Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGAWETAN TANAH DAN AIR


(10. Menghitung Faktor C dan P)

Oleh:
Kelompok : IV (Empat)
Kelas / Hari / Tanggal : Shift A2 / Kamis / 23 Mei 2013
Nama dan NPM : 1. Haidar Rafid Azis (240110100012)
2. M. Rais Hasjim (240110100026)
3. Fia Noviyanti (240110100053)
4. Mahadyansyah A (240110100044)
5. M. Mudawir (240110090030)
6. Saiful Uyun (240110090089)
Asisten : 1. Grace Yolanda
2. Monika E. Sitompul
3. M. Sulaeman
4. Rizky Patria Dewaner







LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR
JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Untuk memprediksi suatu erosi perlu ada beberapa krteria yang harus dilihat
misalnya dari metode pendugaan erosi yang di buat oleh Wischermeier (1999)
yang sering di gunakan untuk menduga terjadinya erosi dan bisa di prediksi
dengan menggunakan rumusan USLE ( Universal Soil Loss Equation). Dalam
metode ini banyak faktor yang berpengaruh diantaranya : faktor (R) erosivitas
curah hujan, (K) faktor erodibilitas yaitu kepekaan tanah untuk menimbulkan
erosi, (L) faktor panjang lereng, (S) faktor kemiringan lereng, (C) faktor vegetasi
yang tumbuh, serta (P) faktor tindakan konservasi.
Untuk hal ini nilai C sangat berpengaruh dalam pendugaan atau memprediksi
karena dalam memperoleh nilai C ini harus dilihat dari sistem pengolahan tanah
dan jenis tanamannya, untuk itu dalam penelitian maupun pendugaan dengan
menggunakan rumusan USLE untuk mencari nilai C dari setiap sistem pengoahan
tanah dan tanaman.
Dalam faktor tindakan teknik konservasi tanah dan air (P) menunjukkan
besarnya perbandingan antara tanah yang hilang akibat erosi. Tindakan yang biasa
dilakukan oleh para petani pada umumnya ialah dengan pengolahan tanah
menurut kontur, penanaman strip menurut kontur, dan pemakaian teras.

1.2 Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa memahami cara perhitungan nilai C dan P dalam kaitannya
dengan erosi serta mengetahui hubungan vegetasi dan tindakan
pengelolaan dan konservasi tanah terhadap kejadian erosi.
2. Mahasiswa memahami perhitungan dan klasifikasi dari nilai Indeks
Bahaya Erosi (IBE).

1.3 Metodologi Pengamatan dan Pengukuran
1.3.1 Alat dan Bahan
1. Alat tulis.
2. Kalkulator.
3. Tabel nilai faktor C dan P.
1.3.2 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan table untuk nilai C dan P, serta table klasifikasi Indeks
Bahaya Erosi (IBE).
2. Menhitung nilai erosi yang terjadi pada tanah podosolik merah kuning
(Tropodult) di daerah Lampung Tengah.
3. Menhitung besarnya nilai T (laju erosi) dalam tahun.
4. Menghitung besarnya nilai C (pola tanam) dan nilai P (tindakan konservasi
tanah) yang sesuai dengan menggunakan table.
5. Menghitung besarnya nilai IBE ()Indeks Bahaya Erosi) dan klasifikasikan
ke dalam table klasifikiasi Indeks Bahaya Erosi menurut Hammer, 1981.



















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Erosi
Erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached) dan
kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin, dan gravitasi
(Hardjowigeno, 1995). Secara deskriptif, Arsyad (2000) menyatakan erosi
merupakan akibat interaksi dari faktor iklim, tanah, topografi, vegetasi, dan
aktifitas manusia terhadap sumber daya alam.
Erosi dibagi menjadi dua macam, yaitu erosi geologi dan erosi dipercepat
(Hardjowigeno, 1995). Erosi geologi merupakan erosi yang berjalan lambat
dengan jumlah tanah yang tererosi sama dengan jumlah tanah yang terbentuk.
Erosi ini tidak berbahaya karena terjadi dalam keseimbangan alami. Erosi
dipercepat (accelerated erosion) adalah erosi yang diakibatkan oleh kegiatan
manusia yang mengganggu keseimbangan alam dan jumlah tanahnya yang
tererosi lebih banyak daripada tanah yang terbentuk. Erosi ini berjalan sangat
cepat sehingga tanah di permukaan (top soil) menjadi hilang.
Laju pelapukan tanah memang susah diukur secara tepat, namun dengan
beberapa pendekatan, para pakar geologi telah sepakat bahwa untuk membentuk
lapisan tanah setebal 25 mm pada lahan-lahan alami dibutuhkan waktu kurang
lebih 300 tahun (Bennet, 1939 dalam Purnama, 2008 ). Waktu yang diperlukan
menjadi berkurang sangat drastis dengan adanya campur tangan manusia, untuk
membentuk lapisan tanah setebal 25 mm hanya memerlukan waktu kurang lebih
30 tahun (Hudson, 1971 dalam Purnama, 2008). Berdasarkan laju pembentukan
tanah ini, maka batas laju yang dapat diterima adalah 1.1 kg/m2/tahun. Namun
demikian penentuan batas laju erosi untuk berbagai macam kondisi tanah akan
berbeda, sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1.





Tabel 1. Batas Maksimum Laju Erosi yang Dapat Diterima Untuk Berbagai
Macam Kondisi Tanah

Sumber: Suripin, 2000

2.2 Faktor faktor yang Mempengaruhi Erosi
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya erosi yang terpenting adalah
curah hujan, tanah, lereng, vegetasi, dan manusia (Hardjowigeno, 1995).
2.2.1 Curah Hujan
Sifat hujan yang terpenting yang mempengaruhi besarnya erosi adalah curah
hujan. Intensitas hujan menunujukan banyaknya curah hujan per satuan waktu
(mm/jam atau cm/jam). Kekuatan menghancurkan tanah dari curah hujan jauh
lebih besar dibandingkan dengan kekuatan pengangkut dari aliran permukaan
(Hardjowigeno, 1995).
Hujan yang turun sampai ke permukaan tanah memiliki energi kinetik yang
dapat menghancurkan tanah (butir-butir tanah), sehingga bagian-bagian tanah
terhempas, hilang, dan hanyut oleh aliran permukaan. Hilang atau terkikisnya
lapisan tanah inilah yang disebut erosi.
2.2.2 Tanah
Sifat fisik tanah sangat berpengaruh terhadap besarnya erosi. Kepekaan
tanah terhadap erosi disebut erodibilitas. Semakin besar nilai erodibilitas suatu
tanah maka semakin peka tanah tersebut terhadap erosi (Hardjoamidjojo dan
Sukartaatmadja, 1992 dalam Purnama, 2008).
Hardjowigeno (1995) menyebutkan sifat-sifat tanah yang berpengaruh
terhadap erosi adalah tekstur tanah, bentuk dan kemantapan struktur tanah, daya
infiltrasi atau permeabilitas tanah, dan kandungan bahan organik. Nilwan (1987)
menyebutkan sifat fisik tanah yang mudah mengalami erosi adalah tanah dengan
tekstur kasar (pasir kasar), bentuk struktur tanah yang membulat, kapasitas
infiltrasi yang rendah, dan kandungan bahan organik kurang dari 2%. Sedangkan
sifat fisik tanah yang dapat menahan erosi adalah tanah dengan tekstur halus (liat,
debu, pasir, pasir halus, kapasitas infiltrasinya besar, dan kandungan bahan
organik yang besar untuk menambah kemantapan struktur tanah).
2.2.3 Lereng
Arsyad (2000) dan Hardjowigeno (1995) mengemukakan unsur topografi
yang paling berpengaruh terhadap erosi adalah panjang dan kemiringan lereng.
Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam atau semakin panjang.
Apabila lereng semakin curam maka kecepatan aliran permukaan meningkat
sehingga kekuatan mengangkut semakin meningkat pula. Lereng yang semakin
panjang menyebabkan volume air yang mengalir menjadi semakin besar.
2.2.4 Vegetasi
Menurut Hardjowigeno (1995) Pengaruh vegetasi terhadap erosi adalah :
1. Menghalangi air hujan agar tidak jatuh langsung di permukaan tanah, sehingga
kekuatan tanah untuk menghancurkan dapat dikurangi.
2. Menghambat aliran permukaan dan memperbanyak air infiltrasi.
3. Penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh tranpirasi (penguapan air)
melalui vegetasi.
2.2.5 Manusia
Kepekaan tanah terhadap erosi dapat diubah oleh manusia menjadi lebih
baik atau lebih buruk. Pembuatan teras-teras pada tanah yang berlereng curam
merupakan pengaruh baik dari manusia karena dapat mengurangi erosi.
Sebaliknya penggundulan hutan di daerahdaerah pegunungan merupakan
pengaruh manusia yang buruk karena dapat menyebabkan erosi
(Hardjowigeno,1995).

2.3 Pendugaan Erosi
Praktek-praktek bercocok tanam dapat merubah keadaan penutupan lahan
dan oleh karena itu dapat mengakibatkan terjadinya erosi permukaan pada tingkat
atau besaran yang bervariasi. Oleh karena besaran erosi yang berlangsung
ditentukan oleh intensitas dan bentuk aktifitas pengelolaan lahan, maka perkiraan
besarnya erosi yang terjadi akibat aktifitas pengelolaan lahan tersebut perlu
dilakukan. Dari beberapa metode untuk memperkirakan besarnya erosi
permukaan, metode Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah metode yang
paling umum digunakan (Asdak, 1995).
Wischmeier dan Smith , 1978 dalam Purnama, 2008 juga menyatakan bahwa
metode yang umum digunakan untuk menghitung laju erosi adalah metode
Universal Soil Loss Equation (USLE). Adapun persamaan ini adalah:
A = R . K . L . S . C . P ..(1)
dimana :
A : Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun)
R : Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan)
K : Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah)
LS : Faktor panjang lereng (L) dan kemiringan lereng (S)
C : Faktor tanaman (vegetasi)
P : Faktor usaha-usaha pencegahan erosi (konservasi)
2.3.1 Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menimbulkan atau
menyebabkan erosi. Indeks erosivitas hujan yang digunakan adalah EI30.
Erosivitas hujan sebagian terjadi karena pengaruh jatuhan butir-butir hujan
langsung di atas permukaan tanah. Kemampuan air hujan sebagai penyebab
terjadinya erosi adalah bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan,
dimana keduanya mempengaruhi besar energi kinetik air hujan. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa erosivitas hujan sangat berkaitan dengan energi
kinetis atau momentum, yaitu parameter yang berasosiasi dengan laju curah hujan
atau volume hujan (Asdak, 1995).
Persamaan yang umum digunakan untuk menghitung erosivitas adalah
persamaan yang dikemukakan oleh Bols (1978) dalam Hardjowigeno (1995).
Persamaan tersebut adalah :

dimana :
EI30 : Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata
R12 : Jumlah E130 selama 12 bulan
R : Curah hujan bulanan (cm)
D : Jumlah hari hujan
M : Hujan maksimum pada bulan tersebut (cm)
Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang lain dapat
menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Lenvain (DHV, 1989) sebagai
berikut :
dimana :

R : Indeks erosivitas
P : Curah Hujan Bulanan (cm)
Cara menentukan besarnya indeks erosivitas hujan yang terakhir ini lebih
sederhana karena hanya memanfaatkan data curah hujan bulanan.
2.3.2 Erodibilitas Tanah (K)
Erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang ratarata setiap tahun
per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah tanpa tanaman
(gundul), tanpa usaha pencegahan erosi, lereng 9% (5), dan panjang lereng 22
meter (Hardjowigeno, 1995). Faktor erodibilitas tanah menunjukan kekuatan
partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah oleh
adanya energi kinetik air hujan. Besarnya erodibilitas tanah ditentukan oleh
karakteristik tanah seperti tekstur tanah, stabilitas agregat tanah, kapasitas
infiltrasi, dan kandungan bahan organik serta bahan kimia tanah.
Metode penetapan nilai faktor K secara cepat dapat dilihat pada Tabel 2
dengan terlebih dahulu mengetahui informasi jenis tanah. Nilai faktor K juga
dapat diperoleh dengan menggunakan nomograf erodibilitas tanah seperti yang
ditunjukan pada Gambar 1. Nomograf ini disusun oleh lima parameter yaitu %
fraksi debu dan pasir sangat halus, % fraksi pasir, % bahan organik, struktur
tanah, dan permeabilitas tanah (Purwowidodo,1999).

Gambar 1. Nomograf
Sumber: Purnama, 2008
2.3.3 Faktor Panjang Lereng (L) dan Kemiringan Lereng (S)
Faktor lereng (LS) merupakan rasio antara tanah yang hilang dari suatu
petak dengan panjang dan curam lereng tertentu dengan petak baku (tanah
gundul,curamlereng 9%, panjang 22 meter, dan tanpa usaha pencegahan erosi)
yang mempunyai nilai LS = 1.
Menurut Weismeier dan Smith (1978) dalam Hardjoamijojo dan
Sukartaatmadja (1992), faktor lereng dapat ditentukan dengan persamaan :

dimana :
l = Panjang lereng (meter)
S = Kemiringan lahan (%)
m = Nilai eksponensial yang tergantung dari kemiringan
S < 1% maka nilai m = 0.2
S = 1 3 % maka nilai m = 0.3
S = 3 5 % maka nilai m = 0.4
S > 5% maka nilai m = 0.5
Selain menggunakan rumus di atas, nilai LS dapat juga ditentukan menurut
kemiringan lerengnya seperti ditunjukan pada Tabel 2 berikut .
Tabel 2. Penilaian Kelas Kelerengan (LS)

Sumber: Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan RTL-RLKT Jakarta (1986)
2.3.4 Faktor Tanaman (C)
Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu
jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi dengan pada kondisi
permukaan lahan yang sama tetapi tanpa pengelolaan tanaman atau diberakan
tanpa tanaman. Pada tanah yang gundul (diberakan tanpa tanaman/petak baku)
nilai C = 1.0. Untuk mendapatkan nilai C tahunan perlu diperhatikan perubahan-
perubahan penggunaan tanah dalam setiap tahun. Besarnya nilai C pada beberapa
kondisi dapat dilihat pada Tabel 3.
Terdapat sembilan parameter sebagai faktor penentu besarnya nilai C, yaitu
konsolidasi tanah, sisa-sisa tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa
perakaran dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur, kekasaran permukaan
tanah, gulma, dan rumputrumputan (Asdak, 1985).
Tabel 3. Perkiraan Nilai Faktor C Berbagai Jenis Penggunaan Lahan

Sumber: Abdukrahman. dkk (1981) dalam Hardjoamidjojo. S. dan Sukartaatmaja.
S. (1992)
2.3.5 Faktor Usaha-usaha Pencegahan Erosi / Konservasi (P)
Faktor praktik konservasi tanah adalah rasio tanah yang hilang bila usaha
konservasi tanah dilakukan (teras, tanaman, dan sebagainya) dengan tanpa
adanya usaha konservasi tanah. Tanpa konservasi tanah nilai P = 1 (petak baku).
Bila diteraskan, nilai P dianggap sama dengan nilai P untuk strip cropping,
sedangkan nilai LS didapat dengan menganggap panjang lereng sebagai jarak
horizontal dari masingmasing teras. Besarnya nilai P pada beberapa kondisi dapat
dilihat pada Tabel 4. Konservasi tanah tidak hanya tindakan konservasi secara
mekanis dan fisik, tetapi termasuk juga usaha-usaha yang bertujuan untuk
mengurangi erosi tanah. Penilaian faktor P di lapangan lebih mudah apabila
digabungkan dengan faktor C, karena dalam kenyataannya kedua faktor tersebut
berkaitan erat. Beberapa nilai faktor CP telah dapat ditentukan berdasarkan
penelitian di Jawa seperti terlihat pada Lampiran 9. Pemilihan atau penentuan
nilai faktor CP perlu dilakukan dengan hati-hati karena adanya variasi keadaan
lahan dan variasi teknik konservasi yang dijumpai di lapangan.
Tabel 4. Perkiraan Nilai Faktor P Berbagai Jenis Penggunaan Lahan

Sumber: Abdukrahman. dkk (1981) dalam Hardjoamidjojo. S. dan Sukartaatmaja.
S. (1992)
2.4 Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Perkiraan erosi dan kedalaman tanah dipertimbangkan untuk memprediksi
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) untuk setiap satuan lahan. Kelas Tingkat Bahaya
Erosi diberikan pada tiap satuan lahan dengan matriks yang mengguanakan
informasi solum tanah dan perkiraan erosi menurut Rumus USLE. Kelas Tingkat
Bahaya Erosi ditentukan dengan menggunakan matriks yang disajikan pada Tabel
5.
Tabel 5. Kelas Tingkat Bahaya Erosi

Sumber: Departemen Kehutanan, Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi
Lahan (1998)
Keterangan :
0 SR = Sangat Ringan
I R = Ringan
II S = Sedang
III B = Berat
IV SB = Sangat Berat

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Diketahui :
S = 15 %
L = 100 m
R = 1200
K = 0,32

Ditanya :
1. A
2. T
3. IBE (Indeks Bahaya Erosi)

Jawab :
1. Mencari A (Erosi yang Terjadi)
a. Mencari LS



b. Mencari C
Yang ditanam : padi-jagung-kacang tanah
Sehingga dari tabel diperoleh nilai C = 0,357
c. Mencari P
Lahan tanpa tindakan konservasi memiliki nilai P = 1,00
d. Mencari A






2. Mencari T (Erosi yang dapat ditoleransi)
Berat isi = 1,2 g/cm
3
; T = 2,5 mm/tahun (erosi yang dapat ditoleransi)
Sehingga di dikonversi dari mm/tahun ton/ha/tahun, menjadi




3. Mencari IBE (Indeks Bahaya Erosi)



Sehingga dapat dikategorikan bahwa erosi di lahan tersebut sangat tinggi


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Jogjakarta.

Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. 1986. Petunjuk Pelaksanaan
Penyusunan RTL-RLKT. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. 1998. Pedoman Penyusunan
Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Daerah Aliran Sungai. Departemen Kehutanan RI. Jakarta.

Hardjoamidjojo, S. dan Sukartaatmadja, S. 1992. Teknik Pengawetan Tanah dan
Air. JICA IPB. Bogor.

Haerdjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.

Nilwan. 1987. Pendugaan Besar Erosi dan Daya Angkutan Sedimen pada Daerah
Aliran Sungai Citarum Hulu. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit
ANDI.Yogyakarta

Purnama, Nurina Endra. 2008. Pendugaan Erosi Dengan Metode Usle (Universal
Soil Loss Equation) Di Situ Bojongsari, Depok. Tersedia:
http://konservasisitudepok.wordpress.com (Diakses pada tanggal 30 Mei
2013 pukul 21.15 WIB)

Anda mungkin juga menyukai