Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL


(PNA 3521)

ACARA III
Pemberian Arang Pada Tanah Pasir Untuk Meningkatkan Ketersediaan Air
Bagi Tanaman

Oleh :
Dede Rudyanto
NIM A1D017054
Rombongan 3

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
ABSTRAK

Praktikum pemberian arang pada tanah pasir pantai untuk meningkatkan


ketersediaan air bagi tanaman bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
arang terhadap pertumbuhan tanaman pada lahan pasir dan untuk mengetahui cara
pemberian arang pada lahan pasir. Praktikum dilakukan di screen house dan
laboratorium Universitas Jenderal Soedirman pada tanggal 24 Oktober 2019.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(RAKL) yang terdiri dari 5 ulangan dan 5 perlakuan. Percobaan dilakukan dengan
pemberian 5 macam perlakuan yaitu perlakuan arang sekam 0,625% , 1,25% dan
arang kayu 0,625% serta 1,25%. Media tanam yang digunakan yaitu berupa tanah
pasir dengan benih tanaman buncis. Variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman,
jumlah daun, panjang akar, bobot basah akar, dan bobot basah tajuk. Berdasarkan
hasil analisis data pemberian perlakuan arang sekam dan arang kayu pada tanah
pasir pantai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah
tajuk, bobot basah akar, dan panjang akar tanaman buncis. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh pemberian arang sekam dan arang kayu dengan dosis yang sesuai
sehingga menyebabkan ketersediaan air dan unsur hara dalam tanah berubah.

Kata Kunci : pasir, arang kayu, arang sekam, buncis

63
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan marginal di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan secara


optimal untuk lahan pertanian, salah satunya lahan pasir pantai. Lahan pasir pantai
memiliki potensi dikembangkan sebagai lahan pertanian untuk meningkatkan
produktivitas tanaman. Lahan pasir pantai merupakan gumuk-gumuk pasir.
Karateristik lahan di gumuk pasir adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir
tunggal, porositas tinggi, status kesuburannya rendah dan evaporasi tinggi serta
tiupan angin laut yang kencang.
Salah satu alternatif peningkatan produksi pertanian untuk memenuhi
kebutuhan pangan adalah melakukan akibat alih fungsi lahan pertanian. Oleh
karena itu, pemanfaatan lahan tidak produktif dan lahan kritis menjadi solusi
terhadap permasalahan tersebut. Lahan pasir adalah suatu jenis tanah yang sangat
porous, miskin unsur hara, kemampuan memegang air yang rendah, kandungan
bahan organiknya rendah, infiltrasi dan evaporasinya tinggi. Akibat karakteristik
lahan yang sedemikian rupa, lahan pasir pantai tidak cukup baik untuk dijadikan
sebagai media tanam. Penggunaan lahan jenis ini untuk keperluan budidaya
tanaman harus dilakukan penambahan pupuk kandang atau bahan-bahan lain yang
berfungsi sebagai pengikat air dan sebagai sumber unsur hara bagi tanaman.
Perbaikan tanah marginal dapat dilakukan dengan memperbaiki sifat tanah
baik fisika, biologi ataupun kimia. Perbaikan sifat fisika dapat dilakukan dengan
perbaikan agregasi tanah, ataupun penggunaan lahan dengan penerapan sistem
konservasi tanah dan air. Alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan produktivitas lahan salah satunya adalah pemberian bahan pembenah
tanah. Bahan pembenah tanah adalah bahan-bahan sintetis atau alami yang
berpotensi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Teknologi yang akan
diterapkan pada praktikum untuk membangun kembali kesuburan tanah adalah.

64
Biochar (arang kayu maupun arang sekam). Praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman.

B. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah sebagai berikut:


1. Mempelajari cara pemberian arang sebagai pembenah tanah pada lahan
marginal.
2. Mengetahui pengaruh pemberian arang pada tanah pasir pantai terhadap
pertumbuhan tanaman.

65
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Lahan Pasir

Lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal yang memiliki produktivitas


rendah.. Produktivitas lahan pasir pantai yang rendah disebabkan oleh faktor
pembatas yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air rendah, infiltrasi
dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat rendah dan efisiensi
penggunaan air rendah. Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung
lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah
mengalirkan air, sekitar 150 cm per jam. Sebaliknya, kemampuan tanah pasir
menyimpan air sangat rendah, 1,6-3% dari total air yang tersedia (Hasibuan, 2015).
Lahan pantai memiliki beberapa kendala apabila akan digunakan sebagai lahan
pertanian antara lain lahannya yang berupa pasir memiliki kualitas tanah yang rendah,
kesuburan tanah yang rendah, intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan suhu tinggi
(Saparso et al., 2017). Tanah pasir memiliki kandungan bahan organik dan kalsium yang
sangat rendah, mudah diolah, kemampuan memegang dan menyimpan air rendah.
Produktivitas rendah pada pasir pantai disebabkan oleh faktor pembatas yang berupa
kemampuan memegang dan menyimpan air rendah, kesuburan dan bahan organik sangat
rendah. Budiyanto (2014) menyatakan bahwa, tanah pasir pantai merupakan tanah
muda (baru) yang umumnya belum mengalami perkembangan horizon, bertekstur
kasar, struktur kersai atau berbutir tunggal, konsistensi lepas-lepas sampai gembur
dan kandungan bahan organic rendah. Lahan pasiran adalah lahan yang tekstur
tanahnya memiliki fraksi pasir >70%, dengan porositas total <40%, kurang dapat
menyimpan air karena memiliki daya hantar air cepat, dan kurang dapat menyimpan
hara karena kekurangan kandungan koloid tanah. Pemberian bahan organik ke
dalam tanah pasir merupakan praktek yang paling dianjurkan, dan biasanya
diberikan dalam takaran yang melebihi anjuran pada umumnya. Tanah pasiran
umumnya memiliki pH netral, berwarna cerah sampai kelam tergantung kandungan
bahan organik dan airnya, dan tidak atau belum membentuk horizon.

66
Lahan pasir pantai memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan
pertanian untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan. Lahan pasir pantai
memiliki karakterisitik tanah yang didominasi oleh fraksi pasir, porositas tinggi,
kandungan liat dan bahan organiknya rendah, sehingga kemampuan tanah dalam
menyimpan air menjadi rendah. Selain itu, sifat tanah berpasir yang mudah
meloloskan air ke bawah akan mempengaruhi efisiensi penggunaan pupuk nitrogen.
Pemupukan nitrogen pada tanah berpasir tanpa melakukan perbaikan sifat tanah
akan berdampak pada jumlah ion nitrogen yang dapat diserap oleh tanaman
(Kastono, 2007).

B. Karakter atau Sifat Fisik Lahan Pasir

Lahan dengan ciri utama bertekstur pasir, kandungan hara yang rendah,
mudah tererosi oleh angin yang sangat kencang serta suhu udara yang tinggi
merupakan kendala utama apabila dikembangkan untuk budidaya tanaman pangan
maupun tanaman hortikultura. Lahan diominasi oleh fraksi pasir (>95%) sedangkan
fraksi debu dan lempungnya sangat rendah menyebabkan lahan pasir pantai
memiliki daya meluluskan air yang tinggi. Lahan pasir pantai dengan kandungan
unsur hara yang rendah memerlukan pembenah tanah agar tercipta kondisi tanah
yang mendukung untuk pertumbuhan tanaman pangan maupun tanaman
hortikultura (Isniyanti et al., 2015).
Lahan pasir pantai memiliki karakteristik tanah yang bertekstur kasar dengan
kandungan fraksi pasirnya > 70%, struktur lepas-lepas, temperatur permukaan yang
tinggi dan hembusan angin yang kencang yang berakibat evaporasi dan
evapotranspirasi sangat tinggi (Sunghening dan Tohari, 2013). Dilihat dari segi
kimia, tanah pasir cukup mengandung unsur fospor dan kalium yang belum siap
diserap tanaman, tetapi lahan pasir kekurangan unsur nitrogen (Syukur, 2005).
Tanah pasir memiliki tekstur dengan ukuran partikel yang besar, sehingga sulit
menahan air dan kandungan unsur hara yang rendah (Hanafiah, 2007).
Ciri utama lahan pasir pantai yang bertekstur pasir, kandungan hara rendah,
mudah tererosi oleh angin yang sangat kencang serta suhu udara yang tinggi,

67
merupakan kendala utama apabila dikembangkan untuk budidaya tanaman pangan
maupun hortikultura. Kendala lain yang muncul di lahan pasir pantai adalah suhu
tanah yang tinggi di siang dan sore hari. Berbagai macam kendala yang muncul di
lahan pasir pantai menuntut petani menggunakan faktor produksi yang lebih baik
dalam kuantitas maupun kualitas (Setyaningrum et al., 2016).
Menurut Nugroho (2013), tanah pasir pantai didominasi oleh fraksi pasir
(tekstur pasiran) dan dapat dikatakan belum terstruktur. Tekstur pasiran mempunyai
pori makro lebih banyak dibandingkan dengan pori mikro sehingga kemampuan
tanah mengikat air dan unsur hara rendah. Unsur hara mudah hilang melalui
pencucian dan penguapan. Rendahnya Kapasitas Tukar Kation (KTK) juga
disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan organik. Tanah berpasir merupakan
tanah yang mempunyai struktur yang porositasnya tinggi. Tanah ini umumnya bila
ditanami, tanaman tidak dapat tumbuh subur, karena sifat tanah tersebut sangat
mudah merembeskan air yang mengangkut unsur hara jauh kedalam tanah.
Akibatnya unsur hara yang dibutuhkan tanaman tidak terjangkau oleh akar
(Supriyatno,2010).

C. Arang Sekam dan Arang Kayu

Arang sekam merupakan bahan pembenah tanah yang mampu memperbaiki


sifat-sifat tanah dalam upaya rehabilitasi lahan dan memperbaiki pertumbuhan
tanaman. Tanah yang memiliki karakteristik yang kurang baik untuk dijadikan
media tanam, dapat diberi perlakuan arang sekam. Penambahan arang sekam ke
dalam media tanam tanah Inceptisol yang memiliki drainase buruk dapat
meningkatkan ruang pori total dan mempercepat drainase air tanah (Onggo et al.,
2017).
Sekam padi merupakan bahan organik yang berasal dari limbah pertanian
yang mengandung beberapa unsur penting seperti protein kasar, lemak, serat kasar,
karbon, hidrogen, oksigen dan silika (Nurbaity et al., 2011). Arang sekam
merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari sekam padi dengan warna hitam.

68
Arang sekam mengandung unsur N, P, K dan Ca masingmasing 0.18; 0.08; 0.30
dan 0.14% serta unsur Mg yang besarnya tidak terukur dan mempunyai pH 6-7.
Komposisi arang sekam paling banyak ditempati oleh SiO2(52%), C (31%), Fe2O3,
K2O, MgO, Cao dan Cu (dalam jumlah kecil) sehingga arang sekam memiliki sifat
kimia menyerupai tanah.
Arang kayu (wood charcoal) merupakan salah satu jenis bahan organik yang
dapat digunakan sebagai bahan untuk memperbaiki kualitas media tumbuh, baik
sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi arang kayu ke dalam media tumbuh dapat memperbaiki sifat kimia tanah,
antara lain meningkatkan pH tanah, kejenuhan basa, kandungan unsur hara tersedia,
Kapasitas Tukar Kation (KTK), serta menurunkan kandungan ion Al2+ dan H+ yang
ada di dalam larutan tanah (Glaser et al. 2002 dalam Ahmad 2006).
Menurut Chan et al. (2012), fungsi penggunaan arang dan abu sekam yaitu
untuk memperbaiki sifat fisik maupun kimia tanah. Abu sekam padi memiliki
fungsi mengikat logam. Selain itu, abu sekam padi berfungsi untuk
menggemburkan tanah, sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur
hara. Gustia (2013) menambahkan abu sekam dan arang kayu berfungsi sebagai
penyerap dan pelepas unsur hara (pupuk) dalam bidang kesuburan tanah karena
memiliki luas permukaan yang besar dan kurang lebih sama dengan koloid tanah.
Arang kayu dan abu sekam mampu memperbaiki struktur tanah dan mempunyai
daya serap (adsorpsi) yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap.
Arang kayu (biochar) merupakan arang hayati yang diperoleh dari suatu
pembakaran tidak sempurna, sehingga menyisakan unsur hara yang dapat
menyuburkan lahan. Jika pembakaran berlangsung sempurna, berubah menjadi abu
dan melepas karbon, meningkatkan kelembaban dan kesuburan tanah, juga dapat
bertahan ribuan tahun dalam tanah (Ghani, 2009). Arang kayu adalah arang hasil
pembakaran (pirolisis) tanpa oksigen atau dengan O2 rendah pada suhu <700 0C
(Cheng, 2007).
Arang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai penyerap dan
pelepas unsur hara (pupuk) dalam bidang kesuburan tanah karena memiliki luas
permukaan yang besar dan kurang lebih sama dengan koloid tanah. Arang aktif

69
mempunyai daya serap (adsorpsi) yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk
larutan atau uap .Tempurung kelapa mempunyai luas permukaan yang paling besar
dibandingkan dengan bahan arang lainnya. Arang tempurung kelapa umumnya
mempunyai luas permukaan dalam antara 500-1500 m2 /g sehingga sangat efektif
dalam menangkap partikel-partikel yang sangat halus. Begitu pula dengan arang
sekam padi, dapat memiliki luas permukaan dalam antara 300-2000m2 /g (Pohan
et al., 2002).

D. Botani Tanaman Buncis

Menurut Nugrahani et al. (2016) tanaman buncis dalam tata nama tumbuhan,
diklasifikasikan kedalam:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Upafamili : Faboideae
Genus : Phaseolus
Spesies : P. Vulgaris Linn
Tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L) atau yang lebih dikenal sebagai
kacang buncis merupakan tanaman yang sangat mudah di temukan di seluruh
wilayah Indonesia. Tanaman buncis berasal dari wilayah selatan Meksiko dan
wilayah panas Guatemala. Kandungan kimia tanaman buncis antara lain antosianin,
flavonoid, alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, stigmasterin, trigonelin, arginin,
asam amino, asparagin, kholina, tanin dan fasin. Tanaman buncis merupak tanaman
polong jenis semak atau perdu yang kaya akan manfaat. Terdapat dua tipe yaitu
merambat dan tegak. Tanaman ini biasa dikonsumsi dalam keadaan muda atau
dikonsumsi bijinya. Buncis dapat tumbuh liar, ditemukan pada daerah dataran

70
rendah dan dataran tinggi pada lingkungan kering hingga lembab (Nugrahani et al.,
2016).
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman sayuran varietas unggul
dari Balai Peneltian Tanaman Sayuran (Balitsa). Buncis tegak memiliki habitus
tanaman yang tegak, tidak seperti buncis rambat yang memiliki habitus merambat.
Media tanam terbaik untuk budidaya buncis tegak masih perlu dicari guna mencapai
potensi produksi yang optimal (Safitry & Kartika, 2016). Produksi tanaman buncis
setiap tahunnya mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh varietas yang
ditanam petani masoh berdaya rendah, serangan hama dan penyakit, mutu benih
masih sangat rendah dan cara bercocok tanam konvensional (Nugroho & Soegianto,
2019).

E. Rekayasa Teknologi untuk Meningkatkan Daya Ikat Air

Kaitannya dengan menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan


terhadap lengas tanah relatif rendah karena permukaan kontak antara tanah pasiran
ini didominasi oleh pori-pori makro. Penggunaan pembenah tanah di lahan pasir
pantai merupakan salah satu alternatif tekologi peningkatan produktivitas lahan.
Bahan pembenah tanah yang dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah
pasir yaitu dengan penambahan bahan organik, penambahan lempung, pupuk
kandang. Grumosol merupakan tanah yang didominasi oleh fraksi lempung dengan
kandungan lebih dari 40%. Fraksi lempung memiliki ukuran koloid rendah,
sehingga memiliki luas permukaan jenis yang besar, sehingga memiliki
kemampuan menyerap air yang tinggi, membantu membentuk agregat dan
menyediakan hara, kapilaritas sangat baik, melepaskan air lambat dan aerasi jelek
(Winarno, 2008).
Ketersedian air dan pupuk pada lahan pasir dapat ditingkatkan dengan
menerapkan teknik penjebakan air dengan menggunakan unggun hidrogel organik
(organic hydrogel bed). Teknik ini merupakan usaha untuk meningkatkan waktu
tinggal atau retensi air dengan mencampurkan bahan pengikat air pada pasir. Bahan

71
pengikat air dibuat dari suatu campuran beberapa bahan yang mempunyai daya ikat
air besar sehingga air dapat tinggal lebih lama daripada waktu tinggal pada unggun
pasir tanpa pengikat. Beberapa bahan pengikat air yang dapat digunakan hidrogel
yang dicampurkan dengan bahan-bahan yang sekaligus dapat menyediakan unsur
hara seperti pupuk kandang (Nurhikmat et al, 2010).
Menurut Baon dan Sugiyanto (2011), dalam kaitannya dengan menyimpan
air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas tanah relatif rendah
karena permukaan kontak antara tanah pasiran ini didominasi oleh pori-pori makro.
Penggunaan pembenah tanah di lahan pasir pantai merupakan salah satu alternatif
tekologi peningkatan produktivitas lahan. Bahan pembenah tanah yang dapat
digunakan untuk memperbaiki struktur tanah pasir yaitu dengan penambahan bahan
organik, penambahan lempung, pupuk kandang.

72
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan.
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis 24 Oktober 2019 pukul 13.00-15.00
WIB. Tempat pelaksanaan praktikum ini di Laboratorium Agrohorti 2 dan screen
house, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

B. Bahan dan Alat

Praktikum ini menggunakan bahan dan alat untuk memudahkan praktikum.


Bahan yang digunakan antara lain tanah pasir, arang sekam, arang kayu, pupuk
NPK mutiara, benih buncis dan air. Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu
screen house, polybag, timbangan, timbangan analitik, ember, gelas plastik,
penggaris, logbook dan alat tulis.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:


1. Tanah pasir pantai disiapkan dengan menimbang sejumlah yang dibutuhkan
sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Tanah pasir yang dibutuhkan
= jarak tanam x kedalaman akar x BV tanah pasir. Penimbangan dilakukan
sebanyak yang dibutuhkan dengan ketentuan setiap unit percobaan terdiri dari
5 polybag.
2. Maisng-masing arang sekam dan arang kayu yang telah dihaluskan disiapkan
kemudian masing-masing ditimbang untuk perlakuan dengan taraf = 0,625 dan
1,25% dari bobot tanah pasir dalam polybag, sehingga terdapat 5 perlakuan

73
yaitu : kontrol, arang sekam 0,625%, arang sekam 1,25%, arang kayu 0,625%,
dan arang kayu 1,25%.
3. Arang dicampur sehingga merata dengan tanah pasir yang sudah disiapkan.
4. Bibit buncis ditanam pada masing-masing polybag, sebelum ditanami polybag
disiram sampai kapasitas lapang.
5. Untuk memudahkan pengamatan, semua perlakuan diatur dengan rancangan
lingkungan RAKL 5 ulangan.
6. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman sejumlah air yang dibutuhkan
(bilamana perlu dengan formula ETcrop = Et0 x Kc).
7. Pengendalian OPT dilakukan secara insidentil saja.
8. Pengamatan dilakukan terhadap variabel pertumbuhan dan bilamana perlu
pengamatan terhadap variabel pendukung yang lain (pH, DHL, suhu dan lain-
lain).
Perhitungan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu sebagai berikut:
1. Kebutuhan Media Tanam Per Polybag
Volume tanah pasir
VT = Luas permukaan x kedalaman akar
= π.r2 x 15 cm
= 3,14 x 12,52 x 15
= 7359,375 cm3
Berat Tanah/ Polybag\
BT = VT x BJ pasir
= 7359,375 x 1,6 g/ cm3
= 11775 g
= 6 kg
Praktikum menggunakan 6 kg/polybag
2. Kebutuhan arang kayu dan arang sekam (0,625%)
20 ton/ha 10.000 𝑚2 𝑥 20 𝑐𝑚 𝑥 1,6 𝑔/𝑐𝑚3
=
y 6 kg

20.000.000 g 20 x 108 𝑥 1,6 𝑔/𝑐𝑚3


=
y 6 𝑘𝑔

74
y = 37,5 g
3. Kebutuhan arang kayu dan arang sekam (1, 25%)
40 ton/ha 10.000 𝑚2 𝑥 20 𝑐𝑚 𝑥 1,6 𝑔/𝑐𝑚3
=
y 6 kg

40.000.000 g 20 x 108 𝑥 1,6 𝑔/𝑐𝑚3


=
y 6 𝑘𝑔
y = 75 g
4. Kebutuhan NPK
1
PP = (KH-KT) x BT x KP
1
= (0,21-0,065) x 15.700 x 16

= 142,28 gram
Kebutuhan pupuk/polybag
15700 g 142,28 g
=
8000 X
X = 72,5 g
72,5
= gram
4
= 18,125 gram/polybag
5. Penyiraman
ETcrop = ET0 x Kc
= 4 mm x 1,1
= 4 mm/tanaman = 0,44 cm/tanaman
Air yang dibutuhkan
= ETcrop x luas permukaan polibag
=0,44 x 3,14 x (12,5)2
=215,87 cm3
=0,2 l/polybag
=200 ml/polybag

75
Denah Perancangan Percobaan:

U.1 K AK1 AK2 AS1 AS2

U
U.2 AK1 AK2 AS1 AS2 K ↑

U.3 AK2 AS1 AS2 K AK1

U.4 AS1 AS2 K AK1 AK2

U.5 AS2 K AK1 AK2 AS1

Keterangan :
K : Kontrol
AK1 : Arang kayu 0,625%
AK2 : Arang kayu 1,25%
AS1 : Arang sekam 0,625%
AS2 : Arang sekam 1,25%

76
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Hasil sidik ragam perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman buncis.
No. Variabel Hasil
1. Tinggi Tanaman n
2. Jumlah Daun n
3. Bobot Basah Tajuk n
4. Panjang Akar n
6. Bobot Basah Akar n
Keterangan sn = sangat nyata, n = nyata dan tn = tidak nyata
Kesimpulan: Perlakuan arang sekam dan arang kayu yang memiliki taraf masing-
masing 0,625% dan 1,25% pada setiap faktornya tidak berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, dan panjang
akar.

Tabel 3.2. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman buncis.


Perlakuan Variabel
TT JD BBT BBA PA
Kontrol 21,9a 8,6ab 1,86a 0,136a 18,24b
AK1 21a 7,8a 1,934a 0,142a 8,44a
AK2 20,2a 9ab 1,946a 0,12a 9,724ab
AS1 19,1a 7,4a 2,306a 0,132a 10ab
AS2 25,6a 12,8b 3,602a 0,246a 14,3ab
Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil (a) yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata setelah diuji menggunakan
DMRT (α = 0,05). TT = Tinggi tanaman, JD = Jumlah daun, BBT = Bobot basah
tajuk, BBA = Bobot basah akar, BKT = Bobot kering tanaman dan PA = Panjang
akar.

77
B. Pembahasan

Praktikum pemberian arang pada tanah pasir pantai untuk meningkatkan


ketersediaan air bagi tanaman dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2019. Praktikum
dilaksanakan di laboratorium agrohorti 2 dan screen house Universitas Jenderal
Soedirman. Kegiatan yang dilakukan yaitu menanam mentimun pada lahan pasir
dengan perlakuan pemberian arang untuk memperbaiki daya serap air. Percobaan
menggunakan rancangan lingkungan RAKL dengan 5 perlakuan setiap perlakuan
diulang sebanyak 5 kali. Perlakuan yang diberikan yaitu arang kayu 0,625%, 1,25%
dan arang sekam 0,625%, 1,25% dan kontrol
Berdasarkan hasil analisis uji sidik ragam diperoleh hasil pemberian
perlakuan arang kayu dan arang sekam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar dan panjang akar. Adanya
pengaruh yang nyata tersebut membuktikan bahwa dengan penambahan arang pada
tanah pasir mampu meningkatkan penyerapan air di dalam tanah. Yulfianti (2011),
bahwa penambahan arang sekam pada berbagai takaran tidak menunjukkan
pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tetapi lebih berpengaruh terhadap
produksi tanaman. Menurut Glaser et al., (2002), penambahan arang ke lahan
pertanian memberikan keuntungan karena berpengaruh terhadap ketersediaan hara,
retensi hara dan retensi air, sulit didegradasi mikroorganisme tanah. Selanjutnya
Steiner et al., (2008), menambahkan bahwa arang akan berfungsi untuk mencipkan
habitat yang baik bagi mikroorganisme simbiotik dan pada penelitian penggunaan
arang nyata dapat memperbaiki pertumbuhan jagung dan kedelai serta
meningkatkan efisiensi N pada tanaman gandum. Arang sekam memiliki fungsi
mengikat logam dan menggemburkan tanah, sehingga mempermudah akar tanaman
menyerap unsur hara (Juliana et al., 2016). Menurut Septiani (2012) arang sekam
dapat digunakan sebagai media tanam karena mendukung perbaikan struktur tanah
karena aerasi dan drainase menjadi lebih baik.
Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah sekitar
akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.
Sekam bakar sebagai salah satu bahan organik merupakan media tanam yang dapat

78
menjaga kelembaban. Hal ini disebabkan sekam bakar lebih porous karena
memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang, sehingga sirkulasi
udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi (Gustia,
2013). Sebagai media tanam, sekam bakar berperan penting dalam perbaikan sifat
fisik, sifat kimia, dan melindungi tanaman. Kondisi ini akan berdampak positif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dimana perakaran akan
berkembang dengan baik sehingga pengambilan hara oleh akar akan optimal
(Timbul, 2006)
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian arang sekam dan arang kayu pada variabel pengamatan tinggi tanaman
berpengaruh nyata. Hal tersebut menggambarkan keadaan jerapan air oleh tanah
pasir cukup baik. Kedua perlakuan memberikan hasil yang sama dalam variabel
tinggi tanaman. Arang sekam dengan dosis 1,25% menghasilakan tinggi tanaman
paling tinggi. Menurut Wasisi et al (2015), penambahan arang sekam pada media
tumbuh akan menguntungkan karena dapat memperbaiki sifat tanah di antaranya
adalah mengefektifkan pemupukan karena selain memperbaiki sifat fisik tanah
(porositas, aerasi), arang sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika
kelebihan hara) yang dapat digunakan tanaman ketika kekurangan hara, hara
dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan tanaman/slow release. Hermansyah et al
(2009) menyatakan ketersediaan air dan unsur hara dalam jumlah yang cukup akan
menyebabkan lancarnya aktifitas metabolisme tanaman sehingga proses
pembelahan sel, perpanjangan sel dan juga pembentukan jaringan meningkat yang
akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti tinggi tanaman.
Variabel jumlah daun menunjukkan data tertinggi hasil uji lanjut DMRT
yaitu pada perlakuan penggunaan arang sekam dosis 1,25 %. Hal tersebut
dikarenakan arang ataupun abu sekam yang ditambahkan dalam jumlah banyak
ataupun sedikit dapat menjerap air dalam tanah sehingga tersedia bagi tanaman.
Menurut Sutono dan Nurida (2002), arang sekam lebih lama dalam menyimpan air,
ia mampu menyimpan air lebih banyak walupun telah ditekan pada Pf 2. Perwitasari
et al. (2012) menyatakan bahwa arang sekam berpengaruh terhadap tinggi tanaman,
jumlah daun, luas daun, bobot basah dan bobot kering total tanaman pakchoi.

79
Penambahan arang sekam sebanyak 25% menghasilkan pertumbuhan dan hasil
tanaman yang lebih baik (Purnawanto et al., 2012). Hal tersebut juga disebabkan
oleh media arang sekam pada percobaan ini memiliki kandungan unsur hara N yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan media lainnya. Selain itu, penambahan pupuk
yang lebih banyak juga mempengaruhi struktur arang sekam menjadi lebih baik
untuk perkembangan akar sehingga nutrisi dapat terserap dengan optimal. Nutrisi
sangat mempengaruhi pembentukan daun, terutama unsur nitrogen (N) (Perwitasari
et al., 2012). Menurut Hardjowigeno (1995), tanaman yang cukup mendapat unsur
N dalam tanah akan tumbuh lebih hijau. Lingga (2005), menjelaskan bahwa unsur
N berfungsi untuk memacu pertumbuhan pada fase vegetatif terutama daun dan
batang.
Perlakuan pemberian arang sekam setelah uji lanjut DMRT pada variabel
pengamatan bobot basah tanaman atau bobot basah tajuk menunjukkan data
tertinggi yaitu perlakuan dosis 1,25%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh media
tanam arang sekam yang diberi pupuk lebih banyak mampu mendukung
pertumbuhan tanaman dengan baik seperti dapat menjaga kelembaban daerah
sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur
hara. Proses pembentukan dan perkembangan organ tanaman sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan air dan unsur hara dalam media tanam. Junita et al., (2002)
menyatakan bahwa media arang sekam merupakan media yang baik dalam
mengikat nutrisi. Unsur hara yang berada pada media tanam diangkut melalui air
yang terserap oleh perakaran tanaman melalui proses difusi osmosis. Semakin baik
hara yang terjerap oleh tanaman, maka ketersediaan bahan utama dalam proses
fotosintesis akan semakin baik pula. Proses fotosintesis yang berlangsung dengan
baik akan memacu penimbunan asimilat pada tubuh tanaman sawi hijau dan hal
tersebut tentu akan berpengaruh terhadap peningkatan bobot segar tanaman. Hal
tersebut sejalan dengan pernyataan Sitompul dan Guritno (1995) bahwa bobot segar
tanaman dapat menunjukkan aktivitas metabolisme tanaman dan nilai bobot segar
tanaman dipengaruhi oleh kandungan air jaringan, unsur hara dan hasil
metabolisme.

80
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT, variabel pengamatan bobot basah akar
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Hal ini
menggambarkan bahwa pemberian perlakuan dapat mempengaruhi pertumbuhan
tanaman dengan baik. Namun, data tertinggi pada bobot basah akar ditunjukkan
oleh perlakuan arang sekam 1,25%. Unsur nitrogen yang terkandung dalam arang
sekam mendukung pembentukan akar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mas’ud
(2000) yang menyatakan perkembangan akar tergantung pada ketersediaan dan
pasokan hara. Nitrogen merupakan unsur hara yang merangsang pertumbuhan akar
dan meningkatkan berat akar tanaman. Selain itu arang sekam juga mengandung
fosfor yang mampu mendorong pembentukan akar. Menurut Sutedjo (2008) Fosfor
diambil tanaman dalam bentuk H2PO4 dan HPO4, secara umum fosfor dapat
mempercepat pembentukan akar semai. Kusuma et al (2013) menyatakan bahwa
penambahan pembenah tanah tidak dapat meningkatkan berat basah akar. Hal
tersebut dikarenakan penambahan arang atau abu sekam tidak dapat meningkatkan
aerasi tanah, sehingga respirasi akar rendah. Aerasi tanah yang kurang optimal
dibuktikan dengan porositas tanah yang rendah. Menurut Sitompul dan Guritno
(1995), bahwa respirasi berperan untuk proses pertumbuhan, yaitu pembentukan
biomassa.
Berdasarkan uji lanjut DMRT, perlakuan kontrol memberikan hasil terbaik
pada variabel pengamatan panjang akar. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa tanah
tanpa arang sekam mempunyai tingkat porositas yang lebih rendah dibandingkan
dengan tanah yang ditambahkan arang sekam sehingga pori-pori tanah lebih rapat
yang menyebabkan air tidak mudah untuk menguap dan tersimpan lebih lama di
dalam tanah. Air yang tersimpan lebih lama didalam tanah akan membantu
mengimbangi tanaman untuk melakukan transpirasi terutama pada musim kemarau.
Pori-pori tanah tidak terbentuk setelah penambahan arang ataupun abu sekam
pada berbagai proporsi. Hal tersebut dikarenakan arang ataupun abu sekam tidak
dapat membentuk agregat tanah. Agregat pada tanah liat dapat terbentuk karena
adanya bahan organik dalam tanah. Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
akar adalah adanya ruang pori-pori tanah. Pori-pori tanah adalah ruang yang dapat
ditembus oleh akar dan berisi udara untuk respirasi akar. Akar lateral meningkat

81
panjangnya disebabkan oleh celah-celah yang terbentuk karena penambahan
pembenah tanah dengan berbagai proporsi penambahannya (Kusuma et al., 2013).
Celah-celah ini menyebabkan adanya ruang yang dapat ditembus oleh akar lateral.
Menurut Hasanah (2009), pertumbuhan akar terjadi dengan cara akar masuk ke
dalam pori-pori makro yang ukurannya lebih besar dari pada diameter akar atau
yang diameternya sama besar dengan diameter akar.

82
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa:


1. Pemberian arang pada tanah marginal yaitu tanah pasir dapat dilakukan dengan
menambahkan dan mencampurkan arang pada media tanam sesuai dengan
dosis perlakuan. Pemberian arang sekam maupun arang kayu dilakukan dengan
tiga perlakuan yaitu kontrol, pemberian arang dengan dosis 1,25% dan 0,625%
pasir dengan menggunakan RAKL 5 ulangan.
2. Pemberian arang kayu maupun arang sekam memberikan hasil yang nyata
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar dan
panjang akar tanaman.

B. Saran

Sebaiknya dalam melaksanakan praktikum dilakukan pemeliharaan yang baik


agar hasil yang didapatkan sesuai. Praktikum selanjutnya diharapkan fasilitas
laboratorium agar lebih memadai seperti timbangan dan screen house.

83
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. G. 2006. Pengaruh Arang Kayu dan Cendawan Endomikorhiza


Terhadap Proses Biogeokimia dan Distribusi Biomasa Karbon pada Semai
Manglit (Michelia Montana Blume). Tesis. Program Pascasarjana Institute
Pertanian Bogor. Bogor.

Baon, J.B. & Sugiyanto, 2011. Sifat kimia tanah akibat abu asal tanaman pengganti
pupuk kalium dan nilai konversinya. Jurnal Pelita Perkebunan (2): 98-108.

Budiyanto, G. 2014. Pemanfaatan campuran lempung dan blotong dalam


memperbaiki sifat tanah pasir pantai selatan Yogyakarta. J. Agrumy, 9(1): 1-
12.

Chan, K.Y., Van, Z. B. L., Meszaros, I., Downie, D., & Joseph, S. 2012. using
poultry litter biochars as soil amendment. Australian Journal of Soil Research
4 :437-444.

Cheng, Z. 2007. An application of thermal analysis to household waste. J. ASTM


International 4(1): 1-10.

Gani, A. 2009. Potensi arang hayat biochar sebagai komponen teknologi perbaikan
produktivitas lahan pertanian. Iptek Tanaman Pangan (1): 33-48.

Glaser, B., Lehman, J. & Zeeh, W. 2002. Ameliorating physical and chemical
properties of highly weathered soils in the tropies with charoal. J. Biology an
d Fertility of Soils. 35 : 219 – 230.

Gustia, H. 2013. Pengaruh penambahan sekam bakar pada media tanam terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman sawi (Brassica juncea L.). E-Journal
Widya Kesehatan dan Lingkungan. (1): 12-17.

Hanafiah, K. A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.

Hasanah, U. 2009. Respon tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) pada


awal pertumbuhan terhadap ukuran agregat tanah entisol. Jurnal Agroland,
16 (2) : 103-109
Hasibuan, A. 2015. Pemanfaatan bahan organik dalam perbaikan beberapa sifat
tanah pasir pantai selatan kulon progo. Agro Science, 3(1): 32-37.

84
Hermansyah, Y., Sasmita & Inoriah, E. 2009. Penggunaan pupuk daun dan
manipulasi jumlah cabang yang ditinggalkan pada panen kedua tanaman
nilam. Akta Agrosia, 12(2): 194-203.

Istiyanti, E., Khasanah, U., & Anjarwati, A. 2015. Pengembangan usahatani cabai
merah di lahan pasir pantai kecamatan temon kabupaten kulonprogo. Agraris.
1(1): 2-11.

Juliana, G., Maryani, A., & Rinaldi. 2016. Respons pertumbuhan bibit kelapa
sawitdengan pemberian campuran pupuk kandang kambing dan arang sekam
pada tanah bekastambang batubara. Agroecotenia, 1(1): 64-74.

Junita, F., S. Muhartini., & D. Kastono. 2002. Pengaruh frekuensi penyiraman dan
takaran pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil pakchoi. Jurnal Ilmu
Pertanian, 9(1): 37-45.

Kastono, D, 2007. Aplikasi model rekayasa lahan terpadu guna meningkatkan


produksi hortikultura secara berkelanjutan di lahan pasir pantai. J. Ilmu-ilmu
Pertanian. 3 (2): 112-123.

Kusuma, A. H., Munifatul, I., & Endang, S. 2013. Pengaruh penambahan arang
sekam dengan proposi yang berbeda terhadap permeabilitas dan porositas
tanah liat serta pertumbuhan kacang hijau (Vigna radiata L.). Buletin Anatomi
Fisiologi, 21(1): 1-9.

Lingga, P. 2005. Hidroponik, bercocok tanam tanpa tanah. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Mas’ud, P. 2000. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa, Bandung.

Nugrahani, R., Andayani, Y., & Hakim, A. 2016. Skrining fitokimia dari ekstrak
buah buncis (Phaseolus vulgaris L) dalam sediaan serbuk. Penelitian
pendidikan IPA. 2(1): 98-103.

Nugroho, A. W. 2013. Pengaruh komposisi media tanam terhadap pertumbuhan


awal cemara udang (Casuarina Equisetifolia Var. Incana) pada gumuk pasir
pantai (effect of planting media composition on Casuarina equisetifolia var.
Incana growth in the coastal sand dune). Indonesian Forest Rehabilitation
Journal, 1(1):113-125.

Nugroho, Y., & Soegianto, A. 2019. Skrining fitokimia dari ekstrak buah buncis
(Phaseolus vulgaris L) dalam sediaan serbuk. Produksi Tanaman. 7(1): 157-
163.

85
Nurbaity, A., Setiawan, A., & Mulyani, O. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai
bahan pembawa pupuk hayati mikoriza abuskula pada produksi sorgum.
Agrinimal,1(1):1-6.

Onggo, T.M., A. Kusumiyati., & Nurfitriana. 2017. Pengaruh penambahan arang


sekam dan ukuran polybag terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat
kultivar ‘Valouro’ hasil sambung batang. Kultivasi, 16(1):298-304.

Perwitasari, B., Tripatmasari, M., & Wasonowati, C. 2012. Pengaruh media tanam
dan nutrisi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakchoi (Brassica
juncea L.) dengan sistem hidroponik. Agrovigor, 5 (1) : 14-25.

Pohan et al., 2002. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Natrium Kidroksida Pada
Pembuatan Karbon Aktif dan Sekam Padi. Balai Pengembangan Khemurgi
dan Aneka Industri. Balai Besar Penelitian dan Pengambangan Industri Hasil
Pertanian. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta.

Purnawanto, Mulyadi, A., & Suyadi, A. 2012. Keragaan organ source dua varietas
bayam cabut pada beberapa variasi media tanam arang sekam. Available at
http://agoesmp.ump.ac.id. (Diakses pada 10 Desember 2019).

Safitry, M., & Kartika, J. 2013. Pertumbuhan dan produksi buncis tegak (Phaseolus
vulgaris) pada beberapa kombinasi media tanam organik. Agrohorti. 1(1): 94-
103.

Saparso, Sudarmadji, A., Sulistyanto, P., & Cahya, R. 2017. Efektivitas berbagai
interval pemupukan, frekuensi pemberian dan jenis pembenah tanah terhadap
pertumbuhan dan hasil kubis bunga (Brassica oleracea var. Botrytis) di lahan
pasir pantai. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers, Purwokerto.

Septiani, D. 2012. Pengaruh Pemberian Arang Sekam Padi terhadap Pertumbuhan


dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens). Politeknik Negeri
Lampung. Lampung.

Setyaningrum, T., Indradewa, D., Priyatmojo, A., & Sulistyaningsih, E. 2016.


Tanggapan dan hasil berbagai kultivar terhadap inokulasi trichodermasp.
pada budidaya bawang merah di lahan pasir pantai. Agrohorti, 1(1): 2-12.

Sitompul, S. M & Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada


University, Yogyakarta.

Steiner, C., Glaser, B., & Lehman. 2008. Nitrogen retention and plant utkae on
highly weathered central Amazonian amended with compost and charcoal.
Journal of Plnat Nutrition and Soil Science 171 : 893-899.

86
Sunghening, W. & Tohari, D.F.S. 2013. Pengaruh mulsa organik terhadap
pertumbuhan dan hasil tiga varietas kacang hijau (Vigna radiata L. Wilczek)
di lahan pasir pantai bugel, kulon progo. Vegetalika, 1(2): 54-66.

Supriyanto, F. F. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki pertumbuhan


semai jabon (Anthocepalus cadamba) pada media subsoil. Jurnal Silvikultur
Tropika, 1(1): 24-28.

Sutedjo, M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta

Sutono, S dan N.L Nurida. 2012. Kemampuan biochar memegang air pada tanah
bertekstur pasir. Jurnal Buana Sains, 12 (1): 45-52

Syukur, A. 2005. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan
pertumbuhan caisin di tanah pasir pantai. Ilmu Tanah dan Lingkungan, 5(1):
30-38.

Timbul, P. T. 2006. Potensi Sisa Media Jamur Kuping sebagai Pupuk Organik pada
Tanaman Tapak Dara (Chataranthus roseus (L.) G.DON). Skripsi Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jakarta.

Wasisi, B., Mulyana, D., & Winata. 2015. Pertumbuhan semai jabon pada media
bekas tambang pasir dengan penambahan sub soil dan arang sekam. Jurnal
Silvikultura Tropika 6 (2) : 93 -1 100.

Winarno, C.G,P. 2008. Efisiensi pemupukan P pada lahan sawah pasir pantai
selatan yogyakarta yang diberi zeolit dengan indikator tanaman padi (Oryza
sativa L.). Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Yulfianti, C.E. 2011. Efek pemanfaatan Abu Sekam Sebagai Sumber Silika (Si)
untuk Memperbaiki Kesuburan Tanah Sawah. Skripsi, Fakultas Pertanian
Universitas Andalas. Padang

87
LAMPIRAN

Lampiran 3.1 Dokumentasi praktimu acara 3

Bahan dan alat yang digunakan

Penimbangan tanah

Penyiraman media tanam

88
Penanaman buncis

Pelabelan

89
Lampiran 3.2 ACC

90

Anda mungkin juga menyukai