Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENANGANAN PASCA PANEN

Oleh

Nama : Heru Novianto

NIM : C1011171080

Kelompok :5

Kelas :Agroteknologi B

Ko-Ass : Anggarawati, S.P.

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

i
2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis hantarkan kehadirat Allah Subhanahu


wa Ta'ala , karena dengan segala kuasa-Nyalah penulis akhirnya bisa menulis
laporan praktikum mata kuliah Teknologi Penanganan Pasca Panen ini dapat di
selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada dosen mata kuliah dan asisten
dosen yang telah memberikan banyak masukan serta saran yang sangat bermanfaat
dalam proses penyelesaian laporan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah turut serta membantu menyumbangkan pikirannya
yang tidak bisa penulis sebutkan satu-per satu.

Penulis sangat berharap agar laporan praktikum ini memberi banyak


manfaat bagi para pembaca terutama pada para petani dan penjual sehingga
mereka pun memiliki jalan keluar atas permasalahan yang tengah dihadapinya.

Penulis juga sangat mengharapkan masukan, kritikan serta saran dari


semua pihak agar karya tulis ini bisa menjadi lebih sempurna.

Pontianak, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GRAFIK v

DAFTAR LAMPIRAN vi

BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Rumusan Masalah 4
3. Tujuan 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5


1. Etilena 5
2. Kadar Air 5
3. Vitamin C 6

BAB III BAHAN DAN METODE 8


1. Acara 1. Pengaruh Etilena Terhadap Pematangan Buah Pisang 8
2. Acara 2. Kadar Air 9
3. Acara 3. Vitamin C 10

BAB IV HASIL 12
1. Acara 1. Pengaruh Etilena Terhadap Pematangan Buah Pisang 12
2. Acara 2. Kadar Air 12
3. Acara 3. Vitamin C 13

BAB V PEMBAHASAN 14
1. Acara 1. Pengaruh Etilena Terhadap Pematangan Buah Pisang 14
2. Acara 2. Kadar Air 15
3. Acara 3. Vitamin C 16

iv
BAB VI PENUTUP 19
1. Kesimpulan 19
2. Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 21

v
DAFTAR GRAFIK

Grafik: Halaman
1. Pengaruh etilen pada persentase warna buah pisang 18
2. Pengaruh etilen pada persentase berat buah pisang 18
3. Pengaruh etilen pada kadar air buah pisang kepok 19
4. Pengaruh etilen pada kandungan vitamin C buah pisang kepok 19

vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran: Halaman
1. Tabel Pengamatan Perubahan Warna dan Berat Pisang Kepok 21
2. Tabel Hasil Pengamatan Kadar Air Buah Pisang Kepok 22
3. Tabel Hasil Pengamatan Kadar Vitamin C Pisang Kepok 23
4. Dokumentasi Kegiatan 24

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Buah-buahan mempunyai arti penting sumber vitamin, mineral, dan zat-
zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat di konsumsi
dalam keadaan mentah maupun setelah matang. Buah yang dikonsumsi
adalah buah yang telah mencapai tingkat matang. Meningkatkan hasil buah
yang masak secara kualitas maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan
substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur tumbuh etilena. Etilena
dapat ditemukan dalam pematangan buah atau bahkan mencegah produksi
dan aktifitas etilena dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
Hormon merupakan senyawa organik aktif yang memiliki peranan
penting dalam aktivitas fisiologi setiap makhluk hidup karena berfungsi
sebagai regulator atau pengontrol. Hormon terdapat pada setiap makhluk
hidup, pada tumbuhan disebut dengan fitohormon adalah sekumpulan
senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami
maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu
milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong,
menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan
(taksis) tumbuhan.
Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi
hormon pada hewan. Namun terdapat perbedaan, hormon tumbuhan dapat
bersifat endogen dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan maupun
eksogen diberikan dari luar sistem individu. Hormon eksogen dapat juga
merupakan bahan non-alami (sintetik, tidak dibuat dari ekstraksi tumbuhan).
Oleh karena itu, untuk mengakomodasi perbedaan tersebut dipakai pula
istilah zat pengatur tumbuh.
Etilena diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut buah
ropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada
pisang masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu

1
pematangan buah yang belu masak. Sejak saat itu etilena (C 2=H2) dipergunakan
sebagai sarana pematangan buah dalam industri.

Dalam fisiologi tumbuhan dikenal ada lima zat pengatur tumbuh yaitu :
auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat. Masing-masing dari zat
pengatur tumbuh tersebut memiliki peran dan fungsinya terkait dengan gejala
fisiologi tertentu. Di dalam proses fisiologis, etilen mempunyai peranan penting.
Wereing dan Phillips (1970) telah mengelompokan pengaruh etilen dalam
fisiologi tanaman yang salah satunya adalah mendukung respirasi klimaterik dan
pematangan buah.

Berdasarkan laju respirasinya, buah dibagi menjadi dua jenis, yaitu buah
klimaterik dan buah non-klimaterik. Buah klimaterik adalah buah yang
mengalami peningkatan laju respirasi selama proses pemasakan. Sedangkan buah
non-klimaterik adalah buah yang selama proses pemasakan tidak mengalami
proses peningkatan laju respirasi. Akibat adanya peningkatan laju respirasi,
selama proses pemasakan tersebut mengalami perubahan rasa, warna dan
kekerasan buah. Atas dasar itulah praktikum ini dilakukan untuk melihat pengaruh
pengaruh zat pengetur tumbuh etilen eksternal (alami dan sintesis) pada buah
pisang (Ekosari, dkk. 2016).

Pisang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang disukai oleh


penduduk Indonesia, hampir disemua daerah memiliki tanaman pisang dengan
spesifikasi tersendiri. Pisang barangan merupakan pisang yang berasal dari daerah
Sumatera Utara dan biasanya disajikan dalam keadaan segar baik sebagai
makanan penutup maupun buah meja. Produksi pisang di Indonesia terus
mengalami kenaikan dari tahun 1995-2010, dimana mencapai puncak pada tahun
2009 sebanyak 6,3 juta ton/tahun (BPS, 2010).

Buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan meningkatnya


laju respirasi pada saat buah menjadi matang, dan hal ini berhubungan dengan
meningkatnya laju produksi etilen. Pada buah klimakterik, etilen berperan dalam
perubahan fisiologis dan biokimia yang terjadi selama pematangan (Lelievre dkk.,
1997; Giovannoni, 2001). Pemberian etilen eksogen pada buah klimakterik dapat

2
mempercepat proses pematangan dan menghasilkan buah dengan tingkat
kematangan yang seragam (Kader, 2002).

Menurut Palmer (1971), pada buah pisang yang dipanen dan disimpan pada
suhu 200C menunjukkan laju respirasi sebesar 20 mg CO2/kg/jam, kemudian
setelah 2-4 hari dicapai puncak klimaterik dengan laju respirasi sebesar 125 mg
CO2/kg/jam. Pantastico (1993) menyatakan bahwa, peningkatan konsentrasi CO2
bersamaan dengan terbentuknya gas etilen (C2H4). Peningkatan laju respirasi dan
produksi etilen pada masa klimaterik ini menunjukkan permulaan pemasakan.
Oleh sebab itu untuk menentukan masa simpan buah pisang perlu memperhatikan
periode praklimateriknya. Kader (2002) mengatakan laju respirasi buah pisang
dipengaruhi suhu penyimpanan. Penyimpanan pada suhu 13oC laju respirasinya
10-30 ml CO2/kg/jam, pada suhu 15oC laju respirasinya 12-40 ml CO2/kg/jam,
sedamgkan pada suhu 18oC laju respirasinya menjadi 20-70 ml CO2/kg/jam.

Total asam pada buah meningkat sampai pada saat buah tersebut dipanen.
Setelah buah tersebut dipanen dan dalam penyimpanan maka keasaman buah akan
menurun. Dengan adanya aktivitas enzim asam askorbat oksidase pada buah yang
telah dipanen akan mengalami penurunan kadar vitamin C (Kartasapoetra, 1994).

Perbedaan tingkat kematangan buah pada saat panen menyebabkan terjadinya


perbedaan mutu pada saat penyimpanan. Semakin tinggi tingkat kematangan buah
maka kadar air, total padatan terlarut, nilai warna akan semakin meningkat,
sedangkan kandungan vitamin C, total asam, dan nilai kekerasan akan menurun
(Julianti, 2011). Menurunnya kandungan vitamin C dikarenakan adanya proses
oksidasi dan biosintesis vitamin C. Vitamin C akan berubah menjadi L-
dehidroaskorbat dan perubahan selanjutnya menjadi L-diketogulonat. Saat proses
inilah vitamin C akan menjadi padatan terlarut sehingga kandungannya pada buah
menurun (Almatsier, 2006).

Menurut Mahapatra dkk. (2010), saat proses pematangan terjadi maka


kandungan pati pada buah pisang yang masih mentah 20 – 30% dan pada pisang yang
sudah masak mencapai hingga 1-2%. Kandungan gula pada buah pisang akan
meningkat pada pisang mentah 1-2% sedangkan pada pisang masak mencapai 15 –
20%. Pemecahan polisakarida berupa amilum (zat pati) menjadi disakarida (sukrosa)
dan monosakarida berupa gula tereduksi (glukosa dan fruktosa) terjadi saat respirasi

3
dibantu oleh enzim amilase. Enzim amilase berperan dalam peningkatan kadar gula
tereduksi pada pisang saat proses pematangan (Pujimulyani, 2009). Selain itu
karbohidrat dalam bentuk selulosa yang dibantu oleh enzim selulase dan selobiase
akan mendegradasi dinding sel menjadi bentuk yang sederhana hingga menjadi
glukosa (Fitriningrum dkk., 2013).

Perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah-buahan. Kekerasan


sayuran dan buah-buahan dipengaruhi oleh turgor dari sel yang masih hidup yang
selalu berubah dalam proses perkembangan dan pematangan. Hal ini disebabkan
adanya komponen dinding sel yang berubah, dimana perubahan ini berpengaruh
terhadap kekerasan yang biasanya buah menjadi lunak setelah masak (Winarno dan
Wirakartakusumah 1981).

Pada umumnya secara kimiawi, dinding sel pada buah tersusun dari senyawa-
senyawa seperti selulosa, pektin, hemiselulosa dan lignin yang akan mengalami
perubahan selama proses pematangan. Dinding sel dan lapisan lamella tengah dengan
bobot ± 1-3 % dari berat, membentuk suatu struktur padat dengan campuran yang
kebanyakan air (Bourne 1981).

Propektin adalah bentuk zat pektan yang tidak larut dalam air, dimana pecahnya
propektin menjadi zat dengan berat molekul rendah mengakibatkan lemahnya dinding
sel dan turunnya daya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lainnya (Pantastico
1986).

Hancurnya polimer karbohidrat penyusun dinding sel, khususnya pektin dan


hemiselulosa, akan melemahkan dinding sel dan ikatan kohesi jaringan, sehingga
tekstur buah menjadi lebih lunak (Wills et al. 1981).

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara pematangan buah pisang dengan menggunakan
etilena?
b. Bagaimana pengaruh kematangan terhadap perubahan kadar air buah
yang disimpan?
c. Bagaimana pengaruh kematangan terhadap perubahan kadar vitamin C
yang disimpan?
3. Tujuan Praktikum

4
a. Mengetahui tata cara pematangan buah pisang dengan menggunakan
etilena.
b. Untuk mengetahui pengaruh kematangan terhadap perubahan kadar air
buah yang disimpan.
c. Untuk mengetahui pengaruh kematangan terhadap perubahan kadar
vitamin C yang disimpan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Etilena
Buah pada umumnya setelah pemetikan masih melangsungkan
kegiatan fisiologisnya. Apabila buah tersebut akan mendorong kegiatan
pematangan (ripening). Aktivitas fisiologis buah dipengaruhi suhu
lingkungannya, semakin tinggi suhunya sampai batas tertentu, aktivitasnya
semakin tinggi, dan sebaliknya. Proses pematangan buah juga dipengaruhi
oleh adanya gas etilen disekelilingnya (khususnya buah dengan adanya gas
etilen disekelilingnya, khususnya buah dengan adanya pola respirasi tipe
klimaterik), baik gas yang dihasilkan oleh buah itu sendiri atau
ditambahkan gas dari luar.
Gas etilena yang bisa diperoleh dengan mereaksikan Kalsium
Karbida (CaC2) dengan air, juga dapat mempercepat pematangan buah,
tetapi pengaruhnya tidak sebesar gas etilen. Kalsium karbit (CaC 2) adalah
bahan penghasil karbit atau asetilen yang dapat memacu kematangan buah.
Pemeraman dengan karbit dapat dilakukan dipohon atau sesudah dipanen.
Salah satu tanda terjadinya proses pematangan adalah terjadinya
pelunakan jaringan, perubahan warna dari hijau menjadi warna kuning,
merah oranye dan lain-lain tergantung bahannya. Selain itu juga terjadi
perubahan aroma dan rasa yaitu lebih sedap dan manis serta berkurannya
rasa asam.
2. Kadar Air
Setiap hasil panen tanaman tidak terlepas dari kegiatan pengolahan
ataupun pemasaran. Hasil panen dapat berupa tanaman itu sendiri ataupun
dalam bentuk buah atau biji. Sebelum melakukan pengolahan atau pemasaran,
hasil panen biasanya disortir terlebih dahulu dan disimpan dengan perlakuan
tertentu. Pada saat penyimpanan, kegiatan respirasi dan transpirasi masih
berlanjut setelah panen.
Respirasi adalah penggunaaan produk karbohidrat dan produk
fotosintesis untuk membangun dan memelihara seluruh jaringan tumbuhan
serta untuk memproduksi energi untuk digunakan dalam metabolisme.

6
Keduanya dipengaruhi susunan kimia jaringan dan ukuran produk, pigmen
alamiah dan tipe atau jenis jaringan. Faktor eksternal produk seperti suhu
lingkungan, konsentrasi gas oksigen, gas karbondioksida, zat pengatur tumbuh
dan kerusakan fisik atau mekanis selama penanganan. Selama proses pematangan
buah akan terus mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia, yaitu
warna, tekstur, bobot, aroma, tekanan turgor sel, dinding sel, protein, zat pati,
senywa turunan fenol dan asam-asam organik (Mikasari, 2004).

Kadar air sangat berpengaruh terhadap kualitas bahan pangan. Air


merupakan komponen penting dalam bahan makanan, karena dapat
mempengaruhi penampilan tekstur, dan rasa. Kehilangan susut berat buah selama
disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air, Kehilangan air pada produk
segar juga dapat menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air
ini disebabkan karena sebagian air dalam jaringan bahan menguap atau terjadinya
transpirasi. Kehilangan air yang tinggi akan menyebabkan terjadinya pelayuan
dan keriputnya buah. Kehilangan bobot pada buah dan sayur yang disimpan, selain
diakibatkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan, juga
disebabkan oleh hilangnya karbon selama respirasi (Lathifa, 2013). Pengetahuan
tentang laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan
buah sesudah panen.

3. Vitamin C
Salah satu faktor yang mendukung kualitas buah adalah kadar
vitamin C, karena vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia
dan merupakan senyawa organik yang penting di dalam bahan dan
terdapat dalam jumlah kecil. Vitamin C atau yang sering disebut asam
askorbat adalah vitamin larut air yang sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang
membantu merawat ikatan jaringan protein kolagen dan melindungi tubuh
dari infeksi. Selain itu vitamin C dalam tubuh juga berfungsi sebagai
pembentuk kolagen pada tulang, tulang rawan, otot tubuh, jaringan darah
dan membantu penyerapan zat besi. Makanan sumber vitamin C berasal
dari buah-buahan dan sayuran, terutama pada tanaman jeruk.

7
Vitamin C adalah vitamin yang sangat mudah rusak dibandingkan jenis
vitamin-vitamin lainnya. Perubahan vitamin C dipengaruhi oleh faktor perubahan
kadar air buah dan suhu ruang saat penyimpanan berlangsung. Di samping sangat
larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh
panas, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh katalis lembaga dan besi.

8
BAB III
BAHAN DAN METODE

1. Pengaruh Etilen Terhadap Pematangan Buah Pisang Kepok


a. Alat dan bahan

i. Buah pisang kepok v. Kertas koran


ii. Karbit (CaC2) vi. Kertas label
iii. Timbangan analitik vii. Kertas saring
iv. Mortir atau blender viii. Staples

b. Cara Kerja
i. Siapkan buah klimaterik yang belum matang, sebanyak 6 kelompok,
masing-masing kelompok menimbang 3 buah pisang. Catat berat
dalam gram.
ii. Selanjutnya buah pisang dimasukkan kedalam kertas koran.
Kemudian berilah tanda pada bungkus tersebut dengan kertas label
pada masing-masing perlakuan.
Perlakuan dalam praktikum :

et0 = 0 gram CaC2 et3 = 0,2 gram CaC2


et1 = 0,1 gram CaC2 et4 = 0,25 gram CaC2
et2 = 0,15 gram CaC2 et5 = 0,3 gram CaC2

iii. Timbang karbit sesuai perlakuan dan bungkus dengan kertas saring
dan distaples.
iv. Masukkan karbit dalam kertas koran yang berisi pisang sesuai
perlakuan.
v. Simpanlah kertas koran pada tempat yang bersih dalam suhu ruang.
vi. Setiap hari sampai buah matang (3 hari) lakukan pengamatan
meliputi : warna, susut bobot setiap hari dan pada hari ketiga diukur
kadar air dan vitamin C (Acara 2 dan 3).

2. Acara 2. Kadar Air

9
a. Alat dan bahan

i. Buah pisang kapok vii. Pisau


ii. Cawan porselin viii. Talenan
iii. Timbangan analitik ix. Oven
iv. Aluminium Foil x. Desikator
v. Sendok xi. Sarung tangan
vi. Kertas label

b. Cara kerja
i. Pisang yang sudah di simpan sesuai perlakuan (berdasarkan kelompok
masing-masing) dikupas kulitnya dan ditimbang sebanyak 5 gram dan
kemudian catat berat awalnya.
ii. Pisang yang sudah ditimbang diletakkan dalam cawan porselin atau
aluminium foil dan diberi label sesuai perlakuan. Catat berat wadah
dan sampelnya.
iii. Masukkan sampel kedalam oven dan dipanaskan dengan suhu 105oC
selama 5 jam.
iv. Setelah itu sampel diambil dan didinginkan dalam desikator selama ±
30 menit hingga berat konstan
v. Timbang dan catat berat wadah (cawan atau aluminium foil) setelah
dioven dan hitung kadar air (wet basis) sampel dengan rumus berikut :

berat awal−berat akhir


Kadar air= x100%
berat awal

3. Acara 3. Kadar Vitamin V


a. Alat dan bahan

i. Buah pisang kapok vii. Pisau


ii. Aquades viii. Talenan
iii. Timbangan analitik ix. Larutan Yodium 0,01N
iv. Aluminium Foil x. Larutan Amilum 1%
v. Sendok xi. Erlenmeyer
vi. Kertas label xii. Buret

10
b. Cara kerja
i. Pisang yang sudah di simpan sesuai perlakuan (berdasarkan kelompok
masing-masing) dikupas kulitnya dan ditumbuk sampai halus atau
slurry. Timbang 10 gram slurry, letakkan dalam gelas beaker dan
campur dengan 100ml aquades dan kemudian disaring.
ii. Ambil 10ml filtrat dan masukkan kedalam erlenmeyer. Tambahkan
2ml larutan amilum 1% dan tambahkan 20ml aquades jika perlu.
iii. Titrasi menggunakan yodium 0,01N sampai terbentuk warna biru
yang tidak hilang selama 30 detik.
iv. Perhitungan :
VI . NI = N2 . V2

Keterangan :

VI : volume iodine yang digunakan


V2 : volume sampel yang dititrasi
NI : normalitas iodine
N2 : angka yg dicari (konsentrasi asam askorbat)
Contoh Perhitungan:
Berat sampel : 5 gram = 5000 mg
mL iodine : 1,6 ml
Larutan yang dibuat : 100 ml
Normalitas iodine : 0,01 N
Volume sampel yg dititrasi : 50 ml
VI . NI = N2 . V2

1,6 ml . 0,01 N = N2 . 50 ml

N2 = 0,00032 N

= 0,00016 M

Jadi, konsentrasi asam askorbat adalah 0,00032 N atau setara dengan


0,00016 M, karena Normalitas as.askorbat adalah 2 kali konsentrasi as.
Askorbat.

Massa vitamin C pada sampel :

11
Vit C = gr/Mr . 1000/ml

0,00016 M = massa/176g/mol . 1000/100 ml

massa = 0,00016 M . 176g/mol / 1000/100 ml

= 0,002816 g x 1000

= 2,816 mg

Vitamin C dalam persen (%)

Vitamin C (%) = massa vitamin C / massa sampel x100

v. = 2,816 mg / 5000 mg x100 = 0,102 %

12
BAB IV
HASIL

1. Pengaruh Etilen Terhadap Pematangan Buah Pisang Kepok

Rerata Perubahan Persentase Warna Buah Pisang


120

100

80

60

40

20

0
H1 H2 H3 H4

K1 K2 K3 K4 K5 K6

Grafik 1. Pengaruh etilen pada persentase warna buah pisang.

Jumlah Perubahan Berat Buah Pisang Grafik 2. Pengaruh etilen


350 pada persentase warna
300 buah pisang.
250

200

150

100

50

K1 K2 K3 K4 K5 K6

13
2.
Kadar Air
10
2.
9 9.19 2.
8.34
8
7.52 7.65 2.
7 6.94
6 2.
KA
5 2.
4
2.
3
2 2.02 2.
1 2.
0
K1 (0 g CaC2) K2 (0,1 g K3 (0,15 g K4 (0,2 g K5 (0,25 g K6 (0,3 g 2.
CaC2) CaC2) CaC2) CaC2) CaC2)
2.
Pengaruh Etilena Terhadap Kandungan Kadar Air Buah Pisang Kepok

Grafik 3. Pengaruh etilen pada kadar air buah pisang kepok

3.
Vitamin C
8
3.
7.52
7 3.
6 6.16 3.
5.28
5 3.
Vit C
4 3.
3 3.
2 2.2
3.
1
0.44 0.44 3.
0
K1 (0 g K2 (0,1 g K3 (0,15 g K4 (0,2 g K5 (0,25 g K6 (0,3 g 3.
CaC2) CaC2) CaC2) CaC2) CaC2) CaC2)
3.
Pe
ngaruh Etilena Terhadap Kandungan Vitamin C Buah Pisang Kepok

Grafik 4. Pengaruh etilen pada kandungan vitamin c buah pisang kepok

14
15
BAB V
PEMBAHASAN

1. Pengaruh Etilen Terhadap Pematangan Buah Pisang Kepok


Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan
maupun proses sintetik atau keduuanya. Sintesis likopen dan perombakan
klorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat dan pisang. Hasil
pengamatan tiga kelompok memperoleh hasil yang relative hamper sama.
Pada buah pisang baik dengan perlakuan penggunaan karbit, vitamin C, atau
kapur mengalami perubahan nilai kecerahan warna pada setiap pengamatan.
Semakin lama disimpan, nilai kecerahan warna semakin tinggi yang
menunjukkan warna buah semakin gelap yang biasanya menandakan telah
terjadi kebusukan buah. Pada buah tomat yang diperlakukan baik dengan
dikemas, tidak dikemas, diberi tambahan karbit, vitamin C, dan kapur juga
mengalami perubahan signifikan pada kecerahan warna. Berdasarkan data
yang diperoleh, terlihat perbedaan tomat yang diberi tambahan etilen dengan
yang tidak diberi tambahan etilen. Pada buah yang tidak diberi tambahan
etilen sudah mengalami pembusukan pada pengamatan kedua sedangkan
yang diberi tambahan etilen lebih tahan lama karena penghambatan respirasi
sehingga pembusukan dapat ditahan.
Dalam praktikum pemberian etilena pada pematangan buah pisang
kepok dapat ditarik kesimpulan dari grafik 4 menunjukkan bahwa pemberian
karbit (etilena) tidak mempercepat pematangan buah pisang. Hal ini
disimpulkan garis pada pemberian 0 g karbit tidak memberiakan perbedaan
dubandingkan perlakuan lainnya (0,1 g; 0,15 g; 0,2 g; 0,25 g; 0,3 g).
Menurut Kader, 2002 Kematangan pisang yang seragam dapat diperoleh
dengan pemberian etilen secara eksogen pendapat ini didukung oleh Lelievre
dkk., 1997 dan Giovannoni, 2001 yang mengatakan bahwa buah pisang
termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan meningkatnya laju respirasi
pada saat buah menjadi matang, dan hal ini berhubungan dengan meningkatnya
laju produksi etilen. Pada buah klimakterik, etilen berperan dalam perubahan
fisiologis dan biokimia yang terjadi selama pematangan (Lelievre dkk., 1997;
Giovannoni, 2001).

16
Perbedaan antara hasil praktikum dengan dasar teori dapat
disebabkan oleh kesalahan, baik pada pelaksanaan praktikum yang tidak
sesuai dengan prosedur maupun kesalahan yang terjadi pada saat
perhitungan data persentase perubahan warna di kulit pisang. Pengamatan
presentase yang dilakukan dengan menggunakan feeling atau menerka
dengan perasaan. Pengamatan dengan metode ini seharusnya tidak
dilakukan karena memberikan eror yang cukup besar. Error ini bisa
diakibatkan oleh; suasana hati sang pengamat, jenis kelamin sang
pengamat, usia sang pengaat, dan kondisi kesehatan dari pengamat. Galat
pada data juga bisa disebabkan oleh penggunaan sampel yang tidak
sepenuhnya masih belum matang. Sampel yang digunaka ialah sampel dari
jenis pisang kepok yang telah mengkal (matang di dalam) sehingga sudah
dapat melepaskan etilena secara alamai.

Perubahan berat pada proses pematangan semakin lama hari maka


berat akan semakin berkurang ini berkaitan dengan laju respirasi buah, hal ini
sesuai dengan pendapat Julianti (2011) yang mengatakan bahwan semakin
tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air, total padatan terlarut, nilai
warna serta kesukaan terhadap aroma dan tekstur buah akan semakin
menurun.
Penurunan bobot ini berkaitan dengan suhu dan kelembaban yang akan
mempengaruhi laju respirasi dan mengakibatkan penurunan bobot buah. Pada
grafik suhu dan kelembaban dapat dilihat peningkatan suhu setiap harinya
sedangkan kelembabannya fluktuasi. Peningkatan suhu ini menyebabkan
meningkatnya laju respirasi dan transpirasi pada buah pisang sehingga kadar
air pada buah pisang menurun dimana menurunnya kadar air ini berkaitan
dengan menurunnya bobot buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Wills, dkk
(1981) dalam Julianti (2011) yang mengatakan bahwa susut bobot selama
penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yan
menyebabkan terjadinya kehilangan air.

2. Pengaruh Etilena Terhadap Kandungan Kadar Air Buah Pisang Kepok

17
Pemberian 0,1 g etilen menunjukkan penurunan kadar air secara drastis
dari tidak diberi etilena, berdasarkan teori peningkatan gas etilena
menyebabkan meningkatnya laju respirasi dan transpirasi pada buah pisang
sehingga kadar air pada buah pisang menurun dimana menurunnya kadar air ini
berkaitan dengan menurunnya bobot buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Wills,
dkk (1981) dalam Julianti (2011) yang mengatakan bahwa susut bobot selama
penyimpanan disebabkan oleh proses transpirasi dan respirasi yang menyebabkan
terjadinya kehilangan air. Penurunan kadar air daging buah selain disebabkan
oleh proses kematangan buah, juga terjadi karena tingkat kandungan air dari
hasil proses transpirasi lebih besar sehingga buah cepat mengalami penurunan
tingkat kesegaran. Semakin tinggi transpirasi pada buah menyebabkan
kesegaran pada buah akan semakin berkurang.
Kegiatan respirasi dan transpirasi masih berlanjut setelah panen, karena itu
kesegaran dan kualitas komoditi tersebut tergantung pada cadangan makanan
dan kadar air. Kadar air dan gula pada buah pisang merupakan hasil hidrolisis
dari pati/karbohidrat (Winarno, 1984).

3. Pengaruh Etilena Terhadap Kandungan Vitamin C Buah Pisang Kepok


Pengujian buah pisang dapat dikatakan berhasil dengan hasil yang
menunjukkan susut bobot terbesar terjadi pada penyimpanan pisang bersama
dengan karbit karena menurut Wills et al.(1981) ketersediaan karbit akan
meningkatkan laju respirasi pada buah-buahan. Respirasi yang tinggi lajunya
akan mempercepat pematangan buah dan pembusukan yang mengakibatkan
menyusutnya bobot buah. Namun pada pisang, penyimpanan yang mengalami
susut bobot terbesar terjadi pada vitamin C tidak sesuai dengan yang
dikatakan Widodo (1997) yang mengatakan bahwa asam askorbat atau
vitamin C berfungsi sebagai penyerap oksigen dan yang dapat mengurangi
oksigen sehingga laju respirasi dapat ditekan.
Hal yang dapat menyebabkan bobot buah berkurang saat penyimpanan
komoditi pertanian yaitu pelepasan air dan karbondioksida melalui proses
transpirasi dan respirasi. Terlihat dari perbandingan antara percobaan dan teori
bahwa karbit merupakan suatu bahan yang memacu timbulnya gas etilen dan

18
pematangan buah, sedangkan vitamin C merupakan zat yang menyerap
oksigen disekitar penyimpanan sehingga menekan laju respirasi. Namun pada
penyimpanan tomat dengan vitamin C belum membuktikan teori tersebut
karena kekurangberhasilan praktikan dalam percobaan.
Prinsip dari titrasi iodimetri yaitu iodin mengadisi ikatan rangkap
vitamin C pada atom karbon C nomor 2 dan 3, ikatan rangkap yang diadisi
oleh iodin akan terputus menjadi ikatan tunggal. Jika seluruh vitamin C telah
diadisi oleh iodin maka iodin yang menetes selanjutnya saat titrasi akan
bereaksi dengan larutan indikator amilum membentuk iodamilum yang
berwarna biru. Terbentuknya warna biru menunjukan bahwa proses titrasi
telah selesai, karena seluruh vitamin C sudah diadisi oleh iodin sehingga
volume iodin yang

dibutuhkan saat titrasi setara dengan jumlah vitamin C (Pertiwi, 2013). Perlakuan
titrasi ini harus segera dilakukan dengan cepat karena banyak faktor yang
menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel. Hal ini
disebabkan karena vitamin C mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam
dehidroaskorbat. Berdasarkan pendapat Chempakam (1983) bahwa kerusakan
vitamin C berhubungan dengan aktivitas enzim ascorbic acid oxidase yang
terdapat dalam jumlah lebih tinggi pada buah yang masak. Pendapat ini didukung
pula oleh hasil penelitian Rani dkk. (2009) dan Ummu dkk. (2010) yang
menunjukan terjadi peningkatan kadar vitamin C dari buah pisang mengkal ke
matang disebabkan buah dalam proses perkembangan Menurut Yan dkk. (2007)
pada proses perkembangan ini, sintesis vitamin C ikut meningkat karena adanya
enzim L-gulonalactone oksidase dalam buah. Vitamin C pada tumbuhan
merupakan metabolit sekunder karena terbentuk dari glukosa melalui jalur asam
D-glukaronat dan L-gulonat.. Selama berlangsungnya pematangan buah terjadi
kenaikan kandungan gula yang menyebabkan rasa manis pada buah mangga yang
sudah matang, pernyataan ini didukung oleh Mukerjee dalam Santosa dan Hulopi
(2011) yang menyatakan bahwa selama berlangsungnya pematangan buah terjadi
kenaikan kandungan gula, karena selama pematangan terjadi hidrolisis pati
menjadi gula, dengan demikian terjadi akumulasi gula. Kadar vitamin C yang
terjadi seperti pada Grafik 4 bahwa semakin tua umur buah mangga gadung dan

19
golek kadar vitamin C secara nyata semakin menurun. Kadar vitamin C menurun
ketika titik maksimal peningkatannya telah terlampaui. Hal ini dikarenakan
biosintesis vitamin C dipengaruhi oleh adanya aktivitas asam askorbat oksidase
(Santosa & Hulopi, 2011).

Selain penurunan kadar vitamin C menurut Mukerjee dalam


Santosa dan Hulopi (2011) juga terjadi penurunan kadar gula yang diduga
disebabkan oleh pemecahan gula selama proses perombakan yang terjadi
karena buah menua. Jumlah gula yang digunakan dalam katabolisme lebih
besar dari pada jumlah gula hasil hidrolisis pati, sehingga menyebabkan
kandungan gula turun. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka
kadar air, total padatan terlarut, warna, serta kesukaan terhadap aroma dan
tekstur buah akan semakin meningkat, tetapi kandungan vitamin C, total
asam dan nilai kekerasan akan semakin menurun. Hasil penelitian juga
menunjukan bahwa selain tingkat kematangan, lokasi serta varietas pisang
kepok dan mangga golek juga memiliki kadar vitamin C yang berbeda
pula. Perbedaan kadar vitamin ini dapat dilihat jelas pada Grafik 4 bahwa
kadar vitamin C pada mangga gadung lebih tinggi dibandingkan mangga
golek. Winarno (1984) menyatakan bahwa kadar vitamin C pada buah
segar dipengaruhi oleh jenis buah, kondisi pertumbuhan, tingkat
kematangan saat panen dan penanganan pasca panen.

20
BAB VI
PENUTUP

1. Kesimpulan
a. Acara 1 Pengaruh Etilen terhadap Pematang
Gas etilena tidak mempercepat proses pematangan buah pada
pisang. Hasil ini bertentangan dengan teori yang didapat.
b. Acara 2 Kadar Air
Penambahan etilen mempengaruhi kadar air secara signifikan
namun pada pemberian 0,1 g etilena sangat berpengaruh nyata sehingga
mengalami penurunan secara drastis dibanding perlakuan lain.
c. Acara 3 Pemberian Etilen terhadap Vitamin C
Pemberian etilena mengurangi kandungan vitamin C pada buah
pisang, sesuai dengan teori yang dikutip.

2. Saran
a. Praktikum selanjutkan digunakan standarisasi agar pengamatan dapat
mendapatkan data yang valid.
b. Kedepannya diharapkan tidak hanya mengamati warna buah namun
juga tekstur, kadar gula, dan kemasaman.

21
DAFTAR PUSTAKA

Hadiwiyoto dan Soehardi. 1981. Penanganan Lepas Panen 1.


Departemen  pendidikan dan kebudayaan direktorat pendidikan
menengah kejuruan.
Rahman N, Ofika M, Said I. 2015. Analisis Kadar Vitamin C Mangga
Gadung (Mangifera Sp) Dan Mangga Golek (Mangifera Indica L)
Berdasarkan Tingkat Kematangan Dengan Menggunakan Metode
Iodimetri. Jurnal Akademika Kimia. 4(1): 33-37
Widodo KH, Suyitno, AD Guritno. 1997. Perbaikan Teknik Pengemasan
Buah-buahan Segar untuk Mengurangi Tingkat Kerusakan Mekanis
Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah. Agritech, 17(1):14-17.
Sadat Anwar, Tamrin dan Cicih Sugianti. 2015. Pengaruh Pemeraman
Menggunakan Batu Karbit (Cac2) Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia
Buah Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var. Sapientum (L.) Kunt)).
Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 3(4): 417-423
Abidin, Z. 1985. Dasar–Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh.
Angkasa Raya, Bandung.
Apandi, 1984. Teknologi Buah Dan Sayur. PT. Rineka Cipta.
Yogyakarta.Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Julianti, E. 2011. Pengaruh tingkat kematangan dan suhu penyimpanan
terhadap mutu buah terung belanda (Cyphomandra betacea). J.
Hortikultura Indonesia 2(1) :14-20.
Ridhyanty, S. P., Elisa, J., dan Linda, M. L. 2015. Pengaruh Pemberian
Ethepon sebagai Zat Perangsang Pematangan terhadap Mutu Buah
Pisang Barangan (Musa paradisiaca L). Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pertanian 3 (1) :1-13.
Utami, S., J. Widiyanto dan Kristianita. 2014. Pengaruh Cara dan Lama
Pemeraman terhadap Kandungan Vitamin C pada Buah Pisang Raja
(Musa paradisiaca L). Jurnal Edukasi Matematika dan Sains. 1(2): 42
– 47.Winarno, F.G., M.A.

22
Lampiran 1. Tabel Pengamatan Perubahan Warna dan Penyusutan Berat Harian

Tingkat Kematangan
kode (%) Berat (gram)
Kelompok
perlakuan
H1 H2 H3 H4 H1 H2 H3 H4
P1 0 50 97 100 100.27 96.9 93.81 91.45
P2 0 20 95 100 113.86 111.26 109.05 106.02
K1
P3 0 70 98 100 87.04 84.84 82.29 80.06
TOTAL - - - - 301.11 292.98 285.73 277.51
P1 0 50 98 100 94.19 92.11 90.42 88.32
P2 0 5 98 100 100.21 97.26 94.48 93.03
K2
P3 0 5 96 100 105.09 102.49 100.2 97.74
TOTAL - - - - 299.49 291.86 285.1 279.09
P1 0 25 80 100 86.58 84.03 82.05 80.61
P2 0 30 85 100 89.97 87.76 85.87 83.69
K3
P3 0 45 85 100 92.26 89.37 86.74 85.31
TOTAL - - - - 268.81 261.16 254.66 249.61
P1 0 25 97 100 89.51 87.87 85.08 84.17
P2 0 50 98 100 86.36 83.77 82.13 81.09
K4
P3 0 20 96 100 106.65 104.16 102.19 99.49
TOTAL - - - - 282.52 275.8 269.4 264.75
P1 0 40 97 100 95.11 93.85 91.99 89.81
P2 0 30 95 100 101.58 99.04 97.39 94.88
K5
P3 0 50 90 100 109.16 106.58 103.53 101.26
TOTAL - - - - 305.85 299.47 292.91 285.95
P1 0 40 95 100 84.22 81.96 79.64 77.58
P2 0 60 98 100 86.65 84.68 82.42 81
K6
P3 0 50 97 100 88.47 85.62 82.03 81.17
TOTAL - - - - 259.34 252.26 244.09 239.75

23
Lampiran 2. Tabel Pengamatan Kadar Air

Kelompok KA
K1 (0 g CaC2) 6.94
K2 (0,1 g CaC2) 2.02
K3 (0,15 g CaC2) 9.19
K4 (0,2 g CaC2) 7.52
K5 (0,25 g CaC2) 8.34
K6 (0,3 g CaC2) 7.65

24
Lampiran 2. Tabel Pengamatan Vitamin C

Kelompok Vit C
K1 (0 g CaC2) 0.44
K2 (0,1 g CaC2) 7.52
K3 (0,15 g CaC2) 0.44
K4 (0,2 g CaC2) 5.28
K5 (0,25 g CaC2) 2.2
K6 (0,3 g CaC2) 6.16

25
Lampiran 4, Dokumentasi Kegiatan Praktikum

NoGambar Kegiatan
1. ACARA 1: Pengaruh Etilen
Siapkan pisang, masing-
masing pisang diberi karbit
dengan berat berbeda.

2. Keadaan pisang setelah 3


hari.

3. Timbang pisang setelah 3


hari.

26
4. ACARA 2 : Kadar Air

Ambil pisang yang telah


dibekukan.

Potong pisang seberat 5 g.


Timbang cawan porselin.
Masukkan potongan pisang 5 g.

5. Masukkan ke oven bersuhu


1100 C selama 6 jam.

27
6. Setelah di oven masukkan
sampel ke desikator selama
30 menit.

7. ACARA 3 : Vitamin C

Pemotongan Buah pisang


dan ditimbang seberat 10 g.

8. Pelumatan pisang sebelum


dimasukkan ke gelas
breaker.

9. Saring lumatan pisang,


diberi aquadest.

28
10. Masukkan ke erlenmeyer
diberi 100 ml aqudest, 10 ml
filtrat, dan 1% amilum.

11. Kemudian Titrasi

29

Anda mungkin juga menyukai