Anda di halaman 1dari 17

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Sawah

Sawah adalah lahan pertanian yang secara fisik permukaan lahannya rata,

dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya

lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk,

2007). Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena

padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.

Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air, sungai dan air hujan.

Pada lahan yang memiliki kemiringan tinggi, sawah dicetak berteras untuk

menghindari erosi dan menahan air. Sawah berteras banyak terdapat di lereng-lereng

bukit atau gunung di Jawa dan Bali.

2.2 Karakteristik Lahan Sawah

Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi

(redoks) dan aktifitas mikroba tanah yang menentukan tingkat ketersediaan hara dan

produktifitas tanah sawah. Perubahan kimia yang disebabkan oleh penggenangan

tanah sawah sangat mempengaruhi dinamika dan ketersediaan hara padi. Keadaan

reduksi akibat penggenangan akan merubah aktifitas mikroba tanah dimana mikroba

aerob akan digantikan oleh mikroba anaerob, yang menggunakan sumber energi dari

senyawa teroksidasi yang mudah direduksi yang berperan sebagai elektron seperti

ion NO3-, SO4 3- , Fe 3+, Mn 4+ (Prasetyo dkk., 2004).

Tanah sawah dari segi kimia sangat berhubungan dengan teknologi

pemupukan yang efisien. Aplikasi pupuk baik jenis, takaran, waktu maupun cara

pemupukan harus mempertimbangkan sifat kimia tersebut. Sebagai contoh adalah

4
5

pemupukan nitrogen dimana jenis, waktu dan cara pemberian harus memperhatikan

perubahan perilaku hara nitrogen pada lahan sawah agar pemupukan lebih efisien.

Sumber pupuk N disarankan dalam bentuk ammonium dimasukkan ke dalam lapisan

reduksi dan diberikan dua sampai tiga kali (Adiningsih, 2004).

Sifat fisik tanah sangat menentukan kesesuaian suatu lahan dijadikan lahan

sawah. Identifikasi dan karakterisasi sifat fisik tanah mineral memberikan informasi

untuk penilaian kesesuaian lahan terutama dalam hubungannya dengan efisiensi

penggunaan air. Jika lahan akan disawahkan sifat tanah yang penting untuk

diperhatikan adalah tekstur, struktur, permeabilitas, drainase dan tinggi muka air

tanah. Sifat-sifat tersebut sangat berhubungan erat dengan pelumpuran dan efisiensi

penggunaan air (Prasetyo dkk, 2004).

Karakteristik tanah sawah dapat diamati seperti tebal solum, tekstur, kadar

bahan organik, reaksi tanah, kandungan hara tanaman dan kemampuan mengikat air.

Tanah mempunyai karakteristik yang berbeda pada masing-masing horizon dalam

profil tanah. Kualitas tanah merupakan hasil interaksi antara karakteristik tanah,

penggunaan tanah dan keadaan lingkungan. Petani tidak dapat mengubah

karakteristik tanah akan tetapi dalam prakteknya dapat menyesuaikan dengan

kemampuan tanah (Darmawijaya, 1997).

Gambar 2.1
Profil tanah

5
6

2.3 Sistem Pengelolaan pada Budidaya Padi Sawah

Sistem pengelolaan lahan adalah segala tindakan atau perlakuan yang

diberikan pada suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi produktivitas lahan

tersebut dengan mempertimbangkan kelestariaannya (Djaenuddin dkk, 2003). Sistem

pengelolaan lahan yang baik bertujuan untuk tercapainya sistem pertanian

berkelanjutan. Adapun beberapa tahapan sistem pengelolaan pada budidaya padi

sawah yaitu :

2.3.1 Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk tanaman padi yaitu dilakukan untuk mendapatkan

struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhidar dari gulma. Pengolahan

dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor atau

menggunakan tenaga sapi, sampai terbentuk struktur lumpur. Permukaan tanah

diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air (Andoko, 2005).

2.3.3 Perlakuan Pemupukan

Pemberian pupuk merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan

unsur hara. Oleh karena itu dosis pupuk dan jenis pupuk sangat mempengaruhi

pertumbuhan dan hasil dari tanaman padi, sehingga dari kedua faktor tersebut

menjadi permasalahan yang sering dialami oleh petani karena dalam proses budidaya

padi jarang menggunakan jarak tanam dan dosis pupuk yang baik. Menurut pendapat

Dahlan (2012) dosis pemupukan yang sering digunakan petani yaitu 100 kg/ha Urea,

47 kg ha-1 KCl dan 50 kg ha-1 SP-36. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

Nomor 01/Kpts/SR.130/1/2006 tanggal 3 Januari 2006, yang kemudian direvisi

menjadi Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/OT.140/4/2007 spesifik

lokasi perkecamatan. Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/OT.140/4/2007

6
7

diterangkan rekomendasi pemupukan untuk tanaman padi sawah spesifik lokasi

Provinsi Bali, Kabupaten Tabanann, Kecamatan Penebel disajikan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1
Takaran Pemupukan (Keputusan Mentri Pertanian, 2006)
Takaran pupuk
Tanpa bahan organik Dengan 5 t jerami ha Dengan 2 t pupuk kandang
(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)
Urea SP-36 KCL Urea SP-36 KCl Urea Sp-36 KCl
250 100 50 230 100 0 225 50 30
Sumber: KepMentan No 1/2006

Pemberian pupuk yang berlebihan selain menurunkan efisiensi pupuk dapat

memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif penggunaan

pupuk rasional dapat menyebabkan ketidakseimbangan hara dalam tanah, kerusakan

sturktur tanah, penurunan keragaman dan populasi biota tanah serta pencemaran

lingkungan. Pemberian pupuk Urea yang berlebihan ke lahan sawah berpotensi

mencemari kawasan pertanian sekitarnya melalui pencemaran nitrat dan pengkayaan

unsur hara (eutrofication), menurunnya kualitas air, matinya ikan sebagai sumber

protein murah di kawasan perairan. Selain itu akan mengganggu kesehatan juga

mencemari udara (Rochayati, 2011).

2.3.4 Pemeliharaan Budidaya Padi Sawah

Pemeliharan dalam sistem pengelolaan salah satunya adalah penggenangan

dan pengelolaan hama dan penyakit. Penggenangan dilakukan hanya untuk

mempermudah pemeliharan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem padi

organik dapat dilakukan sebagai berikut; pada umur 1-10 HST tanaman padi

digenangi dengan ketinggian air ratarata 1cm, kemudian pada umur 10 hari

dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi.

7
8

Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari

menjelang penyiangan tanaman digenang. Pada saat tanaman berbunga, tanaman

diberikan air dan setelah padi matang susu tanaman dikeringkan kembali sampai

panen.

Upaya mencegah hama dan penyakit sebaiknya tidak menggunakan bahan

kimia, tetapi dilakukan pencengahan dan apabila terjadi gangguan hama/penyakit

digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian secara fisik dan

mekanik (Andoko, 2005).

2.4 Kualitas Tanah

Kualitas tanah yang baik adalah kondisi tanah yang menggambarkan tanah

mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang baik, serta produktivitasnya

tinggi secara berkelanjutan (Utomo,2002; Reintjes 1999). Kualitas tanah

mengintegrasikan komponen fisik, kimia dan biologi tanah. Kualitas tanah menjadi

kapasitas spesifik suatu tanah untuk berfungsi secara alami atau dalam batasan-

batasan ekosistem yang terkelola untuk menopang produktivitas hewan dan

tumbuhan, memelihara atau meningkatkan kualitas udara dan air, serta mendukung

tempat tinggal dan kesehatan manusia. Mutu tanah adalah kapasitas suatu tanah

untuk berfungsi. Tanah dengan kualitas baik tidak akan menunjukkan polusi yang

nyata, degradasi kecil (terbatas), tidak meracuni tanaman, menghasilkan produk

pangan yang aman dikonsumsi baik oleh manusia maupun hewan, dan memberikan

keuntungan pada petani dalam jangka panjang.

Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator-

indikator kualitas tanah. Pengukuran indikator sifat fisik, kimia dan biologi sebagai

8
9

dasar menentukan kualitas tanah. Kualitas tanah merupakan nilai dan bobot tiap

indikator kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat

yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah. (Partoyo, 2005)

Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia

dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQR, 2001). Menurut

Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus (1) menunjukkan

proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadukan sifat fisika tanah, kimia

tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat

diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka terhadap berbagai keragaman

pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5) apabila mungkin, sifat tersebut

merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar tanah.

Berdasarkan fungsi tanah yang hendak dinilai kemudian dipilih beberapa

indikator berdasarkan konsep minimum data set (MDS), yaitu seminimal mungkin

tetapi dapat memenuhi kebutuhan. Penelitian ini mendasarkan pada MDS untuk

daerah tropis menurut Lal (1994).

Kriteria evaluasi kualitas tanah mencakup parameter fisik, kimia, dan biologi

yang sensitif terhadap perubahan kondisi tanah (Doran, 2002). Larson dan Pierce

(1991) mengusulkan set data minimum untuk menilai kualitas tanah. Sifat tanah

yang dipilih berdasarkan tiga kriteria berikut (1) sensitif terhadap variasi tanah dan

praktik budidaya tanaman (2) dapat dideteksi dalam jangka waktu relatif singkat dan

(3) mudah dilakukan. Meskipun banyak sifat tanah yang potensial untuk dijadikan

indikator kualitas tanah, namun pemilihan sifat-sifat tanah yang akan dilakukan

untuk indikator kualitas tanah sangat tergantung tujuan dilakukan evaluasi.

Selanjutnya Lal (1994) menggusulkan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sebagai

9
10

indikator untuk menilai kualitas tanah di daerah tropis. Indikator kualitas tanah dan

proses yang diperlukan oleh indikator tersebut disajikan dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2
Indikator Kualitas Tanah dan Proses yang Dipengaruhi
Penciri Proses
Sifat fisik:
Tekstur Kekompakan, difusi udara, infiltrasi
Berat volume Kekompakan, pertumbuhan akar, infiltrasi
Retensi dan transmisi air, pertumbuhan akar, dan
Porositas
pertukaran udara
Cekaman kekeringan, produksi biomassa, kadar bahan
Kapasitas ketersediaan air
organik
Sifat kimia:
pH Keasaman dan reaksi tanah, ketersediaan hara
Kejenuhan Basa (KB) Penyerapan dan pelepasan, pelarutan
Kapasitas Tukar Kation
Pertukaran ion, pelindian
(KTK)
Ketersediaan Hara (N,P,K) Kesuburan tanah dan cadangan hara
Pembentukan struktur, mineralisai, retensi nutrisi
Bahan Organik
karbon biomassa
Sifat Biologi
Karbon Biomassa (C-labil) Transformasi dan respirasi mikroba, sumber dan
tanah pengikat hara tanah
Sumber : Lal (1994)

2.4.1 Sifat Fisik Tanah

Fisika tanah merupakan cabang Ilmu Tanah yang berhubungan dengan sifat

fisik tanah. Seperti pengukuran, peramalan dan mengontrol proses fisik yang terjadi

di dalam dan di seluruh tanah. Fisika tanah ditujukan pada pergerakan bahan dan

debit aliran serta transformasi energi dalam tanah (Saidi, 2006).

Sifat fisik yang mencirikan kualitas tanah adalah tekstur tanah, berat volume

tanah, porositas dan kadar air kapasitas lapang (Lal, 1994). Sifat lain adalah tanah

10
11

tersebut mudah diolah, aerasi baik, media respirasi akar dan aktivitas mikrobia tanah

yang baik (Kurnia U.et al.,2006).

Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai perbandingan relatif fraksi pasir,

debu dan liat. Tekstur tanah relatif tidak berubah. Kerapatan isi (Bulk Density)

adalah berat (massa) satu satuan volume tanah kering, umumnya dinyatakan dalam

mg/m3. Volume tanah dalam hal ini termasuk volume butiran padat dan ruang pori.

Kerapatan isi berguna untuk menghitung berat tanah di lapangan dan ditentukan oleh

porositas dan padatan tanah. Tanah yang renggang berpori-pori mempunyai bobot

kecil per satuan volume dan tanah yang padat berbobot tinggi per satuan volume

(Pairunan, 1985)

Bulk density dipengaruhi oleh padatan tanah, pori-pori tanah, struktur, tekstur

tanah, ketersediaan bahan organik, serta pengelolaan tanah sehingga dapat dengan

cepat berubah akibat pengelolaan tanah dan praktek budidaya (Hardjowigeno, 2003).

Kandungan bahan organik yang besar mengakibatkan bulk density tanah kecil

sehingga aerasi dalam tanah tersebut menjadi lebih baik (Pairunan, 1985)

Berat volume tanah mineral berkisar antara 0.6-1.4 g cm-3. Tanah Andisols

mempunyai berat volume yang rendah (0.6-0.9 g cm-3), sedangkan tanah mineral

yang lainnya mempunyai berat volume antara 0.8-1.4 g cm-3. Tanah gambut

mempunyai berat volume rendah (0.4-0.6 g cm-3) (Kurnia U.et al.,2006).

Porositas adalah total pori dalam tanah yang ruang dalam tanah yang

ditempati oleh air dan udara. Pada keadaan basah seluruh pori baik makro, meso,

maupun mikro terisi oleh air, pada keadaan kering pori makro dan sebagian porimeso

terisi oleh udara (Foth, 1994). Pengelolaan tanah untuk sementara waktu dapat

memperbesar porositas, namun dalam jangka panjang akan menyebabkan turunnya

11
12

prositas. Penambahan bahan organik adalah tindakan yang perlu dilakuakan untuk

memperbesarnya porositas tanah. Menurut Hardjowigeno (2003) porositas tanah

dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Tanah

yang mengandung bahan organik tinggi porositas tanah menjadi tinggi. Tanah

dengan tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit

menahan air. Ruang pori merupakan bagian dari volume tanah yang ditempati oleh

udara dan air.

Kadar air kapasitas lapang dapat dihitung dengan selisih berat tanah basah

dengan berat tanah kering dibagi dengan berat tanah basah dikali seratus persen.

Kadar Air Kapasitas Lapang tanah pada saat keadaan jenuh dengan keadaan pada

saat pengambilan sampel dilapangan tidak terlalu ada perbedaan kandungan tanah

yang masih sama. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh

tekstur tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil

daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah

pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung

atau liat.

Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu

pertumbuhan tanaman. Kadar air kapasitas lapang dalam tanah dipengaruhi:

banyaknya curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya

evapotranspirasi (penguapan langsung melalui tanah dan melalui vegetasi), tingginya

muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi atau kandungan garam-

garam, dan kedalaman solum tanah atau lapisan tanah (Hakim dkk, 1986).

12
13

2.4.2 Sifat Kimia Tanah

Perilaku kimiawi tanah didefinisikan sebagi keseluruhan reaksi fisika dan

kimia yang bereaksi antara penyusun tanah dan bahan yang ditambahkan ke dalam

tanah dalam bentuk pupuk ataupun pembenah tanah lainnya. Pada umumnya,

reaksi-reaksi yang terjadi di dalam tanah diimbas oleh tindakan faktor lingkungan

tertentu (Sutanto, 2005).

Sifat kimia tanah yang terpaut sebagai kualitas tanah adalah C-Organik, pH,

KTK, KB, kandungan hara (N, P, K) (Lal, 1994). Karbon disimpan dalam tanah

dalam bentuk yang relatif stabil, baik melalui fiksasi CO2 atmosfer secara langsung

maupun tidak langsung melalui fotosintesis tanaman. Kandungan karbon organik

tanah umumnya tinggi dalam tanah alami, tetapi akibat dari budidaya tanaman

mengakibakan hilangnya karbon organik tanah. Kehilangan C-organik tanah ini

sering berkaitan dengan tingkat produksi yang rendah.

Pengembalian bahan organik dilakukan untuk memperbaiki kandungan C-

organik yang ada di dalam tanah. Pemberian bahan organik ke dalam tanah tidak

hanya menambah unsur hara bagi tanaman tetapi juga dapat menciptakan kondisi

yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan dapat memperbaiki kapasitas menahan

air, mempermudah penetrasi akar tanaman, memperbaiki aerasi, meninggatkan pH

tanah, KTK dan serapan hara. Sisa-sisa tanaman hasil panen yang dimasukkan

kembali ke dalam tanah dapat berperan sebagai salah satu sumber utama bahan

organik tanah (Hardjowigeno, 2003)

Kondisi C–organik yang rendah sangat tidak menguntungkan bagi

pertumbuhan tanaman dengan demikian perlu dilakukan penambahan bahan organik

ke dalam tanah. Penambahan bahan organik ke dalam tanah akan membebaskan

13
14

unsur-unsur yang dikandung seperti N, P, K, Ca, Mg, dan lainnya serta

meningkatkan ketersediaannya bagi tanaman (Hardjowigeno, 2003)

Derajat kemasaman atau pH tanah adalah ukuran keasaman, netralisasi,

alkalinitas atau commonly termas hydrogen ion activity. Ini penting untuk

penentuan hara tanah sebagai media tumbuh tanaman, beberapa unsur hara yang

diperlukan keberadaannya tergantung pH. Purwanto, (2002) juga menyebutkan

bahwa pengukuran pH penting untuk mengukur kualitas tanah karena pH

menentukan aktivitas mikrobia dan tanaman.

Derajat kemasaman tanah atau pH tanah menunjukkan sifat keasaman atau

alkalinitas tanah yang sudah dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan

banyaknya konsentrasi ion hydrogen (H+) didalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+

didalam tanah semakin masam tanah tersebut. Didalam tanah selain ion H+ dan ion-

ion lain ditemukan pula ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan

banyaknya ion H+. Tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada ion

OH- (Hardjowigeno, 1987).

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan jumlah total kation yang dapat

dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif.

KTK dipengaruhi oleh kadar liat, karena tanah yang didominasi oleh fraksi liat

memiliki kapasitas pertukaran ion dan kapasitas memegang air yang tinggi, oleh

karena itu tanah yang didominasi oleh fraksi liat memiliki stabilitas agregat yang

tinggi karena adanya ikatan dalam partikel tanah. Faktor yang mempengaruhi KTK

yaitu reaksi tanah (pH), tekstur tanah, jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran

dan pemupukan.

14
15

Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara

lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara terdapat

dalam kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang

tercuci oleh air.

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa

dengan jumlah semua kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam

kompleks jerapan tanah. Menurut Purwanto (2008) kejenuhan basa tinggi berarti

ketersediaan kation-kation basa cukup banyak untuk keperluan tanaman dari segi

hara tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah menunjukkan

besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kation-kation basa umumnya

merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman.

Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling luas penyebarannya di

alam. Nitrogen juga merupakan salah satu unsur hara esensial yang mempengaruhi

pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun

sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein

(Hanafiah 2008).

Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau

mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg ha-1

pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah

tersebut (Hardjowigeno 2003). Hilangnya Nitrogen dalam bentuk NO3- karena

mudah dicuci oleh air hujan (leaching) dan tidak bisa dipegang oleh koloid tanah.

Nitrat yang tercuci akan dibawa ke lapisan tanah bagian bawah perakaran dan masuk

ke dalam groundwater dan akhirnya masuk ke perairan bebas. Hilngnya N juga

disebabkan karena penguapan dalam bentuk gas.

15
16

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal

dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik

khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan

organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses

dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.

Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik.

Bentuk organik dalam tanah umumnya terdapat dalam bentuk asam-asam amino,

protein, gula-gula amino. Bentuk-bentuk anorganik meliputi NH4+, NO3-, NO2-, N2O

dan unsur N2. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3-, namun

bentuk lain yang juga dapat dijerap adalah NH4+. Selanjutnya, dalam siklusnya,

nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral

mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali sebagai residu

tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan

bertambah lagi melalui pemupukan.

Ketersediaan fosfor dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (1) pH tanah (2)

Fe, Al, Mn yang terlarut (3) jumlah bahan organik (4) kegiatan mikroorganisme.

Selain faktor tersebut, temperatur dan lamanya kontak antara akar dan tanah

merupakan faktor yang menentukan juga terhadap tersedianya fosfor di dalam tanah

bagi tanaman (Soegiman, 1982).

Fosfor organik dalam tanah terdapat dalam beberapa fraksi terikat aluminium

(AL-P) dan terikat besi (Fe-P). Bentuk-bentuk fosfor yang diserap tanah adalah

orthofosfat primer dan sekunder (H2PO4- dan HPO42-). Ketersediaan ini di dalam

tanah dipengaruhi oleh pH tanah. Jika pH tanah rendah (masam) H2PO4- lebih

dominan dan apabila pH tanah tinggi (basa) HPO42- lebih dominan. Ketersediaan P

16
17

maksimal terjadi pada pH 6-7 (Stevenson, 1986). Mikroorganisme dan perakaran

tanaman mampu melarutkan fosfat seperti itu dan mengubahnya sehingga dengan

mudah menjadi tersedia bagi tanaman (Rao, 1994)

Ketersediaan P dalam tanah untuk tanaman terutama sangat dipengaruhi oleh

sifat dan ciri tanah itu sendiri. P menjadi tersedia atau tidak larut disebabkan oleh

fiksasi mineral-mineral lempung dan ion-ion Al-Fe dan Mg atau Ca yang banyak

larut, sehingga membentuk senyawa komplek yang tidak larut (Hakim et al., 1986).

Penjerapan unsur P pada tanah andisol merupakan hambatan apabila tanah ini

digunakan untuk lahan pertanian. Selain itu ketersediaan Al yang cukup tinggi dapat

meracuni perakaran tanaman (Buringh, 1979).

2.4.3 Sifat Biologi Tanah

Aktifitas biologi tanah merupakan aktivitas metabolik mikroorganisme, yang

peran dalam aliran energi dan siklus hara berkaitan erat dengan produksi bahan

(Hanafiah et al., 2008). Mikrobia tanah merupakan faktor yang penting dalam

ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman,

stabilitas agregat tanah, kapasitas memegang air, struktur tanah (Hartatik et al.,

2007).

Biomassa karbon mikroorganisme (C-biomassa) dalam penelitian kualitas

tanah dapat digunakan sebagai parameter fraksi aktif dari bahan organik tanah. C-

biomassa mempunyai korelasi yang erat dengan sifat biologi tanah lainnya. Hartatik

et al. (2007) mengemukakan bahwa C-biomassa dapat digunakan dalam menilai

perubahan kadar bahan organik dalam tanah dan untuk menilai perubahan sifat tanah

secara umum

17
18

Biomassa mikrobia tanah berkorelasi erat dengan sifat-sifat tanah lainnya

seperti respirasi tanah, pengukuran populasi, biomassa, serta aktivitas mikrobia

menjadi penting karena dapat digunakan untuk mengetahui tingkat degradasi lahan,

mengevaluasi fungsi ekosistem, serta mengevaluasi kesuburan, dan kualitas tanah.

Aktivitas mikroorganisme tanah dapat diperkirakan dengan mengukur emisi gas

CO2, yang merupakan hasil respirasi dari kegiatan organisme. Gas CO2 yang

terlepas dari tanah dapat dipakai sebagai aktivitas biologi dalam tanah dan dapat

digunakan untuk memahami siklus C suatu ekosistem (Hartatik et al.,2007).

Van der Werf dan Verstraete (1987a) mengajukan sebuah metode baru untuk

mengestimasi komponen yang aktif dari biomassa mikroorganisme tanah. Parameter

biokinetika yang merupakan ciri-ciri biomassa mikroorganisme tanah diestimasi dari

kurva respirasi dengan menggunakan simulasi matematika. Model matematika akan

dihitung berdasarkan parameter biokinetika sebagai berikut:

1. Kecepatan pertumbuhan khas maksimum

2. Aktifitas substrat

3. Koefisien hasil pertumbuhan biomassa

4. Koefisien pemeliharaan biomassa.

Van der Werf dan Verstraete (l987b) menggunakan model simulasi ini pada

berbagai jenis tanah dan kemudian membuat korelasi antara konsumsi O2 atau

produksi CO2 selama 10 jam dengan biomassa mikroorganisme tanah yang aktif.

Dengan cara ini, prosedur untuk menetapkan biomassa mikroorganisme tanah yang

aktif dapat disederhanakan dengan hanya mengukur konsumsi oksigen total atau

produksi CO2 selama 10 jam, dan mereka menemukan hubungan antara konsumsi O2

18
19

atau produksi CO2 selama 10 jam dengan biomassa mikroorganisme tanah yang aktif

melalui persamaan:

Xo = 0.788 YO2

Di mana:

Xo = biomassa aktif mikroorganisme (mg berat kering biomassa per kg tanah

basah).

YO2 = konsumsi rata-rata O2 selama 10 jm inkubasi (mg O2 kg· 1 tanah basah

per 10 jam).

Persamaan ini didasarkan pada data konsumsi O2 yang bervariasi antara 3.5 -

350 mg O2 per kg berat tanah basah per 10 jam. Persamaan dalam bentuk ini hanya

berlaku untuk suhu inkubasi pada 20 °C, dan hubungan antara produksi CO2 dengan

biomassa mikroorganisme tanah yang aktif dinyatakan melalui persamaan:

Xo = 0.283 YCO2

Di mana:

Xo = biomassa aktif mikroorganisme (mg berat kering biomassa per kg tanah

basah).

YCO2 = produksi rata-rata C~ selama 10 jam inkubasi (mg CO2 kg-I tanah

basah per 10 jam)

Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu indikator adanya aktivitas

mikrobia. Semakin tinggi CO2 tanah, semakin tinggi aktivitas mikroorganisme.

Menurut Hasibuan (1981), pada kondisi biomassa mikrobia rendah, aktivitas

mikrobia relatif lebih tinggi karena adanya kecenderungan melakukan konversi C

melalui immobilisasi dan terpendam dalam bentuk kurang tersedia. Hal ini diduga

karena laju respirasi yang terbentuk mungkin bukan berasal dari hasil aktivitas

19
20

mikrobia dalam kegiatannya merombak bahan organik melainkan dari perombakan

sel-sel mikrobia yang mati akibat kompetisi dalam perebutan substrat (Prawanto,

2002).

Respirasi mikroorganisme dalam tanah yang berupa gas CO2 merupakan

petunjuk aktivitas mikrobia (Alexander, 1997). Aktivitas mikroorganisme dapat

membantu pertumbuhan tanaman, mempengaruhi kesuburan tanah, dan

menghancurkan senyawa organik beracun. Karbondioksida merupakan produk

utama dari hasil perombakan substrat organik melalui metabolisme oleh mikrobia

yang selanjutnya dimanfaatkan untuk energi dan produksi biomassa (Prawito, 2007).

Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan

tanah. Bahan organik merupakan sumber hara tanaman, disamping itu juga sumber

dari sebagian besar mikroorganisme tanah. Bahan organik sangat berpengaruh pada

tanaman baik secara langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung adalah bahan

tersebut mampu diserap oleh tanaman dan pengaruh tak langsung melalui perubahan

sifat dan ciri tanah (Hakim, 1986).

Bahan organik merupakan substrat alami untuk mikroorganisme dan secara

tidak langsung memberikan nutrisi bagi tanaman melalui kegiatan mikroorganisme

tanah. Bahan organik itu penting untuk pembentukan agregat tanah dan karenanya

juga untuk pembentukan struktur tanah yang pada akhirnya menentukan sampai

sejauh mana aerasi tanah dan kebiasaan perakaran tanaman. Bahan organik

membantu dalam konservasi nutrisi tanah dengan mencegah erosi dan peluruhan

nutrisi dan permukaan tanah (Rao, 1994).

20

Anda mungkin juga menyukai