere maka didapatkan bahwa hasilnya adalah X2 hitung < X2tabel, dengan
pengambilan 80x yaitu 0,675, pengambilan 100x 1,98, pengambilan 120x 0,97
maka rasio yang diperoleh diterima Hukum Mendel, dengan keputusan hipotesis
terima H0 diterima H1 ditolak. Maka kesimpulan yang didapat adalah pada
percobaan ini diterima. Hal ini selaras dengan pendapat Syamsuri (2004) Penelitian
Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan II. Persilangan monohibrid yang
menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2, yaitu dengan rasio fenotipe 1 : 2
: 1 merupakan bukti berlakunya Hukum Mendel I yang dikenal dengan nama
Hukum Pemisahan Gen yang Sealel (The Law of Segregation of Allelic Genes) yang
berbunyi: “semasa pembentukan gamet pasangan alel suatu gen terpisah dan
terdapat dalam gamet yang berlainan.”Hukum Mendel I adalah perkawinan dua
tetua yang memiliki satu sifat beda (monohibrid). Menurut Fitria, (2014)
Persilangan monohibrid ini menghasilkan perbandingan 1:2:1 dan 3:1. Persilangan
antara normal dengan curved menghasilkan F1 normal. Hukum dominan pada
persilangan monohibrid yaitu jika penyilangan dua organisme jantan dan betina
homozigot dengan pasangan yang kontras, dimana hanya muncul dari sifat tetuanya
pada keturunan sifat F1, sifat demikianlah yang dinamakan sifat dominan.
Persilangan monohibrid dapat di bagi menjadi 2, yaitu persilangan dominan dan
persilangan intermediat. Dimana sifat dominan merupakan sifat yang terjadi pada
keadaan sifat yang banyak muncul dan sifat intermediet merupakan sifat kedua dan
biasanya terjadi pada penyimpangan.

20
Pada percobaan ketujuh dilakukan pada rasio fenotipe (9:3:3:1). Hasil 80 kali
pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas A_B_ 45, kelas A_bb 15 kelas
aaB_15 dan kelas aabb 5. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan didapatkan
hasil observed pada kelas A_B_ 39, kelas A_bb 24 kelas aaB_12 dan kelas aabb 5
total pengambilan adalah 80. Kemudian data yang didapat diuji dengan
menggunakan chi-squere dengan rumus (O-E)2 dan hasil akhir dengan rumus (O-
E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada kelas kelas A_B_ 36, kelas A_bb 81 kelas
aaB_ sembilan dan kelas aabb nol. Hasil akhir pada setiap kelas adalah kelas A_B_
0,8, kelas A_bb 5,4 kelas aaB_0,6 dan kelas aabb 0. Total akhir adalah
menjumlahkan hasil kedua kelas dengan hasil X2 hitung 6,8.
Pada percobaan kedelapan dilakukan pada rasio fenotipe (9:3:3:1). Hasil 100 kali
pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas A_B_ 56,25, kelas A_bb
18,75 kelas aaB_18,75 dan kelas aabb 6,25. Berdasarkan hasil percobaan yang
dilakukan didapatkan hasil observed pada kelas A_B_ 52, kelas A_bb 28 kelas
aaB_13 dan kelas aabb 7 total pengambilan adalah 100. Kemudian data yang
didapat diuji dengan menggunakan chi-squere dengan rumus (O-E)2 dan hasil akhir
dengan rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada kelas kelas A_B_ 18,06,
kelas A_bb 85,56 kelas aaB_33,06dan kelas aabb 0,56. Hasil akhir pada setiap kelas
adalah kelas A_B_ 0,32, kelas A_bb 4,56 kelas aaB_1,76 dan kelas aabb 0,09. Total
akhir adalah menjumlahkan hasil kedua kelas dengan hasil X2hitung 6,73.
Pada percobaan kedelapan dilakukan pada rasio fenotipe (9:3:3:1). Hasil 120 kali
pengambilan secara acak dengan harapan pada kelas A_B_ 67,5 , kelas A_bb 22,5
kelas aaB_ 22,5 dan kelas aabb 7,5. Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan
didapatkan hasil observed pada kelas A_B_ 61, kelas A_bb 36 kelas aaB_13 dan
kelas aabb 10 total pengambilan adalah 120. Kemudian data yang didapat diuji
dengan menggunakan chi-squere dengan rumus (O-E)2 dan hasil akhir dengan
rumus (O-E)2/E. Pada hasil hitung (O-E)2 pada kelas kelas A_B_ 42,25, kelas A_bb
182,25 kelas aaB_90,25 dan kelas aabb 6,25. Hasil akhir pada setiap kelas adalah
kelas A_B_ 0,62, kelas A_bb 8,1 kelas aaB_ 4,01 dan kelas aabb 0,83. Total akhir
adalah menjumlahkan hasil kedua kelas yang didapatkan dengan hasil X2 hitung
13,56.

21
Penarikan kesimpulan: X2hitung > X2tabel, maka rasio yang diperoleh menyimpang
dari Hukum Mendel dan sebaliknya X2hitung < X2tabel, maka rasio yang diperoleh
diterima Hukum Mendel. Nilai Xtabel didapatkan dengan hasil perhitungan
db=jumlah rasio-1. Maka rasio 4-1=3,dengan Xtabel= (0,05;3)= 7,815. Berdasarkan
uji chi-squere maka didapatkan bahwa hasilnya adalah X2hitung < X2tabel, dengan
pengambilan 80x yaitu 6,8, pengambilan 100x 6,73, maka rasio yang diperoleh
diterima Hukum Mendel, dengan terima H0 diterima H1 ditolak.
Namun pada pengulangan 120x terjadi penolakan dengan hasil X2hitung
didapatkan 13,56 dan Xtabel= (0,05;3)= 7,815. Berdasarkan hasil tersebut dapat
disimpulkan X2hitung > X2tabel, maka rasio yang diperoleh menyimpang dari Hukum
Mendel. Penyimpangan tersebut dapat terjadi pada banyaknya hasil persilangan
resesif yang muncul. Menurut Astarini (2018) Ada beberapa macam peristiwa yang
dikategorikan sebagai penyimpangan semu hukum Mendel, yaitu atavisme
(interaksi), kriptomeri, epistasis dan hipostasis, komplementer, serta polimeri.
Atavisme adalah munculnya suatu sifat sebagai akibat adanya interaksi beberapa
gen, contohnya bentuk jengger atau pial ayam. Hasil perbandingan fenotipe pada F
2-nya adalah 9:3:3:1. Hal ini juga diperkuat oleh Artadana et al. (2018),
menyatakan bahwa penyimpangan semu hukum Mendel adalah perbandingan
fenotipe dari persilangan monohibrid dan dihibrid yang seolah-olah tidak mengikuti
pola 3:1 ataupun pola 9:3:3:1. Pola tersebut dapat berupa 9:3:(3+1), (9+3):3:1, atau
9:(3+3+1). Hal ini disebabkan interaksi antar gen yang dapat menyebabkan
perbandingan fenotipe yang menyimpang dari hukum Mendel.

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Adapun simpulan pada praktikum kali ini adalah Hukum Mendel 1 adalah
persilangan monohibrid dengan dominasi. Persilangan dengan dominasi adalah
persilangan suatu sifat beda yaitu satu sifat lebih kuat dari pada sifat yang lain. Sifat
yang kuat disebut sifat dominan dan bersifat menutupi sifat yang lemah, sedangkan
yang lemah/tertutupi disebut sifat resesif. Genotipe adalah seluruh himpunan gen
pada sebuah organisme.
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada percobaan monohibrid pada rasio
fenotipe 3:1 dan 1:2:1 pada pengulangan 80, 100 dan 120 kali hasil pada Hukum
Mendel I diterima dengan hasil X2hitung < X2tabel dimana X2tabel dengan nilai 3,84.
Hukum Mendel I dapat disebut dengan Hukum Segregasi bebas yang menyatakan
pewarisan sifat induk pada pembentukan gamet keturunan akan melalui
pembelahan gen induk yakni terjadi pada persilangan monohibrid.
Pada percobaan rasio fenotipe 9:3:3:1 pada pengulangan 80 dan 100 kali
didapatkan hasil diterima atau H0 diteriam dan H1 ditolak dengan nilai Xtabel 7,815.
Sedangkan pada pengulangan 120 kali didapatkan hasil X2 hitung > X2tabel, maka hasil
simulasi hukum mendel ditolak. Hal tersebut disebabkan oleh penyimpangan semu
hukum Mendel adalah perbandingan fenotipe dari persilangan monohibrid dan
dihibrid yang seolah-olah tidak mengikuti pola 3:1 ataupun pola 9:3:3:1.

5.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah praktikan diharapkan lebih kondusif saat
praktikum berlangsung agar semua praktikan dapat memperhatikan berjalannya
praktikum dengan baik sehingga semua praktikan dapat memahami praktikum yang
dilakukan. Praktikan juga harus lebih berkonsentrasi dalam melakukan persilangan
agar tidak terjadi kesalahan dan tidak kebingungan saat perhitungan chi-squere.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, D. 2008. Sifat Biologi Tanaman. Bandung: Grafindo Media


Pratama.
Akbar R. T., Hardhienata S, Maesya A. 2015. Implementasi Sistem Hereditas
Menggunakan Metode Persilangan Hukum Mendel untuk Identifikasi
Pewarisan Warna Kulit Manusia. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) 1(1): 1-
13.
Amin, M. 2009. Genetika Tanaman. Semarang: PT Masscom Graphy.
Arianti, E. 2018. Balok-balok Berbentuk Dadu Sebagai Alat Peraga untuk
Membuktikan Hukum Mendel I pada Percobaan Monohibrid dalam
Pembelajaran Genetika. Jurnal Pencerahan. Vol 2(2): 124-149.
Aristya, G. R., B. S. Daryono, dan N. S. N Handayani. 2015. Karakteristik
Kromosom Tumbuhan dan Hewan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Artadana, I. B. M. dan W. D. Savitri. 2018 Dasar-Dasar Genetika Mendel.
Yogyakarta. Graha Ilmu.
Astarini, D. 2018. Peningkatan Pemahaman Materi Penyimpangannya Semu
Hukum Mendel Melalui Alat Bantu Baling-Baling Genetika pada Siswa
Kelas XII IPS 2 SMA N 1 Baturetno Tahun Pelajaran 2017/2018. Jurnal
Jarlitbang Pendidikan. Vol. 3(2): 439-446.
Campbell. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Crowder, L.V. 2005. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Firdauzi, N. F. Rasio Perbandingan F1 dan F2 Persilangan Starin N x b, dan Strain
N x tx Serta Resiproknya. Jurnal Biologi Science & Education. Vol. 3(2):
197-204.
Meilinda. 2017. Teori Hereditas Mendel: Evolusi atau Revolusi (Kajian Filsafat
Sains). Jurnal Pembelajaran Biologi. Vol. 4(1): 62-70.
Mustika, A., A. H. Yusminah & Andi, F. A. 2014. Identifikasi Miskonsepsi
Mahasiswa Biologi Universitas Negeri Makassar pada Konsep Genetika
dengan Metode CRI. Jurnal Sainsmat. Vol. 3(2): 122-129.

24
Rani, M., dan Widowati, B. 2019. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis
Problem Posing untuk Melatihkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
pada Materi Pewarisan Sifat Berdasarkan Hukum Mendel. E-journal
Bioedu Unesa. Vol. 8(3): 135-144.
Rochmah, S. N. 2009. Biologi. Jakarta: PT Pustaka Insan Madani.
Suryo. 2008. Genetika. Yogyakarta: UGM Press.
Syamsuri, I. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Tosida, E. T., dan D. K. Utami. 2017. Pemodelan Sistem Pewarisan Gen Manusia
Berdasarkan Hukum Mendel Dengan Algoritma Branch and Bound.
Ekologia. Vol 11(1): 44-52.
William, D. S. 2010. Genetika. Jakarta: Erlangga.
Yatim, W. 2008. Genetika. Bandung: Tarsito.

25

Anda mungkin juga menyukai