Nim : 180301033
DI KALIMANTAN TENGAH
1
Luas total lahan gambut Indonesia adalah 14.905.574 Ha (BBPPSLP.
2011) Lahan gambut memiliki fungsi ekosistem yang sangat penting. Paling tidak
ada 4 fungsi kawasan gambut yaitu:
2
Kandungan bahan organik di lapisan permukaan suatu kubah gambut bisa
mendekati 100% dan dengan demikian kandungan karbon (C) organiknya bisa
mencapai 60% dari berat keringnya. Untuk dapat digolongkan sebagai tanah
gambut, kandungan C organiknya minimal 12% dan ketebalan gambutnya
minimal 50 cm (Subagyo, 2006).
3
gambut di desa-desa pesisir, khususnya di Kawasan Hidrologis Gambut (KHG)
Sungai Katingan - Sungai Mentaya Provinsi Kalimantan Tengah.
4
1.3 Program dan langkah Pencegahan kerusakan lahan gambut
5
- Tidak ada pembukaan lahan baru untuk eksploitasi lahan gambut.
- Zonasi kawasan lindung dan kawasan budidaya.
- Tata kelola air melalui pendekatan ekohidro.
- Penataan ulang Rencana Kerja Usaha (RKU) dan Rencana Kerja
Tahunan (RKT) untuk dunia usaha.
- Pengamanan areal kerja untuk mengurangi resiko kebakaran bagi dunia
usaha.
- Tidak ada izin baru.
- Tanaman kayu alternatif sumber serat misalnya gerunggang (Cratoxylon
arborescens)
3. Silvikultur
4. Agroforestry
5. Pengkayaan vegetasi untuk suksesi
6. Rewetting (pembasahan kembali) dengan kanal blocking atau teknologi
lain untuk menahan air pada saat-saat tertentu (diawali dengan rappid
assessment)
7. Membuat embung di kawasan rawan kebakaran
6
perakaran tanaman yang dibudidayakan, sehingga kebutuhan tanaman akan
oksigen bisa terpenuhi. Tujuan lain dari dilakukannya drainase pada lahan
gambut adalah untuk membuang sebagian asam-asam organik yang dapat
meracuni tanaman. Oleh karena itu, meskipun jenis tanaman yang
dikembangkan pada lahan gambut merupakan tanaman yang bisa tumbuh dalam
kondisi tergenang misalnya padi, namun tindakan drainase masih perlu dilakukan
agar konsentrasi asam organik berada pada tingkat yang tidak meracuni
tanaman. Tindakan drainase juga bisa berdampak terhadap terjadinya perbaikan
sifat fisik tanah. Dalam kondisi tergenang, tanah gambut dalam kondisi lembek
sehingga daya menahan bebannya menjadi rendah.
Oleh karena itu, prinsip utama dari pengaturan tata air di lahan gambut
yang dibudidayakan untuk tanaman pertanian adalah harus mampu menekan
terjadinya penurunan fungsi lingkungan dari lahan gambut akibat dilakukannya
proses drainase/ penurunan muka air tanah, namun tetap bisa memenuhi syarat
tumbuh tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu, tinggi muka air tanah
harus diatur sampai batas minimal dimana tanaman masih mampu tumbuh
dengan baik. Artinya tinggi muka air tanah harus diatur supaya tidak terlalu
dangkal dan tidak terlalu dalam. Hal ini dapat dilakukan jika tersedia fasilitas
pengendali berupa pintu air di setiap saluran, terutama jika pengembangan lahan
gambut dilakukan dalam skala luas.
7
dilakukan dengan menggunakan pintu-pintu air (canal blocking) pada saluran
drainase, salah satunya dengan sistem tabat yang berfungsi untuk mengatur
tinggi muka air tanah sesuai dengan keperluan tanaman. Pengelolaan air dimulai
dengan menahan air/tabat pada saat pembukaan lahan sebelum dibuat saluran-
saluran drainase agar terhindar dari drainase berlebihan yang dapat
menyebabkan gambut menjadi kering tak balik (Furukawa, 2005).
Menurut Widjaja Adhi et al. (2000) pengelolaan air di lahan gambut lebih
sulit dilakukan, karena gambut memiliki konduktivitas hidrolik horizontal tinggi.
Namun demikian pengelolaan air harus tetap dilakukan manakala lahan gambut
tersebut digunakan sebagai lahan budidaya. Prinsip pengelolaan air di lahan
gambut adalah mengatur permukaan air tanah agar tanah tidak terlalu jenuh air
dan tidak terlalu kering untuk menghindari gambut mengering tidak balik.
Berkaitan dengan hal tersebut fluktuasi tinggi muka air pada lahan gambut perlu
tetap dipertahankan secara optimal disesuaikan dengan jenis tanaman yang
dibudidayakan.
Secara umum tinggi muka air pada lahan gambut sebaiknya untuk
budidaya tanaman pangan kecuali padi adalah berkisar 20 cm, sedangkan untuk
tanaman tahunan berkisar 40 - 60 cm dari permukaan tanah. Dengan
menerapkan teknologi pengelolaan air yang tepat terutama untuk menjaga
fluktuasi tinggi muka air tanah yang optimal maka dampak negatif pemanfaatan
lahan gambut untuk pertanian dapat direduksi seminimal mungkin. Tulisan ini
membahas dinamika tinggi muka air lahan gambut ditinjau dari keragaman antar
tempat (spasial) dan keragaman antar waktu (temporal) pada demplot penelitian
ICCTF lokasi Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
Pada sistem tata air satu arah, dipasang pintu-pintu air otomatis (flapgate) pada
muara saluran tersier. Pintu air pada saluran irigasi dirancang secara semi
otomatis hanya membuka bila air pasang dan menutup bila air surut. Pada
saluran drainase dipasang pintu air yang membuka keluar sehingga hanya akan
mengeluarkan air yang masuk tersier apabila terjadi surut. Air yang masuk
melalui saluran irigasi ke dalam petak-petak persawahan didistribusikan dalam
satu arah untuk kemudian keluar melalui saluran drainase. Selanjutnya pada
pintu-pintu kuarter dipasang pengatur air (stoplog) yang dapat dibuka dan ditutup
secara manual apabila diperlukan.
8
Gambar 1. Skema sistem aliran satu arah (Sumber: Subagyono et al., 1999)
Sistem tata air satu arah memungkinkan beragam pola tanam dengan
pengelolaan air pada petak lahan. Pengelolaan air sistem aliran satu arah ini
dapat mengakomodir pertanaman padi dua kali setahun, baik pola padi-padi
maupun padipalawija atau palawija-palawija, karena irigasi secara kontinyu dapat
dilakukan. Untuk mendukung pengembangan pola padi-palawija perlu dibuat
kemalir dengan interval jarak 2,5-5 m. Sedangkan untuk pola palawija-palawija di
lahan bertipe luapan B harus disertai drainase dangkal dengan membuat saluran
keliling di petakan lahan secara berlapis. Sistem ini dirancang untuk dapat
menurunkan muka air tanah antara 0,4-0,6 m dari permukaan tanah. Pada
sistem ini dibuat beberapa saluran dangkal pada jarak 10 m dengan ukuran
saluran 0,6 m x 0,4 m. Gambar 8 memperlihatkan pola tanam padi-padi dan
padi-palawija pada lahan tipe luapan B di kawasan PLG Desa Rawa Makmur C3
Dadahup, Kalimantan Tengah.
9
pada sifat tanah atau tingkat masalah fisiko-kimia lahan dan tipe luapan air serta
pola tanam yang akan dikembangkan. Untuk berbagai jenis tanaman pangan
dilahan gambut, pembuatan saluran drainase sedalam 10-50 cm. Khusus padi
sawah memerlukan saluran sedalam 10-30 cm (Agus dan Subiksa, 2008).
10
DAFTAR PUSTAKA
Dariah Ai dan Siti Nurzakiah, 2018 pengelolaan tata air lahan gambut. Panduan
Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi
Hendri Sosiawan , Budi Kartiwa, Wahyu Tri Nugroho dan Haris Syahbuddin,
2017 variasi temporal dan spasialtinggi muka air tanah gambut lokasi
demplot icctf jabiren kalimantan tengah, 14(2) : 68-82
Masganti, Khairil Anwar, 2017 Maulia Aries Susanti Potensi dan Pemanfaatan
Lahan Gambut Dangkal untuk Pertanian 907-0799
Sudiana Nana ,2019 studi muka air tanah gambut dan implikasinya terhadap
bahaya kebakaran lahan gambut di kesatuan hidrologi gambut (khg)
kahayan- sebangau di kalimantan tengah. Jurnal Sains dan Teknologi
Mitigasi Bencana, 14,(1)
11