Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI TANAMAN
“HORMON TUMBUH”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Fisiologi Tanaman

Disusun oleh
Nama : Dian Mughni Pertiwi
NIM : 4442180097
Kelas :3C
Kelompok : I (Satu)

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya. Karena atas-Nya lah
saya dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul “Hormon Tumbuh”
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Tanaman.
Laporan yang disusun berdasarkan atas apa yang telah di amati pada
praktikum di Laboratorium yang memuat tentang Pergerakan Partikel. Laporan
yang telah di susun semaksimal mungkin ini, tentu telah mendapat bantuan dan
kontribusi dari berbagai pihak sehingga laporan ini dapat dibuat dengan lancar.
Untuk itu saya berterimakasih kepada Ibu Eltis Panca Ningsih, SP., M.Si. selaku
dosen mata kuliah Fisiologi Tanaman. Resty Fristikawati dan Indah Permata Sari
selaku Asisten Laboratorium dan atas dukungan moral dan materi yang diberikan
dalam penyusunan laporan praktikum ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
saya mengaharapkan kritik dan saran yang membangun untuk melengkapi
kekurangan dan kesalahan dari Laporan ini. Saya berharap laporan tentang Hormon
Tumbuh ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya oleh
pembaca.

Serang, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ......... .................................................................................................ii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Tujuan .......................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hormon Tumbuh ......................................................................................2
2.2 Fitohormon (Auksin) ................................................................................3
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................6
3.2 Alat dan Bahan .........................................................................................6
3.3 Cara Kerja .................................................................................................6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ..........................................................................................................7
4.2 Pembahasan ..............................................................................................8
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .................................................................................................10
5.2 Saran .......................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................11
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Akar Lidah Mertua.............................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan pada bagian-bagian tanaman dipengaruhi oleh faktor eksternal
dan internal. Faktor internal yang mempengaruhi selain faktor gen adalah faktor
hormon. Hormon yang menjadi pemeran utama dan bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan (pemanjangan sel organ tumbuhan) adalah hormon auksin. Hormon
ini dapat diperoleh tanaman secara alami dan dengan pemberian oleh manusia.
Fungsi hormon pada tumbuhan yaitu sebagai koordinator pertumbuhan dan
perkembangan. Hormon yang dimaksud adalah auksin, giberelin, sitokinin, absisin,
dan etilen. Tergantung pada sistem yang dipengaruhi, hormon dapat berfungsi
sendiri atau lebih sering dalam keseimbangan antar hormon itu. Konsentrasi
masing-masing hormon akan menentukan tanggapan pertumbuhan yang terjadi.
Hormon biasanya hanya efektif pada konsentrasi internal sekitar 1 µM atau kurang.
Hormon yang diproduksi oleh tumbuhan sering mempengaruhi sel lainnya,
sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk
membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak
jauh (Gardner, 1999).
Dilakukannya pratikum mengenai hormone tumbuh ini dilatarbelakangi oleh
keinginan mahasiswa mengetahui tentangfitohormon pada tanaman dan hormone
apa saja yang dapat menjadi pemicu pertumbuhan dan perkembangan pada
tumbuhan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengamati efek perlakuan
hormon terhadap pertumbuhan akar tanaman.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hormon Tumbuh


Hormon adalah molekul sinyal yang dihasilkan dalam jumlah kecil oleh salah
satu tubuh organisme dan ditranspor ke bagian-bagian yang lain, tempat hormon
berikatan ke suatu reseptor spesifik dan memicu respon-respon di dalam sel-sel dan
jaringan target. Hormon-hormon tumbuhan dihasilkan dalam konsentrasi yang
sangat rendah, namun hormon dalam jumlah yang kecil dapat memiliki efek yang
besar pada pertumbuhan dan perkembangan organ tumbuhan. Suatu hormon bisa
bertindak dengan mengubah ekspresi gen-gen, memengaruhi aktifitas enzim-enzim
yang sudah ada atau mengubah aktivitas membran. Tindakan manapun dapat
mengarahkan kembali metabolisme dan perkembangan sebuah sel yang merespon
molekul-molekul hormon dalam jumlah kecil (Campbell, 2003).
Zat pengatur tumbuh yang paling dikenal dikelompokkan menjadi 5, yaitu
auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan inhibitor (asam absisat). Auxin dicirikan
dengan struktur kimia yang khas yaitu indol ring. Beberapa struktur kimia zat
pengatur tumbuh yang dikelompokkan ke dalam auxin adalah IAA, NAA, IBA,
IAN, 2.4 D dan banyak lagi yang lainnya (Campbell, 2004).
Hormon tumbuhan atau fitohormon adalah zat pengatur yang dihasilkan oleh
tumbuhan yang dalam konsentrasi rendah mengatur proses-proses fisiologis dalam
tubuh tumbuhan. Sedang pengatur tumbuh merupakan senyawa-senyawa organik
selain nutrisi, baik yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa-
senyawa kimia sintetik yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau
sebaliknya mengubah beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan (Hidayat, 2007).
Hormon tanaman atau fitohormon adalah senyawa-senyawa organik tanaman
yang dalam konsentrasi rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-
proses fisiologis terutama mengenai proses pertumbuhan, diferensiasi dan
perkembangan tanaman. Proses-proses lain seperti pengenalan tanaman,
pembukaan stomata, translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon
tanaman (Heti, 2015).

2
Istilah pengatur pertumbuhan tanaman meliputi kategori luas yaitu substansi
organik (selain vitamin dan unsur mikro) yang dalam jumlah sedikit merangsang,
menghambat, atau sebaliknya mengubah proses fisiologis. Auksin sintetik
diperlukan karena jaringan dipisahkan dari sumber auksin alami. Perangsang
pertumbuhan sintetik, dalam campuran yang tepat, merangsang kalus
(pembentukan massa sel yang tidak terdiferensiasi), diferensiasi organ, dan
morfogenesis seluruh tanaman dari satu sel parenkima. Pengatur pertumbuhan
tanaman dibagi menjadi 5 kelas, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, penghambat
pertumbuhan, dan etilen (Latunra, 2007).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon
tumbuhan. Bila konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen
yang semula tidak aktif akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon
tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-
tumbuhan untuk mempertahankankelangsungan hidup jenisnya (Harjadi, 2009).

2.2 Fitohormon (Auksin)


Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman lain
dari hormon ini adalah IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak
pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu
dalam proses mempercepat pertumbuhan baik pertumbuhan akar maupun
pertumbuhan batang (Campbell, 2004).
Auksin mengatur proses di dalam tubuh tanaman dalam morfogenesis.
Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh auksin namun
permukaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jaringan kalus. Konsentrasi
auksin yang berlebihan menyebabkan ketidaknormalan seperti epinasti. Auksin
mempengaruhi pengembangan dinding sel dimana mengakibatkan berkurangnya
tekanan dinding sel terhadap protoplas. Maka karena tekanan dinding sel
berkurang, protoplas mendapat kesempatan untuk meresap air dari sel-sel yang
adadi bawahnya karena sel-sel yang ada di dekat titik tumbuh mempunyai nilai
osmotis yang tinggi (Gardner, 1999).

3
Senyawa-senyawa yang tergolong auksin meliputi IAA (Indol Acetic Acid),
IBA (Indol Butyric Acid), NAA (Napthalene Acetic Acid), 2,4-D Dichlorofenoxy
Acetic Acid). Rangsangan auksin paling kuat terutama adalah terhadap sel-sel
meristem apikal batang dan koleoptil. Pengaruh auksin yang paling kuat terutama
adalah terhadap sel-sel meristem apikal batang dan koleoptil. Pengaruh auksin
terhadap perkembangan sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat
menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan
permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti
menurunnya tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang
disertai kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikan sintesis protein, maka dapat
digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Sriyanti, 1994).
Sifat penting auksin adalah berdasarkan konsentrasinya yaitu dapat
menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting dalam perubahan dan
pemanjangan sel. Pada permukaan akar, auksin akan mempengaruhi jaringan
meristem primordial akar dalam jaringan batang (Lakitan, 1995).
Selain memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan
akar, peranan auksin lainnya adalah kombinasi auksin dan giberelin memacu
perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium
pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang. Selain itu auksin
(IAA) sering dipakai pada budidaya tanaman antara lain: untuk menghasilkan buah
tomat, mentimun dan terong tanpa biji, dipakai pada pengendalian pertumbuhan
gulma berdaun lebar dari tumbuhan dikotil di perkebunan jagung, dan memacu
perkembangan meristem akar adventif dari stek mawar dan bunga potong lainnya
(Latunra, 2007).
Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka
pertumbuhannya akan lambat karena jika kerja auksin dihambat oleh matahari
tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari,pertumbuhannya
sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Hal ini akan menyebabkan ujung
tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut
dengan fototropisme. Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang
banyak atau sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada
tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya (Kusumo, 1984).

4
Tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya
sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung warnanya
pucat kekuningan. Hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat
oleh sinar matahari. Sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang
terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman
yang diletakkan ditempat gelap, tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga
warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat
oleh sinar matahari (Wudianto,1996).
Banyak faktor yang mepengaruhi pertumbuhan di antaranya adalah faktor
genetik untuk internal dan faktor eksternal terdiri dari cahaya, kelembapan, suhu,
air, dan hormon. Untuk proses perkecambahan banyak di pengaruhi oleh faktor
cahaya dan hormon, walaupun faktor yang lain ikut mempengaruhi. Menurut
literatur perkecambahan di pengaruhi oleh hormon auksin, jika melakukan
perkecambahan di tempat yang gelap maka akan tumbuh lebih cepat namun
bengkok. Hal itu disebabkan hormon auksin sangat peka terhadap cahaya, jika
pertumbuhannya kurang merata. Sedangkan di tempat yang perkecambahan akan
terjadi relatif lebih lama, hal itu juga di sebabkan pengaruh hormon auksin yang
aktif secara merata ketika terkena cahaya sehingga di hasilkan tumbuhan yang
normal atau lurus menjulur ke atas (Patma, 2013).
Asam Indol Butirat (IBA) lebih praktis dari jenis auksin IAA dan sangat efektif
dalam inisiasi akar dan merangsang pertumbuhan batang dan daun. IBA berbentuk
tepung berwarna putih atau kristal-kristal yang bersatu, dimana menunjukkan suatu
reaksi yang mempunyai karakteristik dari senyawa anorganik lain (Harjadi, 2009).
Naphthalene Acetic Acid (NAA) merupakan golongan auksin yang berfungsi
dalam menginduksi pembentangan sel dan inisiasi pengakaran. Dengan
memberikan setetes NAA pada bagian tanaman yang dipotong dari tanaman
induknya, proses tumbuhnya perakaran menjadi relatif singkat pada “tanaman
baru” tersebut, sehingga meningkatkan kesempatan untuk bertahan hidup.
Penambahan NAA pada media kultur terbukti mampu menginduksi kalus pada
tumbuhan Gramineae, Solanaceae dan banyak tumbuhan lainnya (Harjadi, 2009).

5
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 19 September 2019 pukul 7.00 – 9.00 WIB
dan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat-alat yang digunakan pada saat praktikum yaitu alat tulis, cutter,
neraca analitik, spatula. Sedangkan bahan yang digunakan adalah, lidah mertua
(Sansiviera trifasciata), polybag, tanah, kompos, dan hormone tumbuh NAA dan
IBA.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja untuk praktikum tentang pertumbuhan dan perkembangan
ini adalah:
1. Disiapkan alat an bahan praktikum;
2. Dibuat 15 potongan daun lidah mertua 5 cm;
3. Direndam masing-masing 4 potongan dalam 1) air, 2) 5 ppm NAA, 3) 5 ppm
IBA;
4. Dibiarkan perendaman selama 24 jam;
5. Dipindahkan potongan tersebut ke dalam pot pasir yang berpupuk dan dibiarkan
selama 3 minggu;
6. Dihitung jumlah akar yang tumbuh dari stek daun lidah mertua tersebut;
7. Hasil dibuat dalam bentuk laporan.

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Akar Lidah Mertua
Perlakuan Jumlah Panjang
Kelompok keterangan
(Hormon) akar akar
Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
NAA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
1
NAA cair 0 0 Tidak tumbuh
NAA pasta 0 0 Tidak tumbuh
Kontrol 1 0,3 cm Tumbuh
NAA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
2
NAA cair 3 0,3 cm Tumbuh
NAA pasta 0 0 Tidak tumbuh
Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
NAA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
3
NAA cair 0 0 Tidak tumbuh
NAA pasta 0 0 Tidak tumbuh
Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
IBA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
4
IBA cair 1 0,1 cm Tumbuh
IBA pasta 0 0 Tidak tumbuh
Kontrol 0 0 Tidak tumbuh
IBA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
5
IBA cair 1 0,2 cm Tumbuh
IBA pasta 0 0 Tidak tumbuh
Kontrol 9 1 Tumbuh
IBA bubuk 0 0 Tidak tumbuh
6
IBA cair 12 2 Tumbuh
IBA pasta 0 0 Tidak tumbuh

7
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini tentang hormone tumbuh yang membahas bagaimana
hormone dapat mempengaruhi pertumbuhan akar. Hormon merupakan molekul
sinyal yang dihasilkan dalam jumlah kecil oleh salah satu tubuh organisme dan
ditranspor ke bagian-bagian yang lain, tempat hormon berikatan ke suatu reseptor
spesifik dan memicu respon-respon di dalam sel-sel dan jaringan target. Hormon-
hormon tumbuhan dihasilkan dalam konsentrasi yang sangat rendah, namun
hormon dalam jumlah yang kecil dapat memiliki efek yang besar pada pertumbuhan
dan perkembangan organ tumbuhan.
Pada praktikum ini mengamati akar lidah mertua yang ditambahakan hormone
auksin (NAA dan IBA), Naphthalene Acetic Acid (NAA) adalah auksin yang
berfungsi dalam menginduksi pembentangan sel dan inisiasi pengakaran. Dengan
memberikan setetes NAA pada bagian tanaman yang dipotong dari tanaman
induknya, proses tumbuhnya perakaran menjadi relatif singkat pada tanaman,
sehingga meningkatkan kesempatan untuk bertahan hidup. Sedangkan IBA
berbentuk tepung berwarna putih atau kristal-kristal yang bersatu, dimana
menunjukkan suatu reaksi yang mempunyai karakteristik dari senyawa anorganik.
Pengamatan dilakukan pada tanaman lidah mertua dengan diberikan perlakuan
konrtol (tidak diberikan hormone), NAA cair, bubuk dan pasta. Lidah mertua
kemudian ditanam pada media tanam lalu diamati setelah 3 minggu, didapatkan
hasil bahwa dari 3 kelompok dengan perlakuan yang sama hanya terdapat 2
perlakuan yang tumbuh, yang pertama yaitu control dengan jumlah akar 1 dan
Panjang akar 0,3 cm kemudian NAA cair dengan jumlah akar 3 dan Panjang akar
0,3 cm.
Kegagalan dalam praktikum kali ini karena factor eksternal dan factor internal,
faktoreksternal yang dapat terjadi yaitu human error murni karena kelalaian
praktikan yang jarang menyiram tanaman tersebut kemudian tanaman tersebut
kekurangan air, kemudian factor internal yaitu tanaman tidak tumbuh. Hasil dari
penambahan hormon NAA (Asam Naftalena Asetat) memiliki hasil yang tidak
efektif terhadap pertumbuhan akar pada tanaman lidah mertua. Hasil dari praktikum
ini berbanding terbalik dengan literatur dari Harjadi (2009), yang mengatakan
bahwa hormon NAA (Asam Naftalena Asetat) sangat baik untuk regenerasi

8
tumbuhan dikarenakan hormon NAA (Asam Naftalena Asetat) memiliki sifat yang
lebih stabil. Selain itu NAA adalah auksin eksogen yang mempunyai aktivitas
fisiolgis yang dapat memacu pertumbuhan akar. Praktikum ini juga bertentangan
dengan pendapat Heti (2015), yang mengatakan bahwa hormon NAA (Asam
Naftalena Asetat) merupakan golongan auksin yang berfungsi dalam menginduksi
pembentangan sel dan inisiasi pengakaran.
Pada kelompok 4 sampai dengan kelompok 6 memiliki hasil yang tidak jauh
berbeda dengan sampel pada kelompok 1 sampai dengan kelompok 3. Yaitu pada
kelompok 4-6 hanya IBA cair yang menunjukkan hasil pertumbuhan akar yaitu
pada kelompok 4 jumlah akar 1 panjang akar 0,1cm, pada kelompok 5 jumlah akar
1 panjang akar 0,2 cm, pada kelompok 6 jumlah akar 12 panjang akar 2 cm, namun
pada yang lainnya tidak ada. Hal ini berbanding terbalik dengan pendapat Nurjanah
(2009), yang mengatakan penambahan hormon dalam bentuk pasta dapat
mempercepat pertumbuhan akar dalam kegiatan perbanyakan tanaman secara
vegetatif (stek). Pada sampel lidah mertua yang diberi perlakuan hormon IBA
bubuk memiliki hasil yang sama dengan sampel lidah mertua yang diberi hormon
IBA pasta yaitu tidak terjadi terlihat tanda-tanda tumbuhnya akar. Pemberian
hormon IBA pada praktikum hormon ini tidak efisien karena pada hampir semua
kelompok tidak berhasil menunjukan adanya tanda-tanda pertumbuhan akar. Tidak
munculnya akar, membusuknya sampel, dan kondisi lain yang menunjukan
gagalnya praktikum ini diakibatkan oleh faktor eksternal dan internal daun lidah
mertua.

9
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini yaitu hormon tumbuhan
atau fitohormon adalah zat pengatur yang dihasilkan oleh tumbuhan yang dalam
konsentrasi rendah mengatur proses-proses fisiologis dalam tubuh tumbuhan.
Sedang pengatur tumbuh merupakan senyawa-senyawa organik selain nutrisi, baik
yang dihasilkan sendiri oleh tumbuhan maupun senyawa-senyawa kimia sintetik
yang dalam jumlah kecil memacu, menghambat atau sebaliknya mengubah
beberapa proses fisiologis dalam tumbuhan. kemudian kita dapat mengetahui efek
dari penambahan hormon NAA (Asam Naftalena Asetat) dan hormon IBA (Asam
Indol Butirat) yang menyatakan bahwa kedua hormon tersubut pada praktikum kali
ini tidak memiliki pengaruh yang efektif dan efesien pada pertumbuhan akar
tanaman lidah mertua. Factor gagalnya pertumbuhan akar lidah mertua ini
disebabkan oleh factor internal dan eksternal.

5.2 Saran
Pada praktikum kali ini penulis menyarankan beberapa hal untuk dilakukan di
masa yang akan datang yaitu, ketika praktikum berlangsung diharap untuk menjaga
kondusivitas supaya tercipta kenyamanan, dan juga teliti dalam melakukan
penelitian atau pengamatan, menggunakan alat dan bahan secara berhati-hati karena
bisa saja alat dan bahan tersebut mudah rusak atau pecah, atau kemungkinan alat-
alat tersebut dapat membahayakan keselamatan praktikan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Reece. 2003. Biologi Jilid 2 lux ed 5. Jakarta: Erlangga.


Campbell, Reece. 2004. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Gardner. 1999. Fisiologi Tanaman Budidaya Diterjemahkan oleh H. Susilo. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Harjadi, S.S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hidayat. 2007. Induksi Pertumbuhan Eksplan Endosperm Ulin Dengan IAA dan
Kinetin. Jurnal Agrotip. Vol. 26 (4).
Heti, S.S. 2015. Efek NAA dan BAP Terhadap Pembentukan Tunas, Daun, dan
Tinggi Tunas Stek Mikro Nepenthes ampullaria Jack. Jurnal Biologi. Vol.
32 (3).
Kusumo, Satria. 1984. Zat Pengatur Tumuh Tanaman. Jakarta: Yasaguna.
Lakitan, Banyamin. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Grafindo
Persada.
Latunra. 2007. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan II . Makasar: Universitas
Hasanuddin.
Nurjanah, Emah. 2009. Pengaruh Kombinasi NaCl dan ZPT IBA pada Media MS
Terhadap Pertumbuhan Galur Mutan Padi Secara In Vitro. Jurnal Biologi
Indonesia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. Vol. 4 (9).
Patma, Utri. 2013. Respon Media Tanam Dan Pemberian Auksin AsamAsetat
Naftalen Pada Pembibitan Aren (Arenga pinnata Merr). Jurnal
Agroekoteknologi. Vol.1 (2).
Sriyanti. 1994. Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan
Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta: Kansius.
Wudianto, Rio. 1996. Membuat Stek, Cangkok, dan Okulasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.

11
LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengamatan 7HST Lampiran 2. Pengamatan 7 HST


Pada IBA Bubuk Pada IBA Cair

Lampiran 3. Pengamatan 7HST Lampiran 4. Pengamatan 7HST


Pada Air Biasa (Kontrol) Pada IBA Pasta

12

Anda mungkin juga menyukai