Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENGELOLAAN TANAH DAN AIR


PENGELOLAAN TANAH GAMBUT UNTUK PERTANIAN

Fisci Patricio Armada


05101382025067

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memilki lahan gambut seluas 20 juta hektar yang
merupakan urutan ke empat setelah Kanada, Rusia dan Amerika dalam
katagori lahan gambut terluas di dunia. Adapun penyebaran lahan gambut
di Indonesia yaitu di empat Pulau besar yaitu Sumatera 35%, Kalimantan
32%, Sulawesi 3% dan Papua 30%. Pada pulau Sumatera, lahan gambut
biasanya terdapat di dataran rendah sepanjang pantai timur dengan luas
7,2 juta hektar. Di Pulau Sumatera, Provinsi dengan lahan gambut terluas
yaitu Provinsi Riau dengan luas ± 4,04 juta Ha atau 56,1% dari luas total
lahan gambut di Sumatera.
Lahan gambut merupakan lahan yang memiliki potensi yang besar,
akan tetapi produktivitasnya masih tergolong rendah. Lahan gambut
memiliki beberapa fungsi strategis, seperti fungsi hidrologis, sebagai
penambat karbon dan biodiversitas bagi kehidupan satwa (Bellamy, 1995).
Lahan gambut dikenal sebagai lahan yang rapuh atau rentan akan
perubahan karakteristik yang tidak menguntungkan. Lahan gambut perlu
mendapatkan pengelolaan yang khas agar tidak terjadi perubahan
karakteristik yang menyebabkan produktivitas lahan menurun, apalagi
menjadi tidak produktif.
Pengembangan lahan gambut sebagai lahan pertanian terdapat
berbagai kendala baik fisik, kimia maupun biologis. Lahan gambut
merupakan lahan yang sangat fragile dan produktivitasnya sangat rendah.
Kendala sifat fisik gambut yang paling utama adalah sifat kering tidak balik
(irriversible drying), sehingga gambut tidak dapat berfungsi lagi sebagai
koloid organik. Produktivitas lahan gambut yang rendah karena rendahnya
kandungan unsur hara makro maupun mikro yang tersedia untuk tanaman,
tingkat kemasaman tinggi, serta rendahnya kejenuhan basa. Tingkat
marginalitas dan fragilitas lahan gambut sangat ditentukan oleh sifat-sifat
gambut yang inherent, baik sifat fisik, kimia maupun biologisnya. (Siregar
et al., 2021)
Mempelajari karakter gambut merupakan langkah awal dalam
mengantisipasi perubahan yang terjadi terhadap aras dinamika tanah
gambut tersebut. Karakteristik kimia tanah gambut yang utama adalah
kemasaman tanah, kapasitas pertukaran kation, kadar hara makro dan
mikro, kadar asam-asam organik dan kadar abu (Dariah et al., 2015).
Disamping kimia, sifat fisik gambut juga sangat berpengaruh terhadap
pengembahan lahan gambut. Tingkat porositas yang tinggi, kerapatan
volume tanah yang rendah, sifat kering tidak balik dan subsiden menjadi
hal fisik yang harus sangat diperhatikan dalam pengembangan lahan
gambut.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah pengelolaan tanah dan air
ini yaitu agar dapat mengetahui potensi dan Kendala lahan gambut untuk
dimanfaatkan menjadi lahan pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lahan rawa gambut
Lahan rawa gambut adalah lahan rawa yang ditempati tanah gambut
dan pada kondisi alami lahan ini selalu jenuh air bahkan tergenang. Namun,
sampai saat ini lahan rawa gambut banyak digunakan untuk budidaya
tanaman lahan kering, akibatnya lahan rawa ini didrainase berubah menjadi
kering. Pemanfaatan lahan rawa gambut tersebut memberi dampak negatif
terhadap lingkungan. Dampak tersebut berupa subsidensi, peningkatan
potensi kebakaran lahan dan sumber emisi gas rumah kaca. (Wawan &
Fikrawati, 2021)
Lahan gambut (peatlands) merupakan salah satu tipe ekosistem di
hutan hujan tropis, lahan gambut mempunyai nilai konservasi sangat tinggi
dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi cadangan karbon, dan
biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan
satwa.Hutan rawa gambut sebagai ekosistem hutan tropis merupakan salah
satu ekosistem yang paling rawan terhadap bahaya kebakaran, kontribusi
terhadap dampak kebakaran hutan rawa gambut sangat besar karena
tingginya kandungan karbon dan besarnya jumlah karbon yang dilepaskan
pada saat terjadi kebakaran. (Mintari et al., 2019)
Lahan gambut termasuk lahan sub optimal dengan kondisi
kesuburan rendah, kemasaman tinggi dan drainase yang buruk.
Mempertimbang potensi luas yang tersedia serta adanya persaingan
penggunaan lahan, maka lahan gambut diupayakan terus berkontribusi
sebagai lahan pertanian yang produktif. Peningkatan produktivitas
usahatani pada lahan gambut dilaksanakan dengan penerapan teknologi
penyiapan lahan, pengelolaan air, pemupukan, pemilihan komoditas serta
pengaturan pola tanam, Lahan gambut terdiri 3 jenis yaitu gambut dangkal
dengan lapisan < 50 cm, gambut sedang dengan teballapisan 50 - 100 cm
dan gambut dalam dengan lapisan > 200 cm. (Resdati et al., 2021)
Lahan gambut memiliki potensi untuk budidaya tanaman pangan.
pengembangan lahan gambut tidak hanya bergantung pada sifat fisik dan
kimia, tetapi juga dipengaruhi oleh pengelolaan. Lahan gambut terbentuk
dari tumpukan sisa tanaman yang terjebak dan terhambat proses
dekomposisi akibat kejenuhan air (anaerobik). Pemanfaatan lahan gambut
saat ini belum optimal karena tingkat kesuburan rendah yaitu tingkat
kemasaman tinggi yang bersifat toksik bagi tanaman.

2.2. Sifat Fisik Tanah Gambut


Lahan gambut dikenal sebagai lahan yang rapuh atau rentan akan
perubahan karakteristik yang tidak menguntungkan. Lahan gambut perlu
mendapatkan pengelolaan yang khas agar tidak terjadi perubahan
karakteristik yang menyebabkan produktivitas lahan menurun, apalagi
menjadi tidak produktif. Karakteristik fisika pada tanah gambut menjadi
bahan pertimbangan utama dalam penilaian kesesuaian lahan untuk
pertanian. karakteristik penting fisika tanah gambut, yaitu memiliki berat isi
antara 0,07 sampai 0,27 g/cm3 , porositas tanah gambut berkisar 83,62
sampai 95,13%. dan kapasitas simpan air antara 289 sampai 1.057%,
tergantung pada tingkat kematangan. (Sulistiowati et al., 2022)
Tanah gambut mempunyai sifat fisik maupun sifat teknis yang tidak
menguntungkan bagunan sipil yang berada di atas tanah gambut akibat
proses pembetukan tanah gambut tersebut. Sifat fisik gambut kadar air
(Wc) yang mencapai 900%, berat volume tanah yang cukup kecil (0,8 -
1,04 gr/cm3), angka pori yang besar berkisar antara 5-15, dan kandungan
organik yang tinggi >75%. Sifat fisik yang tidak menguntungkan tersebut
secara otomatis mempengaruhi perilaku teknik tanah gambut. Tanah
gambut mempunyai daya dukung yang sangat rendah 57 kPa dan
pemampatan yang besar dan tidak merata sehingga banyak bangunan sipil
rusak akibat perilaku tersebut. (Syarif et al., 2020)
2.3. Sifat Kimia Tanah Gambut
Sifat kimia lahan gambut tergantung pada kandungan mineral,
ketebalan, dan jenis tanaman penyusun gambut. Lahan gambut memiliki
cadangan karbon yang melimpah. Nilai C-organik menunjukkan kadar
bahan organik yang ada di dalam tanah. Lahan gambut biasanya memiliki
kadar C- organik yang lebih tinggi dibanding tanah mineral. Pada lahan
gambut kondisi ph tanah adalah sangat masam. Hal ini diakibatkan oleh
kondisi vegetasi yang masih asli dan bahan organik yang melimpah belum
banyak terdekomposisi. Selain itu, belum adanya perubahan fungsi
Kawasan menjadi lahan pertanian dan lainnya. (Kamaliah et al., 2022)
Sifat kimia gambut yang menonjol dan berkaitan dengan pertanian
meliputi kemasaman tanah, cadangan karbon, ketersediaan hara, KTK,
kadar abu, asam organik, dan pirit, dan jenis stratum yang berada di bawah
lapisan gambut (Szajdak et al. 2007, Fahmi et al. 2014). Sifat fisik meliputi
daya simpan air, laju subsidensi, porositas tanah, dan berat isi. Jenis dan
populasi mikroorganisme merupakan karakteristik yang berkaitan dengan
sifat biologi gambut.
Tanah gambut mengandung bahan organik yang tinggi, mudah
mampat, memiliki kekuatan geser yang rendah, memiliki sifat asam yang
dapat merusak material bangunan. Secara visual, tanah gambut dikenal
sebagai massa berserat yang mengandung kekayuan, biasanya berwarna
gelap dan berbau tumbuhan yang membusuk. Salah satu sifat tanah
gambut adalah kemampuan menahan air yang sangat tinggi. Tanah gambut
dapat menahan air sebesar 2-4 kali bobot airnya sedangkan tanah mineral
hanya 1/2 s.d 1/5 kali dari bobotnya. Pada tanah gambut yang belum
terdekomposisi, kemampuan menahan air dapat mencapai 12 s.d 20 kali
bobot keringnya. (Muslikah & Yuliana, 2021)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Potensi Tanah Gambut Untuk Pertanian
Lahan rawa gambut tidak saja dimanfaatkan sebagai media tumbuh
tanaman, tetapi juga sekaligus sebagai tempat tinggal dan sumber mata
pencaharian petani. Alasan kenapa lahan gambut menjadi salah satu pilihan
untuk pengembangan pertanian adalah karena:
1. Ketersediaan lahan tanah-mineral, di satu sisi, sudah semakin
terbatas, sedangkan di sisi lain kenaikan penduduk yang mencapai
1,49% per tahun makin terasa dampaknya terutama bila dikaitkan
dengan ketahanan pangan (BBSDLP 2013).
2. Lahan gambut tersedia yang sudah terdegradasi di Indonesia
cukup luas; sebagian masuk area hutan produksi yang dapat
dikonversi (HPK) dan area hutan yang dialokasikan untuk
penggunaan lain (APL), serta layak untuk dibudidayakan dengan
penerapan teknologi yang sesuai. Dari 14,93 jt ha lahan gambut
29,5% berupa hutan terdegradasi yang ditumbuhi semak belukar
dan berpotensi untuk pertanian; 55,4% berupa hutan yang harus
dipertahankan sebagai kawasan konservasi; dan 15,1% berupa
lahan gambut yang sudah diusahakan sebagai lahan pertanian
(tanaman pangan, perkebunan dan tanaman industri) (BBSDLP
2014) dengan hasil yang cukup memuaskan walaupun tidak sedikit
yang menunjukkan masih perlunya perbaikan pengelolaan.

Produktivitas lahan gambut sangat tergantung dari pengelolaan dan


tindakan manusia. Lahan gambut dikenal sebagai lahan yang rapuh atau
rentan terhadap perubahan karakteristik yang tidak menguntungkan.
Pengelolaan lahan gambut perlu hati-hati agar tidak terjadi perubahan
karakteristik yang menyebabkan penurunan produktivitas lahan, apalagi
menjadi tidak produktif. Salah satu pertimbangan yang harus diperhatikan
dalam pemanfaatan lahan gambut adalah tingkat ketebalan gambut
tersebut. lahan gambut dengan ketebalan 50-100 cm tergolong lahan
gambut dangkal/tipis. Semakin tebal gambut, semakin rendah potensinya
untuk budidaya tanaman pangan. Sekitar 5.241.473 ha atau 35,17% dari
total luas lahan gambut Indonesia tergolong gambut dangkal (Wahyunto et
al. 2014), tersebar di Pulau Papua (2.425.523 ha), Pulau Sumatera
(1.767.303 ha), dan Pulau Kalimantan (1.048.611 ha). Angka ini akan
mengalami dinamika akibat adanya kebakaran lahan gambut dan faktor
lainnya, sehingga menyebabkan penurunan ketebalan gambut menjadi
kurang dari 100 cm. Potensi luas lahan gambut tipis terindikasi masih luas,
tetapi pemanfaatannya masih terbatas karena keberadaannya yang
terpencar-pencar dan aksesibilitasnya terbatas, sehingga secara ekonomi
kurang menguntungkan, padahal berbagai teknologi untuk memanfaatkan
lahan ini telah tersedia.
Petani banyak memanfaatkan gambut tipis untuk budidaya tanaman
pangan dan hortikultura dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya
(Masganti dan Yuliani 2009). Bahkan diperkirakan 50-60% produksi
tanaman pangan dan hortikultura dihasilkan dari lahan ini, sehingga sangat
potensial menjadi pemasok bahan pangan pada masa mendatang.
Pemanfaatan lahan gambut tipis untuk memasok bahan pangan yang lebih
masif, memerlukan informasi tentang potensi dan pemanfaatannya untuk
tanaman pangan dan hortikultura.

2.2. Kendala Tanah Gambut Untuk Pertanian


Pengembangan lahan gambut yang digunakan sebagai lahan
pertanian memiliki beberapa beberapa kendala, baik fisik, kimia dan
biologis. Hambatan utama tanah gambut merupakan mempunyai watak
kering tidak balik (irreversible drying) apabila hadapi kekeringan, sehingga
tanah tersebut tidak bisa dijadikan selaku bahan koloid organik. Tanah
gambut yang sudah hadapi kekeringan, koloidnya hendak rusak serta tidak
dapat menunjang ketahanan tanah gambut tersebut (Ilham et al., 2019).
Perihal ini disebabkan, tanah hendak mempunyai watak semacam pasir
yang tidak bisa menahan air, dimana koloid berfungsi berarti dalam
mengikat air. Tidak hanya itu, hara makro serta mikro pada tanah gambut
sangat sedikit ada, tingkatan kemasaman yang besar dengan nilai pH 4- 5,
dan rendahnya kejenuhan basa berkisar 6- 10%. (Prayoga et al., 2022)
Kendala utama pada rawa gambut untuk pengembangan lahan
pertanian adalah kandungan asam-asam organic beracun yang tinggi dan
sangat erat hubungannya dengan komposisi bahan organic rawa gambut.
Dengan kata lain masalah yang perlu diatasi terlebih dahulu pada rawa
gambut adalah asam-asam organic ini. Upaya selanjutnya, setelah dapat
mengendalikan asam-asam organik tersebut adalah pemenuhan hara
makro maupun mikro bagi tanaman Kandungan asam-asam organic yang
tinggi pada rawa gambut menyebabkan rawa gambut mempunyai pH yang
rendah (bersifat asam). Salah satu asam organic yang terdapat dalam
jumlah besar pada rawa gambut adalah asam humat. Asam humat
merupakan bagian dari asam organic bersifat asam yang larut dalam basa,
namun mengendap dalam asam. Asam humat dapat terbentuk dari
organisme khususnya tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terurai
menjadi bahan organic tanah. Upaya perbaikan tingkat kesuburan rawa
gambut telah banyak dilakukan, meliputi: • pencucian bahan–bahan
beracun • pengapuran • penambahan unsur hara makro dan mikro •
penggunaan jenis dan varietas tanaman yang toleran terhadap kemasaman
tanah yang tinggi.

2.3. Upaya Pengelolaan Tanah Gambut


Pada lahan gambut upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan
pengelolaan yakni pengelolaan tanah dan air yang merupakan kunci utama
keberhasilan usahatani pertanian di lahan rawa gambut.
2.3.1 Pengelolaan Air Untuk Pertanian
Pembuatan saluran drainase pada lahan gambut bertujuan
untuk menurunkan permukaan air tanah, menciptakan kondisi
aerob di zona perakaran tanaman, dan mengurangi konsentrasi
asam-asam organik. Namun demikian, gambut tidak boleh
terlalu kering karena apabila gambut mengalami kekeringan,
maka gambut akan rusak dan menimbulkan emisi gas rumah
kaca (GRK) yang tinggi. Oleh karena itu, untuk kebutuhan
budidaya perlu dibuat canal blocking yang dilengkapi dengan
pintu air guna menyalurkan kelebihan air hingga batas yang
tidak membuat gambut mengalami degradasi akibat terjadi
kekeringan.

Gambar. Pintu Air untuk Menjaga Muka Air Tanah Tetap Stabil
Faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pemanfaatan
lahan gambut adalah dengan mengatur tinggi dari muka air di
dalamnya sehingga gambut tidak kering di musim kemarau
serta gambut tetap basah tapi tidak tergenang dimusim
penghujan. Pengaturan dari tinggi muka air yang tepat juga
dimaksudkan supaya proses dari pencucian bahan beracun
dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat terciptanya media
tumbuh yang baik bagi tanaman. Perubahan penggunaan lahan
khususnya dari hutan gambut menjadi lahan pertanian perlu
disertai dengan tindakan drainase, karena dalam kondisi
alaminya gambut dalam keadaan tergenang, sementara
sebagian besar tanaman budidaya tidak tahan genangan. Oleh
karena itu, tujuan utama dilakukannya drainase adalah untuk
menurunkan muka air tanah, sehingga tercipta kondisi aerob,
minimal sampai pada kedalaman perakaran tanaman yang
dibudidayakan sehingga kebutuhan tanaman akan oksigen bisa
terpenuhi. (Wijaya et al., 2017)

2.3.2 Pengelolaan Tanah Untuk Pertanian


Lahan gambut dapat dijadikan sebagai lahan budidaya. Ada
beberapa hal yang harus mendapatkan perhatian agar kegiatan
budidaya di lahan gambut dapat memberikan hasil yang
maksimal tanpa merusak gambutnya, yakni: (1) gambut harus
senantiasa tertutup vegetasi, (2) persiapan pembukaan lahan
diupayakan tanpa bakar, dan (3) pengaturan pola tanam
dengan menyesuaikan penempatan tanaman sesuai
toleransinya terhadap kelebihan air.

2.3.3 Pengelolaan Tanaman Untuk Pertanian


Tanaman pangan memerlukan drainase dangkal (sekitar 20–
30 cm). Tanaman padi tidak memerlukan drainase, tetapi tetap
memerlukan sirkulasi air. Usahatani padi pada lahan gambut
dapat ditata dengan sistem surjan yang merupakan teknologi
kearifan lokal yang sudah turun menurun dan ramah
lingkungan. Bagian tabukan surjan (sunken bed atau bagian
sawahnya) ditanami padi dengan pola tanam padi-padi atau
padi-bera, sedangkan bagian guludannya (raised bed atau
bagian lahan keringnya) ditanami palawija/hortikultura.
Lahan gambut dapat dibuat menjadi areal persawahan. Ada
tiga tahapan yang harus dilakukan untuk membuat atau
mencetak sawah pada lahan gambut, yakni: (a) membersihkan
tanah dari tunggul kayu, (b) melakukan pelumpuran, dan (c)
membuat saluran drainase dan irigasi yang seimbang di dalam
petakan sawah. Guna mendapatkan hasil panen yang
maksimal, maka budidaya tanaman pangan di lahan gambut
juga memerlukan tambahan hara dari luar melalui pemberian
pupuk. Salah satunya yang disarankan adalah pemberian pupuk
kandang. Hal ini karena pupuk kandang memiliki kejenuhan
basa (KB) tinggi, namun demikian pupuk ini memiliki KTK yang
rendah. Salah satu jenis pupuk kandang yang dapat digunakan
adalah pupuk dari kotoran ayam. Pupuk kandang kotoran ayam
mengandung beberapa unsur hara makro dan mikro dalam
jumlah banyak. Di samping itu, pupuk ini dapat melepaskan
haranya secara bertahap dan lama (slow release). Atas dasar
sifat-sifat tersebut, maka pupuk kandang dari kotoran ayam
dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia
gambut. Oleh karena itu, pupuk kandang dari kotoran ayam
dapat dijadikan bahan amelioran. Hasil penelitian pada gambut
pedalaman Bereng Bengkel menunjukkan bahwa pemberian
kotoran ayam sampai 14 ton/ha dapat meningkatkan jumlah
tongkol jagung manis.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dalam makalah yang dibuat ini, antara lain :
1. Gambut adalah tanah yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa
tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum.
2. Gambut terbentuk dari proses transformasi dan translokasi. Proses
transformasi merupakan proses pembentukan biomassa dengan
dukungan nutrisi terlarut, air, udara, dan radiasi matahari. Proses
translokasi merupakan pemin-dahan bahan oleh gerakan air dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan oleh
gerakan angin (udara) akibat perbedaan tekanan.
3. Karakteristik rawa gambut sangat berbeda dengan tanah mineral.
Rawa gambut memiliki sifat kimia yaitu tanah yang asam,
ketersediaan P rendah, kejenuhan basa 5-10%, KTK tinggi, dan
terdapat pirit. Sifat fisik yaitu berat isi yang rendah dan ketebalan
gambut yang berbeda. Sifat biologi terdapat banyak organism baik
bakteri maupun jamur
DAFTAR PUSTAKA
Kamaliah , Yusuf.F, & F. (2022). Uji Kandungan Sifat Fisik Dan Kimia Lahan
Gambut Di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Mungku Baru.
Jurnal Agri Peat, 23 (2), 66–70.
Mintari, ., Astiani, D., & Manurung, T. F. (2019). Beberapa Sifat Fisik Dan
Kimia Tanah Gambut Terbakar Dan Tidak Terbakar Di Desa Sungai
Besar Kabupaten Ketapang. Jurnal Hutan Lestari, 7(2), 947–955.
https://doi.org/10.26418/jhl.v7i2.34755
Muslikah, S., & Yuliana, I. (2021). Karakteristik Sifat Fisik Tanah Gambut
Ogan Komering Ilir. Cantilever: Jurnal Penelitian Dan Kajian Bidang
Teknik Sipil, 10(2), 79–84. https://doi.org/10.35139/cantilever.
v10i2.107
Prayoga, P., Dalimunthe, B. A., Walida, H., Ayu, I., & Septyani, P. (2022).
Analisis Sifat Kimia Tanah Di Lahan Gambut Perkebunan Kelapa Sawit
Pt Herfinta Desa Tanjung Medan Analysis of Chemical Properties of Oil
Palm Peatland At Pt Herfinta in Tanjung Medan Village. Jurnal Pertanian
Agros, 24(2), 592–597.
Resdati, Achmad Hidir, & Syafrizal. (2021). Peran Masyarakat Dalam
Pengelolaan Budidaya Sayuran Di Lahan Gambut. Jurnal Cakrawala
Ilmiah, 1(2), 201–208. https://doi.org/10.53625/jcijurnal cakrawala
indonesia.v1i2.494
Rini Sulistiowati, Hilwa Walida, & K. R. (2022). Analisis Karakteristik Sifat
Fisika Tanah Gambut Setelah Diinkubasi Dengan Kascing Dari Kotoran
Hewan, Bonggol Pisang Dan Ampas Tahu. Pertanian Agros, 24 (2),
859–864.
Siregar, A., Walida, H., Sitanggang, K. D., Harahap, F. S., & Triyanto, Y.
(2021). Karakteristik Sifat Kimia Tanah Lahan Gambut di Perkebunan
Kencur Desa Sei Baru Kecamatan Panai Hilir Kabupaten Labuhanbatu.
Agrotechnology Research Journal, 5(1), 56–62.https://doi.org/10.
20961/agrotechresj.v5i1.48434
Syarif, F., Mahadika Davino, G., & Ferry Ardianto, M. (2020). Penerapan
Teknik Biocementation Oleh Bacillus Subtilis Dan Pengaruhnya
Terhadap Permeabilitas Pada Tanah Organik. Jurnal Saintis, 20(01),
47–52. https://doi.org/10.25299/saintis.2020.vol20(01).4809
Wawan, W., & Fikrawati, F. (2021). Hasil Tanaman Selada (Lactuca Sativa
L.) Pada Komposisi Medium Berbeda Yang Dipupuk Dengan Urea Dalam
Sistem Budidaya Terapung Lahan Rawa Gambut. Jurnal
Agroekoteknologi, 13(2), 153. https://doi.org/10.33512/jur
.agroekotetek.v13i2.13155
Wijaya, I., Arabia, T., & Basri, H. (2017). Pengaruh Pengelolaan Drainase
Terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah Histosol di Rawa Gambut Tripa
Kabupaten Aceh Barat Daya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 2(3),
30–37.

Anda mungkin juga menyukai