Anda di halaman 1dari 11

PAPER

PENGELOLAAN TANAH PASIR


PANTAI

Disusun Oleh :
Nama : Annisa Yasmin
NIM : H0718027
Kelas : PTA D

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini di Indonesia lahan pertanian tanaman pangan mengalami


penyempitan akibat konversi lahan yang sebelumnya menjadi lahan pertanian
berubah menjadi lahan non pertanian seperti pemukiman penduduk, industri,
transportasi, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat menjadi dasar
pentingnya ekstensifikasi pertanian dengan pemanfaatan lahan marginal
seperti lahan pasir pantai.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berjumlah sekitar 17.508 pulau,
mempunyai wilayah pantai yang cukup luas dengan beragam manfaat bagi
kehidupan manusia maupun bagi penyangga antara ekosistem darat dan laut.
Bentuk lahan wilayah pantai terdiri atas wilayah pantai berlumpur dan
wilayah pantai berpasir.
Mengingat masalah tersebut, salah satu alternatif yang dapat dilakukan
adalah perluasan areal pertanian ke arah lahan marginal. Lahan marginal
merupakan lahan yang bermasalah dan mempunyai faktor pembatas tinggi
untuk tanaman. Salah satu lahan marginal yang memiliki potensi tinggi untuk
dikembangkan di Indonesia adalah lahan pantai. Hal tersebut disebabkan
karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu
pulau sehingga memiliki pantai yang sangat luas. Lahan marginal yang sanagt
luas tersebut tersebar di beberapa pulau, prospeknya baik untuk
pengembangan pertanian namun belum dikelola dengan baik.
Usaha di bidang budidaya pertanian pada awalnya/umumnya dilaksanakan
pada lahan yang tidak mempunyai karakteristik keterbatasan prasyarat
budidaya pertanian atau lahan yang sesuai dengan kebutuhan lahan usaha
tani. Nampaknya makin hari lahan yang tersedia bagi usaha tani makin
terbatas sebagai lahan yang sesuai harapan bertani. Mengingat luasnya lahan
kawasan pantai di Indonesia, perlu ada pemikiran yang jitu dalam
memanfaatkan lahan kawasan pantai bagi usaha budidaya pertanian. Kawasan
pesisir menjadikan alternatif bagi usaha budidaya pertanian dengan segala
konsekuensi agar keterbatasannya dapat teratasi dengan input teknologi.
Lahan pantai memiliki berberapa kendala apabila akan digunakan sebagai
lahan pertanian antara lain lahannya yang berupa pasir, kesuburan tanahnya
yang rendah, intensitas cahaya matahari yang tinggi dan kecepatan angin
yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan suatu teknologi (manipulasi) lahan agar
lahan pantai dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Dalam jangka
panjang, pengembangan lahan pertanian di lahan marjinal untuk lahan
pertanian diharapkan dapat memecahkan masalah ketahanan pangan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat dan ciri dari tanah pasir pantai?
2. Apa saja kendala pada tanah pasir pantai?
3. Bagaimana cara pengelolaan tanah pasir pantai?
C. Tujuan
1. Mengetahui sifat dan ciri dari tanah pasir pantai
2. Mengetahui dan mempelajari kendala-kendala yang ada pada tanah pasir
pantai
3. Mengetahui dan memahami cara pengelolaan tanah pasir pantai yang baik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sifat dan Ciri Tanah Pasir Pantai

Lahan pasir pantai adalah tanah yang berada di antara pertemuan


daratan dan lautan baik dalam kondisi kering maupun dalam keadaan
terendam air yang dipengaruhi oleh salah satu sifat laut seperti pasang surut,
angin laut, dan perembasan air asin. Selain itu juga dipengaruhi oleh
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air
tawar. Lahan pasir pantai yang terdapat di DIY merupakan gumuk-
gumuk pasir. Karakteristik lahan di gumuk pasir wilayah ini adalah
tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya
rendah, status kesuburannya rendah, evaporasi tinggi, dan tiupan angin laut
kencang (Kertonegoro, 2003 cit. Shiddieq et al., 2007).
Lahan pesisir sesuai dengan ciri-cirinya adalah sebagai tanah pasiran,
dimana dapat dikategorikan tanah regosol. Menurut Darmawijaya (1992),
tanah regosal di sepanjang pantai di beberapa tempat, diantaranya Cilacap,
Parangtritis, adalah berupa bukit – bukit pasir terbentuk dari pasir – pasir
pantai berasal dari abu vulkanik oleh gaya angin yang bersifat deflasi dan
akumulasi. Tanah ini mempunyai ciri – ciri diantaranya bertekstur kasar,
mudah diolah, gaya menahan air rendah, permeabilitas baik, dan makin tua
teksturnya makin halus dan permeabilitas makin kurang baik.
Dalam Yuwono (2009) dijelaskan bahwa lahan pasir pantai merupakan
lahan marjinal dengan ciri-ciri antara lain tekstur berupa pasiran, struktur
lepas-lepas, kandungan hara rendah, kemampuan menukar kation rendah,
daya menyimpan air rendah, suhu tanah di siang hari sangat tinggi, kecepatan
angin, dan laju evaporasi sangat tinggi. Kemudian upaya untuk perbaikan
sifat-sifat tanah dan lingkungan mikro sangat diperlukan, antara lain misalnya
dengan penyiraman yang teratur, penggunaan mulsa penutup tanah,
penggunaan pemecah angin (wind breaker), penggunaan bahan pembenah
tanah, penggunaan lapisan kedap, dan pemberian pupuk (baik organik
maupun anorganik). Adanya penambahan lempung, pupuk kandang, juga
jerami membuat air yang disiramkan menjadikan tanah pasir yang awalnya
sangat porus menjadi lebih mampu menahan air.

B. Kendala Tanah Pasir Pantai

Kendala utama dalam pemanfaatan tanah pasir yaitu miskin mineral,


lempung, bahan organik dan tekstur yang kasar. Tekstur yang kasar dan
struktur berbutir tunggal menyebabkan tanah ini bersifat porus, aerasinya
besar, dan kecepatan infiltrasinya tinggi. Keadaan tersebut menyebabkan
pupuk yang diberikan mudah terlindi. Pada umumnya udipsamment
mempunyai bahan induk dari gunung berapi cukup kaya unsur hara tetapi
kekurangan unsur N. Akan tetapi unsur hara tersebut masih dalam
bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman karena belum mengalami
pelapukan lebih lanjut. Untuk mempercepat proses pelapukan tersebut
diperlukan pemupukan dengan bahan organik yaitu pupuk kandang atau
pupuk hijau (Munir, 1996).
Rendahnya luas permukaan tanah menyebabkan kemampuan
mengabsorbsi dan menyimpan air, batas plastis dan cairnya makin rendah.
Kapasitas pertukaran kation (KPK) dipengaruhi oleh jumlah muatan
negatif pada permukaan jerapan. Jumlah muatan negatif ditentukan oleh
luas permukaan, sehingga kapasitas pertukaran kation tergantung pada tekstur
tanah, kandungan bahan organik,dan mineral lempung. Makin kasar tekstur
tanahnya, makin rendah luas permukaannya dan makin rendah kapasitas
pertukaran kationnya. Muatan negatif dapat berasal dari bahan organik maka
peranan bahan organik sangat menentukan besarnya nilai kapasitas
pertukaran kation. Rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah
pasiran menyebabkan suasana lingkungan yang kurang sesuai bagi
perkembangbiakan mikroorganisme.
Selain permasalahan mengenai sifat-sifat tanah pasiran, faktor iklim di
daerah pantai juga berpengaruh besar terhadap keberhasilan pengelolaan
tanaman. Keberhasilan produksi tanaman mensyaratkan sumber daya iklim
seperti penyinaran, matahari, CO2, dan air secara efisien. Pentingnya
pengelolaan air terhadap ketersediaan N dalam tanah, pada kondisi kelebihan
atau kekurangan air. Kelebihan air dapat membatasi hasil tanaman, demikian
juga responnya terhadap N akan terbatasi. Tingginya intensitas sinar
matahari yang sampai ke permukaan tanah menyebabkan tingginya suhu
udara dan tanah, sehingga memacu laju evapotranspirasi semakin besar.
Adanya angin dengan kecepatan tinggi dan membawa kadar garam tinggi
secara terus menerus akan merusak maupun mematikan tanaman baik
langsung maupun tidak langsung.
Terbukanya lahan menyebabkan suhu 0 permukaan tanah mencapai 55-
60oC selama kurang lebih 4-6 bulan dalam setahun. Struktur lepas
pada tanah ini menyebabkan rentan terhadap erosi angin maupun air.
Permukaan lahan pasir pantai sering berubah mengikuti arah angin kencang
(13-15 m/detik). Kondisi tersebut di atas menunjukkan masih banyaknya
faktor pembatas pertumbuhan sehingga sangat kurang menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman. Oleh karena perlu dilakukan upaya modifikasi
lahan dan lingkungan mikroklimat pertanaman guna mengubah kondisi
lahan mendekati optimal bagi pertumbuhan tanaman, khususnya komoditas
hortikultura.

C. Pengeloaan Tanah Pasir Pantai

Dalam pembudidayaan tanaman di lahan pasir pantai perlu diusahakan


agar kondisi lingkungan tetap terjaga, meskipun kondisi fisik lahan pasir
tersebut diharapkan kualitasnya meningkat. Pupuk organik per satuan berat
biasamya memiliki kandungan hara yang lebih rendah dibandingkan pupuk
anorganik. Oleh karena itu, perakitan varietas unggul spesifik lahan pasir
pantai yang efisien hara berbasis pupuk organik merupakan langkah yang
sangat tepat.
Peluang pemanfaatan teknologi di lahan kawasan pesisir diantaranya
berupa teknologi perbaikan sifat fisik, kimiawi dan organisme tanah agar
interaksi tanah – air – tanaman dapat terwujud dengan baik. Wujud teknologi
lain adalah interaksi antara tanaman dan atmosfir, karena di lahan kawasan
pantai yang perlu mendapatkan perhatian adalah tersedianya cukup energi
matahari dan energi angin (Gunadi, 2002).
Lahan pantai memiliki berberapa kendala apabila akan digunakan
sebagai lahan pertanian antara lain lahannya yang berupa pasir,
kesuburan tanahnya yang rendah, intensitas cahaya matahari yang
tinggi dan kecepatan angin yang tinggi. Untuk itu dibutuhkan suatu
pengelolaan lahan agar lahan pantai dapat dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian. Pengelolaan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Penggunaan Mulsa
Penggunaan mulsa pada permukaan tanah bertujuan untuk
mengurangi kehilangan air dari tanah. Mulsa permukaan tanah dapat
menggunakan lembaran plastik, jerami padi atau sisa-sisa tanaman
lainnya. Pemasangan mulsa plastik di lahan pasir pantai berbeda dari
pemasangan mulsa di lahan sawah. Pemasangan mulsa di lahan pasir
dengan bentuk cekung ditengah. Bentuk cekung bertujuan agar air
hujan atau penyiraman masuk ke dalam tanah. Penggunaan mulsa ini
sangat penting dilahan pantai karena dapat menghemat lengas tanah
sehngga kebutuhan lengas untuk tanaman terutama pada musim
kemarau diharapkan dapat tercukupi.
2. Pemberian Bahan Organik
Bahan organik yang dapat diberikan di lahan pasir pantai dapat
berupa pupuk kandang (sapi, kambing/domba dan unggas), kompos,
pupuk hijau, dan blotong. Pemberian bahan organik dapat dilakukan
dengan cara mencampur bahan organik ke dalam tanah atau
pemberian bahan organik di permukaan tanah di sekitar tanaman.
3. Pengguanaan Bahan-bahan Halus
Penggunaan bahan halus di lahan pasir pantai dapat
memanfaatkan tanah lempung, abu vulkan, endapan saluran sungai, kolam
waduk. Penggunaan bahan halus bertujuan untuk meningkatkan jumlah
koloid dalam tanah, khususnya penambahan fraksi lempung.
Peningkatan jumlah bahan halus dalam tanah akan bermanfaat
terhadap peningkatan hara dan air.
4. Penggunaan Lapisan Kedap
Penggunaan lapisan kedap bertujuan untuk menghalangi infiltrasi air,
sehingga air lebih lama tertahan dalam tanah pasir pantai. Lapisan
kedap dapat memanfaatkan lembaran plastik, aspal, bitumen, lempung,
pemampatan, semen. Lapisan kedap dibuat dengan cara menggali tanah
terlebih dahulu kemudian lapisan dihamparkan, selanjutnya diatas
lapisan kedap diberi tanah.
5. Penggunaan Pemecah Angin
Penggunaan pemecah angin bertujuan untuk mengurangi
kecepatan angin dalam pertanaman lahan pasir. Pemecah angin dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu pemecah angin sementara dan
permanent. Pemecah angin sementara dapat memanfaatkan anyaman
daun tebu atau kelapa, kasa nilon dan lembaran plastik. Sedangkan
pemecah angin permanent dapat memanfaatkan tanaman yang berupa
tumbuhan tahunan yang umurnya panjang dan dapat diatur
pertumbuhannya. Jenis tumbuhan yang dapat digunakan, misalnya
kelapa, Accasia, Glerecidae, sengon, lamtoro, bunga turi, cemara laut
dan pandan.
6. Penggunaan Pembenah Tanah
Bahan pembenah tanah alami adalah emulsi aspal, lateks, skim
lateks, kapur pertanian, batuan fosfat alam, blotong, dan zeolit
tanah lempung (Grumusol dan Latosol) lumpur sungai dan limbah
karbit Tujuan penggunaan bahan pembenah tanah adalah :
a. Memperbaiki agregat tanah,
b. Meningkatkan kapasitas tanah menahan air (water holding capacity),
c. Meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK) tanah
d. Memperbaiki ketersediaan unsur hara tertentu.
7. Penggunaan sistem lorong
Alternatif lain dalam teknologi budidaya yang dapat diterapkan
untuk lahan pantai adalah sistem penanaman lorong (alley cropping).
Sistem penanaman lorong merupakan sistem penanaman dengan
menanam pohon-pohon kecil dan semak dalam jalur-jalur yang agak
lebar dan penanaman tanaman semusim di antara jalur-jalur tersebut
sehingga membentuk lorong-lorong. Tanaman lorong biasanya
merupakan tanaman pupuk hijau atau legume tree seperti tanaman
Glericidae. Di lahan pantai, budidaya lorong diterapkan untuk
mengatasi berbagai permasalahan seperti intensitas matahari, erosi
permukaan oleh angin, dan laju evapotranspirasi. Selain itu, dapat juga
berfungsi sebagai pematah angin sehingga mereduksi kecepatannya.
8. Pengaturan Irigasi
Ketersediaan air irigasi di lahan pantai yang terbatas
mengakibatkan perlunya upaya untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan air irigasi sehingga dapat mengurangi pemborosan dalam
penggunaan air irigasi. Irigasi dilahan pantai selama ini dilakukan
dengan cara penyiraman dan penggunaan sumur renteng. Sedangkan
untuk mengurangi kehilangan air siraman dan mempertahankan lengas,
salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penggunaan
lembaran plastik yang ditanam pada jeluk 30 cm. Hal ini dimaksudkan
untuk menciptakan suatu lapisan kedap guna mencegah atau
menghambat agar air irigasi yang diberikan dapat ditahan oleh lapisan
tersebut sehingga efisiensi pemanfaatan air oleh tanaman dapat
ditingkatkan.
BAB III
KESIMPULAN

1. Lahan pasir pantai merupakan lahan yang mempunyai tanah bertekstur pasir,
struktur berbutir tunggal, daya simpan lengasnya rendah, status kesuburannya
rendah, evaporasi tinggi, dan tiupan angin laut kencang.
2. Kendala utama dalam pemanfaatan tanah pasir yaitu miskin mineral, lempung,
bahan organik dan tekstur yang kasar. Tekstur yang kasar dan struktur berbutir
tunggal menyebabkan tanah ini bersifat porus, aerasinya besar, dan
kecepatan infiltrasinya tinggi. Keadaan tersebut menyebabkan pupuk yang
diberikan mudah terlindi.
3. Pengelolaan lahan agar lahan pantai dapat dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian. Pengelolaan yang dapat dilakukan antara lain penggunaan mulsa,
pemberian bahan organik, penggunaan bahan-bahan halus, penggunaan lapisan
kedap, penggunaan pemecah angin, penggunaan pembenah tanah, penggunaan
sistem lorong, serta hidrologi dan irigasi
DAFTAR PUSTAKA

Darmawidjaya, Isa. 1992. Klasifikasi Tanah. Balai Penelitian Teh dan Kina
Gunadi, Sunarto. 2002. Teknologi Pemanfaatan Lahan Marjinal. Jurnal
Tekonologi Lingkungan 3 : 232-236.
Kertonegoro, B. D. 2001. Gumuk Pasir Pantai Di D.I. Yogyakarta : Potensi
dan Pemanfaatannya untuk Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Seminar
Nasional Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Pembangunan Pertanian
Berkelanjutan. Universitas Wangsa Manggala pada tanggal 02 Oktober
2001
Ma’aruf, Amar. 2018. Karakteristik Lahan Pesisir dan Pengelolaannya Untuk
Pertanian. Review. Universitas Asahan
Munir, M. 1996. Tanah - Tanah Utama di Indonesia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta
Sarjono, S.Y. 2007. Penentuan Kandungan Unsur Makro Pada Lahan Pasir Pantai
Samas Bantul Dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Prosiding
PPI-PDIPTN. Pustek Akseletaror dan Proses Bahan- Batan.
Yuwono, N.W. 2009. Membangun Kesuburan Tanah di Lahan Marginal. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (2) : 137-141.

Anda mungkin juga menyukai