Anda di halaman 1dari 18

PENGELOLAAN PERTANIAN

LAHAN KERING

Kelompok II

Albertus Magnus Briandro Kette (2203542110014)

Seprianus Dairo (220354110014)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................3

1.1 Latar belakang.......................................................................................................................3

1.2 Tujuan’..................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................5

2.1 Pengertian lahan kering........................................................................................................5

2.2 Karakteristik lahan kering....................................................................................................7

2.3 Faktor Pertumbuhan Pertanian Lahan kering........................................................................9

2.4 Pengelolaan Lahan Kering.................................................................................................11

2.5 Beberapa jenis tanaman yang cocok di tanah lahan kering14

BAB III PENUTUP..................................................................................................................16

Kesimpulan..............................................................................................................................16

Saran …....................................................................................................................................16

Daftar pustaka .........................................................................................................................17


BAB l
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penurunan produksi bahan pangan nasional yang dirasakan saat ini lebih disebabkan oleh
semakin sempitnya luas lahan pertanian yang produktif (terutama di pulau Jawa) sebagai akibat
alih fungsi seperti konversi lahan sawah. Salah satu alternative pilihan yang diharapkan dapat
meningkatkan potensi produksi tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan adalah
pendayagunaan lahan kering. Selain karena memang tersedia cukup luas, sebagian dari lahan
kering belum diusahakan secara optimal sehingga memungkinkan peluang dalam
pengembangannya.
Seperti diketahui, pembangunan pertanian di Indonesia selama ini terfokus pada
peningkatan produksi pangan, terutama beras. Usaha intensifikasi pertanian di lahan sawah lebih
efektif apabila dibandingkan dengan lahan kering, sehingga wajar kalau lahan sawah
memberikan sumbangan yang paling besar terhadap tingginya peranan subsector tanaman
pangan sebagai bagian dari sector pertanian. Sebaliknya, ciri usahatani bukan sawah ternyata
telah menyebabkan kurang diprioritaskannya pertanian lahan kering di dalam proses peningkatan
produksi pangan. Namun, dengan semakin meningkatnya alihfungsi lahan, disinyalir peluang
penggunaan lahan sawah untuk usaha pertanian makin hari makin menyempit sehingga
pengalihan usaha ke lahan kering makin terasa diperlukan.

Selain alih fungsi, lahan sawah yang selama ini sudah terlanjur dianggap sebagai tulang
punggung pertanian dan penghasil pangan nasional, nampaknya sudah mulai sakit-sakitan karena
jenuh oleh masukan pupuk buatan/kimia yang berlebih dalam rangka memacu pemenuhan
produksi beras.
Dalam kaitannya dengan memposisikan lahan kering sebagai sumberdaya pertanian masa
depan, maka pemanfaatan lahan kering perlu diperluas dan lebih memberikan aspek penting,
utamanya untuk pengembangan pertanian tanaman pangan sebagai penopang kehidupan bagi
masyarakat dengan tetap menjaga peranannya sebagai stabilisasi dan peningkatan fungsi
ekosistem.

Dari total luas lahan kering yang ada, sebagian besar terdapat didataran rendah dan sesuai
untuk budidaya pertanian penghasil bahan pangan (seperti padi gogo, jagung, kedele, kacang
tanah). Lahan kering di luar Jawa yang memiliki lahan sangat luas dan belum banyak
dimanfaatkan (kurangdari10%) (SoepardidanRumawas, 1980). Dari sebagian Luasan lahan
kering yang tidakdiusahakan secara optimal, dapat menjadi alternatif pilihan dan merupakan
peluang untuk pengembangannya, mengingat selama ini potensi itu terkesan seperti terabaikan.
Data terbaru, menyebutkan Indonesia memiliki lahan kering sekitar 148 juta ha (78%) dan lahan
basah (wetlands) seluas 40, 20 juta ha (22%) dari 188, 20 juta ha total luas daratan
(Abdulrachman,etal.2005).

1.2 Tujuan
1. Untuk megetahui tentang karakteristik lahan kering
2. Untuk memahami pengelolaan dan pemanfaatan lahan kering
3. Dengan makalah ini pembaca diharapakan dapat memanfaatkan lahan kering secara optimal
4. Mengembangkan pengelolaan pertanian berkelanjutan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lahan Kering


Lahan kering adalah lahan dengan ketersediaan air terbatas, kondisi tanah yang kurang
subur (minim unsur hara) dan memiliki tekstur tanah berpasir dengan suhu yang sangat tinggi
dan kelembapan rendah. Lahan kering terjadi sebagai akibat rendahnya curah hujan, sehingga
ketersediaan airnya sangat terbatas.
Lahan kering dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan menggunakan air secara
terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan ini memiliki kondisi agro-
ekosistem yang beragam, umumnya berlereng dengan kondisi kemantapan lahan yang labil (peka
terhadap erosi) terutama bila pengelolaannya tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah.
Untuk usaha pertanian lahan kering dapat dibagi dalam tiga jenis penggunaan lahan :

1. Lahan Kering Berbasis Palawija (Tegalan),

2. Lahan Kering Berbasis Sayuran (Dataran Tinggi)

3. Dan Pekarangan.

Menurut Ford Foundation (1989), terdapat tiga permasalahan utama usahatani lahan
kering, yaitu: erosi (terutama bila lahan miring dan tidak tertutup vegetasi secara rapat),
kesuburan tanah (umumnya rendah sebagai akibat dari proses erosi yang berlanjut), dan
ketersediaan air (sangat terbatas karena tergantung dari curah hujan). Ciri lainnya adalah makin
menurunnya produktifitas lahan (leveling off), tingginya variabilitas kesuburan tanah dan macam
spesies tanaman yang ditanam, memudarnya modal sosial-ekonomi dan budaya, rendah atau
tidak optimalnya adopsi teknologi maju, serta terbatasnya ketersediaan modal dan infrastruktur
yang tidak sebaik di daerah sawah.

Kesepakatan pengertian lahan kering dalam seminar nasional pengembangan wilayah


lahan kering ke 3 di Lampung : (upland dan rainfed) adalah hamparan lahan yang didayagunakan
tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber air berupa
hujan atau air irigasi (Suwardji, 2003)). Definisi yang diberikan oleh soil Survey Staffs (1998)
dalam Haryati (2002), lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Tipologi lahan ini dapat
dijumpai dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga dataran tinggi (> 700m dpl). Dari pengertian
diatas, maka jenis penggunaan lahan yang termasuk dalam kelompok lahan kering mencakup:
lahan tadah hujan, tegalan, lading, kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput,
dan padang alang-alang.

Lahan kering dibagi ke dalam empat kategori, yakni :

1. Hyper Arid : indek kekeringan(rasio antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial) 0.03,
tidak ada vegetasi tanaman kecuali hanya beberapa rumpun rumput di daerah lembah,
penggembalaan ternak berpindahpindah, hujan tahunan rendah (di bawah 100 mm/tahun), serta
hujan terjadi tidak menentu, bahkan kadang-kadang tidak terjadi hujan sepanjang tahun. Daerah
ini terdapat di pe-“gurun”-an Saudi Arabia “Rub’ul Kholi” atau yang dikenal dengan empty
quarter.

2. Arid : indek kekeringan 0.03-0.20 yang ditandai dengan adanya peternakan, kegiatan pertanian
dilakukan dengan irigasi tetes dan sprinkler, terdapat tanaman musiman dan tahunan yang
letaknya terpisah-pisah, dan curah hujan tahunan antara 100 – 300 mm.Terdapat di Jeddah, Saudi
Arabia dan Negara-negara Timur Tengah pada umumnya.

3. Semi Arid : indek kekeringan 0.2-0.5 yang ditandai dengan adanya kegiatan pertanian denga
mengandalkan air hujan meski produktifitasnya masih rendah, terdapat kegiatan peternakan
komunal, dan curah hujan tahunan 300-800 mm.Biasanya terdapat di perbatasan daerah tropis
dan sub-tropis.

4. Sub Humid: indek kekeringan 0.5-0.75. Daerah sub humid juga dimasukkan ke dalam area
lahan kering, meski sebenarnya memiliki karakter yang dekat dengan daerah lahan basah. Di
Indonesia kawasan timur memiliki karakter Sub-Humid, yang mana terdapat beberapa kendala
untuk budidadaya pertanian di daerah tersebut.

Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga
keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah. Lahan kering
sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang
terdapat pada antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran
angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa dan perputaran angin yang
searah jarum jam di daerah selatan garis khatulistiwa. Terdapat tiga jenis iklim di daerah lahan
kering, yakni :

1. Iklim Mediterania : hujan terjadi di musim gugur dan dingin

2. Iklim Tropisme : hujan terjadi di musim panas

3. Iklim Kontinental : hujan tersebar merata sepanjang tahun

2.2 Karakteristik Lahan Kering


A. Iklim
Iklim dibedakan menjadi iklim basah yaitu wilayah/lokasi yang curah hujannya tinggi
tanpa kemarau yang jelas dan iklim kering yaitu wilayah/lokasi yang intensitas curah hujannya
rendah dengan musim kemarau tergolong panjang dan defisit air seringkali terjadi. Iklim basah
tergolong ”Udik” ke ”Aridik” berdasarkan rejim kelembapan tanah. Di dataran rendah, lahan
kering berada pada ketinggian <700 mdpl untuk iklimbasah dan iklim kering. Iklim basah
memiliki curah hujan tinggi yaitu >1500 mm/tahun dengan masa hujan relatif panjang. (Irianto,
Sosiawan and Karama, 1998), sedangkan lahan kering pada iklim kering di mana regim
kelembapan tanah ustik dan atau tergolong pada kelompok iklim kering dengan curah hujan <
2.000 mm/tahun dan memiliki total > 7 bulan kering (dengan curah hujan < 100 mm/bulan).
Balitklimat. 2003) Karakteristik lahan kering didasarkan pada kondisi biofisik pada suatu
wilayah. Lahan kering juga dapat dibedakan berdasarkan ketinggian tempat atau elevasi,
kemasaman tanah, serta iklim.

B. Kesuburan Tanah

Tingkat kesuburan tanah pada lahan kering umumnya relatif rendah, terutama di lahan
yang mengalami erosi/tererosi. Erosi tanah menyebabkan lapisan atas yang terdiri dari bahan
organik menjadi terdegradasi/menurun kualitasnya. Kehilangan lapisan tanah atas ini disertai
dengan terbatasnya penggunaan pupuk organik akan memperburuk kondisi lahan pada budidaya
pertanian. Selain itu, akan terjadi penurunan bahan organic tanah dengan jumlah 30-60% dalam
rentang 10 tahun, terutama pada daerah tropis (Suriadikarta et al., 2002) Tanah masam juga
menjadi indikator sifat fisik tanah yang perlu diperhatikan. Sifat fisik ini dapat dilihat dari kadar
pH yang rendah yaitu < 5.50. Selain itu kandungan Al tinggi, tingginya fiksasi P, kategori rendah
pada kapasitas tukar kation, kandungan Fe dan Mn yang hamper mencapai ambang batas yang
dapat meracuni tanaman, kandungan basa-basa dapat tukar, tingkat kepekaan tanah terhadap
erosi, serta terbatasnya unsur biotik yang tersedia (Adiningsih 6 Pengelolaan Lahan Kering and
Sudjadi 1993, Soepardi 2001).

C. Topografi

Lahan kering di Indonesia sebagian besar ditemukan di wilayah pegunungan dengan


(elevasi > 30 %) dan perbukitan (15 sampai 30 %), dengan luas yaitu 51.30 juta ha dan 36.90
juta ha (Hidayat. and Mulyani, 2002). Tingkat kepekaan terhadap erosi pada lahan kering dengan
lereng curam tergolong sangat tinggi, terutama bila digunakan untuk budidaya tanaman semusim
pada kategori tanaman pangan. Kepekaan erosi yang tinggi juga dipercepat dengan tingginya
intensitas curah hujan. Budidaya tanaman tahunan merupakan komoditi yang sesuai untuk
diusahakan pada lahan tersebut. Akan tetapi kondisi masyarakat pada umumnya menggunakan
lahan tersebut untuk budidaya tanaman pangan, sedangkan untuk budidaya tanaman perkebunan
diusahakan pada lahan yang memiliki topografi datar dan atau bergelombang dengan kemiringan
lereng mencapai <15%. Pemanfaatan lahan kering yang untuk tanaman perkebunan mencapai
19,60 juta ha (BPS. 2005) yang dikembangkan komoditi tanaman kelapa sawit, kelapa, dan karet.

D. Karakteristik Tanah

Tanah lahan kering memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang berbeda dengan tanah di
daerah yang lebih lembap. Berikut adalah beberapa sifat umum tanah lahan kering:

1. Sifat fisik: Tanah lahan kering cenderung memiliki struktur tanah yang kurang stabil dan
terkadang mengalami erosi. Kandungan air tanah juga biasanya rendah dan tidak stabil,
sehingga dapat menyebabkan tanah menjadi keras dan sulit untuk diolah.
Tekstur Tanah lahan kering cenderung memiliki tekstur pasir atau campuran pasir dan
debu, yang membuatnya kurang mampu menahan air. Hal ini dapat menyebabkan air cepat
meresap ke dalam tanah dan sulit untuk disimpan, sehingga tanah menjadi kering dan sulit

untuk mendukung pertumbuhan tanaman.


2. Sifat kimia: Tanah lahan kering umumnya memiliki kandungan bahan organik yang
rendah. Kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium juga biasanya rendah, sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman di daerah tersebut. Selain itu, pH tanah cenderung
lebih tinggi, yang dapat menghambat penyerapan nutrisi oleh tanaman.
3. Sifat biologi: Kondisi tanah yang kering dapat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme
di dalamnya. Bakteri, jamur, dan cacing tanah cenderung kurang aktif di tanah yang
kering, sehingga dapat mempengaruhi siklus nutrisi dan dekomposisi bahan organik.
Tanaman yang tumbuh di tanah lahan kering juga dapat mengalami stres air, yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas mereka.

E. Ciri-ciri lahan kering

 Suhu udara tinggi dan kelembabannya rendah

 Memiliki kadar air terbatas

 Air sedikit dan sangat bergantung pada curah hujan

 Lokasinya berdekatan dengan pemukiman

 Berada jauh dari sumber air alami dan buatan

 Biasanya dimanfaatkan untuk tanam tanaman berbuah

 Biasanya dimanfaatkan sebagai daerah resapan air

2.3 Faktor Pertumbuhan Pertanian di Lahan Kering


Kondisi lahan kering tersebut mengakibatkan sulitnya membudidayakan berbagai produk
pertanian. Faktor primer yang diperlukan tanaman untuk tumbuh adalah media tanam, air,
cahaya, angin, dan nutrisi tanaman. Semua faktor yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh
dengan baik tersebut terhambat oleh kondisi daerah lahan kering yang memiliki iklim dan cuaca
ekstrim.

A. Media tanaman

Tanah pasiran yang terdapat di sebagian besar daerah kering di Negara Timur Tengah
menjadi kendala besar bagi usaha pertumbuhan tanaman. Kendala-kendala tersebuat adalah
terlalu besarnya pori-pori tanah yang mengakibatkan infiltrasi tinggi sehingga tidak dapat
menahan air serta memiliki kadar garam yang tinggi sebagai dampak dari kombinasi tingginya
evapotranspirasi akibat suhu yang tinggi dan tingginya infiltrasi akibat tanah yang terlalu porous.
Sedangkan tanah lempung yang terdapat pada lahan kering juga terkendala dengan
sifatnya yang labil. Sifat tanah lempung yang kekurangan air akan merekah ,sehingga tidak dapat
ditumbuhi tanaman dengan optimal. Tanah sebagai media tanam seharusnya memiliki
kemampuan menahan air dari infiltrasi dan evapotranspirasi, mampu memberikan nutrisi bagi
tanaman, serta memiliki pori-pori proporsional untuk sirkulasi udara (O2 dan CO2). Untuk
mengatasi hal tersebut, maka diperlukan soil amendment atau pengatur tanah, pupuk organik
untuk meningkatkan kesuburan tanah, dan kapur untuk meningkatkan pH tanah atau gypsum
untuk menurunkan pH tanah.

B. Air

Rendahnya curah hujan yang menjadi ciri-ciri khas daerah lahan kering mengakibatkan
ketersediaan air untuk irigasi sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan soil
amendment untuk meningkatkan kapasitas tanah dalam menahan air (water holding capacity),
mulsa untuk mengurangi evapotranspirasi dan penggunaan sistem irigasi yang tepat guna seperti
irigasi tetes ataupun sprinkler tergantung dengan topografi lahan. Bila lahan datar, maka dapat
digunakan irigasi tetes, dan apabila lahan bergelombang, maka penggunaan sistem irigasi
sprinkler lebih tepat. Kolaborasi penggunaan soil amendment, mulsa dan sistem isrigasi tepat
guna tersebut bertujuan untuk menghemat penggunaan air dan meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pendistribusian nutrisi tanaman.

C. Cahaya

Tingginya radiasi cahaya matahari di daerah lahan kering mengakibatkan tingginya


evapotranspirasi, rendahnya suplai oksigen (O2), dan salinasi / penggaraman di tanah. Cara
mengatasi kendala tersebut dengan melakukan penghijauan, atau secara terintegrasi melakukan
kegiatan pertanian dan perkebunan di lahan kering dapat mengurangi dampak tingginya radiasi
cahaya matahari.

D. Angin

Minimnya vegetasi di daerah lahan kering mengakibatkan termodinamika pindah panas


terjadi secara monoton/single direction, hal tersebut mengakibatkan angin melaju dengan
kencang, karena angin merupakan dampak dari udara yang digerakkan oleh perbedaan suhu.
Salah satu dampak dari hal tersebut adalah terjadinya badai gurun (sand storm atau orang arab
menyebutnya haboob) yang membawa banyak material pasir di daerah pemukiman maupun areal
pertanian. Tentu saja hal tersebut sangat menghambat pelaksanaan kegiatan pertanian. Adapun
alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan tanaman pohon sebagai
pemecah laju kecepatan angina (wind breaker). Aplikasi penanaman pohon sebagai wind breaker
di areal pertanian lahan kering biasanya ditanam mengelilingi areal pertanian. Adapun berikut ini
merupakan contoh desain lahan pertanian lahan kering yang terdapat di Negara Timur Tengah.

E. Nutrisi

Dengan mengambil analogi manusia, nutrisi sebagai makanan bagi tanaman itu
diumpamakan seperti adanya karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin bagi manusia. Namun
bagi tanaman membutuhkan nutrisi makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu,
Zn dan Cl). Tingginya kadar garam di tanah pertanian lahan kering mengakibatkan unsur-unsur
nutrisi yang diperlukan tanaman tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, karena garam
sifatnya mereduksi unsur-unsur makro dan membuat unsur-unsur mikro bersifat toksit atau
beracun bagi tanaman. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dibutuhkan pemupukan organik
terpadu yang menyediakan unsur hara tanaman dari bahan-bahan alam untuk mereduksi
kandungan unsur logam dari pupukpupuk kimia serta memberikan unsur mikro tanaman dalam
bentuk organik (chillate) yang tidak beracun bagi tanaman di daerah dengan kadar garam yang
tingg.

2. 4 Pengelolaan Lahan Kering Pertanian Berkelanjutan


A. Membajak lahan
Pembajakan berguna untuk membolak-balikan lahan terutama daerah yang berada di
zona topsoil (0 – 20cm dari permukaan tanah). Dahulu pembajakan tanah dilakukan secara
manual dengan cangkul atau bantuan hewan seperti kerbau. Kini pembajakan biasanya dilakukan
dengan mesin traktor. Tanah yang telah dibajak akan terangkat dan menjadi gembur. Jenis-jenis
tanah seperti tanah gembur berarti tanah memiliki rongga dalam strukturnya (tidak padat)
sehingga organisme tanah seperti cacing dan mikroorganisme bisa hidup di dalamnya. Akar
tanaman pun akan lebih mudah mendapatkan oksigen dengan struktur tanah yang berongga ini.
Memperkokoh tanah
Tanah tandus seringkali tidak kokoh dan mudah sekali mengalami erosi tanah. Hal ini
diperparah apabila secara topografi, tanah memiliki kemiringan yang cukup tinggi. Pada kondisi
ini, sengkedan atau terasering dapat dibuat sehingga tanah akan kokoh pada tempatnya untuk
menerima irigasi. Batuan dan jaring buatan pun dapat digunakan untuk mempertahankan posisi
tanah.
B. Praktik pertanian konservasi

Praktik pertanian konservasi adalah tindakan untuk mempertahankan kesuburan tanah dan
mencegah degradasi lahan. Praktik-praktik pertanian konservasi meliputi pengolahan tanah
minimum atau tidak menggunakan bajak, penutup tanah seperti tanaman penutup dan mulsa,
rotasi tanaman, dan penggunaan pupuk organik.

1. Pengolahan tanah minimum atau tidak menggunakan bajak berarti tidak mengolah atau
hanya mengolah sedikit bagian permukaan tanah sehingga tidak merusak struktur tanah dan
mempertahankan kesuburan. Praktik ini juga membantu mengurangi erosi tanah dan
menghemat penggunaan energi.
2. Penutup tanah seperti tanaman penutup dan mulsa membantu menjaga kelembaban tanah,
mengurangi erosi tanah, meningkatkan kualitas tanah, serta mengurangi pertumbuhan gulma.
Tanaman penutup dan mulsa juga membantu meningkatkan ketersediaan nitrogen dalam
tanah.
3. Rotasi tanaman membantu mencegah penyakit dan hama serta mempertahankan kesuburan
tanah. Dalam rotasi tanaman, petani menanam tanaman yang berbeda di lokasi yang berbeda
dari waktu ke waktu untuk menghindari degradasi tanah dan menyediakan nutrisi yang
berbeda pada tanah.
4. Penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos membantu
mempertahankan kesuburan tanah, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan kualitas
tanah.
C. Konservasi air

Konservasi air melibatkan penggunaan teknik untuk menghemat air dan meningkatkan
efisiensi penggunaan air di lahan kering, seperti irigasi tetes, irigasi curah, atau penggunaan
sistem irigasi yang efisien.
1. Irigasi tetes merupakan teknik irigasi yang mengalirkan air secara perlahan pada akar
tanaman melalui pipa kecil atau selang sehingga air tidak terbuang. Teknik ini menghemat
penggunaan air dan membantu mengurangi erosi tanah.
2. Irigasi curah mengalirkan air pada permukaan tanah sehingga meresap ke dalam tanah.
Teknik ini lebih mudah dilakukan tetapi lebih banyak menghasilkan limbah dan lebih rentan
terhadap erosi tanah.
3. Penggunaan sistem irigasi yang efisien seperti irigasi berbasis teknologi juga membantu
menghemat penggunaan air dan meningkatkan efisiensi penggunaan air.

Maaf atas kekeliruan, sebelumnya poin nomor 6 seharusnya adalah pengembangan teknologi
pertanian yang berkelanjutan. Berikut penjelasan yang lebih rinci untuk tiga poin yang diminta:

D. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit pada pertanian lahan kering merupakan hal yang penting
untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan hama dan penyakit antara lain:

1. Penggunaan tanaman perangkap: Penanaman tanaman perangkap dapat mengalihkan hama


dari tanaman utama. Tanaman perangkap biasanya ditanam sekitar lahan pertanian atau di
sekitar tanaman utama. Tanaman perangkap ini menghasilkan aroma yang menarik hama dan
membuat hama tertarik untuk menyerang tanaman perangkap, sehingga mengurangi jumlah
hama pada tanaman utama.
2. Penggunaan tanaman pengganggu: Tanaman pengganggu dapat mempertahankan dan
meningkatkan kesuburan tanah. Tanaman pengganggu ditanam di antara tanaman utama atau
digunakan sebagai penyekat antara lahan pertanian. Beberapa tanaman pengganggu yang
sering digunakan antara lain leguminosa, seperti kacang hijau atau kacang tanah, yang dapat
menarik nitrogen ke dalam tanah dan meningkatkan kesuburan tanah.
3. Penggunaan pupuk organik: Penggunaan pupuk organik dapat membantu mengurangi jumlah
hama dan penyakit pada tanaman. Pupuk organik dapat membantu meningkatkan kepadatan
mikroorganisme di dalam tanah, yang dapat membantu mengontrol populasi hama dan
penyakit.
4. Penggunaan pestisida alami: Penggunaan pestisida alami seperti neem oil atau sabun
serangga dapat membantu mengendalikan populasi hama dan penyakit pada tanaman.
Pestisida alami ini umumnya lebih ramah lingkungan dan tidak merusak kesehatan manusia
dibandingkan dengan pestisida sintetis.
E. Pelestarian sumber daya alam

Pelestarian sumber daya alam sangat penting untuk menjaga produktivitas lahan kering.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan sumber daya alam antara lain:

1. Pengelolaan air: Pengelolaan air yang baik dapat membantu menjaga produktivitas lahan
kering. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain mengumpulkan dan menyimpan air
hujan, memanfaatkan irigasi tetes, dan memilih varietas tanaman yang toleran terhadap
kekeringan.
2. Konservasi tanah: Konservasi tanah melibatkan tindakan untuk mencegah erosi,
meningkatkan kesuburan tanah, dan mempertahankan lapisan tanah. Beberapa cara yang
dapat dilakukan antara lain penggunaan tanaman penutup tanah, pembuatan terasering, dan
penggunaan pupuk organik.
3. Konservasi keanekaragaman hayati: Konservasi keanekaragaman hayati dapat membantu
menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan. Beberapa cara yang
dapat dilakukan antara lain penanaman pohon
2.5 Beberapa jenis tanaman yang cocok di tanah lahan kering
1. Tanaman Cengkeh
Tanaman cengkeh secara umum persyaratan pertumbuhan tertentu yaitu tanaman ini tumbuh
optimal pada 300 – 600 dpal dengan suhu 22°-30°C, curah hujan yang dikehendaki 1500 4500
mm/tahun. Tanah gembur dengan dalam solum minimum 2 m, tidak berpadas dengan pH optimal
5,5 – 6,5. Tanah jenis latosol, andosol dan podsolik merah baik untuk dijadikan perkebunan
cengkeh.Tahap budidaya tanaman cengkeh terdiri atas pembibitan, pengajiran, penanaman, panen dan
pengolahan pasca panen.
2. Tanaman Kopi
Budidaya tanaman kopi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara generatif dan vegetatif.
Budidaya secara generatif yaitu dengan menggunakan biji atau benih, sedangkan secara vegetatif
dengan stek, okulasi dan kultur jaringan. Umumnya budidaya tanaman kopi dilakukan dengan stek
batang, karena mudah dilakukan, sifat keturunannya sama dengan induknya, lebih cepat berbuah
dan hasilnya akan lebih seragam. Cara ini juga memberikan keuntungan secara ekonomis karena
tidak menunggu waktu lebih lama. Namun, cara ini juga mempunyai kelemahan yaitu sistem
perakarannya lebih lemah, sehingga lebih mudah roboh dan pada usia muda lebih mudah terserang
nematoda.
Syarat pertumbuhan untuk kopi robusta berbeda dengan kopi arabica. Kopi robusta dapat
tumbuh pada ketinggian 400-800 mdpl. Di luar daerah asalnya, kopi robusta dapat tumbuh baik
pada daerah dengan suhu tahunan rata-rata 22- 26°C. Kondisi optimal untuk pertumbuhan kopi
robusta adalah pada daerah dengan kisaran suhu 22-25oC, curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun,
dan 2-3 bulan kering. Kopi arabika tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran tinggi tropis.
Pertumbuhan, produktivitas, dan kualitas kopi arabika dipengaruhi oleh ketinggian tempat, panjang
periode gelap dan terang (fotoperiodisme), distribusi hujan, dan suhu udara. Tempat yang sesuai
bagi pertumbuhan kopi arabika berkisar antara 1.000-1.700 mdpl. Pada lokasi dengan ketinggian
1.700 mdpl produksinya tidak optimal karena pertumbuhan vegetatif lebih cepat dari generatif. Suhu
udara yang optimum untuk pertumbuhan kopi arabika berkisar antara 18-23°C dengan curah hujan
1.600- 2.000 mm/tahun dengan bulan kering 3-4 bulan (Djaenudin et al., 2003; Sihaloho., 2009).

3. Tanaman Tembakau
Tembakau dapat tumbuh dengan baik jika ditanam di daerah dengan ketinggian 400 m dpl.
sampai dengan 1.500 m dpl., curah hujan antara 2.200–3.100 mm/ tahun dengan 8–9 bulan basah
dan 3–4 bulan kering. Tanah yang sesuai untuk tembakau adalah tanah yang gembur, remah,
drainase baik, dan mudah mengikat air serta pH sekitar 5,5–6,5.Tahap budidaya meliputi
persemaian, pengolahan tanah, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemangkasan dan
pemanenan (Bursatriannyo, 2017).
4. Tanaman Rosella
Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) termasuk famili Malvaceae. Tanaman ini merupakan
tanaman semusim yang dapat tumbuh dengan optimal pada daerah dengan ketinggian 600 meter
dpl dan suhu rata-rata 24-32°C. Tanaman rosella dapat diusahakan disegala macam tanah akan
tetapi yang paling cocok adalah tanah yang subur dan gembur. Rosella masih dapat toleran
terhadap tanah masam dan agak alkalin, tetapi tidak cocok ditanam di tanah salin. pH optimum
untuk rosella adalah 5,5-7 dan masih toleran juga pada pH 4,5-8,5.
Teknik budidaya tanaman rosella meliputi persiapan lahan, persiapan bahan tanam,
pembibitan, penanaman, pemupukan, pemangkasan, pengendalian hama dan penyakit. Lahan
yang akan dipakai diolah dengan cara melakukan penggemburan, cara ini juga untuk
pembersihan gulma. Selanjutnya, tanah dicampur dengan pupuk dasar berupa pupuk kandang.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Lahan kering adalah lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian dengan
menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya mengharapkan dari curah hujan. Lahan
Pengolaan lahan kering dapat dilakukan dengan membajak lahan, praktik konservasi pertanian,
konservasi air, pengendalian hama dan penyakit dan pelestarian sumber daya alam agar
berkelanjutan dan ramah lingkungan. Adapun tanaman yang dapat kita kelola dilahan kering
yaitu tanaman pangan seperti tanaman tembakau, kopi, Cengkeh dan Rosella.

Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca untuk memanfaatkan lahan kering sebaik-baik
mungkin. Adapun tanaman yang disarankan untuk dibudidayakan yaitu tanaman pangan seperti
tanaman Tembakau, Kopi, Cengkeh dan Rosella. Serta harus menerapakan pengelolaan pertanian
yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, A. et al. (2005) ‘Analisis potensi sumber daya lahan dan air dalam mendukung
pemantapan ketahanan pangan’, in Dalam Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VIII, 17−19 Mei 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi.
Jakarta: LIPI bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik, Departemen Kesehatan,
Bappenas, Departemen Pertanian, dan Kementerian Riset dan Teknologi, p. 245−264.
Adiningsih, J. S. and Sudjadi, M. (1993) ‘Peranan sistem bertanam lorong (alley cropping) dalam
meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering masam’, in Risalah Seminar Hasil
Penelitian Tanah dan Agroklimat. bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklima.
Altieri, M. A., & Nicholls, C. I. 2020. Agroecology and the Reconstruction of a Post-Covid-19
Agriculture. Sustainable Development, 28(4), 583-592. https://doi.org/10.1002/sd.2067
Anonim. (2008) “Teknologi Budidaya Lada,” Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pertanian.
Anonim. (2018)“Kembangkan Cengkeh Sambung,SolusiMenanam di lahan
Kering,”http://bisnisbali.com/kembangkan-cengkeh-sambung-solusi menanam-di-lahan-
kering
Balitklimat (2003) Atlas Sumberdaya Iklim/Agroklimat untuk Pertanian. bogor: Balai Penelitian
Agroklimat dan Hidrologi.
Bintoro, A., Widjajanto, D. and Isrun (2017) ‘KARAKTERISTIK FISIK TANAH PADA
BEBERAPA’, e-J. Agrotekbis, 5(4), pp. 423–430.
Bursatriannyo.(2017)“Budidaya Tembakau Temanggung,”Pusat Penelitiandan
PengembanganPerkebunan,https://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/b udidaya-tembakau-
temanggung/
Bursatriannyo.(2017)“Budidaya Tembakau Temanggung,”Pusat Penelitiandan
PengembanganPerkebunan,https://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/b udidaya-tembakau-
temanggung/
Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagjo, dan A. Hidayat. (2003)“
PetunjukTeknisEvaluasiLahanuntukKomoditasPertanian.Balai Penelitian Tanah.
Puslitbangtanah.Badan Penelitian dan
PengembanganPertanian. Bogor. 154 hlm.
Djaenudin, D., Hidayat, A. and Suhardjo, H. (2003) ‘Petunjuk teknis evaluasi lahan untuk
komoditas pertanian’.
Fageria, N. K. 2009. The Role of Nutrient Efficient Plants in Improving Crop Yields in the
Twenty First Century. Journal of Crop Improvement, 23(2), 169-202.
https://doi.org/10.1080/15427520902877678
FAo, A. (1989) ‘A framework for land evaluation’, FAO Soils Bulletin, 32.
Food and Agriculture Organization (FAO). 2015. Sustainable Land Management for Climate-
Smart Agriculture: High-Level Policy Dialogue on Climate Change, Agriculture and
Food Security in West Asia and North Africa Region. http://www.fao.org/3/a-i4955e.pdf
Hidayat., A. and Mulyani, A. (2002) ‘Lahan kering untuk pertanian’, in Pengelolaan Lahan
Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. bogor: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat, pp. 1–34.
Hikmatullah and Chendy (2008) ‘Klasifikasi dan Sifat-sifat Tanah’, in Sumberdaya Tanah dan
Pulau Flores Nusa Tenggara Timur: Karakteristik dan Potensinya untuk Pertanian. bogor:
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Mulyani, A., Hikmatullah and Subagyo, H. (2004) ‘Karakteristik dan potensi tanah masam lahan
kering di Indonesia’, in Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. bogor:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, p. 1−32.
Mulyani, A., Priyono, A. and Agus, F. (2013) ‘Semiarid soils of Eastern Indonesia: Soil
classification and land uses. Developments in Soil
Sariningtias. (2019)“Budidaya Tanaman Rosella,”Badan Litbang Pertanian
SumateraSelatan.https://sumsel.litbang.pertanian.go.id/berita-budidaya tanaman-rosella-
hibiscus-sabdariffa-l-roselindo-2.html
Suherningsih. (1988). Aktivitas nitrat reduktase dan kandungan klorofil pada daun tanaman
kedelai (Glycine max (L) Merr) yang diperlakukan dengan merkuri klorida (HgCl2).
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Sukarman, IGM., Subiksa, dan Sofyan, R. (2012) “Identifikasi Lahan Kering Potensial untuk
Pengembangan Tanman Pangan,” Prospek Pertanian Lahan Kering dalam Mendukung
Ketahanan Pangan. Balitbangtan. Kementerian Pertanian.
United Nations Development Programme (UNDP). 2019. Enhancing Agricultural Productivity
and Reducing Land Degradation in Dryland Areas: A Case Study from Uzbekistan.
https://www.adaptation-undp.org/sites/default/files/downloads/2019-12/ENHANCING-
AGRICULTURAL-PRODUCTIVITY-AND-REDUCING-LAND-DEGRADATION-
IN-DRYLAND-AREAS-A-CASE-STUDY-FROM-UZBEKISTAN.pdf
World Agroforestry Centre. 2017. Agroforestry for Landscape Restoration in Drylands.
https://www.worldagroforestry.org/publication/agroforestry-landscape-restoration-
drylands

Anda mungkin juga menyukai