Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN FISIOLOGI DAN TEKNOLOGI PASCA PANEN

Postharvest Handling: Pengamatan Masalah Penanganan Segar Buah yang Dihadapi oleh
Pedagang di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping, Jalan Wates, Yogyakarta

Disusun oleh:
Adinda Fitria (18/429181/TP/12217)
Alviony Mayano Ramhar (18/425392/TP/12093)
Annisa Widasari Ika Putri (18/425394/TP/12095)
Bela Laili Nisfa (18/425396/TP/12097)
Faiza Nurusyifa (18/425201/TP/12102)
M. Yusril Hana (18/431492/TP/12348)
Muzdalifah (18/429213/TP/12249)
Ni Made Wesi Sinta W (18/431495/TP/12351)
Ramadhan Hadinata (18/431498/TP/12354)
Verdy Ageng P. (18/429230/TP/12266)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI............................................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Laporan ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Klimaterik ............................................................................................................ 3
2.2 Buah Non Klimaterik ..................................................................................................... 4
2.3 Teknik Post Harvest Handling ........................................................................................ 4
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas produk Pasca Panen .................................. 12
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat....................................................................................................... 14
3.2 Prosedur Kerja ............................................................................................................. 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan ........................................................................................................ 16
4.2 Pembahasan................................................................................................................. 20
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 25
5.2 Saran ........................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 27
LAMPIRAN.......................................................................................................................... 29

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Agraris yang kaya akan buah -buahan dan
sayuran. Indonesia bahkan merupakan salah satu produsen buah terbesar di Dunia
dan negara penghasil buah tropis yang memiliki keanekaragaman dan keunggulan
cita rasa yang cukup baik bila dibandingkan dengan buah -buahan dari negara-
negara penghasil buah tropis lainya, sehingga sektor pertanian merupakan sektor
yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah karena peranannya
yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka panjang.
Buah-buahan merupakan produk hortikultura dan tergolong ke dalam hasil
pertanian yang memiliki sifat mudah rusak, bulky, nilai ekonomisnya rendah, dan
jangkauan pasarnya terbatas. Hal tersebut karena buah-buah memiliki kadar air
yang tinggi, proses respirasi yang terus berlangsung pada pasca panen, dan
adanya aktivitas enzim-enzim dan hormon yang mengkatalis terjadinya kerusakan
pada bahan. Oleh karena itu, diperlukan ilmu untuk mengubahnya menjadi bahan
olahan pangan yang awet, sepanjang tahun, jangkauan pasar luas, hemat tempat,
dan nilai ekonomi tinggi sehingga didukung oleh ilmu dasar dan ilmu terapan.
Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai hasil survei dari para
pedagang buah, sebagai salah satu mata rantai dalam distribusi buah dari petani
menuju konsumen. Proses survei ini dilakukan di Pasar Sentral Gamping yang
mana merupakan sebuah pasar yang cukup besar terletak di Jalan Wates Km 5,
Ambarketawang, Gamping, Sleman. Pasar ini yang juga dijuluki sebagai Pasar
Induk Buah tersebut menyediakan buah dan sayuran segar.
Komoditas buah yang dipilih untuk dilakukan survei adalah pisang dan
semangka. Kedua buah ini dipilih dikarenakan, pisang adalah bua h klimaterik,
dan semangka adalah buah non-klimaterik yang dominan terdapat pada pasar saat
melakukan survey. Klasifikasi klimaterik dan non klimaterik berkaitan dengan
fisiologi buah selama proses pematangan, sehingga diketahui perilaku dari para
pedagang tersebut mengenai perbedaan perlakuan pasca panen/postharvest dari

1
buah yang termasuk jenis klimaterik dan buah non klimaterik selama distribusi di
pasar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka didapatkan
rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hasil pengamatan terkait postharvest handling buah
semangka (non-klimaterik) yang dilakukan di Pasar Induk buah dan sayur
Gamping?
2. Bagaimanakah hasil pengamatan terkait postharvest handling buah pisang
(klimaterik) yang dilakukan di Pasar Induk buah dan sayur Gamping?
3. Bagaimanakah perbandingan postharvest handling yang terjadi di
lapangan dengan teori?

1.3 Tujuan Laporan


Adapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hasil pengamatan terkait postharvest handling buah
semangka (non-klimaterik) yang dilakukan di Pasar Induk buah dan sayur
Gamping.
2. Untuk mengetahui hasil pengamatan terkait postharvest handling buah pisang
(klimaterik) yang dilakukan di Pasar Induk buah dan sayur Gamping.
3. Untuk mengetahui perbandingan postharvest handling yang terjadi di
lapangan dengan teori.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu sifat hasil pertanian adalah mudah rusak. Kualitas hasil pertanian
termasuk komposisi kimia dan kandungan gizi dari buah-buahan dan sayuran sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu postharvest handling (penanganan
pasca panen). Buah-buahan maupun sayuran yang berbeda tentu memerlukan penanganan
pasca panen yang berbeda pula. Oleh karena itu, karakteristik setiap hasil pertanian
termasuk buah-buahan dan sayuran perlu diperhatikan agar dapat menentukan perlakuan
pasca panen yang tepat.

2.1 Buah Klimaterik


Buah klimaterik merupakan jenis buah yang dapat mengalami p roses
pemasakan alami setelah dipanen (Gardjito dkk, 2018). Klimakterik adalah suatu pola
perubahan respirasi mendadak yang berlangsung dengan aktivitas sendiri bagi buah -
buah tertentu dan pada waktu terjadinya perubahan biologis diawali dengan proses
pembentukan etilen (Sudjatha dan Wisaniyasa, 2017). Jadi, buah klimakterik ditandai
dengan peningkatan CO 2 secara tiba-tiba yang dihasilkan selama pematangan dan
menghasilkan lebih banyak etilen pada saat matang. Mekanisme pematangan buah
oleh etilen diawali dengan sintesis protein pada tingkat kematangan yang normal.
Pelunakan buah terjadi melalui proses hidrolisis pektin oleh pektin metil esterase.
Metil gugus hidroksil dari asam poligalakturonat yang merupakan residu pektin
mencegah terjadinya ikatan silang. Hidrolisis selulosa dapat mengurai dinding sel
selama proses pelunakan. Hidrolisis cadangan karbohidrat, protein, dan lemak
menghasilkan gula terlarut yang menyebabkan buah terasa manis. Selama proses
pemasakan, pembentukan klorofil terhenti dan buah menjadi kuning, oranye, atau
merah karena keberadaan karoten, antosianin, atau pigmen lain (Zulkarnaen, 2009).
Contoh buah-buahan yang termasuk buah klimaterik yaitu pisang, mangga, pepaya,
apel, alpukat, markisa, tomat dan lain-lain (Sudjatha dan Wisaniyasa, 2017).

3
2.2 Buah Non Klimaterik
Buah non-klimaterik merupakan jenis buah yang harus dipanen dalam kondisi
masak karena jenis ini tidak mungkin mengalami proses pemasakan setelah dipanen
(Gardjito, 2018). Buah non klimaterik merupakan buah yang hanya menghasilkan
sedikit etilen dan kadar CO 2 menurun sehingga tingkat kematangannya tidak dapat
dipacu dan saat pemanenan harus dilakukan pada tingkat kematangan yang optimal
atau saat buah matang sempurna (Zulkarnaen, 2009). Buah -buahan non klimaterik
menghasilkan sedikit etilen dan tidak memberikan respon terhadap etilen kecuali
dalam hal penurunan kadar klorofil (degreening) yang terjadi pada pada jeruk dan
nanas.Buah non-klimaterik akan merespon terhadap pemberian etilen baik pada
tingkat pra-panen maupun pada tingkat pasca panen.Golongan non-klimaterik, saat
menjelang pemasakan aktivitas respirasi meningkat secara nyata dan sangat cepat.
Kemudian menurun setelah proses pemasakan. Pada buah non-klimaterik, produksi
etilennya cenderung konstan. Buah non-klimaterik tidak terjadi lonjakan respirasi
maupun etilen pada saat setelah dipanen.Contoh buah-buahan yang termasuk buah
non klimaterik yaitu semangka, anggur, lemon, nanas, stroberi, dan lain -lain
(Sudjatha dan Wisaniyasa, 2017).

2.3 Teknik Post Harvest Handling


1. Buah Pisang
Pisang merupakan jenis buah yang tergolong sebagai buah klimaterik
sehingga setelah dipanen masih melangsungkan proses fisiologi dengan
menghasilkan etilen dan CO2 dalam jumlah yang meningkat drastis, serta terjadi
proses pematangan buah (Wills dkk., 1998). Buah pisang mempunyai kandungan gizi
yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan
buah-buahan yang lain dengan total energi sebesar 136 kalori untuk setiap 100gram
pisang. Pisang kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, besi, fosfor dan
kalsium, juga mengandung vitamin B, B6 dan C serta serotonin yang aktif sebagai
neurotransmitter dalam kelancaran fungsi otak (Prabawati dkk., 2008). Pisang terdiri
atas berbagai varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran

4
yang berbeda-beda. Varietas pisang yang diunggulkan antara lain Pisang Tanduk,
Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Barangan,
Pisang Uli, Pisang Kepok, Pisang Kapas, Pisang Mas, Pisang Kidang, Pisang
Cavendish, Pisang Batu, Pisang Susu, Pisang Raja, Pisang Nangka, Pisang
Lampung, dan Pisang Badak (Sutiawan dkk., 2017).
Beberapa ciri pisang yang siap dipanen dapat dilihat dari bentuk, ukuran,
dan kulit. Umur panen yang tepat perlu didukung untuk analisis komponen
penentu seperti kadar air, total padatan terlarut, kadar pati, dan kadar asam
sebagai pengendali mutu buah. (Prabawati dkk., 2008). Pisang biasanya dipanen
sebelum matang dengan tingkat kematangan tertentu. Pemanenan pisang yang
akan dipasarkan dengan jarak jauh umumnya pada tingkat kematangan 75% -
80% dengan 2 cara yaitu dengan menghitung jumlah hari dari bunga mekar
sampai siap dipanen atau dengan melihat bentuk sudut pisang masih tampak jelas.
Sedangkan untuk pemasaran jarak dekat dipanen dengan tingkat kematangan 85%
- 90% dengan ciri-ciri sudut buah berkembang penuh (Rizal dkk., 2015).
Penanganan pasca panen buah pisang dilakukan untuk tujuan
penyimpanan, transportasi, dan pemasaran. Penanganan pasca panen pada buah
pisang terdiri dari pengumpulan dan pengangkutan, pemotongan sisir, pemilihan
(sorting), pencucian sisir pisang dari kotoran dan getah dalam air bersih mengalir,
penyusunan sisir pisang pada rak terbuka lalu dikeringanginkan, dan pengemasan
(Prabawati dkk., 2008; Suhartanto dkk., 2012). Semakin panjang proses
penanganan akan mengakibatkan kehilangan dan kerusakan seperti susut bobot,
pembusukan, dan penurunan nilai gizi yang semakin besar (Muchtadi, 2008).
Berikut merupakan penanganan pasca panen buah pisang:
1) Pengumpulan dan Pengangkutan
Buah pisang setelah panen dikumpulkan di tempat yang teduh dan
terlindung dari panas. Tandan buah pisang diletakkan berjajar, tidak bertumpuk,
dan harus dihindari penetesan getah dari tangkai yang menodai buah pisang.
Umumnya, buah pisang dari sentra produksi diangkut masih dalam bentuk tandan
dan keadaannya masih mentah. Pengangkutan dilakukan menggunakan truk atau
mobil dengan bak pengangkut (pick-up) dengan membungkus tandan

5
pisang menggunakan daun pisang kering yang dililitkan dari sisir terbawah ke
sisir paling atas sehingga menutup sempurna seluruh bagian (Prabawati dkk.,
2008).
Di perkebunan besar, tandan buah pisang dari kebun diangkut
menggunakan kabel atau fasilitas lainnya menuju bangsal pengemasan yang
dilengkapi dengan fasilitas berupa perlengkapan pemotongan sisir, bak
pencucian, meja-meja sortasi, penimbangan, perlakuan pengendalian hama
dan penyakit pasca panen, dan fasilitas pengemasan. Untuk buah pisang yang
mengalami pembrongsongan, tandan diangkut bersama dengan plastik
pembungkusnya, kemudian dilepaskan. Ternyata pembrongsongan bermanfaat
dalam mengurangi scab akibat serangan serangga dan memberikan
penampilan buah yang baik dan mulus serta tidak mempengaruhi rasa buah
pisang (Muhajir dan Sanuki, 1998).
2) Pemotongan Sisir, Sortasi, dan Pencucian
Untuk menjaga kualitas buah pisang, cara terbaik dalam pengiriman buah
adalah dalam bentuk sisir yang dikemas dalam peti karton atau peti plastik yang
bisa digunakan ulang. Pekerjaan pemotongan sisir dilakukan oleh pekerja di
bangsal pengemasan menggunakan pisau khusus (dehander). Biasanya pada saat
dipotong, tiap sisir akan mengeluarkan getah. Untuk membekukan getah dan
sekaligus membersihkan debu dan kotoran yang melekat pada permukaan buah,
sisir-sisir pisang segera dimasukkan dalam bak berisi air. Air dalam bak harus
sering diganti. Untuk menghindari adanya sumber inokulum yang kemudian
menginfeksi bagian crown dan menyebabkan busuk yang dapat menjalar ke buah
pisang. Untuk mencegahnya, dalam air pencucian dapat ditambahkan klorin,
berupa natrium hipoklorit 75 - 125 ppm untuk membunuh spora Fusarium,
Colletotrichum, dan Botryodiplodia serta fungi lain. Buah pisang kemudian
ditiriskan. Perlakuan pengendalian penyakit pasca panen menggunakan fungisida
dapat dilakukan setelah pencucian, baik melalui perendaman atau penyemprotan
(Prabawati dkk., 2008). Untuk mendapatkan buah pisang yang baik maka perlu
dilakukan sortasi baik berdasarkan ukuran (sizing) maupun berdasarkan mutu
(grading) dengan melihat kerusakan dan

6
tingkat kematangan buah sebelum tahapan pencucian (Diennazola, 2008;
Suhartanto dkk., 2012).
3) Penyusunan Sisir
Sisir pisang disusun pada rak terbuka kemudian dikeringanginkan dengan
mengalirkan udara kering pada sisir-sisir pisang tersebut (Soenarjono, 1998).
4) Pengemasan
Pengemasan buah pisang ditujukan untuk melindungi buah dari
kerusakan mekanis dan memudahkan penanganan selama pengangkutan untuk
distribusi dan pemasaran. Menurut Mitchell (1985), kemasan yang digunakan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a. Kemasan harus mampu melindungi isi terhadap kerusakan selama
distribusi,
b. Mampu mempertahankan bentuk dan kekuatan kemasan meski terkena
kelembaban dan ditumpuk selama waktu penggunaannya, dan
c. Mampu mengeluarkan panas dan uap air yang dihasilkan oleh buah pisang
yang tetap melakukan respirasi.
Terdapat bermacam-macam bentuk, ukuran, dan bahan kemasan untuk
kemasan buah pisang. Paling sederhana dan masih banyak digunakan adalah
keranjang yang terbuat dari anyaman bambu, kotak dari kayu, dan kotak dari
karton. Apapun kemasan yang digunakan, terdapat beberapa hal penting yang
harus mendapat perhatian, pertama, kemasan harus mampu memberikan
perlindungan pada buah pisang dari kerusakan seperti luka, tertusuk, dan memar.
Memar pada buah pisang yang sering terjadi selama penanganan dan distribusi
dapat merupakan kerusakan yang merugikan (Prabawati dkk., 2008).
Untuk pisang tropis, kardus karton yang digunakan sebagai kemasan
biasanya berukuran 18 kg atau 12 kg. Kardus dapat dibagi menjadi dua ruang
atau dibiarkan tanpa pembagian ruang. Sebelum pisang dimasukkan,
alasi/lapisi bagian bawah dan sisi dalam kardus dengan lembaran
plastik/kantong plastik. Setelah pisang disusun tutup pisang dengan plastik
tersebut. Kelompok (cluster) pisang juga dapat dibungkus dengan plastik
lembaran/kantong plastik sebelum dimasukkan ke dalam kardus karton.

7
Pada bagian luar dari kemasan, diberi label yang bertuliskan antara lain:
a. produksi Indonesia,
b. nama kultivar pisang,
c. nama perusahaan/eksportir,
d. berat bersih,
e. berat kotor,
f. identitas pembeli,
g. tanggal panen, dan
h. saran suhu penyimpanan/pengangkutan
(Soenarjono, 1998)

Selain itu, pisang memerlukan penanganan pasca panen yang dapat


melindunginya dari pengaruh merugikan etilen yaitu dengan penggunaan
senyawa kimia seperti CaCl2. Pemberian CaCl2 pada pisang dapat
memperpanjang masa simpan pisang karena CaCl2 berfungsi sebagai
penghambat laju respirasi dan transpirasi, menetralkan warna coklat pada
pisang baik setelah pengupasan maupun perendaman dengan CaCl2,
menguatkan tekstur pisang sehingga mutu fisik dan kimia pisang dapat
dipertahankan lebih lama (Faiqoh, 2014).

2. Buah Semangka
Semangka merupakan tanaman yang termasuk ke dalam komoditas
hortikultura dan dari famili Cucurbitaceae (labu-labuan). Semangka merupakan
salah satu buah yang digemari dan mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi.
Semangka digemari oleh masyarakat indonesia dikarenakan rasanya yang manis,
renyah dan kandungan airnya yang banyak.
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris. Scard) adalah tanaman yang berasal
dari Benua Afrika tepatnya di gurun pasir Kalahari. Penyebarannya ke India, China
dan Amerika dilakukan oleh para pelayar dari pedagang. Buah semangka memiliki
daya tarik tersendiri dari buahnya yang segar dan manis. Kandungan airnya mencapai
92 %, karbohidrat 7 % dan sisanya adalah vitamin. Semangka termasuk

8
tanaman musim kering, tetapi akhir-akhir ini dengan teknologi yang semakin
berkembang, semangka dapat ditanam kapan saja.
Terdapat puluhan varietas semangka yang dibudidayakan, tetapi han ya
beberapa yang diminati para petani atau konsumen. Di Indonesia varietas yang
cocok dibudidayakan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Semangka Lokal
(Semangka hitam dari Pasuruan, Semangka Batu Sengkaling dan Semangka
Bojonegoro) dan Semangka Hibrida Impor (dari hasil silangan Hibridasi) yang
mempunyai keunggulan tersendiri. Semangka tersebut diklasifikasikan menurut
benih murni negara asalnya (Samadi, B. 1996)
Umur panen buah semangka dan cirinya-Umur panen setelah 70-100 hari
setelah penanaman. Ciri-cirinya: setelah terjadi perubahan warna buah, dan
batang buah mengecil maka buah tersebut bisa dipetik (dipanen). Masa panen
dipengaruhi cuaca, dan jenis bibit (tipe hibrida/jenis tripoloid, maupun jenis buah
berbiji). Dalam pemetikan buah yang akan dipanen sebaiknya dilakukan pada saat
cuaca cerah dan tidak berawan sehingga buah dalam kondisi kering permukaan
kulitnya, dan tahan selama dalam penyimpanan ataupun di tangan para pengecer.
Sebaiknya pemotongan buah semangka dilakukan beserta tangkainya. Panen
dilakukan dalam beberapa periode. Apabila buah secara serempak dapat dipanen
secara sekaligus, tetapi apabila tidak bisa bersamaan dapat dilakukan 2 kali.
Pengumpulan hasil panen panen sampai siap dipasarkan, harus di
usahakan sebaik mungkin agar tidak terjadi kerusakan buah, sehingga akan
mempengaruhi mutu buah dan harga jualnya. Mutu buah dipengaruhi adanya
derajat kemasakan yang tepat, karena akan mempengaruhi mutu rasa, aroma dan
penampakan daging buah, dengan kadar air yang sempurna.
Teknik Penanganan pascapanen buah semangka meliputi tahap, antara lain:
1. Pengumpulan
Tahapan pelaksanaannya adalah:a) Tempat pengumpulan harus terlindung
dari hujan serta diberi alas terpal untuk menghindari kontaminasi; b) Proses
pengumpulan dilakukan di lahan produksi); c) Penumpukan buah dilakukan
maksimum 4 (empat) lapis. Buah yang sudah dipanen sebaiknya dimasukkan

9
dalam keranjang yang ukurannya tidak terlalu besar agar memudahkan
dalam pengangkutan ke tempat pengumpulan sementara.
2. Pembersihan dan Sortasi
Kegiatan ini walaupun pada kenyataannya merupakan dua kegiatan yang
berbeda, namun sering kali dilakukan secara bersamaan. Ada yang
melakukannya di kebun ataupun di bangsal kemas tergantung pelaku
usahanya.Tujuan dilakukan sortasi adalah mendapatkan semangka yang baik
untuk dipasarkan.
Prosedur pelaksanaan sortasi sebagai berikut: 1) Pekerja dengan
menggunakan sarung tangan memisahkan buah yang sempurna dan bentuknya
simetris, dari kotoran, dan buah yang cacat karena hama dan penyakit, terkena
noda getah, atau mendapat kerusakan mekanis (memar/pecah/tertusuk); 2)
Buah yang terpilih dipisahkan tersendiri; 3) Kotoran lapang dan buah yang
tidak terpilih segera dikeluarkan dari tempat penanganan
3. Pengkelasan
Kegiatan mengelompokkan buah semangka berdasarkan kriteria mutu
yang ditentukan: 1) Buah yang terpilih ditimbang sesuai dengan ukuran, atau
standar mutu yang ditetapkan; 2) Menguji sampel untuk mengetahui kadar
gula dengan menggunakan refraktometer; 3) Mengelompokkan semangka
berdasarkan grade/standar kelas yang digunakan. Salah satu standar kelas
mutu semangka yang telah dibakukan adalah berdasarkan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Semangka 7420-2009.
4. Pelabelan
Pelabelan merupakan kegiatan menempelkan label/stiker pada buah
semangka. Tujuannya untuk menunjukkan identitas produk (jenis, jumlah,
berat, saat masak, dan nama produsen). Label ditempatkan pada kotak
kemasan dan diberi stiker kecil yang ditempatkan pada buah sebagai identitas
kelas buah dan produsen. Secara umum petunjuk pelabelan ini juga
dinyatakan dalam SNI Semangka: 7420-2009.
5. Pengemasan

10
Pengemasan merupakan kegiatan penyusunan produk dalam suatu
kemasan sesuai dengan permintaan pelanggan. Pengemasan bertujuan untuk
melindungi produk terhadap kerusakan, meningkatkan daya tarik, menambah
nilai ekonomis dan menekan tingkat kerusakan hasil. Hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan materi/bahan pengemasan yaitu terbuat
dari bahan yang aman untuk pangan (food grade), mampu melindungi produk
yang dikemas, memiliki sirkulasi udara yang baik, dan menambah daya tarik
pembeli. Bahan kemasan semangka dapat berupa boks karton, keranjang
plastik, maupun peti kayu.
6. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan proses penundaan pemasaran buah sementara
waktu pada suatu tempat yang dapat melindungi buah dari berbagai macam
kerusakan. Penyimpanan bertujuan menjaga kualitas buah, kontinuitas
ketersediaan produk, dan mengatur strategi pemasaran agar harganya dapat
stabil. Lokasi penyimpanan semangka harus berada pada gudang atau ruang
penyimpanan yang bersih, kering, bebas hama gudang, dan berventilasi baik.
Akan lebih baik jika ruang penyimpanan memiliki fasilitas berpendingin
seperti cold storage atau cool room yang salah satunya memanfaatkan AC.
Jika semangka telah dikemas dalam box karton atau keranjang plastik, maka
kemasan disusun secara vertikal maksimal 5 tumpukan. Namun jika semangka
disimpan dalam bentuk curah tanpa pengatur suhu, maka tempat penyimpanan
diberi alas jerami kering setebal 10-15 cm. Lalu buah semangka disusun
sebanyak 4-5 lapis dan setiap lapis diberi jerami kering. Apabila akan dijual
maka buah semangka dikeluarkan dari gudang dengan mempertimbangkan
prinsip FIFO (First In First Out). Suhu yang direkomendasikan dalam
penyimpanan adalah 4,°C dan kelembaban udara 80-85% jika disimpan pada
suhu dingin. Perlakuan lain yang dapat digunakan adalah dengan teknologi
atmosfir terkontrol, yaitu dengan mengatur kadar O2 dan kadar CO2
7. Pengangkutan
Pengangkutan merupakan titik kritis dalam alur penanganan pascapanen.
Tahap ini sangat menentukan mutu semangka selanjutnya karena pada tahap ini

11
rentan terjadi kerusakan mekanis akibat benturan antar semangka. Hal ini
perlu mendapat perhatian serius dari pelaku usaha terutama jika sarana
infrastruktur jalan yang menghubungkan antara lokasi kebun dengan lokasi
pengumpulan sementara cukup jauh dan bergelombang. Pengangkutan dapat
menggunakan kendaraan roda dua, tiga, atau mobil tergantung jarak dan
kebutuhan. Semangka kemudian dikumpulkan dalam bangsal pascapanen.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas produk Pasca Panen


1. Faktor Internal
a. Respirasi
Suplai O2 harus tetap dijaga pada produk pada keseluruhan fase pasca
panennya, untuk melanjutkan proses hidupnya. Karena respirasi adalah reaksi
bolak-balik yang memungkinkan untuk mengatur level O2 untuk memanipulasi
laju difusi dan mempengaruhi laju respirasi. Hal yang sama, jumlah CO2 di
lingkungan sekitar produk dapat ditingkatkan untuk mengurangi laju difusinya
keluar produk yang berakibat pada reaksi balik respirasi.
b. Etilen
Ada beberapa karakteristik dari etilen yang perlu dipertimbangkan bila
menguji pengaruhnya terhadap penampilan produk pascapanen hortikultura
segar.jika buah klimakterik telah mulai masak, buah tersebut menghasilkan
sejumlah etilen yang signifikan. Etilen yang dihasilkan tersebut, dapat
memulainya proses pemasakan produk buah klimakterik yang matang atau
belum masak atau meningkatkan kemunduran dari produk sensitif -etilen.
Karenanya, di dalam transportasi atau penyimpanan, buah klimaterik yang
mengalami pemasakan dapat tidak cocok ditempatkan bersamaan dengan
produk lainnya.

12
2. Faktor Eksternal
a. Suhu dan kelembaban
Suhu merupakan faktor utama pengendalian proses fisiologi, Perlu suhu
optimum untuk tiap produk, suhu yang terlalu rendah dan te rlalu tinggi
menyebabkan kerusakan produk.
Kelembaban relatif ruang penyimpanan produk yang rendah
menyebabkan peningkatan transpirasi Transpirasi yang besar mengakibatkan
produk kekurangan air akibatnya jaringan mengkerut dan menghambat
sirkulasi O2 dan CO2 sehingga menghambat respirasi.
b. O2 dan CO2
Ketersediaan O2 yang cukup menyebabkan respirasi berjalan normal.
Kekurangan O2 terjadi penghambatan respirasi, sehingga ketersediaan energi
kecil dan aktivitas enzim dalam proses fisiologis terhambat.
CO2 yang tinggi menyebabkan terjadi kompetisi antara CO2 dan etilen
dalam menempati reseptor logam enzim. CO2 tinggi menyebabkan respirasi
berjalan anaerob sehingga dihasilkan alkohol, CO2 rendah, respirasi berjalan
normal.
c. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang hortikultura adalah antraknos, dapat
terjadi serangan jamur akibat kelembaban tinggi tapi suhu tidak
dikontrol,Penyakit cenderung dilawan secara fisiologis, sehingga
membutuhkan energi.
d. Pengaruh Bahan Kimia
Penggunaan bahan kimia yang terlalu berlebihan sangat tidak baik,
dapat menyebabkan kerusakan pada produk saat pasca panen.

13
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Maret 2021 pukul 07.00 - 10.00
WIB. Lokasi pengamatan berada di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping, Jalan
Wates Km 5, Ambarketawang, Gamping, Sleman. Tempat ini dipilih karena menjadi
salah satu tempat terbesar berkumpulnya para pedagang dan pembeli buah dan sayur
yang berasal dari dalam maupun luar Daerah Istimewa Yogyakarta.

3.2 Prosedur Kerja


Kegiatan pengamatan dilakukan pada 2 jenis buah, yaitu buah non klimaterik
dan buah klimaterik. Sampel buah non klimakterik yang diamati adalah buah
semangka sedangkan buah pisang digunakan sebagai sampel buah klimakterik.
Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data.
Berikut ini adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan beserta prosedurnya.

3.2.1 Wawancara
Metode pengambilan data wawancara dilakukan dengan memberikan
pertanyaan kepada pedagang buah untuk memperoleh data dan informasi
mengenai penanganan pascapanen yang dilakukan. Wawancara dilakukan
kepada 6 orang pedagang buah yang berbeda, 3 orang diwawancarai mengenai
penanganan pascapanen buah semangka sedangkan 3 pedagang lainnya tentang
penanganan pascapanen buah pisang.

3.2.2 Observasi
Observasi dilakukan dengan dengan cara mengamati sifat fisik dan
fisiologis buah non klimakterik dan klimakterik saat penanganan pascapanen
(post-harvest handling) yang dilakukan oleh pedagang buah di Pasar Induk
Buah dan Sayur Gamping.

14
3.2.3 Dokumentasi
Dokumentasi bertujuan untuk mengabadikan kegiatan yang berlangsung
saat proses pengamatan dilakukan dan mendukung data yang didapatkan. Hal -
hal yang didokumentasikan pada pengamatan ini adalah foto hasil observasi,
foto wawancara, dan rekaman audio wawancara dengan pedagang.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Hasil Wawancara Pedagang Semangka

Daftar Hasil Wawancara


Pertanyaan

Nama Bapak Rukin Bapak Rozi Bapak Aziz

Usia 40 tahun 29 tahun 35 tahun

Lama Berjualan 15 tahun >25 tahun 5 tahun

Komoditi Semangka Biji Semangka Non Biji Semangka Non Biji

Supplier Jember, Banyuwangi, Banyuwangi, Bali Lampung, Jawa Timur


Lumajang, Lampung (Tergantung musim),
Jember, Banyuwangi

Lama Distribusi < 1 hari 15 jam dari 1-2 hari


Banyuwangi, 1 - 2 hari
dari Bali

Umur Buah 60 hari dari 50 - 55 hari dari 50 hari ke atas dari


penanaman penanaman penanaman

Transportasi Truk dengan Truk dengan Truk dengan


menggunakan jerami. menggunakan jerami. menggunakan jerami

16
Post-Harvest Sortasi dengan Sortasi dengan Sortasi dengan
Handling memperhatikan sifat memperhatikan tekstur memperhatikan
fisik seperti tekstur buah dan kenampakan ukuran dan cacat
dan kenampakan. buah, kemudian tidaknya. Rusak
kemudian dipisahkan dipisahkan. Apabila ditolak
berdasarkan kondisi kurang baik
kualitasnya. maka akan dilakukan
pemotongan harga.

Kadaluarsa 10 hari apabila 7 - 14 hari. Apabila 10 hari saat cuaca


kondisinya bagus- terdapat luka 2 - 3 hari normal. 2 hari jika
bagus terkena air hujan saat
loading

Target Market Kios Buah dan Kios Buah dan Kios Buah
Masyarakat Masyarakat

Penanganan pasca Jika sudah busuk dan Jika masih layak dijual Saat kurang bagus
kadaluarsa tidak layak dijual dengan harga murah, dijual selakunya, jika
dibuang apabila sudah busuk sudah terlampau
atau tidak bagus busuk dibuang
dibuang

Tabel 4.2 Hasil Wawancara Pedagang Pisang

Daftar Hasil Wawancara


Pertany aa n

Nama Bapak Asep Ibu Slamet Ibu Nur Diana

Usia 30 tahun 50 tahun 60 tahun

Lama Berjualan 5 tahun, Toko 25 tahun 21 tahun


sudah 8 - 10 tahun

17
Komoditi Pisang Mas Pisang Mas (Idola, Pisang Mas
(Kirana dan Pandawa, Samila, dan
Pandawa), Pisang Kirana), Pisang Marlen
Ambon (Sunpride) (Kecil dan Manis)

Supplier Lumajang Lumajang, Jawa Timur Malang, Jawa Timur


(Seminggu 4 kali) (Seminggu 2 kali)

Lama Distribusi Setengah hari dari Pengiriman sampai 12 jam dari Malang
Lumajang. Tidak lokasi 5 hari (dari proses
ada sistem panen, pemetikan), dari Jawa
matang bertahap, Timur ke lokasi 8 jam
tidak ada musim

Umur Buah Tidak ada panen, Masih dalam kondisi Masih dalam kondisi
tidak ada musim, mentah. Posisi hijau ke mentah atau hijau
matang bertahap. kuning selama 3 hari 2
Posisi hijau ke malam, untuk
matang selama 3 kemanisannya 3 hari 3
hari malam. Jika
menggunakan karbit
selama 2 hari 2 malam

Transportasi Truk dengan Mobil sendiri dengan Truk dan Pick up


menggunakan menggunakan kardus menggunakan kardus di
kardus bekas dalamnya ada plastik

18
Post-Harvest Pengiriman Pengiriman Pengiriman
Handling menggunakan menggunakan kardus menggunakan kardus
kardus. Sortasi bekas yang diisi dengan dilapisi dengan plastik
dengan koran-koran. Sampai sebagai pencegahan
memperhatikan lokasi langsung di kerusakan apabila hujan
kenampakan sortasi berdasarkan atau terbentur atau
(bagus-bagus), warna dan kenampakan, tergencet. Sortasi sudah
penyimpanan kemudian dipisahkan. dilakukan dari pihak sana
didiamkan saja, Tanpa menggunakan sehingga tinggal
tanpa karbit, alami. menerima. Agar masak
menggunakan diberi ethrel (pemasak)
karbit, untuk semacam karbit tapi
Pisang Kirana ada bukan karbit (tanpa
cairan obat celup karbit), dilakukan dengan
cara dibasuh/ disemprot)

Kadaluarsa Posisi hijau ke Posisi hijau ke kuning Sampai membusuk, tetapi


matang selama 3 selama 3 hari 2 malam, paling lama laku 2 hari
hari, setelah itu untuk kemanisannya 3
sampai membusuk hari 3 malam. Jika
menggunakan karbit
selama 2 hari 2 malam,
setelah itu sampai
membusuk

Target Market Grosir Kios Buah Kios Buah

Penanganan pasca Jika sudah busuk Jika sudah busuk dan Jika sudah busuk dan
kadaluarsa dan tidak layak tidak layak dijual maka tidak layak dijual maka
dijual maka dibuang dibuang
dibuang

Harga Rp75.000,00/ dus Rp75.000,00/ dus pisang Rp75.000,00/ dus pisang


pisang mas dan
Rp195.000,00/ dus
pisang ambon

19
4.2 Pembahasan
Pengamatan masalah penanganan segar buah kami lakukan pada dua
komoditas, yaitu komoditas buah semangka berjenis buah non klimaterik dan buah
pisang yang merupakan buah berjenis klimaterik.
Pada buah semangka, ketiga responden meliputi Bapak Rukin, Bapak
Rozi, dan Bapak Aziz menerima buah semangka yang berasal dari berbagai wilayah,
meliputi Lumajang, Banyuwangi, Lampung, Jember, dan Jawa Timur. Pemilihan
buah semangka yang diterima bervariasi dari umur 50–60 hari setelah tanam. Proses
distribusi buah semangka setelah panen ke pedagang dilakukan dengan menggunakan
truk. Pada saat peletakan buah semangka pada truk harus diberikan alas jerami cukup
tebal dan setiap baris buah harus diberikan sekat jerami. Hal ini dilakukan untuk
menghindari buah mengalami benturan dengan sisi truk. Ketika truk sampai ke
pedagang, para pedagang menerapkan postharvest handling pada buah non klimaterik
dalam hal ini semangka dengan cara sortasi buah yaitu tindakan penanganan lepas
panen yang penting untuk meningkatkan daya jual produk dan daya terima konsumen.
Sortasi buah dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Mulai dari
kenampakan, tekstur, ukuran, dan cacat atau tidaknya buah semangka menjadi
parameter sortasi. Setelah disortasi, buah semangka akan diletakkan di lantai
beralaskan jerami untuk menghindari benturan. Setelah dilakukan sortasi kemudian
dilakukan pemisahan. Untuk semangka yang sudah busuk atau tidak layak dijual
dilakukan pembuangan. Buah semangka dapat disimpan selama 7–14 hari jika tidak
cacat dan tidak terkena air hujan.

20
Gambar 1. Hasil sortasi buah pada buah non klimaterik semangka

Pada pedagang buah pisang, meliputi Bapak Asep, Ibu Slamet, dan Ibu Nur
Diana,menerapkan postharvest handling saat pengiriman pada buah non klimaterik dalam
hal ini buah pisang dengan salah satu cara lain dari degreening buah yang memberikan
sifat aman bila dikonsumsi, yaitu dengan memeram buah tersebut dalam suatu wadah
yang ditutup dengan kain terpal atau dengan membungkus buah satu persatu dengan
kertas atau plastik, sehingga pematangan buah dengan cara ini berlangsung secara
lambat. Selain itu dilakukan juga sortasi buah yang merupakan tindakan penanganan
lepas panen yang penting untuk meningkatkan daya jual produk dan daya terima
konsumen. Sortasi buah dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Mulai
dari kenampakan, tekstur, ukuran, dan cacat atau tidaknya buah menjadi parameter
sortasi. Selain itu kematangan buah juga dilakukan sortasi. Setelahnya dilakukan
pemisahan. Ketiganya juga tidak menggunakan karbit sebagai pemasak, namun
menggunakan bahan pencelup dan ethrel yang dibasuh/disemprotkan. Apabila sudah
busuk atau tidak layak dijual, dilakukan pembuangan.

Gambar 2. Degreening pada buah klimaterik - pisang yang menguning

21
Gambar 3. Degreening pada buah klimaterik - pisang yang masih hijau Selain
itu, postharvest handling yang dilakukan para pedagang buah pisang
yaitu dengan menyimpan dengan cara menggabungkan atau menyatukan buah pisang
yang sudah menguning dengan buah pisang yang masih hijau agar proses pematangan
berjalan dengan lambat.

Gambar 4. Penggabungan penyimpanan pada buah klimaterik - pisang yang sudah


menguning dan yang masih hijau
Berdasarkan hasil pengamatan, ketiga responden dari masing-masing
komoditas yang dijadikan sampel telah melakukan upaya postharvest handling
berupa sortasi, dimana buah dipisahkan sesuai spesifikasi yang diinginkan. Pada buah
pisang dilakukan grading berdasarkan warna, sedangkan pada buah semangka
dipisahkan antara buah yang bagus dan yang cacat. Hal ini sudah sejalan dengan yang
dianjurkan oleh FAO, namun masih dapat dilakukan optimalisasi lebih baik lagi.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang umur simpan yaitu
pelapisan kitosan, penggunaan Modified Atmosphere Storage (MAS) dan Controlled
Atmosphere Storage (CAS). Dalam penelitian Noh et al (2005) penggunaan kitosan
larut dalam air sebagai bahan pelapis (coating) pada berbagai buah-buahan berukuran
kecil. Lapisan edibel yang terbentuk ternyata dapat memperpanjang masa simpan
dengan cara menahan laju respirasi, transmisi, serta pertumbuhan mikroba, disamping

22
itu juga dapat menurunkan laju kehilangan berat dan kandungan air serta dapat
berfungsi sebagai penghalang terhadap kontaminasi bakteri dan keracunan. Menurut
penelitian Faozan dan Bangbang (2018), pemberian kitosan dengan konsentrasi 1,0 %
baik pada tingkat kematangan hijau tua maupun pada tingkat kematangan pecah
warna memberikan lama simpan yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian
kitosan pada konsentrasi lainnya. Hal ini disebabkan karena pada buah pisang yang
tidak diberi kitosan (0 %), buah akan mengalami kontak langsung dengan udara,
sehingga proses respirasi berjalan relatif lebih cepat. Akibatnya buah pisang yang
tidak diberi kitosan masa simpannya relatif lebih pendek. Sebaliknya bila buah pisang
diberi kitosan dengan konsentrasi melebihi 1 %, maka pelapisan kitosan pada buah
pisang menjadi semakin rapat sehingga tidak terjadi respirasi sama sekali, pada
kondisi itu uap air terkumpul di dalam buah sehingga memicu proses pembusukan
lebih cepat di dalam buah pisang.
Berdasarkan penelitian Agri dkk (2017) teknologi Modified Atmosphere
Storage yang dirancang dan dibuat berdasarkan hasil uji kinerja dengan menyuntikan
karbon dioksida serta menurunkan oksigen hingga dibawah 10%. Penyuntikan
karbondioksida dilakukan dengan debit 5 liter per menit yang disuntikkan melalui
sparger pada kotak penyimpanan buah menunjukkan buah pisang belum matang
terlihat dari warna hijau dengan sedikit bintik hitam, tekstur keras dan memiliki kadar
glukosa 5,33% (kematangan buah pisang memiliki kadar glukosa 15% -20%) berhasil
menghambat pisang menjadi cepat matang dengan waktu tahan 2 minggu.
Menurut FAO (no date), buah semangka sebaiknya diletakkan di tempat yang
tidak terpapar sinar matahari berlebih agar dapat mengurangi peningkatan panas dan
mengurangi penurunan kualitas. Selain itu, buah semangka sebaiknya dikemas
menggunakan kardus agar dapat menghindari benturan dengan lebih maksimal.
Dengan penyimpanan pada suhu 10–15ºC dan kelembaban 90% buah dapat
dipertahankan kualitasnya hingga 2–3 minggu setelah panen. Namun buah semangka
tidak disarankan untuk disimpan pada suhu dibawah 5ºC karena akan terjadi chilling
injuries. Pada buah pisang, jika buah akan dijual saat proses pematangan, maka
diperlukan pembersihan kemudian pencelupan atau penyemprotan dengan f ungisida
sebelum dilakukan packing. Kondisi penyimpanan buah pisang dijaga dan tidak boleh

23
berada dibawah 13ºC. Untuk memperpanjang umur penyimpanan, dapat dilakukan
postharvest handling dengan mengemas buah pisang menggunakan kemasan modern,
seperti pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP), polyethylene bags dengan beberapa
tingkat permeabilitas yang berbeda terhadap gas dan uap air (Hailu et al. 2013).
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, penanganan buah masih
belum optimal. Pada buah semangka tidak adanya pengendalian suhu dan
kelembaban pada ruang penyimpanan menyebabkan umur simpan dari buah tersebut
lebih singkat. Pada transportasi buah transportasi yang digunakan masih belum
optimal dan rawan akan kerusakan saat pengiriman. Pada buah semangka, sebaiknya
digunakan kemasan seperti kardus dengan sekat antar buahnya untuk mencegah
kerusakan benturan baik pada alat transportasi, maupun antar buah semangka.
Sedangkan pada buah pisang, diperlukan tindakan lanjut pada pengemasan seperti
penggunaan atmosfir termodifikasi sehingga umur simpan dari buah dapat meningkat
serta dapat meminimalisir kerusakan.

24
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di Pasar Induk Buah dan Sayur Gamping, Kab.
Sleman, dapat disimpulkan bahwasanya:
1. Proses postharvest handling pada buah semangka (non-klimaterik) dilakukan dengan
sortasi dengan memperhatikan sifat fisik seperti tekstur dan kenampakan, kemudian
dipisahkan berdasarkan kualitasnya. Proses dilakukan secara manual oleh tenaga
manusia, sedangkan distribusi dilakukan dengan menyusun buah pada tumpukan truk
yang diberi jerami di antara susunan untuk menghindari benturan yang terjadi selama
perjalanan. Ketika buah sudah mulai membusuk, maka dipisahkan dan dibuang. Tidak
terdapat penyesuaian suhu ataupun kelembaban ketika penyimpanan.
2. Proses postharvest handling pada buah pisang (klimaterik) dilakukan dengan memeram
buah dalam suatu wadah yang ditutup dengan kain terpal atau dengan membungkus buah
satu persatu dengan kertas atau plastik, sehingga pematangan buah dengan cara ini
berlangsung secara lambat. Selain itu, dilakukan penyemprotan dan pencelupan dengan
bahan pencelup dan ethrel. Untuk sortasi buah, dilakukan berdasarkan kenampakan,
tekstur, ukuran, dan cacat atau tidaknya buah. Sortasi buah dilakukan secara manual
dengan menggunakan tangan, sedangkan distribusi dilakukan dengan mengemas bua h
pisang pada kardus sehingga kerusakan akibat benturan dapat diminimalkan.
3. Apabila dibandingkan dengan teori, postharvest handling yang terjadi di lapangan
menunjukkan penanganan buah pada tingkat pasar induk tradisional masih belum optimal,
sehingga diperlukan penanganan yang lebih baik untuk meningkatkan umur simpannya.

5.2 Saran
1. Sebaiknya penanganan buah semangka yang dapat dilakukan di pasar setelah menerima
supply yaitu penurunan buah dengan hati-hati (tidak dilempar) serta peletakan pada
tempat yang diberi alas supaya kulit semangka tidak luka, kemudian melalui tahapan
pengumpulan, pembersihan dengan air maupun dilap, dilakukan sortasi berdasarkan
kualitas supaya jika terdapat luka pada kulit semangka tidak menularkan pada bagian
yang lain, sortasi ukuran dan jenis untuk mempermudah dalam penjualan, serta tingkat

25
kematangan dengan menerapkan first in first out, pelabelan (jika diperlukan),
pengemasan dengan pemeraman dalam suatu wadah yang ditutup dengan kain terpal atau
dengan membungkus buah satu persatu dengan kertas atau plastik.
2. Sebaiknya penanganan yang dilakukan di pasar setelah menerima supply yaitu penurunan
buah dengan hati-hati (tidak dilempar) serta peletakan pada tempat yang diberi alas supaya
kulit pisang tidak luka dan pisang tidak copot dari tandan/sisir nya, kemudian melalui
tahapan pengumpulan, pemotongan sisir, sortasi berdasarkan tingkat kematangan supaya gas
etilen pada buah yang belum matang tidak menambah tingkat kematangan dari buah pisang
yang sudah matang, pencucian dari getah sisa pemotongan, penyusunan sisir pada kondisi
yang dapat menjaga tingkat kematangan pisang, dan pengemasan agar melindungi dari
kerusakan. Penyimpanan tersebut perlu mempertimbangkan kondisi yang dibutuhkan pisang
supaya pisang terjaga keamanan dan kematangannya dengan cara tidak terkena matahari,
memastikan pisang mendapat sirkulasi udara, jika pisang sudah matang maka perlu
dikeluarkan dari plastik supaya pisang tidak bertambah matang dan membusuk, membungkus
ujung tangkai pisang dengan plastik supaya gas etilen tidak mengenai pisang, disimpan
dengan cara digantung, dan tidak disimpan berdekatan dengan buah lain.
3. Untuk memperpanjang masa simpan pisang dapat dilakukan pemberian CaCl2 pada pisang
karena CaCl2 berfungsi menghambat laju respirasi dan transpirasi, menetralkan warna coklat
pada pisang baik setelah pengupasan maupun perendaman dengan CaCl2, menguatkan
tekstur pisang sehingga mutu fisik dan kimia pisang dapat dipertahankan lebih lama. Selain
itu dapat dilakukan pemberian kitosan 1 % berfungsi sebagai pelapis yang dapat dimakan
yang sekaligus memperpanjang umur simpan buah-buahan karena dapat mempertahankan
proses respirasi, transmisi dan pertumbuhan mikroba pembusuk. Selain itu juga kitosan dapat
mengurangi penurunan berat kadar air sehingga buah tetap segar.
4. Memanfaatkan teknologi Modified Atmosphere Storage (MAS) untuk penyimpanan
pisang dengan menyuntikan karbon dioksida serta menurunkan oksigen hingga dibawah
10%. Penyuntikan karbondioksida dilakukan dengan debit 5 liter per menit ya ng
disuntikkan melalui sparger pada kotak penyimpanan buah. Selain itu dapat
menggunakan teknologi Controlled Atmosfer Storage (CAS) dalam ruang penyimpanan
yang terdiri dari 5% CO2 dan 3% O2 selama 182 hari pada suhu 20C, pisang masih dapat
mengalami proses pematangan yang normal.

26
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal
Diennazola, R. 2008. Pengaruh Sekat dalam Kemasan Terhadap Simpan dan Mutu Buah Pisang
Raja Bulu. Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor Mutu Buah
Pisang Raja Bulu.
Faiqoh, N.E. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman CaCl2 (Kalsium Klorida)
terhadap Kualitas dan Kuantitas Buah Naga Super Merah. Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Malang. Malang.
Faozan dan Bangbang Eka Sugiharto. 2018. Pengaruh Konsentrasi Kitosan Terhadap Mutu dan
Lama Simpan pada Dua Tingkat Kematangan Pisang Raja Sereh (Musa paradisiaca L.).
Jurnal Agro Wiralodra. 1(1)
Hailu, M., Workneh, T. S. and Belew, D. (2013).Review on post-harvest technology of banana
fruit. African J. Biotechnol. 12 : 635-47
Gardjito, Murdijati., dan Swasti, Yuliana Reni. 2018. Fisiologi Pascapanen Buah dan Sayur.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Imam Muhajir dan Sanuki Pratikno. 1998. Pengaruh pembrongsongan dan pestisida terhadap
hama penyakit pascapanen dan mutu buah pisang Ambon Kuning selama pematangan.
J.Hort. 8(3):1217-1232.
Libyawati, W., Suwandi, A., dan Agustian, H. 2018. Rancangan Bangun Teknologi Modified
Atmosphere Storage (MAS) dengan Kapasitas 4,77 m3. Jurnal Teknologi. 9(2): 2085 –1669.
Mitchell, F.G. 1985. Packages for horticultural crops in Kader, et al. Postharvest technology of
horticultural crops. Division of Agriculture and Natural Resources, University of
California, Berkeley. P:28-34.
Muchtadi, D. 2008. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Departemen Pendidikan
Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hal.
Mount JR, Zivanovic S, Sams CE. 2005. Effect of chitosan and water soluble chitosan on quality
of small fruits. Dept. of Food Science and Technology, Univ of Tennessee, 2605 River Dr.
Knoxville, TN 37996-4591, and sept of Plant Science, Univ of Tennessee, 2431 Joe
Johnson Dr., Knoxville, TN 38996-4561.

27
Prabawati, S., Suyanti, dan Setyabudi, D.A. 2008. Teknologi Pasca Panen dan Teknik
Pengolahan Buah Pisang. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Rizal, M., R. Widowati dan S.P. Rahayu. 2015. Perbaikan Teknologi Budidaya Pisang Kepok
dan Analisis Usaha Taninya di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pros Sem Nas
Mas Biodiv Indon, 1(7): 1678-1682.
Samadi, B. 1996. Semangka Tanpa Biji. Yogyakarta: Kanisius
Soenarjono, H. 1998. Teknik Memanen Buah Pisang agar Berkualitas Baik. Jakarta: Trubus 341.
Sudjatha, W. dan Wisaniyasa, N.W. 2017. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen (Buah dan
Sayuran). Bali: Udayana University Press.
Suhartanto, Rahmad; Sobir dan Heri Harti. 2012. Teknologi Sehat Budidaya Pisang: dari Benih
sampai Pasca Panen. Bogor: Pusat Kajian Hortikultura Tropika LPPM-IPB.
Sutiawan, E., A. Rohanah dan S.B. Daulay. 2017. Uji Kualitas Tali Serat Pelepah Pisang
Barangan (Musa acuminata). Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian, 5(1): 1-4.
Wills, R., Glasson, B.M., Graham D., dan Joyce, D. 1998. Postharvest, An Introduction to the
Physiology & Handling of Fruit, Vegetables & Ornamentals. Adelaide: Hyde Park Press.
Zulkarnaen. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi Aksara.

Website
Fitria, Hanin. 2018. Pasar Sentral Gamping Sleman, Wisata Alternatif untuk Belanja Buah dan
Sayuran Segar. https://jogja.tribunnews.com/2018/09/28/pasar-sentral-gamping-sleman-
wisata-alternatif-untuk-belanja-buah-dan-sayuran-segar. (diakses tanggal 21 Maret
2021, jam 00.43)
Food and Agriculture Organization of the United Nations. no date. Handling Fresh Mango,
Watermelon, Banana, and Leafy Vegetable and Immature Flower Heads.
http://www.fao.org/3/au101e/au101e.pdf (diakses tanggal 28 Maret 2021, jam 06.30)

28
LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Dokumentasi Wawancara
a. Pedagang Buah Semangka

29
b. Pedagang Buah Pisang

c. Dokumentasi Survey Kelompok

30
Dokumentasi Pengamatan ke Pedagang
a. Kemasan dan Pelindung (Kardus Karton) yang digunakan (Pisang-
Klimaterik)

31
b. Tindakan yang salah pada penanganan pisang

NB: berisi koran, buah yang terlalu masak, dan penggunaan kardus yang berganti-ganti

32
c. Kemasan dan Pelindung yang digunakan (Semangka-Non-Klimaterik)

33

Anda mungkin juga menyukai