Sinar matahari yang datang ke permukaan bumi akan difokuskan ke kertas pias oleh
bola pejal sebagai penangkap sinar matahari dan akan membakar kertas pias sesuai dengan
posisi matahari saat itu. Jejak pembakaran kertas pias akan menunjukkan waktu atau
lamanya matahari bersinar selama satu hari. Lamanya penyinaran yang diukur adalah
penyinaran terus menerus maupun penyinaran yang tertutup oleh awan.
17
18
Pada tabel 3.1.1 terdapat data hasil pengamatan lama penyinaran. Pengamatan
dilakukan dengan panjang hari selama 12,48 jam dihitung dari waktu mulai terbit matahari
sampai waktu terbenam matahari. Setelah dilakukan pengamatan lama penyinaran matahari
dengan menggunakan kertas pias lengkung panjang selama 12 jam yakni dari pukul 06.00-
18.00 WIB, diperoleh hasil bahwa kertas pias terbakar hampir sempurna dimulai dari garis
pukul 08.30-13.30. Sedangkan pada garis pukul 06.00-08.30 WIB dimana waktu
dimulainya lama penyinaran dan pada garis pukul 14.30-18.00 WIB dimana waktu akhir
dari lama penyinaran, kertas tidak terbakar (Gambar 3.1.1), hal ini dikarenakan oleh
keadaan langit yang berawan sehingga alat ukur tidak mendapatkan cahaya sepenuhnya
atau tidak sempurna. Maka, dari hasil pembacaan kertas pias, diperoleh waktu lama
penyinaran adalah 5 jam.
Pada praktikum ini yaitu Senin, 1 September 2021, tercatat waktu matahari terbit yaitu
pukul 04.59 WIB dan waktu tenggelam pada pukul 17.28 WIB. Panjang harinya adalah
12,48 jam dan lama penyinaran selama 5 jam yaitu dari pukul 08.30-13.30 WIB, melalui
rumus lama penyinaran dibagi dengan panjang hari lalu dikali 100% maka didapat lama
penyinaran pada tanggal 1 September 2021 sebesar 40,05%. Artinya, lama penyinaran
yang diterima pada hari dilakukannya praktikum adalah 40,05% saja. Hal ini akan
berpengaruh pada faktor klimatologi yang lain. Semakin besar presentasi lama penyinaran,
akan semakin banyak intensitas sinar matahari yang diterima. Maka suhu udara akan
meningkat, sehingga air akan lebih cepat terevaporasi. Ketika evaporasi berlangsung cepat,
udara penuh dengan uap air, maka hujan akan turun.
Pada tabel 3.1.1 persentasi lama penyinaran dibandingkan dengan suhu udara.
Persentasi lama penyinaran dalam satu hari dengan waktu lama penyinaran 5 jam adalah
40,05%. Jika pada pukul tertentu kertas pias terbakar sempurna, maka dapat diasumsikan
ketika pukul tersebut bumi menerima sekitar 8,011% lama penyinaran (diperoleh dari total
persentasi lama penyinaran dibagi waktu lama penyinaran). Pada pembacaan kertas pias
(Gambar 3.1.1) didapat hasil bahwa lama penyinaran per-jam dari pukul 10.00 -13.00 WIB
terbakar sempurna sedangkan pukul 09.00 dan pukul 14.00 hanya terbakar sebagian.
Artinya, pada pukul 10.00-13.00 terdapat 8,011% lama penyinaran, sedangkan antara
pukul 9.00 dan pukul
14.00 hanya terdapat sekitar 4,005% lama penyinaran. Jika ditotal persentasi lama
penyinaran selama satu hari terebut totalnya adalah 40,05%. Perbandingan lama
penyinaran
dan suhu menunjukkan keterkaitan antara kenaikan suhu dengan besar intensitas lama
penyinaran. Saat suhu tinggi, intensitas lama penyinaran yang diterima akan lebih besar
dibandingkan saat suhu rendah. Adapun pada pukul 14.00 dimana suhunya lebih tinggi
dibandingkan pukul 12.00, persentasi lama penyinaran yang diterima lebih rendah. Hal ini
dikarenakan faktor klimatologi lain seperti keadaan awan yang menghalangi sinar matahari
ke alat pengukur lama penyinaran sehingga kertas pias tidak dapat terbakar sempurna.
35
Suhu Air (˚C)
30
25
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)
Pada grafik di atas terlihat suhu air selalu berubah-ubah pada setiap jamnya. Suhu
air terlihat mengalami peningkatan yang signifikan pada pukul 10.00 WIB, hal ini mungkin
disebabkan karena waktu menuju siang hari, maka semakin tinggi lama penyinaran
matahari yang terjadi serta kelembaban udara walaupun tidak terlalu signifikan. Jika waktu
yang terjadi semakin siang, maka energi panas yang dihasilkan semakin besar sehingga
suhu yang terjadi semakin tinggi, terutama suhu air. Lalu pada jam 11.00 terjadi penurunan
dikarenakan kondisi awan yang terjadi pada saat melakukan pratikum ini. Hal ini dapat
disebabkan karena sedang hujan, ataupun hanya sekedar mendung. Kemudian di pukul
13.00 sampai 15.00 WIB suhu air terlihat relatif menurun, karena pada jam ini menunjukan
dimana hari memasuki sore, maka energi panas yang dihasilkan matahari mulai berkurang.
3.3 Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Tabel 3.3.1 Data Pengukuran Suhu Udara
Suhu Udara (˚C) Suhu
Tanggal
Rata-Rata
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
1-Sep-20 25.5 26.5 27.5 29.95 29.9 31.75 31.65 29.85 29.08
Sumber : Data, 2021
35
Suhu Air (˚C)
30
25
20
15
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)
Dari gambar di atas terlihat bahwa suhu udata tertinggi adalah 31,75oC pada pukul
10.00, sedangkan suhu udara terendah adalah 25,5oC pukul 08.00. Tempat dapat
mempengaruhi hasil pengukuran suhu udara. Tempat pengambilan data banyak ditumbuhi
pepohonan, ditambah alat Hygrothermograph ditempatkan di dalam sebuah sangkar cuaca
agar tidak terpancar oleh sinar matahari secara langsung. Suhu udara di sangkar cuaca jauh
lebih sejuk dibandingkan di lapangan terbuka yang menerima cahaya matahari penuh
sehingga suhu udara di lapangan terbuka lebih tinggi. Suhu udara yang tinggi dapat
bersumber dari beberapa faktor, diantaranya adalah radiasi matahari atau lama penyinaran
matahari, panas yang tersedia di atmosfer (sensible heat) maupun dari tanah, atau massa air
itu sendiri.
Tabel 3.3.2 Data Pengukuran Kelembaban Udara
Kelembaban Udara (%) Kelembapan
Tanggal Rata-Rata
(%)
8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
1-Sep-20 74.5 67 59 55 50.5 46 52.5 58.5 57.88
Sumber : Data, 2021
80
60
40
20
0
8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)
60
31
55
50
30 45
40
29 35
28
27
26 8:009:0010:0011:0012:0013:0014:0015:00
Waktu (jam)
25
Gambar 3.3.3 Grafik Perbandingan Suhu Udara dan Kelembaban Udara
Sumber : Data, 2021
Dari grafik hubungan antara suhu udara dan kelembaban udara di atas dapat
disimpulkan bahwa tingkat kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara. Saat
suhu rendah, kelembaban udara akan tinggi. Namun sebaliknya, semakin tinggi suhu udara
maka tingkat kelembaban udara semakin rendah. Suhu udara dan tingkat kelembaban udara
juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat, karena ketinggian tempat akan mempengaruhi
besarnya tekanan udara, yang lebih lanjut dibahas pada pembahasan sub bab berikutnya.
Hubungan Suhu Udara, Suhu Air, dan Evaporasi
Suhu udara sangat erat hubungannya dalam evaporasi. Evaporasi merupakan proses
penguapan yang terjadi pada permukaan air. Pada dasarnya, laju penguapan bergantung
pada jumlah energi yang dipindahkan, oleh karena itu semakin panas suhu udara semakin
besar pula suhu air dan semakin tinggi juga laju penguapan.
Evaporasi
1
0.5 Suhu Udara Suhu Air
30
0 Evaporasi
25
20
9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
Waktu (jam)
985
984
983
982
981
10 11 12 13 14 15 16 17
Waktu (jam)
Tekanan udara adalah tenaga yang bekerja untuk menggerakkan massa udara dalam
setiap satuan luas tertentu. Besarnya massa udara berdasarkan rapat atau tidaknya antar
molekul udara. Tekanan udara patokan atau sering disebut juga tekanan udara normal
adalah tekanan kolom udara setinggi lapisan atmosfer bumi pada garis lintang 45˚ dan suhu
0˚C. Besarnya tekanan udara tersebut dinyatakan dalam 1 atmosfer (atm). Tekanan sebesar
1 atm ini setara dengan tekanan yang diberikan oleh kolom air raksa setinggi 760 mmHg
atau 76 cmHg dan sering dinyatakan dalam satuan kg/m2.
Faktor – faktor yang mempengaruhi tekanan udara, antara lain:
1. Elevasi suatu tempat
2. Suhu udara, jika suhu udaranya tinggi, maka volume molekul udara berkembang,
sehingga tekanan udara menjadi rendah, sebaliknya jika suhu udara menjadi kecil, maka
tekanan udara menjadi tinggi.
3. Sebaran lautan dan daratan, pada musim dingin relatif lebih dingin dan mempunyai
tendensi membentuk pusat-pusat tekanan tinggi.
Pada pratikum kali ini didapat variasi nilai tekanan udara yang diukur pada tanggal
1 September 2020 dari pukul 10.00 – 17.00. Praktikum menggunakan alat ukur Barograph.
Alat ukur ini terdiri dari kertas ukur dan jarum bacaan yang dapat bergerak sesuai dengan
kondisi tekanan udara yang ada di lokasi tersebut. Dari hasil pratikum didapat nilai tekanan
awal 986 mb, lalu mengalami penurunan hingga mencapai 982 mb.
Gambar 3.4.2 Data Grafik hasil dari pengukuran tekanan udara dengan Barograph
Sumber : Dokumentasi Kelompok, 2021
Dengan diketahui nilai tekanan udara, maka selanjutnya ketinggian lokasi pratikum
dapat dihitung. Nilai 76 cmHg = 1013 mb, dengan anggapan pengurangan 1 cmHg adalah
kenaikan 100 m, maka ketinggian dapat dihitung dengan cara interpolasi. Berdasarkan
perhitungan tekanan udara = ( 1013−983,63 𝑥 76) 𝑥 100 = 220,39 m. Hasil elevasi tersebut
1013
tidak sesuai dengan elevasi dari citra salelit ketinggian di lokasi praktikum di Universitas
Brawijaya yang bernilai ±500 m diatas permukaan laut.
Jika berdasarkan salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan udara, yaitu elevasi,
dapat disimpulkan bahwa terjadi ketidaksesuaian antara hasil perhitungan tekanan udara
dengan keadaan sebenarnya. Jadi, nilai tekanan udara tidak semata mata hanya pengaruh
dari elevasi, tetapi terdapat faktor lainnya, seperti suhu udara dan kelembaban udara.
Suhu bersifat berbanding terbalik terhadap tekanan udara. Hal ini disebabkan saat
suhu tinggi, molekul udara akan berkembang sehingga berkurangnya nilai tekan antar
molekul udara, dan sebaliknya. Sedangkan kelembaban udara bersifat sebanding terhadap
tekanan udara. Hal ini disebabkan karena ketika suhu naik, kondisi uap air yang ada di
udara tinggi, sehingga kelembaban tinggi, dan gaya tekan antar molekul udara akan tinggi
juga.
Berikut ini adalah data perbandingan antara tekanan udara dengan suhu udara :
Tabel 3.7 Data Perbandingan Antara Tekanan Udara dan Suhu Udara
986
32
Tekanan udara (mb)
985
Suhu Udara (oC)
984 30
983
982
28
Tekanan uda
r a Suhu Udara 26
981
980 24
10:0011:0012:0013:0014:0015:00
Waktu (jam)
Gambar 3.4.3 Grafik Perbandingan antara Tekanan Udara dengan Suhu Udara
Sumber : Data, 2020
Pada gambar 3.4.3 terlihat bahwa nilai tekanan udara dengan suhu udara relatif
berkebalikan. Saat suhu tinggi, molekul udara berkembang sehingga nilai tekan antar
molekul udara berkurang dan nilai tekanan udara menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
Berikut adalah data perbandingan antara data tekanan udara dengan kelembaban udara.
Tabel 3.4.4 Data Perbandingan antara Tekanan Udara dan Kelembapan Udara
Waktu (jam) Tekanan udara (mb) Kelembaban Udara
8:00 0.75
9:00 0.67
10:00 986.0 0.59
11:00 985.0 0.55
12:00 984.5 0.51
13:00 984.0 0.46
14:00 983.0 0.53
15:00 982.5 0.59
16:00 982.0
17:00 982.0
Rata-rata 983.6 0.58
Sumber : Data, 2020
984
983 60
982
981 50
980
Tekanan udara Kele bab n Udara 40
m a
30
10:0011:0012:0013:0014:0015:00 20
Waktu (jam)
Gambar 3.4.4 Grafik Hubungan antara Tekanan Udara dengan Kelembaban Udara
Sumber : Data, 2021
Pada gambar 4.4.4 terlihat bahwa nilai tekanan udara dengan kelembaban udara
cendurung sebanding. Saat kadar uap air tinggi (lembab) maka gaya tekan antar molekul
juga tinggi, sehingga nilai tekanan udara menjadi tinggi.
3.5 Evaporasi
Tabel 3.5.1 Data Pengukuran Pan Evaporasi Manual
→ Perhitungan nilai E0
E0 = Tinggi Muka Air Pan Evaporasi jam 09.00 - Tinggi Muka Air Pan Evaporasi jam 15.00
E0 = 23,26 – 22,95
E0 = 0,31 cm atau 3,1 mm
Adapun tabel 4.9 diperoleh dari pengukuran data hasil evaporasi yang dilakukan pada
saat praktikum yang mana data tersebut adalah data tinggi air pada pan yang diukur pada
pukul 08.00 dan pukul 15.00. Dari tabel kita memperoleh informasi bahwa tinggi air di pan
berkurang setiap waktunya. Sehingga nilai E0 dapat ditentukan dengan mengurangi hasil
pengukuran kedalaman air awal dengan hasil pengukuran kedalaman air akhir. Setelah E0
diketahui, kita dapat menghitung nilai ETp dengan mengalikan nilai E0 dan nilai koefisien
panci (Kp) sebesar 0,65-0,85. Dengan mengambil Kp sebesar 0,85 diperoleh nilai ETp
sebesar 2,64 mm.
Grafik Pan Evaporasi
Tinggi Muka Air Pan Evaporasi (cm) 23.3
23.3
23.2
23.2
23.1
23.1
23.0
23.0
22.9
9:00 15:00
Jam
Tabel 4.10 diperoleh dari pengukuran yang dilakukan pada tanggal 1 september 2020
32 3.5
31 3
Suhu udara (oC)
Evaporasi (mm)
30 2.5
29 2
28 1.5
27 1
26 0.5
25 0
9:0010:0011:00 12:00 13:0014:0015:00
Waktu (jam)
Hubungan suhu udara dengan evaporasi adalah saling berhubungan. Saat suhu udara
tinggi diikuti dengan meningkatnya evaporasi, Ketika suhu udara relatif rendah, evaporasi
pun relatif rendah. Dengan demikian, laju evaporasi yang ada akan sebanding dengan nilai
suhu udara.
kelembaban Evaporasi
70 4
65 3.5
60 3
55 2.5
50 2
Kelembaban (%)
Evaporasi (mm/jam)
45 1.5
40 1
35 0.5
30 0
25
9 3
8
2.5
Lama Penyinaran (%)
Evaporasi (mm)
7
2
6
1.5
5
1
4
3 0.5
2 0
9:0010:0011:0012:0013:0014:00
Waktu (jam)
Dari grafik hubungan antara lama penyinaran dengan nilai evaporasi diatas
menunjukkan bahwa lama penyinaran matahari berbanding lurus dengan evaporasi. Lama
penyinaran pada jam 10.00-13.00 adalah terbakar sempurna dan terjadi konsistensi,
sehingga nilai evaporasi dapat meningkat dengan cepat, sedangkan lama penyinaran pada
jam 13.00-
15.00 mengalami penurunan, sehingga nilai evaporasi menjadi lambat untuk meningkat
dan cenderung menjadi lebih landai.
Dari hasil praktikum yang dilakukan diketahui bahwa evaporasi terjadi karena proses
perubahan dari molekul air dalam bentuk zat cair menjadi molekul uap air (gas) di
atmosfer. Proses penguapan sebenarnya terdiri dari dua kejadian yang berkelanjutan, yaitu :
a. Proses transformasi dari air menjadi uap air di permukaan yang tergantung dari
besarnya tenaga yang tersimpan.
b. Pemindahan lapisan udara yang penuh dengan kandungan uap air dari interface
sehingga proses penguapan berjalan terus. Transfer ini dipengaruhi oleh stabilitas
topografi, kecepatan angin, dan iklim lokal di sekitarnya.
Selain itu, penguapan di siang hari lebih besar jika dibandingkan dengan pengupan di
malam hari. Hal ini dikarenakan evaporasi atau penguapan juga dipengaruhi oleh besarnya
faktor meteorologi yaitu antara lain :
a. Radiasi matahari
b. Angin
c. Kelembaman relatif
d. Suhu
Simpulan dari hasil praktikum hidrologi evaporasi ini menunjukkan bahwa dari
analisis evaporasi diperoleh informasi bahwa volume evaporasi dapat mencapai
maksimum jika cuacanya, suhu, dan angin mendukung dan ada penyinaran langsung dari
matahari.
Dari perhitungan di atas kita akan melakukan perbandingan hasil evaporasi pengukuran
dengan beberapa rumus penyelesaian evaporasi yaitu metode Blaney-Criddle, Penman, dan
Radiasi. Dengan diketahui data Koordinat Lab Hidrologi 7056’55’’ LS 1120 36’43” BT.
2. Metode Radiasi
Tabel 3.5.6 Harga untuk RY di Indonesia
LU LS
Bulan
5 4 2 0 6 8 10
Jan 13 14.3 14.7 15 15.8 16.1 16.1
Feb 14 15 15.3 15.5 16 16.1 16
Mar 15 15.5 15.6 15.7 15.6 15.1 15.3
Apr 15.1 15.5 15.3 15.3 14.7 14.1 14
Mei 15.3 14.9 14.6 14.4 13.4 13.1 12.6
Jun 15 14.4 14.2 13.9 12.8 12.4 12.6
Jul 15.1 14.6 14.3 14.1 13.1 12.7 11.8
Aug 15.3 15.1 14.9 14.8 14 13.7 12.2
Sep 15.1 15.3 15.3 15.3 15 14.9 13.1
Okt 15.7 15.1 15.3 15.4 15.7 15.8 14.6
Nov 14.8 14.5 14.8 15.1 15.8 16 15.6
Des 14.6 14.1 14.4 14.8 15.7 16 16
Tabel 3.5.7 Nilai C menurut Radiasi
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
C 0.8 0.8 0.75 0.7 0.7 0.7 0.7 0.75 0.8 0.8 0.8 0.8
Suhu Suhu
w w
(t0) (t0)
24,0 0,735 27,2 0,767
24,2 0,737 27,4 0,769
24,4 0,739 27,6 0,771
24,6 0,741 27,8 0,773
24,8 0,743 28,0 0,775
25,0 0,745 28,2 0,777
25,2 0,747 28,4 0,779
25,4 0,749 28,6 0,781
25,6 0,751 28,8 0,783
25,8 0,753 29,0 0,785
26,0 0,755 29,08 0,786
26,2 0,757 29,2 0,787
26,4 0,759 29,4 0,789
26,6 0,761 29,6 0,791
26,8 0,763 29,8 0,793
27,0 0,765 30,0 0,795
3. Metode Penman
Tabel 3.5.10 Nilai C untuk penman
Bula
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
n
C 1.1 1.1 1.1 0.9 0.9 0.9 0.9 1 1.1 1.1 1.1 1.1
24 29.85 0.735 15.4 26.3 34.22 0.758 15.960 28.6 39.14 0.781 16.42
24.1 30.03 0.736 15.425 26.4 34.42 0.759 15.98 28.7 39.38 0.782 16.440
24.2 30.21 0.737 15.45 26.5 34.63 0.76 16.000 28.8 39.61 0.783 16.46
24.3 30.39 0.738 15.475 26.6 34.83 0.761 16.02 28.9 39.84 0.784 16.480
24.4 30.57 0.739 15.5 26.7 35.04 0.762 16.040 29 40.06 0.785 16.5
24.5 30.76 0.74 15.525 26.8 35.25 0.763 16.06 29.08 40.29 0.786 16.520
24.6 30.94 0.741 15.55 26.9 35.46 0.764 16.080 29.2 40.51 0.787 16.54
24.7 31.13 0.742 15.575 27 35.66 0.765 16.1 29.3 40.74 0.788 16.560
24.8 31.31 0.743 15.6 27.1 35.88 0.766 16.120 29.4 40.96 0.789 16.58
24.9 31.50 0.744 15.625 27.2 36.09 0.767 16.14 29.5 41.19 0.79 16.600
25 31.69 0.745 15.65 27.3 36.30 0.768 16.160 29.6 41.41 0.791 16.62
25.1 31.88 0.746 15.675 27.4 36.50 0.769 16.18 29.7 41.64 0.792 16.640
25.2 32.06 0.747 15.7 27.5 36.72 0.77 16.200 29.8 41.86 0.793 16.66
25.3 32.26 0.748 15.725 27.6 36.94 0.771 16.22 29.9 42.09 0.794 16.680
25.4 32.45 0.749 15.75 27.7 37.16 0.772 16.240 30 42.31 0.795 16.7
25.5 32.64 0.75 15.775 27.8 37.37 0.773 16.26 30.1 42.54 0.796 16.720
25.6 32.83 0.751 15.8 27.9 37.59 0.774 16.280 30.2 42.76 0.797 16.74
25.7 33.03 0.752 15.825 28 37.81 0.775 16.3 30.3 42.99 0.798 16.760
25.8 33.22 0.753 15.85 28.1 38.03 0.776 16.320 30.4 43.21 0.799 16.78
25.9 33.42 0.754 15.875 28.2 38.25 0.777 16.34 30.5 43.44 0.8 16.800
26 33.62 0.755 15.9 28.3 38.48 0.778 16.360 30.6 43.66 0.801 16.82
26.1 33.82 0.756 15.920 28.4 38.70 0.779 16.38 30.7 43.89 0.802 16.840
26.2 34.02 0.757 15.94 28.5 38.92 0.78 16.400 30.8 44.11 0.803 16.86
Contoh Perhitungan :
Trerata = 29,08o
C = 1,10
εϒ = 40,29
w = 0,786
f (t) = 16,52
RH = 0,579 (diperoleh dari perhitungan kelembapan rerata)
U = 0,18 m/det (diperoleh dari perhitungan kecepatan angin rerata)
εd = εϒ x RH
= 40,29 x 0,579
= 23,328
Rs = (0,25+0,54 𝑛 ) x Rγ
𝑁
Contoh Perhitungan:
12 November 2020
Tinggi curah hujan = 15,2 mm
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑐𝑢𝑟𝑎ℎ ℎ𝑢𝑎𝑗𝑛
Intensitas hujan = 𝐿𝑎𝑚𝑎 ℎ𝑢𝑗𝑎𝑛
15,2
= 19
= 0,8 mm/hujan
Tabel 3.6.2. Data Curah Hujan Jam-jaman
Tinggi Hujan (mm)
Tanggal
09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00
11-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
12-Nov-13 0 0 0 11,3 3,9 7,0 8,5
13-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
14-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
15-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
16-Nov-13 0 0 7,0 0 0 2,2 1,5
17-Nov-13 0 0 0 0 0 0 0
Sumber: Data Pengukuran, 2020
Pembahasan:
Tabel 3.6.1 menunjukkan hasil pengukuran dari penakar curah hujan otomatis tiap
harinya dalam waktu 1 minggu. Dari tabel tersebut diketahui intensitas hujan pada tanggal
11 November bernilai 0 sehingga menunjukkan tidak ada hujan. Intensitas hujan pada
tanggal 12, 14, dan 15 November termasuk ke dalam klasifikasi hujan sangat ringan, yaitu
berada di interval 0 – 1 mm/jam. Intensitas hujan pada tanggal 17 November termasuk ke
dalam klasifikasi hujan ringan karena intensitas hujan berada diantara interval 1 – 5
mm/jam. Pada 13 dan 16 Novemver, intensitas hujan termasuk ke dalam klasifikasi sedang,
yaitu diantara interval 5-10 mm/jam.
3. 7 Kecepatan Angin
Tabel 3.7.1 Data Pengukuran Kecepatan Angin
Kecepatan Angin (m/det) Kecepatan Angin
Tanggal
Rata-Rata
09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00
1-Sept-2020 0,06 0,02 0,24 0,18 0,28 0,22 0,26 0,18
Sumber: Data, 2021
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
Waktu (jam)
Angin adalah aliran udara dalam jumlah yang besar diakibatkan oleh rotasi bumi.
Perbedaan tekanan udara di satu tempat dengan tempat yang lain menimbulkan aliran
udara. Pada dasarnya angin terjadi disebabkan oleh perbedaan penyinaran matahari pada
tempat- tempat yang berlainan di muka bumi. Perbedaan temperatur menyebabkan
perbedaan
tekanan udara. Aliran udara berlangsung dari tempat dengan tekanan udara tinggi ke
tempat dengan tekanan udara yang lebih rendah. Udara yang bergerak inilah yang disebut
angin. Hubungan antara tekanan udara dan angin ialah semakin rendah tekanan udara,
kecepatan angin semakin tinggi. Begitu juga sebaliknya, Semakin tinggi tekanan udara,
semakin rendah kecepatan angin.
Menurut data hasil pengukuran, rata-rata kecepatan angin yaitu 0,18 m/s. Ada
beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecepatan angin yang kami peroleh rendah,
antara lalin karena tempat kami melakukan praktikum banyak pohon-pohon yang
menghalangi. Kecepatan angin paling tinggi berada di jam 13.00 karena suhu udara naik.
Semakin tinggi suatu tempat dari atas permukaan laut maka suhunya semakin rendah dan
semakin rendah pula kecepatan angin yang ditimbulkan.
0.25 986
Kecepatan Angin (m/dt)
0 980
101112131415
Jam Ke-
Gambar 3.7.2 Grafik Hubungan Antara Kecepatan Angin dengan Tekanan Udara
Sumber : Data Perhitungan 2021
Pada gambar grafik 3.7.2 di atas menggambarkan hubungan antara kecepatan angin
dengan tekanan udara. Dapat dilihat dari grafik di atas bahwa ketika tekanan udara turun
maka kecepatan angin naik, sebagaimana yang di rumuskan dalam hukum stevenson.
Menurut stevensom kekuatan angin yang bertiup berbanding lurus dengan gradien
barometernya. Tetapi pada jam 10.00, 12.00, dan 14.00, diperhitungan kami menunjukkan
bahwa kecepatan angin menurun dan begitu pula tekanan udara menurun. Hal ini terjadi
karena adanya kesalahan pengukuran pada saat praktikum, baik human error maupun
kesalahan pengukuran alat.
Kecepatan Angin Suhu Udara
0.5 33
0.45 32
0.4 31
0.35 30
Kecepatan Angin (m/dt)
0.3 29
91011 12 13 14 15
Jam Ke-
Pada gambar grafik 3.7.3 di atas menggambarkan hubungan antara kecepatan angin
dengan suhu udara. Dilihat dari grafik pengukuran, pola kecepatan angin sebanding/searah
dengan besarnya suhu udara. Secara teoritis, ketika suhu udara naik maka kecepatan angin
ikut naik. Pada bagian suhu yang panas molekul udara mengembang dan membentuk ruang
yang lebih besar, hal ini memungkinkan pergerakan molekul udara yang pada suhu dingin
bergerak mengisi daerah yang bersuhu panas, karena ruangannya yang lebih besar.
0.25 65
Kecepatan Angin (m/dt)
Kelembapan Udara
0.2 60
0.15 55
0.1 50
0.05 45
0 40
91011 12 13 14 15
Jam Ke-
1. Awan Cumulus
2. Awan Stratus
Awan jenis ini tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit secara merata. Dalam
arti khusus awan stratus adalah awan yang rendah dan luas.
Gambar 3,8.2 Awan Stratus
Sumber : Data Pengamatan, 2021
3. Awan Cirrus
Jenis awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk seperti bulu burung.
Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.
B. Berdasarkan Ketinggian
I. Golongan awan tinggi : 6000 m ke atas
1. Awan Cirrus (Ci) : di atas 9 km
Awan halus, struktur beserat seperti bulu burung, dan tersusun sebagai pita yang
melengkung, sehingga seolah-olah bertemu pada satu atau dua titik di horizon. Awan ini
tersusun atas kristal es dan biasanya tidak mendatangkan hujan.
3.8.3 Pengamatan
Metode pengamatan awan sederhana yaitu dengan membagi langit menjadi empat kuadran.
Setiap kuadran dibagi delapan bagian, tetapi kadang-kadang digunakan per sepuluh bagian.
KW I
KW II
KW III KW IV
Pada gambar diatas terlihat ¼ bagian di bagian kanan depan, ¼ bagian di bagian kiri, ¼
bagian lagi kiri bawah dan ¼ sisanya kanan bawah.
Sebagai contoh, bila hasil pengamatan menunjukkan bagian atas (depan) tertutup
setengah bagian, bagian kiri atas tertutup lebih dari setengah bagian, bagian kanan bawah
1/4, sedangkan kiri bawah tidak tertutup sama sekali, maka penghitungannya sebagai
berikut :
(4/8 + 5/8 + 2/8 + 0) ⁄4 = (11/8)/4 atau 11⁄32 < 3/8 bagian
Dikarenakan 1/8 bagian dinamakan 1 okta, maka penutupan awan hasil pengamatan
tersebut adalah sebesar 3 okta.
Jejak–jejak awan juga termasuk yang dicatat dengan total nilai 1 okta, sedangkan
penutupan awan penuh dengan beberapa bagian yang terbuka harus dinilai sebesar 7 okta
atau sebesar 7/8. Demikian pula bila terdapat kabut yang mnyerupai penutupan awan total,
maka keadaan tersebut serupa dengan penutupan awan sempurna dengan nilai sebesar 8
okta. Untuk pengamatan per sepuluhan adalah sebagai berikut :
Jenis/ Hasil
Pukul Gambar Ketinggian Hitungan/Okta Pengamatan
Kuadran I : 0
Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
09:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 1/8
= (0+0+0+1/8)/4
= 1 Okta
Kuadran I : 0
Kuadran II : 0
Tidak Ada Kuadran III : 0
10:00 Hari Cerah
Awan Kuadran IV : 0
= (0+0+0+0)/4
= 0 Okta
Kuadran I : 4/8
Kuadran II : 0
Kuadran III : 1/8
11:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 0
= (4/8+0+1/8+0)/4
= 2 Okta
Kuadran I : 2/8
Kuadran II : 0
Kuadran III : 0
12:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 0
= (2/8+0+0+0)/4
= 1 Okta
Kuadran I : 4/8
Kuadran II : 0
Kuadran III : 1/8
13:00 Awan Cirrus Hari Cerah
Kuadran IV : 0
= (4/8+0+1/8+0)/4
= 2 Okta
Kuadran I : 8/8
Kuadran II : 8/8
Awan Kuadran III : 8/8
14:00 Berawan
Cirrocumulus Kuadran IV : 8/8 =
(8/8+8/8+8/8+8/8)/4
= 8 Okta
Kuadran I : 8/8
Kuadran II : 8/8
Awan Kuadran III : 8/8
15:00 Berawan
Cirrocumulus Kuadran IV : 8/8 =
(8/8+8/8+8/8+8/8)/4
= 8 Okta
Pembahasan
Rata – rata perhitungan = 3,14 okta. berarti tidak ada awan, ada kabut tipis, dan matahari
tampak cerah
Tabel 3.8.3 Tabel Hubungan Lama Penyinaran Matahari dengan Kondisi Cuaca
Waktu Lama Penyinaran Matahari
Kondisi Cuaca
(WIB) (Keadaan Kertas)
09.00 Terbakar Sebagian Cerah
10.00 Terbakar Penuh Cerah
11.00 Terbakar Penuh Cerah
12.00 Terbakar Penuh Cerah
13.00 Terbakar Penuh Cerah
14.00 Terbakar Sebagian Cerah
15.00 Tidak Terbakar Berawan
Tabel 4.8.3 merupakan tabel hubungan lama penyinaran matahari dengan kondisi
cuaca pada saat praktikum. Bisa dilihat pada jam 09.00 – 14.00 kondisi cuaca di
laboratorium sangat cerah sehingga pada waktu itu terjadi penyinaran matahari secara
optimal (bisa diketahui dari keadaan kertas yang terbakar penuh). Pada saat jam 14.00-
15.00 sudah tidak ada penyinaran matahari lagi dikarenakan kondisi cuaca sebagian sudah
mulai tertutup dengan awan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada tidaknya awan
berpengaruh besar dengan penyinaran matahari pada saat praktikum.
3.9 INFILTRASI
Tabel 3.9.1 Data Infiltrometer
25
20
15
10
5
0
2 4 6 8101214161820222426
Menit ke -
f – fc = 48 – 6
= 42 mm/menit
= 1,6232
Kurva Nilai Gradien m
30
25
20
Waktu (menit)
15
y = -11.974 x + 17.123
10
0
0.000.200.400.600.801.001.201.401.601.80
Log (f-fc)
dengan :
1
Dengan menggunakan rumus k = (-
0,434 𝑥 𝑚)
1
= (- ), maka nilai k didapat 0,1925
0,434 𝑥−11,97
f = fc + (fo-fc) 𝑒−0,1925𝑡
f = 6 + (48 – 6) 𝑒−0,1925𝑡
dengan menggunakan rumus Persamaan Laju Infiltrasi dapat diperoleh data laju infiltrasi
secara perhitungan empiris.
Tabel 3.9.3 Perbandingan Laju Infiltrasi Hasil Pengamatan dan Laju Infiltrasi Hasil
Perhitungan Horton
Observasi Empirik
Kesalahan
Beda Laju
Relatif
Infiltrasi
(%)
Waktu (t) Laju Infiltrasi (f) Waktu (t) Laju Infiltrasi (f)
(menit) (mm/menit) (menit) (mm/menit)
1 48 1 40,6456 7,3544 15,3217
2 31 2 23,0113 7,9887 25,7701
3 18 3 12,7356 5,2644 29,2467
4 15 4 10,1671 4,8329 32,2192
5 14 5 9,0555 4,9445 35,3179
6 12 6 7,8903 4,1097 34,2471
7 10 7 7,0396 2,9604 29,6044
8 10 8 6,8575 3,1425 31,4248
9 10 9 6,7074 3,2926 32,9263
10 10 10 6,5835 3,4165 34,1650
11 9 11 6,3610 2,6390 29,3223
12 9 12 6,2978 2,7022 30,0246
13 8 13 6,1638 1,8362 22,9530
14 8 14 6,1351 1,8649 23,3114
15 8 15 6,1114 1,8886 23,6071
16 8 16 6,0919 1,9081 23,8510
17 7 17 6,0379 0,9621 13,7441
18 7 18 6,0313 0,9687 13,8390
19 7 19 6,0258 0,9742 13,9172
20 6 20 6,0000 0,0000 0,0000
21 6 21 6,0000 0,0000 0,0000
22 6 22 6,0000 0,0000 0,0000
23 6 23 6,0000 0,0000 0,0000
24 6 24 6,0000 0,0000 0,0000
25 6 25 6,0000 0,0000 0,0000
26 6 26 6,0000 0,0000 0,0000
27 6 27 6,0000 0,0000 0,0000
Sumber : Hasil Perhitungan, 2021
Contoh Perhitungan (menit pertama) :
fo = 48 mm/menit (Data)
f = 6 + (48 – 6) 𝑒−0,1925 𝑥 1
f = 40,6456 mm/menit
Hasil pengukuran dan hasil pengukuran menggunakan Horton relatif sama namun
juga ada sedikit perbedaan. Pada menit pertama hasil pengukuran memiliki nilai laju
infiltrasi yang lebih besar daripada hasil perhitungan Horton. Setelah menit ke-20 hasil
pengukuran dan perhitungan Horton relatif sama. Karena nilai laju infiltrasi antara hasil
pengukuran dan hasil perhitungan Horton relatif sama, maka persamaan Horton dapat
digunakan untuk mengukur laju infiltrasi di sekitar Laboratorium Hidrologi dengan kondisi
tanah yang sama dan sejenis.
Laju Infiltrasi (mm/menit)
50
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (menit)
Gambar 3.9.3 Grafik Kurva Hasil Pengukuran dan Kurva Persamaan Horton
Sumber : Hasil Perhitungan, 2021
Keterangan :
Kurva Hasil Pengukuran
Kurva Persamaan Model Horton
Dapat dilihat pada Tabel 3.9.3 dan Gambar 3.9.3 bahwa hasil pengukuran dan
hasil pengukuran menggunakan Horton relatif sama namun juga ada sedikit perbedaan.
Pada menit pertama hasil pengukuran memiliki nilai laju infiltrasi yang lebih besar
daripada hasil perhitungan Horton. Setelah menit ke-20 hasil pengukuran dan perhitungan
Horton relatif sama. Karena nilai laju infiltrasi antara hasil pengukuran dan hasil
perhitungan Horton relatif sama, maka persamaan Horton dapat digunakan untuk
mengukur laju infiltrasi di sekitar Laboratorium Hidrologi dengan kondisi tanah yang sama
dan sejenis.
Hasil persamaan Horton didapat dari penyelesaian untuk laju dari kelembaban campuran
D(∂z) pada permukaan tanah, sehingga jumlah total air yang terinfiltrasi pada suatu periode
∂θ
tergantung pada laju infiltrasi dan fungsi waktu. Apabila laju infiltrasi pada suatu saat
adalah f(t), laju infiltrasi kumulatif atau jumlah air yang terinfiltrasi adalah F(t). laju
infiltrasi dan jumlah air yang terinfiltrasi adalah :
Persamaan di atas menunjukkan bahwa jumlah air yang terinfiltrasi F (t) merupakan
integral dari laju infiltrasi, sehingga persamaan tersebut menjadi :
𝐹(𝑡) = 𝑓𝑐. 𝑡 + 1 (𝑓𝑜 − 𝑓𝑐)(1 − 𝑒 −𝑘𝑡
)
𝑘
1
𝐹(𝑡) = 6 .1 +
0,1925 (48 − 6)(1 − 𝑒−0,1925 𝑥 27)
𝐹(𝑡) = 222,975 𝑚𝑚
𝐹(𝑡) = 0,2229 𝑚