Anda di halaman 1dari 42

BAB III

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

3.1 Lama Penyinaran


Tabel 3.1.1 Data Pengukuran Lama Penyinaran
Lama Lama
Terbit Tenggelam Panjang Hari
Tanggal Penyinaran Penyinaran
(WIB) (WIB) (WIB)
(jam) (%)
1 September 2021 04.59 17.28 12,48 5 40,05

Sumber : Data, 2021

% Lama penyinaran = Lama penyinaran x 100 %


Panjang hari
5
= x 100%
12,48
= 40,05%
Praktikum lama penyinaran bertujuan untuk mengetahui besarnya presentasi lama
penyinaran matahari dalam satu hari. Alat yang digunakan adalah Sunshine recorder tipe
Campbell Stokes. Campbell stokes terdiri dari tiga komponen utama yaitu bola kaca pejal,
besi penyangga, dan kertas pias. Ada bermacam-macam kertas pias, penggunaan kertas
pias tergantung pada waktu kapan kita melakukan pengukuran. seperti kertas pias lengkung
panjang digunakan pada kisaran bulan April - September Lintang Selatan yang panjang
harinya relatif panjang, sebaliknya dengan kertas pias lengkung pendek. Sedangkan kertas
pias lurus digunakan saat matahari berada tepat diatas pengamat (equator). Untuk bulan
Oktober bisa menggunakan kertas pias lurus atau lengkung pendek. Pada praktikum kali ini
digunakan kertas pias lengkung panjang.

Sinar matahari yang datang ke permukaan bumi akan difokuskan ke kertas pias oleh
bola pejal sebagai penangkap sinar matahari dan akan membakar kertas pias sesuai dengan
posisi matahari saat itu. Jejak pembakaran kertas pias akan menunjukkan waktu atau
lamanya matahari bersinar selama satu hari. Lamanya penyinaran yang diukur adalah
penyinaran terus menerus maupun penyinaran yang tertutup oleh awan.

17
18

Gambar 3.1.1 Kertas Pias Setelah Pecobaan


Sumber: Dokumentasi Kelompok, 2021.

Pembacaan kertas tipe Campbell Stokes berdasarkan kriteria antara lain:


a. Apabila pembakaran kertas pias itu menghasilkan lubang berupa garis lurus, maka lama
penyinaran saat itu sepanjang garis lurus tersebut.
b. Apabila kertas pembakaran terputus-putus, maka lama penyinaran pada saat itu adalah
sepanjang garis lubang yang telah digabungkan.
c. Apabila bekas pembakaran pada kertas pias hanya membentuk lubang atau titik kecil
yang dikelilingi lubang hangus disekitarnya, maka lama penyinaran dihitung setengah
dari garis tengah noda tersebut.
d. Apabila terdapat 2-3 noda yang berbentuk bulatan (tidak tembus), maka lama
penyinaran dihitung 0,1 jam sedangkan 4-6 noda bulatan dianggap 0,2 jam.
e. Pengambilan dan pemasangan kembali kertas pias dilakukan pada saat matahari
terbenam.

Pada tabel 3.1.1 terdapat data hasil pengamatan lama penyinaran. Pengamatan
dilakukan dengan panjang hari selama 12,48 jam dihitung dari waktu mulai terbit matahari
sampai waktu terbenam matahari. Setelah dilakukan pengamatan lama penyinaran matahari
dengan menggunakan kertas pias lengkung panjang selama 12 jam yakni dari pukul 06.00-
18.00 WIB, diperoleh hasil bahwa kertas pias terbakar hampir sempurna dimulai dari garis
pukul 08.30-13.30. Sedangkan pada garis pukul 06.00-08.30 WIB dimana waktu
dimulainya lama penyinaran dan pada garis pukul 14.30-18.00 WIB dimana waktu akhir
dari lama penyinaran, kertas tidak terbakar (Gambar 3.1.1), hal ini dikarenakan oleh
keadaan langit yang berawan sehingga alat ukur tidak mendapatkan cahaya sepenuhnya
atau tidak sempurna. Maka, dari hasil pembacaan kertas pias, diperoleh waktu lama
penyinaran adalah 5 jam.
Pada praktikum ini yaitu Senin, 1 September 2021, tercatat waktu matahari terbit yaitu
pukul 04.59 WIB dan waktu tenggelam pada pukul 17.28 WIB. Panjang harinya adalah
12,48 jam dan lama penyinaran selama 5 jam yaitu dari pukul 08.30-13.30 WIB, melalui
rumus lama penyinaran dibagi dengan panjang hari lalu dikali 100% maka didapat lama
penyinaran pada tanggal 1 September 2021 sebesar 40,05%. Artinya, lama penyinaran
yang diterima pada hari dilakukannya praktikum adalah 40,05% saja. Hal ini akan
berpengaruh pada faktor klimatologi yang lain. Semakin besar presentasi lama penyinaran,
akan semakin banyak intensitas sinar matahari yang diterima. Maka suhu udara akan
meningkat, sehingga air akan lebih cepat terevaporasi. Ketika evaporasi berlangsung cepat,
udara penuh dengan uap air, maka hujan akan turun.

Tabel 3.1.2. Perbandingan Lama Penyinaran dan Suhu Udara

Tanggal Lama Penyinaran (%)


Pengambilan
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
Data
1 September
- - 4.005 8.011 8.011 8.011 8.011 4.005 -
2021
Tanggal Suhu Udara (C)
Pengambilan
07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
Data
1 September
- 22 22,5 23 25 26,5 27,5 28,5 28,5
2021

Sumber : Data, 2021

Pada tabel 3.1.1 persentasi lama penyinaran dibandingkan dengan suhu udara.
Persentasi lama penyinaran dalam satu hari dengan waktu lama penyinaran 5 jam adalah
40,05%. Jika pada pukul tertentu kertas pias terbakar sempurna, maka dapat diasumsikan
ketika pukul tersebut bumi menerima sekitar 8,011% lama penyinaran (diperoleh dari total
persentasi lama penyinaran dibagi waktu lama penyinaran). Pada pembacaan kertas pias
(Gambar 3.1.1) didapat hasil bahwa lama penyinaran per-jam dari pukul 10.00 -13.00 WIB
terbakar sempurna sedangkan pukul 09.00 dan pukul 14.00 hanya terbakar sebagian.
Artinya, pada pukul 10.00-13.00 terdapat 8,011% lama penyinaran, sedangkan antara
pukul 9.00 dan pukul
14.00 hanya terdapat sekitar 4,005% lama penyinaran. Jika ditotal persentasi lama
penyinaran selama satu hari terebut totalnya adalah 40,05%. Perbandingan lama
penyinaran
dan suhu menunjukkan keterkaitan antara kenaikan suhu dengan besar intensitas lama
penyinaran. Saat suhu tinggi, intensitas lama penyinaran yang diterima akan lebih besar
dibandingkan saat suhu rendah. Adapun pada pukul 14.00 dimana suhunya lebih tinggi
dibandingkan pukul 12.00, persentasi lama penyinaran yang diterima lebih rendah. Hal ini
dikarenakan faktor klimatologi lain seperti keadaan awan yang menghalangi sinar matahari
ke alat pengukur lama penyinaran sehingga kertas pias tidak dapat terbakar sempurna.

3.2. Suhu Air


Tabel 3.2.1 Data Pengukuran Suhu Air
Suhu Air (˚C) Suhu
Tanggal
Rata-Rata
08:00 09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
01-Sep-21 30 34 35 34 33,5 32,5 31 30 32,50
Sumber : Data, 2021

Grafik Suhu Air


40

35
Suhu Air (˚C)

30

25

8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)

Gambar 3.2.1 Grafik Suhu Air


Sumber : Data, 2021

Pada grafik di atas terlihat suhu air selalu berubah-ubah pada setiap jamnya. Suhu
air terlihat mengalami peningkatan yang signifikan pada pukul 10.00 WIB, hal ini mungkin
disebabkan karena waktu menuju siang hari, maka semakin tinggi lama penyinaran
matahari yang terjadi serta kelembaban udara walaupun tidak terlalu signifikan. Jika waktu
yang terjadi semakin siang, maka energi panas yang dihasilkan semakin besar sehingga
suhu yang terjadi semakin tinggi, terutama suhu air. Lalu pada jam 11.00 terjadi penurunan
dikarenakan kondisi awan yang terjadi pada saat melakukan pratikum ini. Hal ini dapat
disebabkan karena sedang hujan, ataupun hanya sekedar mendung. Kemudian di pukul
13.00 sampai 15.00 WIB suhu air terlihat relatif menurun, karena pada jam ini menunjukan
dimana hari memasuki sore, maka energi panas yang dihasilkan matahari mulai berkurang.
3.3 Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Tabel 3.3.1 Data Pengukuran Suhu Udara
Suhu Udara (˚C) Suhu
Tanggal
Rata-Rata
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
1-Sep-20 25.5 26.5 27.5 29.95 29.9 31.75 31.65 29.85 29.08
Sumber : Data, 2021

Grafik Suhu Udara


40

35
Suhu Air (˚C)

30

25

20

15
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)

Gambar 3.3.1 Grafik Suhu Udara


Sumber : Data, 2021

Dari gambar di atas terlihat bahwa suhu udata tertinggi adalah 31,75oC pada pukul
10.00, sedangkan suhu udara terendah adalah 25,5oC pukul 08.00. Tempat dapat
mempengaruhi hasil pengukuran suhu udara. Tempat pengambilan data banyak ditumbuhi
pepohonan, ditambah alat Hygrothermograph ditempatkan di dalam sebuah sangkar cuaca
agar tidak terpancar oleh sinar matahari secara langsung. Suhu udara di sangkar cuaca jauh
lebih sejuk dibandingkan di lapangan terbuka yang menerima cahaya matahari penuh
sehingga suhu udara di lapangan terbuka lebih tinggi. Suhu udara yang tinggi dapat
bersumber dari beberapa faktor, diantaranya adalah radiasi matahari atau lama penyinaran
matahari, panas yang tersedia di atmosfer (sensible heat) maupun dari tanah, atau massa air
itu sendiri.
Tabel 3.3.2 Data Pengukuran Kelembaban Udara
Kelembaban Udara (%) Kelembapan
Tanggal Rata-Rata
(%)
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
1-Sep-20 74.5 67 59 55 50.5 46 52.5 58.5 57.88
Sumber : Data, 2021

Grafik Kelembaban Udara


100
Kelembapan Udara (%)

80

60

40

20

0
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)

Gambar 3.3.2 Grafik Kelembaban Udara


Sumber : Data, 2021

Praktikum kelembapan udara dilakukan dengan menggunakan alat ukur


Hygrothermograph. Kelembapan relatif udara ialah nilai relatip antara uap air yang
terkandung dan daya kandung maksimum uap air di udara pada suatu suhu dan tekanan
tertentu, yang dinyatakan dalam persen. Jumlah kumulatif titik bakar inilah yang disebut
sebagai lamanya matahari bersinar dalam satu hari (satuan jam/menit) (BMG,2006:47)

Macam-macam kelembapan udara adalah sebagai berikut :


1. Kelembapan relatif atau nisbi yaitu perbandingan antara jumlah uap air di udara dengan
jumlah maksimum uap air yang terkandung udara pada suhu dan tekanan yang sama.
2. Kelembapan mutlak adalah massa uap air yang terkandung dalam satuan volume udara
atau perbandingan antara massa uap air dengan volume yang ditempati oleh uap air
tersebut.
Tabel 3.3.3 Perbandingan Suhu Udara dan Kelembaban Udara

Waktu Suhu Udara Kelembaban


(jam) (oC) (%)
8:00 25.5 74.5
9:00 26.5 67
10:00 27.5 59
11:00 29.95 55
12:00 29.9 50.5
13:00 31.75 46
14:00 31.65 52.5
15:00 29.85 58.5
Rata-rata 29.1 57.9
Sumber : Data, 2021

Suhu Udara Kelembaban


33 80
75

Kelembaban Udara (%)


32 70
65
Suhu udara (oC)

60
31
55
50
30 45
40
29 35

28

27

26 8:009:0010:0011:0012:0013:0014:0015:00
Waktu (jam)
25
Gambar 3.3.3 Grafik Perbandingan Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Sumber : Data, 2021

Dari grafik hubungan antara suhu udara dan kelembaban udara di atas dapat
disimpulkan bahwa tingkat kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara. Saat
suhu rendah, kelembaban udara akan tinggi. Namun sebaliknya, semakin tinggi suhu udara
maka tingkat kelembaban udara semakin rendah. Suhu udara dan tingkat kelembaban udara
juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat, karena ketinggian tempat akan mempengaruhi
besarnya tekanan udara, yang lebih lanjut dibahas pada pembahasan sub bab berikutnya.
Hubungan Suhu Udara, Suhu Air, dan Evaporasi

Suhu udara sangat erat hubungannya dalam evaporasi. Evaporasi merupakan proses
penguapan yang terjadi pada permukaan air. Pada dasarnya, laju penguapan bergantung
pada jumlah energi yang dipindahkan, oleh karena itu semakin panas suhu udara semakin
besar pula suhu air dan semakin tinggi juga laju penguapan.

Hubungan Suhu Udara, Suhu Air, dan Evaporasi


4
40
3.5
3
2.5
35 2
1.5
Suhu (oC)

Evaporasi
1
0.5 Suhu Udara Suhu Air
30
0 Evaporasi

25

20
9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
Waktu (jam)

Berdasarkan pernyataan yang telah disebutkan, jika dibandingkan dengan data


pengukuran di lapangan, maka secara umum, hubungan suhu udara, suhu air, dan evaporasi
yang digambarkan pada grafik terjadi ketidakselarasan antara suhu udara, suhu air, dan
evaporasi. Hal itu digambarkan pada jam 11.00, suhu air mengalami penurunan, sedangkan
untuk suhu udara cenderung naik tetapi tidak stabil, dan evaporasi terus meningkat.
Seharusnya, saat suhu udara mengalami peningkatan harus diikuti dengan meningkatnya
evaporasi dan suhu air, sebaliknya ketika suhu udara relatif rendah, evaporasi dan suhu air
pun relatif rendah. Dengan demikian, hubungan nilai suhu udara berbanding lurus dengan
nilai suhu air dan laju evaporasi.
3.4. Tekanan Udara

Tabel 3.4.1 Data Pengukuran Tekanan Udara


Tekanan udara Rata -
Tanggal
Rata
10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00
1-Sep-21 986.0 985.0 984.5 984.0 983.0 982.5 982.0 982.0 983.6
Sumber : Data, 2020

Grafik Tekanan Udara


987
986
Tekanan udara (mb)

985
984
983
982
981

10 11 12 13 14 15 16 17
Waktu (jam)

Gambar 3.4.1 Grafik Tekanan Udara


Sumber : Data, 2021

Tekanan udara adalah tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam
setiap satuan luas tertentu. Besarnya massa udara berdasarkan rapat atau tidaknya antar
molekul udara. Tekanan udara patokan atau sering disebut juga tekanan udara normal
adalah tekanan kolom udara setinggi lapisan atmosfer bumi pada garis lintang 45˚ dan suhu
0˚C. Besarnya tekanan udara tersebut dinyatakan dalam 1 atmosfer (atm). Tekanan sebesar
1 atm ini setara dengan tekanan yang diberikan oleh kolom air raksa setinggi 760 mmHg
atau 76 cmHg dan sering dinyatakan dalam satuan kg/m2.
Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan udara, antara lain:
1. Elevasi suatu tempat
2. Suhu udara, jika suhu udaranya tinggi, maka volume molekul udara berkembang,
sehingga tekanan udara menjadi rendah, sebaliknya jika suhu udara menjadi kecil, maka
tekanan udara menjadi tinggi.
3. Sebaran lautan dan daratan, pada musim dingin relatif lebih dingin dan mempunyai
tendensi membentuk pusat-pusat tekanan tinggi.
Pada pratikum kali ini didapat variasi nilai tekanan udara yang diukur pada tanggal
1 September 2020 dari pukul 10.00 – 17.00. Praktikum menggunakan alat ukur Barograph.
Alat ukur ini terdiri dari kertas ukur dan jarum bacaan yang dapat bergerak sesuai dengan
kondisi tekanan udara yang ada di lokasi tersebut. Dari hasil pratikum didapat nilai tekanan
awal 986 mb, lalu mengalami penurunan hingga mencapai 982 mb.

Gambar 3.4.2 Data Grafik hasil dari pengukuran tekanan udara dengan Barograph
Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2021

Dengan diketahui nilai tekanan udara, maka selanjutnya ketinggian lokasi pratikum
dapat dihitung. Nilai 76 cmHg = 1013 mb, dengan anggapan pengurangan 1 cmHg adalah
kenaikan 100 m, maka ketinggian dapat dihitung dengan cara interpolasi. Berdasarkan
perhitungan tekanan udara = ( 1013−983,63 𝑥 76) 𝑥 100 = 220,39 m. Hasil elevasi tersebut
1013

tidak sesuai dengan elevasi dari citra salelit ketinggian di lokasi praktikum di Universitas
Brawijaya yang bernilai ±500 m diatas permukaan laut.

Jika berdasarkan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan udara, yaitu elevasi,
dapat disimpulkan bahwa terjadi ketidaksesuaian antara hasil perhitungan tekanan udara
dengan keadaan sebenarnya. Jadi, nilai tekanan udara tidak semata mata hanya pengaruh
dari elevasi, tetapi terdapat faktor lainnya, seperti suhu udara dan kelembaban udara.
Suhu bersifat berbanding terbalik terhadap tekanan udara. Hal ini disebabkan saat
suhu tinggi, molekul udara akan berkembang sehingga berkurangnya nilai tekan antar
molekul udara, dan sebaliknya. Sedangkan kelembaban udara bersifat sebanding terhadap
tekanan udara. Hal ini disebabkan karena ketika suhu naik, kondisi uap air yang ada di
udara tinggi, sehingga kelembaban tinggi, dan gaya tekan antar molekul udara akan tinggi
juga.

Berikut ini adalah data perbandingan antara tekanan udara dengan suhu udara :
Tabel 3.7 Data Perbandingan Antara Tekanan Udara dan Suhu Udara

Waktu Tekanan udara Suhu Udara


(jam) (mb) (oC)
8:00 25.50
9:00 26.50
10:00 986.0 27.50
11:00 985.0 29.95
12:00 984.5 29.90
13:00 984.0 31.75
14:00 983.0 31.65
15:00 982.5 29.85
16:00 982.0
17:00 982.0
Rata-rata 983.6 29.08
Sumber : Data, 2021

Perbandingan Tekanan udara dan Suhu Udara


98734

986
32
Tekanan udara (mb)

985
Suhu Udara (oC)

984 30
983
982
28

Tekanan uda
r a Suhu Udara 26
981

980 24
10:0011:0012:0013:0014:0015:00
Waktu (jam)

Gambar 3.4.3 Grafik Perbandingan antara Tekanan Udara dengan Suhu Udara
Sumber : Data, 2020
Pada gambar 3.4.3 terlihat bahwa nilai tekanan udara dengan suhu udara relatif
berkebalikan. Saat suhu tinggi, molekul udara berkembang sehingga nilai tekan antar
molekul udara berkurang dan nilai tekanan udara menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
Berikut adalah data perbandingan antara data tekanan udara dengan kelembaban udara.
Tabel 3.4.4 Data Perbandingan antara Tekanan Udara dan Kelembapan Udara
Waktu (jam) Tekanan udara (mb) Kelembaban Udara
8:00 0.75
9:00 0.67
10:00 986.0 0.59
11:00 985.0 0.55
12:00 984.5 0.51
13:00 984.0 0.46
14:00 983.0 0.53
15:00 982.5 0.59
16:00 982.0
17:00 982.0
Rata-rata 983.6 0.58
Sumber : Data, 2020

Perbandingan Tekanan udara & Kelembaban Udara


987 80
986

Kelembaban Udara (%)


985 70
Tekanan Udara (mb)

984
983 60
982
981 50
980
Tekanan udara Kele bab n Udara 40
m a
30

10:0011:0012:0013:0014:0015:00 20
Waktu (jam)

Gambar 3.4.4 Grafik Hubungan antara Tekanan Udara dengan Kelembaban Udara
Sumber : Data, 2021

Pada gambar 4.4.4 terlihat bahwa nilai tekanan udara dengan kelembaban udara
cendurung sebanding. Saat kadar uap air tinggi (lembab) maka gaya tekan antar molekul
juga tinggi, sehingga nilai tekanan udara menjadi tinggi.
3.5 Evaporasi
Tabel 3.5.1 Data Pengukuran Pan Evaporasi Manual

Tinggi Muka Air Pan Evaporasi (cm) E0


Tanggal
08:00 15:00 (cm)
01-Sep-20 23,26 22,95 0,31
Sumber: Data Pengukuran, 2020

3.5.1 Data Pan Evaporasi Manual


Untuk pengukuran pada tanggal 1 September 2020

→ Perhitungan nilai E0
E0 = Tinggi Muka Air Pan Evaporasi jam 09.00 - Tinggi Muka Air Pan Evaporasi jam 15.00
E0 = 23,26 – 22,95
E0 = 0,31 cm atau 3,1 mm

→ Perhitungan nilai ETp


Nilai Kp diambil sebesar 0,85 sehingga diperoleh perhitungan:
ETp = Kp x E0
ETp = 0,85 x 3,1 = 2,64 mm/hari

Adapun tabel 4.9 diperoleh dari pengukuran data hasil evaporasi yang dilakukan pada
saat praktikum yang mana data tersebut adalah data tinggi air pada pan yang diukur pada
pukul 08.00 dan pukul 15.00. Dari tabel kita memperoleh informasi bahwa tinggi air di pan
berkurang setiap waktunya. Sehingga nilai E0 dapat ditentukan dengan mengurangi hasil
pengukuran kedalaman air awal dengan hasil pengukuran kedalaman air akhir. Setelah E0
diketahui, kita dapat menghitung nilai ETp dengan mengalikan nilai E0 dan nilai koefisien
panci (Kp) sebesar 0,65-0,85. Dengan mengambil Kp sebesar 0,85 diperoleh nilai ETp
sebesar 2,64 mm.
Grafik Pan Evaporasi
Tinggi Muka Air Pan Evaporasi (cm) 23.3
23.3
23.2
23.2
23.1
23.1
23.0
23.0
22.9

9:00 15:00
Jam

Gambar 3.5.1 Grafik Pan Evaporasi


Sumber: Hasil Perhitungan, 2021

3.5.2 Data Evaporasi Panci Otomatis


Nama Alat : Evaporation Recorder

Tabel 3.5.2 Data Pengukuran Pan Evaporasi Otomatis


Evaporasi (mm)
Tanggal
09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
01-Sep-20 0 0.7 1.4 2.2 2.9 3.3 3.6
Sumber: Data Pengukuran, 2020

Tabel 4.10 diperoleh dari pengukuran yang dilakukan pada tanggal 1 september 2020

Gambar 3.5.2 Hasil Pengukuran Evaporasi Otomatis


Sumber: Hasil Pengukuran, 2020
 Hubungan antara suhu udara dan evaporasi

Suhu Udara Evaporasi


33 4

32 3.5

31 3
Suhu udara (oC)

Evaporasi (mm)
30 2.5

29 2

28 1.5

27 1

26 0.5

25 0
9:0010:0011:00 12:00 13:0014:0015:00
Waktu (jam)

Grafik 3.5.4 Grafik Hubungan antara Suhu Udara dan Evaporasi

Hubungan suhu udara dengan evaporasi adalah saling berhubungan. Saat suhu udara
tinggi diikuti dengan meningkatnya evaporasi, Ketika suhu udara relatif rendah, evaporasi
pun relatif rendah. Dengan demikian, laju evaporasi yang ada akan sebanding dengan nilai
suhu udara.

 Hubungan antara kelembapan udara dan evaporasi

kelembaban Evaporasi
70 4
65 3.5
60 3
55 2.5
50 2
Kelembaban (%)

Evaporasi (mm/jam)

45 1.5
40 1
35 0.5
30 0
25

9:0010:0011:00 12:00 13:0014:0015:00


Waktu (jam)

Grafik 3.5.5 grafik hubungan antara kelembapan udara dan evaporasi


Pada grafik hubungan kelembapan udara dan evaporasi menunjukkan bahwa
kelembaban udara memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan evaporasi. Jika
kelembaban udara rendah maka evaporasi tinggi. Begitu juga sebaliknya jika kelembaban
udara menurun maka evaporasinya meningkat.

 Hubungan antara lama penyinaran dan evaporasi

Lama Penyinaran Evaporasi


10 3.5

9 3
8
2.5
Lama Penyinaran (%)

Evaporasi (mm)
7
2
6
1.5
5
1
4
3 0.5

2 0
9:0010:0011:0012:0013:0014:00
Waktu (jam)

Grafik 3.5.6 grafik hubungan antara lama penyinaran dan evaporasi

Dari grafik hubungan antara lama penyinaran dengan nilai evaporasi diatas
menunjukkan bahwa lama penyinaran matahari berbanding lurus dengan evaporasi. Lama
penyinaran pada jam 10.00-13.00 adalah terbakar sempurna dan terjadi konsistensi,
sehingga nilai evaporasi dapat meningkat dengan cepat, sedangkan lama penyinaran pada
jam 13.00-
15.00 mengalami penurunan, sehingga nilai evaporasi menjadi lambat untuk meningkat
dan cenderung menjadi lebih landai.
Dari hasil praktikum yang dilakukan diketahui bahwa evaporasi terjadi karena proses
perubahan dari molekul air dalam bentuk zat cair menjadi molekul uap air (gas) di
atmosfer. Proses penguapan sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang berkelanjutan, yaitu :
a. Proses transformasi dari air menjadi uap air di permukaan yang tergantung dari
besarnya tenaga yang tersimpan.
b. Pemindahan lapisan udara yang penuh dengan kandungan uap air dari interface
sehingga proses penguapan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh stabilitas
topografi, kecepatan angin, dan iklim lokal di sekitarnya.

Selain itu, penguapan di siang hari lebih besar jika dibandingkan dengan pengupan di
malam hari. Hal ini dikarenakan evaporasi atau penguapan juga dipengaruhi oleh besarnya
faktor meteorologi yaitu antara lain :
a. Radiasi matahari
b. Angin
c. Kelembaman relatif
d. Suhu
Simpulan dari hasil praktikum hidrologi evaporasi ini menunjukkan bahwa dari
analisis evaporasi diperoleh informasi bahwa volume evaporasi dapat mencapai
maksimum jika cuacanya, suhu, dan angin mendukung dan ada penyinaran langsung dari
matahari.

Dari perhitungan di atas kita akan melakukan perbandingan hasil evaporasi pengukuran
dengan beberapa rumus penyelesaian evaporasi yaitu metode Blaney-Criddle, Penman, dan
Radiasi. Dengan diketahui data Koordinat Lab Hidrologi 7056’55’’ LS 1120 36’43” BT.

1. Metode Blaney Criddle


Tabel 3.5.3 Hubungan antara P dan letak lintang
LS Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
10 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29 0.28 0.28 0.27 0.26 0.26
7.5 0.29 0.28 0.28 0.28 0.27 0.27 0.27 0.27 0.28 0.28 0.28 0.29
7.949 0.285 0.278 0.278 0.28 0.272 0.274 0.274 0.272 0.28 0.278 0.276 0.285
Sumber: Data Perhitungan, 2021

Tabel 3.5.4 Nilai C menurut Blaney Criddle


Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
C 0.8 0.8 0.75 0.7 0.7 0.7 0.7 0.75 0.8 0.8 0.8 0.8
Sumber: Data Perhitungan, 2021
Dari data di atas diperoleh perhitungan sebagai berikut:
P = 0,28 (berdasarkan tabel hubungan p dan letak lintang bulan September)
T = 29,08o
C = 0,8
Trerata = 29,08o
ETo* = P x (0,475T + 8,13)
= 0,28 x (0,475 x 29.08 + 8,13)
= 5,997 mm/hari
ETo = C x ETo*
= 0,8 x 5,997
= 4,798 mm/hari

Tabel 3.5.5 Perhitungan Nilai ETo

Letak T ET0* ET0


Bulan P C
Lintang (˚C) mm/hari mm/ hari
September 7056’55’’LS 0.28 29.08 5.997 0.80 4.798
Sumber: Hasil Perhitungan, 2021

2. Metode Radiasi
Tabel 3.5.6 Harga untuk RY di Indonesia
LU LS
Bulan
5 4 2 0 6 8 10
Jan 13 14.3 14.7 15 15.8 16.1 16.1
Feb 14 15 15.3 15.5 16 16.1 16
Mar 15 15.5 15.6 15.7 15.6 15.1 15.3
Apr 15.1 15.5 15.3 15.3 14.7 14.1 14
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 13.4 13.1 12.6
Jun 15 14.4 14.2 13.9 12.8 12.4 12.6
Jul 15.1 14.6 14.3 14.1 13.1 12.7 11.8
Aug 15.3 15.1 14.9 14.8 14 13.7 12.2
Sep 15.1 15.3 15.3 15.3 15 14.9 13.1
Okt 15.7 15.1 15.3 15.4 15.7 15.8 14.6
Nov 14.8 14.5 14.8 15.1 15.8 16 15.6
Des 14.6 14.1 14.4 14.8 15.7 16 16
Tabel 3.5.7 Nilai C menurut Radiasi
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
C 0.8 0.8 0.75 0.7 0.7 0.7 0.7 0.75 0.8 0.8 0.8 0.8

Tabel 3.5.8 Tabel hubungan T dan w

Suhu Suhu
w w
(t0) (t0)
24,0 0,735 27,2 0,767
24,2 0,737 27,4 0,769
24,4 0,739 27,6 0,771
24,6 0,741 27,8 0,773
24,8 0,743 28,0 0,775
25,0 0,745 28,2 0,777
25,2 0,747 28,4 0,779
25,4 0,749 28,6 0,781
25,6 0,751 28,8 0,783
25,8 0,753 29,0 0,785
26,0 0,755 29,08 0,786
26,2 0,757 29,2 0,787
26,4 0,759 29,4 0,789
26,6 0,761 29,6 0,791
26,8 0,763 29,8 0,793
27,0 0,765 30,0 0,795

Dari data diatas diperoleh:


w = 0,786
T = 29,08o
n/N = 0,36 (diperoleh dari perhitungan lama penyinaran)
Rγ = 14,9
C = 0,8
Rs = (0,25+0,54 𝑛 ) x Rγ
𝑁

= (0,25+0,54 x 0,36 ) x 14,9


= 6,662 mm/hari
ETo* = w x Rs
= 0,786 x 6,662
= 5,205 mm/hari
ETo = C x ETo*
= 0,8 x 5,205
= 4,164 mm/hari

Tabel 3.5.9 Nilai ETo


Letak T n/N w Rγ Rs ET0* C ET0
Bulan (˚C) mm/hari mm/hari mm/hari mm/ hari
Lintang
September 7056’55’’LS 29,08 0,36 0,786 14,9 6,622 5.205 0.80 4.164
Sumber: Hasil Perhitungan, 2021

3. Metode Penman
Tabel 3.5.10 Nilai C untuk penman

Bula
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
n
C 1.1 1.1 1.1 0.9 0.9 0.9 0.9 1 1.1 1.1 1.1 1.1

Tabel 3.5.11 Hubungan t Dengan εϒ, w, f (t)

t εϒ w f (t) t εϒ w f (t) t εϒ w f (t)

24 29.85 0.735 15.4 26.3 34.22 0.758 15.960 28.6 39.14 0.781 16.42
24.1 30.03 0.736 15.425 26.4 34.42 0.759 15.98 28.7 39.38 0.782 16.440
24.2 30.21 0.737 15.45 26.5 34.63 0.76 16.000 28.8 39.61 0.783 16.46
24.3 30.39 0.738 15.475 26.6 34.83 0.761 16.02 28.9 39.84 0.784 16.480
24.4 30.57 0.739 15.5 26.7 35.04 0.762 16.040 29 40.06 0.785 16.5
24.5 30.76 0.74 15.525 26.8 35.25 0.763 16.06 29.08 40.29 0.786 16.520
24.6 30.94 0.741 15.55 26.9 35.46 0.764 16.080 29.2 40.51 0.787 16.54
24.7 31.13 0.742 15.575 27 35.66 0.765 16.1 29.3 40.74 0.788 16.560
24.8 31.31 0.743 15.6 27.1 35.88 0.766 16.120 29.4 40.96 0.789 16.58
24.9 31.50 0.744 15.625 27.2 36.09 0.767 16.14 29.5 41.19 0.79 16.600
25 31.69 0.745 15.65 27.3 36.30 0.768 16.160 29.6 41.41 0.791 16.62
25.1 31.88 0.746 15.675 27.4 36.50 0.769 16.18 29.7 41.64 0.792 16.640
25.2 32.06 0.747 15.7 27.5 36.72 0.77 16.200 29.8 41.86 0.793 16.66
25.3 32.26 0.748 15.725 27.6 36.94 0.771 16.22 29.9 42.09 0.794 16.680
25.4 32.45 0.749 15.75 27.7 37.16 0.772 16.240 30 42.31 0.795 16.7
25.5 32.64 0.75 15.775 27.8 37.37 0.773 16.26 30.1 42.54 0.796 16.720
25.6 32.83 0.751 15.8 27.9 37.59 0.774 16.280 30.2 42.76 0.797 16.74
25.7 33.03 0.752 15.825 28 37.81 0.775 16.3 30.3 42.99 0.798 16.760
25.8 33.22 0.753 15.85 28.1 38.03 0.776 16.320 30.4 43.21 0.799 16.78
25.9 33.42 0.754 15.875 28.2 38.25 0.777 16.34 30.5 43.44 0.8 16.800
26 33.62 0.755 15.9 28.3 38.48 0.778 16.360 30.6 43.66 0.801 16.82
26.1 33.82 0.756 15.920 28.4 38.70 0.779 16.38 30.7 43.89 0.802 16.840
26.2 34.02 0.757 15.94 28.5 38.92 0.78 16.400 30.8 44.11 0.803 16.86

Contoh Perhitungan :
Trerata = 29,08o
C = 1,10
εϒ = 40,29
w = 0,786
f (t) = 16,52
RH = 0,579 (diperoleh dari perhitungan kelembapan rerata)
U = 0,18 m/det (diperoleh dari perhitungan kecepatan angin rerata)
εd = εϒ x RH
= 40,29 x 0,579
= 23,328

f(εd) = 0.34 – 0,044 √εd


= 0.34 – 0,044 √23,328
= 0,127
Rϒ = 14,9 mm/hari
𝑛
= 0,36
𝑁

Rs = (0,25+0,54 𝑛 ) x Rγ
𝑁

= (0,25+0,54 x 0,36 ) x 14,9


= 6,622 mm/hari
f (𝑛 ) = 0,1 + 0,9 𝑛
𝑁 𝑁

= 0,1 + 0,9 x 0,36


= 0,424
f (U) = 0,27* (1 + 0,864 U)
= 0,27* (1 + 0,864 x 1,299)
= 0,312
Rn1 = f (t) x f (εd) x f (𝑛 )
𝑁

= 16,520 x 0,127 x 0,424


= 0,893
ETo* = w x ( 0,75Rs – Rn1) + (1 - w) f (U) (εγ - εd)
= 0,786 x (0,75 x 6,622 – 0,893) + (1 – 0,786) x 0,312 (40,29 – 23,328)
= 4.092 mm/hari
ETo = C x ETo*
= 1,10 x 4,092
= 4.501 mm/hari

Tabel 3.5.12 Tabel Nilai ETo


T
Bulan Letak Lintang εϒ w f(t) RH εd f(εd)
(˚C)
September 7056’55’’LS 29,08 40,29 0,786 16.52 0.579 23.328 0.127
Rϒ Rs u Rn1 ET0* ET0
n/N f(n/N) f(u) c
(mm/hari) (mm/hari) (mm/dt) (mm/hari) (mm/hari) mm/hari)
14,9 0.360 6.622 0.424 0.18 0.312 0.893 4.092 1.1 4.501
Sumber: Hasil Perhitungan, 2021

Tabel 3.5.13 Tabel Rekapitulasi Perbandingan Perhitungan Evaporasi


Blaney
Otomatis Manual KR KR Radiasi KR Penman KR
Criddle
(mm/hari) (mm/hari) % % (mm/hari) % (mm/hari) %
(mm/hari)
3,6 2,64 26,67 4,798 33,28 4,164 15,67 4.501 25,03
Sumber: Hasil Perhitungan, 2021
3. 6 Curah Hujan

Gambar 3.6 Data Grafik Ombograf 1 September 2020


Sumber : Laboratorium Hidrologi Teknik Pengairan, 2020

Tabel 3.6.1. Data Curah Hujan Ombrograf


Tinggi Hujan Lama Hujan Intensitas Hujan
Tanggal
(mm) (jam) (mm/jam)
11 November 2013 0 0 0
12 November 2013 15,2 19 0,8
13 November 2013 18,8 3 6,27
14 November 2013 0,6 2 0,3
15 November 2013 1,4 2 0,7
16 November 2013 38,7 7 5,67
17 November 2013 18,7 4,5 4,16
Sumber: Data Pengukuran, 2020

Contoh Perhitungan:
12 November 2020
Tinggi curah hujan = 15,2 mm
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑐𝑢𝑟𝑎ℎ ℎ𝑢𝑎𝑗𝑛
Intensitas hujan = 𝐿𝑎𝑚𝑎 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛

15,2
= 19

= 0,8 mm/hujan
Tabel 3.6.2. Data Curah Hujan Jam-jaman
Tinggi Hujan (mm)
Tanggal
09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
11-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
12-Nov-13 0 0 0 11,3 3,9 7,0 8,5
13-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
14-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
15-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
16-Nov-13 0 0 7,0 0 0 2,2 1,5
17-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
Sumber: Data Pengukuran, 2020
Pembahasan:
Tabel 3.6.1 menunjukkan hasil pengukuran dari penakar curah hujan otomatis tiap
harinya dalam waktu 1 minggu. Dari tabel tersebut diketahui intensitas hujan pada tanggal
11 November bernilai 0 sehingga menunjukkan tidak ada hujan. Intensitas hujan pada
tanggal 12, 14, dan 15 November termasuk ke dalam klasifikasi hujan sangat ringan, yaitu
berada di interval 0 – 1 mm/jam. Intensitas hujan pada tanggal 17 November termasuk ke
dalam klasifikasi hujan ringan karena intensitas hujan berada diantara interval 1 – 5
mm/jam. Pada 13 dan 16 Novemver, intensitas hujan termasuk ke dalam klasifikasi sedang,
yaitu diantara interval 5-10 mm/jam.

3. 7 Kecepatan Angin
Tabel 3.7.1 Data Pengukuran Kecepatan Angin
Kecepatan Angin (m/det) Kecepatan Angin
Tanggal
Rata-Rata
09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
1-Sept-2020 0,06 0,02 0,24 0,18 0,28 0,22 0,26 0,18
Sumber: Data, 2021

Grafik Kecepatan Angin


0.3
Kecepatan Angin (m/det)

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

0 9:00 10:00 11:0012:0013:00 14:00 15:00

Waktu (jam)

Gambar 3.7.1 Grafik Kecepatan Angin Tiap Jam


Sumber : Data, 2021

Angin adalah aliran udara dalam jumlah yang besar diakibatkan oleh rotasi bumi.
Perbedaan tekanan udara di satu tempat dengan tempat yang lain menimbulkan aliran
udara. Pada dasarnya angin terjadi disebabkan oleh perbedaan penyinaran matahari pada
tempat- tempat yang berlainan di muka bumi. Perbedaan temperatur menyebabkan
perbedaan
tekanan udara. Aliran udara berlangsung dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke
tempat dengan tekanan udara yang lebih rendah. Udara yang bergerak inilah yang disebut
angin. Hubungan antara tekanan udara dan angin ialah semakin rendah tekanan udara,
kecepatan angin semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, Semakin tinggi tekanan udara,
semakin rendah kecepatan angin.
Menurut data hasil pengukuran, rata-rata kecepatan angin yaitu 0,18 m/s. Ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecepatan angin yang kami peroleh rendah,
antara lalin karena tempat kami melakukan praktikum banyak pohon-pohon yang
menghalangi. Kecepatan angin paling tinggi berada di jam 13.00 karena suhu udara naik.
Semakin tinggi suatu tempat dari atas permukaan laut maka suhunya semakin rendah dan
semakin rendah pula kecepatan angin yang ditimbulkan.

Kecepatan Angin Tekanan Udara


0.3 987

0.25 986
Kecepatan Angin (m/dt)

Tekanan Udara (mb)


985
0.2
984
0.15
983
0.1
982
0.05 981

0 980
101112131415
Jam Ke-

Gambar 3.7.2 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin dengan Tekanan Udara
Sumber : Data Perhitungan 2021

Pada gambar grafik 3.7.2 di atas menggambarkan hubungan antara kecepatan angin
dengan tekanan udara. Dapat dilihat dari grafik di atas bahwa ketika tekanan udara turun
maka kecepatan angin naik, sebagaimana yang di rumuskan dalam hukum stevenson.
Menurut stevensom kekuatan angin yang bertiup berbanding lurus dengan gradien
barometernya. Tetapi pada jam 10.00, 12.00, dan 14.00, diperhitungan kami menunjukkan
bahwa kecepatan angin menurun dan begitu pula tekanan udara menurun. Hal ini terjadi
karena adanya kesalahan pengukuran pada saat praktikum, baik human error maupun
kesalahan pengukuran alat.
Kecepatan Angin Suhu Udara
0.5 33
0.45 32
0.4 31
0.35 30
Kecepatan Angin (m/dt)

0.3 29

Suhu Udara (oC)


0.25 28
0.2 27
0.15 26
0.1 25
0.05 24
0 23

91011 12 13 14 15
Jam Ke-

Gambar 3.7.3 Grafik Hubungan Kecepatan Angin dan Suhu Udara


Sumber : Data Perhitungan 2021

Pada gambar grafik 3.7.3 di atas menggambarkan hubungan antara kecepatan angin
dengan suhu udara. Dilihat dari grafik pengukuran, pola kecepatan angin sebanding/searah
dengan besarnya suhu udara. Secara teoritis, ketika suhu udara naik maka kecepatan angin
ikut naik. Pada bagian suhu yang panas molekul udara mengembang dan membentuk ruang
yang lebih besar, hal ini memungkinkan pergerakan molekul udara yang pada suhu dingin
bergerak mengisi daerah yang bersuhu panas, karena ruangannya yang lebih besar.

Kecepatan Angin Kelembapan Udara


0.370

0.25 65
Kecepatan Angin (m/dt)

Kelembapan Udara

0.2 60

0.15 55

0.1 50

0.05 45

0 40
91011 12 13 14 15
Jam Ke-

Gambar 3.7.4 Grafik Hubungan Kecepatan Angin dan Kelembapan Udara


Sumber : Data Perhitungan 2021
Pada gambar grafik 3.7.4 diatas menggambarkan hubungan antara kecepatan angin
dengan kelembaban udara. Dapat dilihat dari grafik di atas bahwa semakin tinggi
kelembaban udara maka semakin turun kecepatan angin dan begitupun sebaliknya jika
kecepatan angin semakin naik maka kelembaban udaranya turun karena semakin tinggi
kecepatan angin akan lebih mempercepat pengangkutan uap air menggempul di udara.
Tetapi pada jam 10.00 dan 12.00, diperhitungan kami menunjukkan bahwa kecepatan
angin menurun dan begitu pula kelembaban udara menurun. Hal ini terjadi karena adanya
kesalahan pengukuran pada saat praktikum, baik human error maupun kesalahan
pengukuran alat.
3.8 Awan
3.8.1 Pendahuluan
Awan merupakan sekumpulan titik air atau es yang melayang layang di udara,
yang terbentuk dari hasil proses kondensasi. Kondensasi terjadi karena adanya proses
penggabungan molekul-molekul air dalam jumlah cukup banyak sehingga membentuk
butiran yang lebih besar. Awan merupakan salah satu bagian dari fasa dalam daur
(siklus) air di atmosfer yang sering disebut dengan siklus hidrologi. Fungsi utamanya
adalah sebagai pengubah uap air menjadi air yang sering kita lihat sebagai hujan yang
sangat penting artinya bagi makhluk hidup. Fungsi lainnya juga sebagai indikator
keadaan cuaca. Namun tidak semua awan dapat menghasilkan hujan.

3.8.2 Klasifikasi Awan


Awan merupakan awal proses terjadinya hujan, sehingga banyak digunakan
sebagai indikator keadaan cuaca. Namun demikian, tidak semua jenis awan dapat
menghasilkan hujan, oleh karena itu pengenalan jenis, bentuk dan sifat-sifat awan sangat
diperlukan. Berikut ini dijelaskan klasifikasi awan berdasarkan morfologi, ketinggian,
dan metode pembentukan.

A. Berdasarkan morfologi (bentuk)

Berdasarkan morfologi, awan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Awan Cumulus

Bentuk jenis awan ini bergumpal-gumpal (bundar-bundar) dengan dasar horizontal.

Gambar 3,8.1 Awan Cumulus


Sumber : Data Pengamatan, 2021

2. Awan Stratus
Awan jenis ini tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit secara merata. Dalam
arti khusus awan stratus adalah awan yang rendah dan luas.
Gambar 3,8.2 Awan Stratus
Sumber : Data Pengamatan, 2021

3. Awan Cirrus
Jenis awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk seperti bulu burung.
Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.

Gambar 3,8.3 Awan Cirrus


Sumber : Data Pengamatan, 2021

B. Berdasarkan Ketinggian
I. Golongan awan tinggi : 6000 m ke atas
1. Awan Cirrus (Ci) : di atas 9 km
Awan halus, struktur beserat seperti bulu burung, dan tersusun sebagai pita yang
melengkung, sehingga seolah-olah bertemu pada satu atau dua titik di horizon. Awan ini
tersusun atas kristal es dan biasanya tidak mendatangkan hujan.

2. Awan Cirrostratus (Cs) : 6 - 7 km


Awan ini berbentuk seperti kelambu putih halus, menutup seluruh angkasa, bewarna pucat
atau kadang-kadang nampak sebagai anyaman yang tidak teratur. Sering menimbulkan
lingkaran di sekeliling matahari atau bulan. Awan ini tidak menghasilkan hujan.

Gambar 3,8.4 Awan Cirrostratus


Sumber : Data Pengamatan, 2021
3. Awan Cirrocumulus (Cc) : 7,5 - 9 km
Berbentuk seperti gerombolan domba, tidak menimbulkan bayangan dan hujan.

Gambar 3.8.5 Awan Cirrocumulus


Sumber : Data Pengamatan, 2021

II. Golongan awan sedang / menengah : 2000 – 6000 m


1. Awan altostratus (As) : 3 - 4,5 km
Awan altostratus berbentuk seperti selendang yang tebal. Pada bagian yang menghadap
bulan atau matahari nampak lebih terang. Awan ini biasanya diikuti oleh turunnya hujan

Gambar 3,8.6 Awan altostratus


Sumber : Data Pengamatan, 2021

2. Awan Altocumulus (Ac) : 4,5 – 6 km


Berbentuk seperti bola-bola yang tebal putih pucat dan ada bagian yang berwarna kelabu karena
mendapat sinar. Bergerombol atau berlarikan, antara satu dengan yang lain berdekatan seperti
bergandengan. Pada umumnya bola-bola yang di tengah gerombolan atau larikan lebih besar. Awan
ini tidak menghasilkan hujan.

Gambar 3.8.7 Awan Altocumulus


Sumber : Data Pengamatan, 2021
III. Golongan Awan Rendah (dibawah 2000 m)
1. Awan Stratocumulus (Sc)
Berbentuk seperti gelombang yang sering menutupi seluruh angkasa, sehingga
menimbulkan persamaan dengan gelombang di lautan. Berwarna abu-abu di sela-sela
kelihatan terang. Awan ini tidak menghasilkan hujan.

Gambar 3.8.8 Awan Stratocumulus


Sumber : Data Pengamatan, 2021

2. Awan Nimbustratus (Ns)


Awan ini tebal dengan bentuk tertentu, pada bagian pinggir tampak compang-camping dan
menutup seluruh langit. Mendatangkan hujan gerimis hingga agak deras yang biasanya
jatuh terus menerus.

Gambar 3.8.9 Awan Nimbustratus


Sumber : Data Pengamatan, 2021

3.8.3 Pengamatan
Metode pengamatan awan sederhana yaitu dengan membagi langit menjadi empat kuadran.
Setiap kuadran dibagi delapan bagian, tetapi kadang-kadang digunakan per sepuluh bagian.

KW I
KW II

KW III KW IV
Pada gambar diatas terlihat ¼ bagian di bagian kanan depan, ¼ bagian di bagian kiri, ¼
bagian lagi kiri bawah dan ¼ sisanya kanan bawah.

Sebagai contoh, bila hasil pengamatan menunjukkan bagian atas (depan) tertutup
setengah bagian, bagian kiri atas tertutup lebih dari setengah bagian, bagian kanan bawah
1/4, sedangkan kiri bawah tidak tertutup sama sekali, maka penghitungannya sebagai
berikut :
(4/8 + 5/8 + 2/8 + 0) ⁄4 = (11/8)/4 atau 11⁄32 < 3/8 bagian
Dikarenakan 1/8 bagian dinamakan 1 okta, maka penutupan awan hasil pengamatan
tersebut adalah sebesar 3 okta.

Jejak–jejak awan juga termasuk yang dicatat dengan total nilai 1 okta, sedangkan
penutupan awan penuh dengan beberapa bagian yang terbuka harus dinilai sebesar 7 okta
atau sebesar 7/8. Demikian pula bila terdapat kabut yang mnyerupai penutupan awan total,
maka keadaan tersebut serupa dengan penutupan awan sempurna dengan nilai sebesar 8
okta. Untuk pengamatan per sepuluhan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.8.1 Tabel Keadaan Awan

Keadaan awan Okta Per sepuluh

Tidak ada awan, ada kbut tipis dan matahari


0 0
tampak cerah
Jejak-jejak bekas awan hingga 1/8 dari total 1/10 atau kurang
1
langit yang tertutup tetapi tidak nol
2/8 dari total langit tertutup 2 2/10 s/d 3/10
3/8 dari total langit tertutup 3 4/10
4/8 dari total langit tertutup 4 5/10
5/8 dari total langit tertutup 5 6/10
6/8 dari total langit tertutup 6 7/10
7/8 dari total langit tertutup 7 8/10 s/d 9/10
8/8 dari total langit tertutup 8 10/10

Sumber : Data Perhitungan 2021


Tabel 3.8.2 Tabel Hasil Pengamatan Awan

Jenis/ Hasil
Pukul Gambar Ketinggian Hitungan/Okta Pengamatan

Kuadran I : 0
Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
09:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 1/8
= (0+0+0+1/8)/4
= 1 Okta

Kuadran I : 0
Kuadran II : 0
Tidak Ada Kuadran III : 0
10:00 Hari Cerah
Awan Kuadran IV : 0
= (0+0+0+0)/4
= 0 Okta

Kuadran I : 4/8
Kuadran II : 0
Kuadran III : 1/8
11:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 0
= (4/8+0+1/8+0)/4
= 2 Okta

Kuadran I : 2/8
Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
12:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 0
= (2/8+0+0+0)/4
= 1 Okta

Kuadran I : 4/8
Kuadran II : 0
Kuadran III : 1/8
13:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 0
= (4/8+0+1/8+0)/4
= 2 Okta

Kuadran I : 8/8
Kuadran II : 8/8
Awan Kuadran III : 8/8
14:00 Berawan
Cirrocumulus Kuadran IV : 8/8 =
(8/8+8/8+8/8+8/8)/4
= 8 Okta

Kuadran I : 8/8
Kuadran II : 8/8
Awan Kuadran III : 8/8
15:00 Berawan
Cirrocumulus Kuadran IV : 8/8 =
(8/8+8/8+8/8+8/8)/4
= 8 Okta
Pembahasan
Rata – rata perhitungan = 3,14 okta. berarti tidak ada awan, ada kabut tipis, dan matahari
tampak cerah

Tabel 3.8.3 Tabel Hubungan Lama Penyinaran Matahari dengan Kondisi Cuaca
Waktu Lama Penyinaran Matahari
Kondisi Cuaca
(WIB) (Keadaan Kertas)
09.00 Terbakar Sebagian Cerah
10.00 Terbakar Penuh Cerah
11.00 Terbakar Penuh Cerah
12.00 Terbakar Penuh Cerah
13.00 Terbakar Penuh Cerah
14.00 Terbakar Sebagian Cerah
15.00 Tidak Terbakar Berawan

Tabel 4.8.3 merupakan tabel hubungan lama penyinaran matahari dengan kondisi
cuaca pada saat praktikum. Bisa dilihat pada jam 09.00 – 14.00 kondisi cuaca di
laboratorium sangat cerah sehingga pada waktu itu terjadi penyinaran matahari secara
optimal (bisa diketahui dari keadaan kertas yang terbakar penuh). Pada saat jam 14.00-
15.00 sudah tidak ada penyinaran matahari lagi dikarenakan kondisi cuaca sebagian sudah
mulai tertutup dengan awan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada tidaknya awan
berpengaruh besar dengan penyinaran matahari pada saat praktikum.
3.9 INFILTRASI
Tabel 3.9.1 Data Infiltrometer

Waktu (t) Laju Infiltrasi (f)


(menit) (mm/menit)
1 48
2 31
3 18
4 15
5 14
6 12
7 10
8 10
9 10
10 10
11 9
12 9
13 8
14 8
15 8
16 8
17 7
18 7
19 7
20 6
21 6
22 6
23 6
24 6
25 6
26 6
27 6
Sumber : Data Pengukuran, 2021
Grafik Infiltrasi
35
30
Laju Infiltrasi (f) mm/menit

25
20
15
10
5
0

2 4 6 8101214161820222426
Menit ke -

Gambar 3.9.1 Grafik Laju Infiltrasi Terhadap Waktu


Sumber : Hasil Perhitungan, 2021
Pada Tabel 3.9.1 dan Gambar 3.9.1 terlihat bahwa pada menit pertama
menghasilkan laju infiltrasi sebesar 48 mm/menit. Angka laju infiltrasi semakin turun
setiap menitnya dan mulai stabil ketika mencapai menit ke-20 dengan laju infiltrasi sebesar
6 mm/menit. Pada saat menit pertama, laju infiltrasi cukup besar karena tanah tidak jenuh
dan menyerap banyak air. Setelahnya, tanah mulai jenuh dan nilai laju infiltrasi mulai
stabil hingga saat menit ke 20, laju infiltrasi stabil di angka 6 mm/menit.
Tabel 3.9.2 Perhitungan Parameter Laju Infiltrasi di Lapangan

Waktu (t) Laju Infiltrasi (f)


fc f - fc log (f - fc)
(menit) (mm/menit)
1 48 6 42 1,6232
2 31 6 25 1,3979
3 18 6 12 1,0792
4 15 6 9 0,9542
5 14 6 8 0,9031
6 12 6 6 0,7782
7 10 6 4 0,6021
8 10 6 4 0,6021
9 10 6 4 0,6021
10 10 6 4 0,6021
11 9 6 3 0,4771
Waktu (t) Laju Infiltrasi (f)
fc f - fc log (f - fc)
(menit) (mm/menit)
12 9 6 3 0,4771
13 8 6 2 0,3010
14 8 6 2 0,3010
15 8 6 2 0,3010
16 8 6 2 0,3010
17 7 6 1 0,0000
18 7 6 1 0,0000
19 7 6 1 0,0000
20 6 6 0 -
21 6 6 0 -
22 6 6 0 -
23 6 6 0 -
24 6 6 0 -
25 6 6 0 -
26 6 6 0 -
27 6 6 0 -

Sumber : Hasil Perhitungan, 2021


Contoh Perhitungan (menit pertama) :
Waktu (t) = 1 menit (Data)

Laju Infiltrasi (f) = 48 menit (Data)

Fc = 6 mm/menit (F saat stabil dan paling kecil)

f – fc = 48 – 6

= 42 mm/menit

Log (f-fc) = Log(42)

= 1,6232
Kurva Nilai Gradien m
30

25

20
Waktu (menit)

15
y = -11.974 x + 17.123
10

0
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.80
Log (f-fc)

Gambar 3.9.2 Grafik Kurva Mencari Nilai Gradien m


Sumber : Hasil Perhitungan, 2021
Dari Tabel 3.9.2 dapat membuat grafik hubungan antara laju infiltrasi terhadap waktu,
sehingga didapat grafik infiltrasi seperti pada Gambar Grafik 4.9.2 Dari grafik tersebut
didapatkan persamaan regresi linier y = -11,974x + 17,.123 . Maka didapatkan m sebesar
-11,97.

3.9.1 Persamaan Laju Infiltrasi

Perhitungan laju infiltrasi menggunakan metode Horton (1933, 1939). Horton


menyatakan infiltrasi berawal dari suatu nilai baku fo serta eksponen menurun sampai
kondisi konstan fc. Persamaan infiltrasi yang dikembangkan oleh Horton adalah sebagai
berikut :

f(t) = fc + (fo - fc) 𝒆−𝑲𝒕

dengan :

fo = Kapasitas Infiltrasi Awal (Data)

fc = Kapasitas Infiltrasi Konstan (Data)

1
Dengan menggunakan rumus k = (-
0,434 𝑥 𝑚)
1
= (- ), maka nilai k didapat 0,1925
0,434 𝑥−11,97

f = fc + (fo-fc) 𝑒−0,1925𝑡

f = 6 + (48 – 6) 𝑒−0,1925𝑡
dengan menggunakan rumus Persamaan Laju Infiltrasi dapat diperoleh data laju infiltrasi
secara perhitungan empiris.

Tabel 3.9.3 Perbandingan Laju Infiltrasi Hasil Pengamatan dan Laju Infiltrasi Hasil
Perhitungan Horton
Observasi Empirik
Kesalahan
Beda Laju
Relatif
Infiltrasi
(%)
Waktu (t) Laju Infiltrasi (f) Waktu (t) Laju Infiltrasi (f)
(menit) (mm/menit) (menit) (mm/menit)
1 48 1 40,6456 7,3544 15,3217
2 31 2 23,0113 7,9887 25,7701
3 18 3 12,7356 5,2644 29,2467
4 15 4 10,1671 4,8329 32,2192
5 14 5 9,0555 4,9445 35,3179
6 12 6 7,8903 4,1097 34,2471
7 10 7 7,0396 2,9604 29,6044
8 10 8 6,8575 3,1425 31,4248
9 10 9 6,7074 3,2926 32,9263
10 10 10 6,5835 3,4165 34,1650
11 9 11 6,3610 2,6390 29,3223
12 9 12 6,2978 2,7022 30,0246
13 8 13 6,1638 1,8362 22,9530
14 8 14 6,1351 1,8649 23,3114
15 8 15 6,1114 1,8886 23,6071
16 8 16 6,0919 1,9081 23,8510
17 7 17 6,0379 0,9621 13,7441
18 7 18 6,0313 0,9687 13,8390
19 7 19 6,0258 0,9742 13,9172
20 6 20 6,0000 0,0000 0,0000
21 6 21 6,0000 0,0000 0,0000
22 6 22 6,0000 0,0000 0,0000
23 6 23 6,0000 0,0000 0,0000
24 6 24 6,0000 0,0000 0,0000
25 6 25 6,0000 0,0000 0,0000
26 6 26 6,0000 0,0000 0,0000
27 6 27 6,0000 0,0000 0,0000
Sumber : Hasil Perhitungan, 2021
Contoh Perhitungan (menit pertama) :

Waktu (t) = 1 menit (Data)

fo = 48 mm/menit (Data)

fc = 6 mm/menit (Data Perhitungan)

f = fc + (fo – fc) 𝑒−0.1925𝑡

f = 6 + (48 – 6) 𝑒−0,1925 𝑥 1

f = 40,6456 mm/menit

Hasil pengukuran dan hasil pengukuran menggunakan Horton relatif sama namun
juga ada sedikit perbedaan. Pada menit pertama hasil pengukuran memiliki nilai laju
infiltrasi yang lebih besar daripada hasil perhitungan Horton. Setelah menit ke-20 hasil
pengukuran dan perhitungan Horton relatif sama. Karena nilai laju infiltrasi antara hasil
pengukuran dan hasil perhitungan Horton relatif sama, maka persamaan Horton dapat
digunakan untuk mengukur laju infiltrasi di sekitar Laboratorium Hidrologi dengan kondisi
tanah yang sama dan sejenis.
Laju Infiltrasi (mm/menit)

Grafik Hasil Perbandingan Pengukuran dan Horton


60

50

40

30

20

10

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)

Gambar 3.9.3 Grafik Kurva Hasil Pengukuran dan Kurva Persamaan Horton
Sumber : Hasil Perhitungan, 2021
Keterangan :
Kurva Hasil Pengukuran
Kurva Persamaan Model Horton
Dapat dilihat pada Tabel 3.9.3 dan Gambar 3.9.3 bahwa hasil pengukuran dan
hasil pengukuran menggunakan Horton relatif sama namun juga ada sedikit perbedaan.
Pada menit pertama hasil pengukuran memiliki nilai laju infiltrasi yang lebih besar
daripada hasil perhitungan Horton. Setelah menit ke-20 hasil pengukuran dan perhitungan
Horton relatif sama. Karena nilai laju infiltrasi antara hasil pengukuran dan hasil
perhitungan Horton relatif sama, maka persamaan Horton dapat digunakan untuk
mengukur laju infiltrasi di sekitar Laboratorium Hidrologi dengan kondisi tanah yang sama
dan sejenis.

3.9.2 Menghitung Volume Infiltrasi


Menurut Eagleson (1970) dan Raudkivi (1979), persamaan Horton diperoleh dari
persamaan Richard dengan mengasumsikan bahwa K dan D adalah mutlak tetap dari kadar
kelembapan suatu tanah. Kondisi turunannya adalah sebagai berikut :

Hasil persamaan Horton didapat dari penyelesaian untuk laju dari kelembaban campuran

D(∂z) pada permukaan tanah, sehingga jumlah total air yang terinfiltrasi pada suatu periode
∂θ

tergantung pada laju infiltrasi dan fungsi waktu. Apabila laju infiltrasi pada suatu saat
adalah f(t), laju infiltrasi kumulatif atau jumlah air yang terinfiltrasi adalah F(t). laju
infiltrasi dan jumlah air yang terinfiltrasi adalah :

Persamaan di atas menunjukkan bahwa jumlah air yang terinfiltrasi F (t) merupakan
integral dari laju infiltrasi, sehingga persamaan tersebut menjadi :
𝐹(𝑡) = 𝑓𝑐. 𝑡 + 1 (𝑓𝑜 − 𝑓𝑐)(1 − 𝑒 −𝑘𝑡
)
𝑘
1
𝐹(𝑡) = 6 .1 +
0,1925 (48 − 6)(1 − 𝑒−0,1925 𝑥 27)

𝐹(𝑡) = 222,975 𝑚𝑚

𝐹(𝑡) = 0,2229 𝑚

Dengan demikian volume infiltrasi selama 27 menit adalah dengan pengasumsian


perhitungan pada tanah dengan luas area 1 ha adalah :
V = 0,2229 m x 104
= 2229 m3
3.9.3 Kesimpulan
Pada data percobaan yang dilakukan terjadi penurunan pada laju infiltrasi setiap 1
menit. Hal ini dipengaruhi oleh kandungan pada tanah dan jenis tanah tempat melakukan
percobaan infiltrasi. Pada tanah tempat dilakukannya percobaan laju infiltrasi pada menit
awal sebesar 48 mm/menit dan terus menurun sampai angka penurunan stabil sekitar 6
mm/menit. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan metode kurva persamaan Horton
dengan membandingkan laju infiltrasi hasil pengamatan dengan laju infiltrasi hasil
perhitungan yang bisa dilihat pada Tabel 3.9.3 dan Grafik 3.9.3 selanjutnya dengan
persamaan Horton dapat digunakan untuk mencari volume infiltrasi pada luas area tertentu.
Dari hasil perhitungan yang kami lakukan, tinggi air yang diperoleh selama 27 menit
dengan luas lahan asumsi berupa 1 ha adalah 0,2229 𝑚 dan volume air infiltrasi pada areal
lahan 1 ha selama 27 menit adalah V = 2229 𝑚3.

Anda mungkin juga menyukai