Anda di halaman 1dari 8

PENGOPTIMUMAM PEMANFAATAN LAHAN KERING

DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKSI


TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN TEGAL
Ditulis oleh Rohlani 
Kategori: Artikel
 
PENGOPTIMUMAM PEMANFAATAN LAHAN
KERING  DALAM MENDUKUNG
PENINGKATAN PRODUKSI TANAMAN PANGAN DI
KABUPATEN TEGAL
 Oleh:
Rokhlani
 
Upaya khusus peningkatan produksi tanaman pangan yang saat ini
digalakkan, nampaknya dihadapkan pada kendala yang cukup sukar untuk
diselesaikan. Penurunan produksi bahan pangan nasional yang dirasakan
saat ini lebih disebabkan oleh semakin sempitnya luas lahan pertanian
yang produktif,  sebagai akibat alih fungsi seperti konversi lahan sawah
menjadi lahan non pertanian. Hal ini diperparah dengan adanya isu global
tentang meningkatnya degradasi lahan. Salah satu pilihan yang diharapkan
dapat meningkatkan potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan adalah pendayagunaan lahan kering. Selain karena
memang tersedia cukup luas, sebagian dari lahan kering belum diusahakan
secara optimum sehingga memungkinkan peluang dalam
pengembangannya. Berdasarkan data data Badan Pusat Statistik tahun
2015, total luas lahan bukan sawah (dry land)  di Kabupaten Tegal
mencapai  48.391,00 hektar.
 
Luas Lahan Pertanian Yang ditetapkan menjadi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan berdasarkan Perda No. 10 Tahun 2012 Tentang Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Tahun 2012–2032 yaitu : Kawasan Pertanian
Lahan Basah 35.946 Hektar dan Kawasan Pertanian Lahan kering  6.630
Hektar.  Bertalian dengan usaha budidaya tanaman, secara garis besar
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu budidaya tanaman pangan di
lahan basah/sawah dan budidaya di lahan kering. Usaha intensifikasi
pertanian di lahan sawah lebih efektif apabila dibandingkan dengan lahan
kering sedangkan usaha budidaya tanaman di lahan bukan sawah ternyata
kurang diprioritaskan.  Namun, dengan makin cepatnya laju  alih fungsi
lahan, peluang pengalihan usaha budidaya tanaman ke lahan kering makin
besar (Departemen Pertanian, 2004).
 
 
 
 
Selain karena alih fungsi lahan, secara internal, budidaya tanaman di
lahan sawah juga dihadapkan pada faktor makin menurunnya kualitas
tanah. Hal ini dapat dilihat dari makin rusaknya sifat fisika, kimia, dan
biologi tanah. Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya input
pupuk kimia dilahan sawah tanpa diimbangi masukknya bahan organik.
Hampir setiap kali panen, seluruh biomassa tanaman diangkut/dipindahkan
dari lahan sawah.
 
Menurut Notohadiparwiro (1989), penggunaan pupuk kimia dengan
konsentrasi yang tinggi dan tidak proporsional pada lahan sawah
berdampak pada penimpangan status hara dalam tanah. Sementara itu,
dampak lain yang ditimbulkan adalah menyusutnya kandungan bahan
organik tanah.   Menurunnya produksi lahan sawah berdampak pada
menurunnya produksi tanaman pangan. Pada hal kebutuhan akan pangan
terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk yang selalu cenderung meningkat setiap tahunnya.
 
 
 
Potensi lahan kering untuk Usaha Budidaya Tanaman
 
Lahan kering didefiniskan sebagai hamparan yang tidak pernah
tergenang atau digenangi air pada sebahagian waktu dalam setahun atau
sepanjang tahun (Hidayat et al., 2002). Lahan Kering dapat digunakan
untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara terbatas dan biasa
hanya bersumber dari air hujan (Abdurahman et al., 1997). Potensi lahan
kering sebagai sumberdaya pertanian masa depan cukup terbuka lebar.
Meskipun demikian, perlu upaya keras. Pemanfaatan lahan kering perlu
diperluas dan lebih memberikan aspek penting, utamanya untuk
pengembangan pertanian tanaman pangan sebagai penopang kehidupan
berbagai masyarakat, dengan tetap menjaga peranannya sebagai
stabilisasi dan peningkatan fungsi ekosistem.
 
Menurut penggunaannya, BPS (2006) mengelompokkan lahan kering
ke dalam sembilan jenis penggunaan, meliputi usaha tani lahan kering
(tegalan/kebun, padang rumput, tanah tidak diusahakan, tanah hutan
rakyat dan perkebunan) dan usaha tani lainnya (pekarangan/ bangunan,
tanah rawa, tambak dan kolam/empang). Dari sembilan jenis penggunaan,
ternyata rawa (yang tidak ditanami padi), tambak dan kolam juga
digolongkan sebagai lahan kering. Keadaan seperti ini tentu saja akan
mempersukar untuk menggambarkan keadaan lapangan dari usaha tani
lahan kering. Ditinjau dari segi luasannya, potensi lahan kering di
Kabupaten Tegal cukup luas dan masih perlu mendapat perhatian yang
lebih bagi pengembangannya, namun apabila ditinjau dari
sifat/karakteristik lahan kering seperti diuraikan tersebut di atas, sangat
diperlukan beberapa tindakan untuk menanggulangi faktor pembatas yang
menjadi kendala dalam pengembangannya.
 

Peluang pengembangan lahan kering


 
Berdasarkan sifat/karakteristik lahan kering seperti diutarakan di atas,
peluang pengembangan lahan kering untuk pertanian sesungguhnya masih
terbuka lebar, meskipun tidak semua lahan kering sesuai untuk pertanian.
Dari total luas lahan kering yang ada, sebagian besar terdapat di dataran
rendah dan sesuai untuk budidaya pertanian penghasil bahan pangan
(seperti padi gogo, jagung, kedelai, kacang tanah, dan komoditas lainnya).
 
Lahan kering juga penghasil produk pertanian dalam arti luas lainnya,
seperti perkebunan (antara lain kelapa sawit, kopi, karet), peternakan,
kehutanan dan bahkan perikanan (darat), apalagi di luar Jawa yang
memiliki lahan sangat luas dan belum banyak dimanfaatkan (kurang dari
10%)  (Soepardi dan Rumawas, 1980). Dari sebagian Luasan lahan kering
yang tidak diusahakan secara optimum, dapat menjadi pilihan dan
merupakan peluang untuk pengembangannya, mengingat selama ini
potensi itu terkesan seperti terabaikan.
 
Optimalisasi pengelolaan lahan kering
 
Sebagaimana diuaraikan di atas, lahan kering memiliki potensi besar untuk
usaha pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura (sayuran dan
bebuahan) maupun tanaman tahunan dan peternakan. Namun, untuk
memanfaatkan lahan kering agar dapat dipergunakan secara optimum
dihadapkan pada beberapa permasalahan diantaranya adalah
permasalahan kesuburan tanah, ketersediaan air, cahaya, dan nutrisi
tanaman.
 
 
 
a.       Kesuburan tanah
 
Pada umumnya lahan kering memiliki tingkat kesuburan tanah yang
rendah, terutama pada tanah-tanah yang tererosi, sehingga lapisan olah
tanah menjadi tipis dan kadar bahan organik rendah. Kondisi ini makin
diperburuk dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik, terutama pada
tanaman pangan semusim. Bahan organik memiliki peran penting dalam
memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur
hara dari bahan organik tanah relatif rendah, peranannya cukup penting
karena selain unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber unsur
esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si (Suriadikarta et al.,
2002).
 
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah adanya tanah masam, yang
dicirikan oleh pH rendah (< 5,50), kadar Al tinggi, fiksasi P tinggi,
kandungan basa-basa dapat tukar dan KTK rendah, kandungan besi dan
mangan mendekati batas meracuni tanaman, peka erosi, dan miskin unsur
biotik (Adiningsih dan Sudjadi 1993; Soepardi 2001). Dari luas total lahan
kering Indonesia sekitar 148 juta ha, 102,80 juta ha (69,46%) merupakan
tanah masam (Mulyani et al. 2004). Tanah tersebut didominasi oleh
Inceptisols, Ultisols, dan Oxisols, dan sebagian besar terdapat di Sumatera,
Kalimantan, dan Papua. Lahan kering masam di wilayah berbukit dan
bergunung cukup luas, mencapai 53,50 juta ha atau 52% dari total tanah
masam di Indonesia. Tanah masam tersebut umumnya kurang potensial
untuk pertanian tanaman pangan karena tingkat kesuburannya rendah,
lereng curam, dan solum dangkal.
 
 
 
 
 
b.       Ketersediaan air, Cahaya Matahari, dan Nutrisi Tanaman
 
Rendahnya curah hujan yang menjadi ciri-ciri khas daerah lahan
kering mengakibatkan ketersediaan air untuk irigasi sangat terbatas. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan soil amendment untuk meningkatkan
kapasitas tanah dalam menahan air (water holding capacity), mulsa untuk
mengurangi evapotranspirasi dan penggunaan sistem irigasi yang tepat
guna seperti irigasi tetes ataupun sprinkler tergantung dengan topografi
lahan. Bila lahan datar, maka dapat digunakan irigasi tetes, dan apabila
lahan bergelombang, maka penggunaan sistem irigasi sprinkler lebih tepat.
Kolaborasi penggunaan soil amendment, mulsa dan sistem isrigasi tepat
guna tersebut bertujuan untuk menghemat penggunaan air dan
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendistribusian nutrisi tanaman.
 
Meskipun adanya cahaya matahari merupakan salah satu syarat
mutlak tanaman dalam melakukan proses fotosistisis, tingginya radiasi
cahaya matahari di daerah lahan kering mengakibatkan tingginya
evapotranspirasi, rendahnya suplai oksigen (O ), dan salinasi /
2

penggaraman di tanah. Cara mengatasi kendala tersebut dengan


melakukan penghijauan, atau secara terintegrasi melakukan kegiatan
pertanian dan perkebunan di lahan kering dapat mengurangi dampak
tingginya radiasi cahaya matahari.
 
Sementara itu, ketersediaan nutri di lahan kering juga menjadi bahan
pertimbangan dalam budidaya.  Nutrisi sebagai makanan bagi tanaman itu
diumpamakan seperti adanya karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin bagi
manusia. Namun bagi tanaman membutuhkan nutrisi makro (N, P, K, Ca,
Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn dan Cl). Tingginya kadar garam di
tanah pertanian lahan kering mengakibatkan unsur-unsur nutrisi yang
diperlukan tanaman tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup,
karena garam sifatnya mereduksi unsur-unsur makro dan membuat unsur-
unsur mikro bersifat toksit atau beracun bagi tanaman. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka dibutuhkan pemupukan organik terpadu yang
menyediakan unsur hara tanaman dari bahan-bahan alam untuk mereduksi
kandungan unsur logam dari pupuk-pupuk kimia serta memberikan unsur
mikro tanaman dalam bentuk organik ( chillate) yang tidak beracun bagi
tanaman di daerah dengan kadar garam yang tinggi.
 
Pengoptimuman budidaya di Lahan Kering
 
Kesuksesan budidaya tanaman di lahan kering tidak terlepas dari
ketersediaan teknologi yang siap diterapkan dilapangan. Pengkajian
kesesuaian teknologi spesifik di lahan kering terus dilakukan untuk
mendapatkan teknologi yang adaptif dengan lingkungannya. Menurut
Minardi, 2006, beberapa tindakan untuk menanggulangi faktor pembatas
biofisik lahan, sudah barang tentu diperlukan sentuhan inovasi teknologi
guna meningkatkan produktivitasnya. Teknologi pengelolaan lahan kering
yang umum dilakukan meliputi : (1) Tindakan konservasi tanah dan air,
(2)  Pengelolaan kesuburan tanah (pengapuran/pemberian kapur,
pemupukan dan penambahan bahan organik, dan (3) Pemilihan jenis
tanaman pangan (tanaman berumur pendek tahan kekeringan merupakan
pilihan yang tepat untuk dilakukan pada wilayah yang beriklim kering).
 
 
 
 
 
a.       Tindakan konservasi tanah dan air,
 
Tindakan konservasi tanah dan air, bertujuan untuk melindungi tanah
terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh butir-butir air hujan yang jatuh,
memperlambat aliran permukaan (run off), memperbesar kapasitas
infiltrasi dan memperbaiki aerasi serta memberikan penyediaan air bagi
tanaman (Utomo, W.H,  1983 dalam  Minardi,  2006). Pada lahan kering,
tindakan konservasi lebih ditujukan pada upaya mengurangi erosi dan
kehilangan unsur hara (Syekhfani, 1991). Menurut Arsyad (2000), ada
beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai tindakan konservasi, antara
lain : (a)    Cara mekanik pengolahan tanah, pengolahan tanah menurut
kontur, pembuatan guludan, terras dan tanggul), (b) Cara vegetatif
(penanaman tanaman yang dapat menutupi tanah  secara terus menerus,
pola pergiliran tanaman, penanaman strip/alley cropping, sistem
penanaman agroforestry dan pemanfaatan sisa-sisa tanaman sebagai
mulsa dan bahan organik), dan (c) Pemanfaatan Agrokimia.
 
 
 
b.       Pengelolaan kesuburan tanah
 
Pengelolaan Kesuburan Tanah tidak terbatas pada peningkatan
kesuburan kimiawi, tetapi juga kesuburan fisik dan biologi tanah. Dapat
diartikan bahwa tindakan pengelolaan kesuburan tanah tidak cukup
dilakukan hanya dengan memberikan pupuk saja, tetapi juga perlu disertai
dengan pemeliharaan sifat fisik tanah sehingga tersedia lingkungan yang
baik untuk pertumbuhan tanaman, dan kehidupan organisme tanah.
Pemupukan adalah salah satu teknologi pengelolaan kesuburan tanah yang
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanah pada level yang tinggi,
namun penerapan input teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk
kimia/anorganik dan pengapuran harus dilakukan secara tepat sesuai
dengan kebutuhannya (seimbang). Penelitian Santoso et al.
(1995 dalam  Minardi, 2006) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk
anorganik yang tidak tepat (takaran tidak seimbang) serta waktu
pemberian dan penempatan pupuk yang salah, dapat mengakibatkan
kehilangan unsur hara sehingga respons tanaman menurun. Hara yang
tidak termanfaatkan tanaman juga dapat berubah menjadi bahan
pencemar. Santoso et al. (1995 dalam  Minardi, 2006) menganjurkan
pentingnya penggunaan pupuk yang berimbang dan perlunya pemantauan
status hara tanah secara berkala.
 
 
 
c.        Pemanfaatan Agrokimia
 
Menurut Minardi (2006), Pemanfaatan Agrokimia merupakan tindakan
konservasi tanah dengan menggunakan bahan/preparat kimia sintetis atau
alami yang lebih ditujukan pada perbaikan sifat-sifat tanah dan mengurangi
besar erosi tanah. Pemanfaatan beberapa bahan kimia sintetis tersebut
sudah mulai dirintis oleh Puslitbangtanak untuk dicoba memperbaiki sifat
fisik tanah pada Entisol, Ultisol, Oxisol dan Alfisol. Stem, et al.
(1991 dalam  Minardi,  2006) menyatakan bahwa penggunaan
Polyacrilamide (PAM) pada tanah Alfisol dapat menurunkan aliran
permukaan (run off) sebesar 2-3 kali dibandingkan dengan tanpa
penggunaan PAM/kontrol. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Ginting (1975  dalam  Minardi, 2006) di Jonggol
yang menunjukkan bahwa penggunaan Polyacrilamide (PAM) dapat
menurunkan besarnya erosi tanah sekitar 11,85% dibanding kontrol.
 
 
 
Simpulan
 
Potensi pemanfaatan lahan kering untuk meningkatkan produksi tanaman
pangan di Kabupaten Tegal masih sangat terbuka lebar. Meskipun
produktivitasnya masih relatif rendah, namun dengan dengan pendekatan
teknologi dan manajemen budidaya dilahan kering melalui tindakan
konservasi lahan dan air, pengelolaan kesuburan tanah, dan pemanfaatan
agrokimia,  pemanfaatan lahan kering akan dapat dioptimumkan.

Anda mungkin juga menyukai