2021/2022 1. Coba saudara jelaskan apa peranan irigasi dalam pencapaian swasembada beras di tahun 1984-1993?
Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang
posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Selain lebih dari 90% penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokoknya, beras juga menjadi industri yang strategis bagi perekonomian nasional.
Selama beberapa dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
berbagai kebijakan perberasan agar ketahanan pangan dapat tercapai sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan. Kebijakan perberasan di Indonesia meliputi kebijakan produksi, distribusi, impor, dan pengendalianharga domestik dalam rangka menjaga ketahanan pangan nasional. Kebijakan produksi pangan, terutama padi, telah diluangkan melalui inpres No. 9 Tahun 2002 tentang dukungan dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di Indonesia. Sebelumnya pemerintahan orde lama juga telah mengeluarkan berbagai paket teknologi seperti bimbingan masal tahun 1965, intensifikasi khusus tahun 1979 dan Supra insus pada tahun 1987, sehingga mampu menghantarkan Indonesia mencapai swaswembada beras pada tahun1984.
Program peningkatan produksi pertanian diawali dengan dikeluarkannya
program padi sentra pada tahun 1959. Program ini dikeluarkannya dua paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan dan pendekatan sosial individu. Akan tetapi, program ini kurang berhasil sehingga pemerintah terus melakukan kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi padi. Kemudian tahun1965, atas prakarsa dari Institut pertanian Bogor, pemerintah mengeluarkan program Bimas dan Insus melalui SK menteri pertanian no. 003 Tahun 1979. Hingga akhirnya Indonesia berhasil mencapai swasembada pada tahun 1984 melalui teknologi pasca Usaha tani. Program peningkatan produksi padi juga terus menerus dievaluasi sesuai dengan perubahan lingkungan baik alam maupun social ekonomi. Seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, maka permintaan pangan akan semakin meningkat, sehingga akan diikuti oleh peningkatan beras dalam negeri. Pada tahun 1969 hingga 1984, Indonesia belum lagi bisa mencukupi kebutuhan beras dalam negeri, yang mana memaksa melakukan impor beras dalam jumlah cukup besar, kemudian semakin lama semakin tinggi seiring dengan kurang kemampuannya negara dalam mencukupi kebutuhan pangan dalam domestic sendiri. Namun kondisi tersebut hanya berlangsung sementara karena setelah itu Indonesia harus mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Kenapa Indonesia mulai mengimpor beras lagi sejak tahun 1994?
Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian penduduk bermata
pencaharian sebagai petani. Salah satu hasilnya adalah beras yang merupakan bahan pokok hampir bagi seluruh rakyar Indonesia, selain bernilai ekonomis juga mengandung nilai psikologis, social dan politik.
Penduduk Indonesia hampir 96% makan beras daripada sumber pangan
lainnya, sehingga harga beras sangat berdampak bagi pemenuhan kebutuhan rakyat. Laporan paling akhir BPS tentang kemiskinan (pengeluaran per bulan dibawah Rp 152.847,00) untuk membeli beras mencapai 23,10% dari uang yang mereka gunakan untuk meemenuhi kebutuhan hidup. Sehingga setiap kenaikan harga beras berimplikasi pada bertambahnya porsi pengeluaran penduduk untuk mendapatkannya. Artinya, kenaikan harga beras apalagi dengan tingkat yang tinggi menurunkan kemampuan penduduk yang berpenghasilan rendah dan msikin untuk hidup layak. Menurut ukuran BPS, penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan pada bulan maret 2007 berjumlah 39,05 juta jiwa (17,75%).
Ancaman terhadap ketahanan pangan disebabkan terjadinya ketidakseimbangan
antara jumlah produksi dan konsumsi pangan. Jumlah konsumsi beras di Indonesia tampaknya akan sulit ditekan karena sebagian besar masyarakat Indonesia mengandalkan beras sebagai makanan pokok. Bila konsumsi tidak dapat ditekan sementara jumlah produksi beras di tingkat nasional menurun, maka situasi demikian akan memperburuk ketahanan pangan nasional. Indonesia pernah mencapai swaswembada beras pada 1984. Namun, sejak swasembada diraih, laju pertumbuhan produksi cenderung menurun dan semakin tidak stabi, sehingga pada 1994 indonesia sudah tidak lagi berswasembada beras. Produksi beras dalam negeri tidak dapat diandalkan lagi sehingga terpaksa mengimpor beras. Impor beras terus berlanjut dengan volume yang membesar. Dalam tahun 1985-1993 (periode swasembada) impor beras hanya rata-rata 0,16 ton/tahun, pada tahun 1994-1997 (periode sebelum krisis ekonomi) meningkat menjadi rata- rata 1,10 juta ton/tahun dan pada tahun 1998-2000 (periode krisis) meningkat lebih besar lagi menjadi rata-rata 4,65 juta ton/tahun. Dilihat dari berbagai segi ketergantungan kepada impor beras secara berkelanjutan dan dalam volume besar sangat tidak menguntungkan karena dapat merupakan ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional. Untuk itu maka Indonesia harus memacu produksi beras dalam negeri yang lebih serius melalui produksi yang lebih unggul dan ramah lingkugan yang dapat diterapkan secara optimal ditigkat petani sehingga produktivitas dapat titingkatkan tanpa merusak lingkungan. DAFTAR PUSTAKA
Firdaus,Muhammad,Lukman Baga , dan Purdiyanti Pratiwi.(2008). Swasembada
beras dari masa ke masa.Bogor:IPB Press
Krisdasusila,Andy(2010). Mengkaji masalah-masalah social,ekonomi dan bisnis.
Impor beras dalam pandangan islam,9(3),9-17
Sapuan.1999.Perkembangan Manajemen Pengendalian Harga Beras Di
Indonesia 1969-1998.Agro Ekonomika,1,29-37
Kumalasari,Dwi Apriyanti,dkk(2013).Skenario Kebijakan Swasembada beras Di
Indonesia.Habitat,24(1),44-5
Anggraeni,Rina(2013).Politik Beras Di Indonesia Pada Masa Orde Baru(1969-
1998):Dari Subsistensi Swasembada Pangan Hingga Ketergantungan Impor