Anda di halaman 1dari 13

BAB II PEMBAHASAN

PENGERTIAN LAHAN KERING

Pertanian lahan kering adalah aktifitas pertanian (budidaya tanaman) dengan memanfaatkan lahan yang tidak tergenang oleh air, serta dalam proses
menumbuhkan tanaman yang dihasilkan menggunakan sumber air tadah hujan. Dalam proses budidaya pada lahan kering, air yang digunakan sangat
terbatas dan hanya menggantungkan dari adanya air hujan, dengan demikian tanaman yang cocok digunakan biasanya berupa tanaman pangan,
hortikultura, dan tanaman menahun/perkebunan. Suatu lahan dapat dikatakan kering apabila curah hujannya <250-300 mm/tahun, serta untuk indeks
antara curah hujan dan evapotranspirasi yakni kurang dari 0.2, suhunya sekitar +-49◦ C, biasanya juga tanah pada lahan kering memiliki tekstur
berpasir dan salinasinya cukup tinggi karena adanya aerasi dan infiltrasi.

Biasanya pada lahan kering, dapat ditandai dengan perputaran angin yang tidak searah jarum jam pada daerah utara khatulistiwa, sedangkan untuk
yang searah jarum jam terdapat pada daerah selatan garis khatulistiwa.Lahan kering dapat diartikan sebidang tanah yang dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan usahatani, dengan menggunakan air secara terbatas (biasanya mengharapkan dari curah hujan).Dalam pemanfaatan lahan kering untuk
pertanian sering banyak dijumpai kendala-kendala, karena lahan ini memiliki kondisi agro ekosistim yang beragam. Kondisi lahan kering dicirikan
oleh:

(1) peka terhadap erosi bila tanahnya tak tertutup vegetasi,

(2) tingkat kesuburan tanahnya rendah,

(3) air merupakan faktor pembatas (tadah hujan), dan

(4) lapisan olah dan lapisan tanah dibawahnya memiliki kelembaban yang sangat rendah .

Potensi sumberdaya lahan kering di Indonesia sangat besar dan penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah Indonesia terutama di luar pulau
Jawa.Dari 162 juta hektar luas daratan di luar Pulau Jawa (81 % dari luas daratan Indonesia), 124 juta hektar (76,5 %) merupakan lahan kering dan
sisanya 38 juta hektar (23,5 %) lahan basah. Lahan kering merupakan sumber daya alam yang mempunyai peluang besar untuk dimanfaatkan secara
optimal. Areal lahan kering di Indonesia cukup luas yaitu mencapai 52,5 juta ha yang tersebar di P. Jawa dan Bali (7,1 juta ha), Sumatera (14,8 juta
ha), Kalimantan (7,4 juta ha), Sulawesi (5,1 juta ha), Maluku dan Nusa Tenggara (6,2 juta ha) dan Irian Jaya (11,8 juta ha) (Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat, 1998). Lahan kering dalam keadaan alamiah memiliki kondisi antara lain peka terhadap erosi, terutama bila keadaan tanahnya
miring atau tidak tertutup vegetasi, tingkat kesuburannya rendah, air merupakan faktor pembatas dan biasanya tergantung dari curah hujan serta
lapisan olah dan lapisan bawahnya memiliki kelembaban yang amat rendah.

Pertanian Lahan Kering merupakan aktifitas pertanian (budidaya tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan) yang dilakukan
di lahan kering. Lahan kering dibagi ke dalam empat kategori, yakni :
Hyper Arid : indek kekeringan(rasio antara curah hujan dan evapotranspirasi potensial) 0.03, tidak ada vegetasi tanaman kecuali hanya beberapa
rumpun rumput di daerah lembah, penggembalaan ternak berpindah-pindah, hujan tahunan rendah (di bawah 100 mm/tahun), serta hujan terjadi tidak
menentu, bahkan kadang-kadang tidak terjadi hujan sepanjang tahun. Daerah ini terdapat di pe-“gurun”-an Saudi Arabia “Rub’ul Kholi” atau yang
dikenal dengan empty quarter.
Arid : indek kekeringan 0.03-0.20 yang ditandai dengan adanya peternakan, kegiatan pertanian dilakukan dengan irigasi tetes dan sprinkler, terdapat
tanaman musiman dan tahunan yang letaknya terpisah-pisah, dan curah hujan tahunan antara 100 – 300 mm. Terdapat di Jeddah, Saudi Arabia dan
Negara-negara Timur Tengah pada umumnya.
semi Arid : indek kekeringan 0.2-0.5 yang ditandai dengan adanya kegiatan pertanian denga mengandalkan air hujan meski produktifitasnya masih
rendah, terdapat kegiatan peternakan komunal, dan curah hujan tahunan 300-800 mm. Biasanya terdapat di perbatasan daerah tropis dan sub-tropis.
Sub Humid: indek kekeringan 0.5-0.75. Daerah sub humid juga dimasukkan ke dalam area lahan kering, meski sebenarnya memiliki karakter yang
dekat dengan daerah lahan basah. Di Indonesia kawasan timur memiliki karakter Sub-Humid, yang mana terdapat beberapa kendala untuk
budidadaya pertanian di daerah tersebut.
Lahan kering ini terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan
kelembabannya rendah. Lahan kering sering dijumpai pada daerah dengan kondisi antisiklon yang permanen, seperti daerah yang terdapat pada
antisiklon tropisme. Daerah tersebut biasanya ditandai dengan adanya perputaran angin yang berlawanan arah jarum jam di utara garis khatulistiwa
dan perputaran angin yang searah jarum jam di daerah selatan garis khatulistiwa.
Kondisi lahan kering tersebut mengakibatkan sulitnya membudidayakan berbagai produk pertanian. Faktor primer yang diperlukan tanaman untuk
tumbuh adalah media tanam, air, cahaya, angin, dan nutrisi tanaman. Semua faktor yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik
tersebut terhambat oleh kondisi daerah lahan kering yang memiliki iklim dan cuaca ekstrim. Adapun pengelompokan faktor yang diperlukan tanaman
untuk dapat tumbuh dengan baik dan kendala yang terdapat di daerah lahan kering serta cara mengatasinya ditampilkan dalam tabel berikut ini ;
Tabel 1. Hubungan faktor pertumbuhan dan kendala-kendala serta solusi pertanian di lahan kering
No Faktor Pertumbuhan Kendala Sousi
1 Media Tanam Tanah Pasir : Infiltrasi tinggi. Soil Amendment, Pupuk Organik, Kapur,
Tanah Lempung : tanpa cukup air, rekahan besar, Gipsum.
infiltrasi tinggi.
2 Air Terbatas, karena curah hujan rendah. Soil Amendment, Mulsa, Sistem Irigasi
Tepat Guna.
3 Cahaya Radiasi tinggi, suhu cenderung tinggi. Penghijauan atau Kegiatan Pertanian.
4 Angin Minimnya vegetasi mengakibatkan kecepatan angina Penanaman tanaman pagar pemecah angin.
tinggi.
5 Nutrisi Kombinasi tingginya evaporasi dan infiltrasi Pemupukan Organik Terpadu.
mengakibatkan tanah salin (kadar garam tinggi),
sehingga nutrisi rendah.

Media Tanam
Tanah pasiran yang terdapat di sebagian besar daerah kering di Negara Timur Tengah menjadi kendala besar bagi usaha pertumbuhan tanaman.
Kendala-kendala tersebuat adalah terlalu besarnya pori-pori tanah yang mengakibatkan infiltrasi tinggi sehingga tidak dapat menahan air serta
memiliki kadar garam yang tinggi sebagai dampak dari kombinasi tingginya evapotranspirasi akibat suhu yang tinggi dan tingginya infiltrasi akibat
tanah yang terlalu porous.
Sedangkan tanah lempung yang terdapat pada lahan kering juga terkendala dengan sifatnya yang labil. Sifat tanah lempung yang kekurangan air
akan merekah (nelo:jawa), sehingga tidak dapat ditumbuhi tanaman dengan optimal. Tanah sebagai media tanam seharusnya memiliki kemampuan
menahan air dari infiltrasi dan evapotranspirasi, mampu memberikan nutrisi bagi tanaman, serta memiliki pori-pori proporsional untuk sirkulasi
udara (O2 dan CO2). Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan soil amendment atau pengatur tanah, pupuk organik untuk meningkatkan
kesuburan tanah, dan kapur untuk meningkatkan pH tanah atau gypsum untuk menurunkan pH tanah.
Air
Rendahnya curah hujan yang menjadi ciri-ciri khas daerah lahan kering mengakibatkan ketersediaan air untuk irigasi sangat terbatas. Untuk mengatasi
hal tersebut diperlukan soil amendment untuk meningkatkan kapasitas tanah dalam menahan air (water holding capacity), mulsa untuk mengurangi
evapotranspirasi dan penggunaan sistem irigasi yang tepat guna seperti irigasi tetes ataupun sprinkler tergantung dengan topografi lahan. Bila lahan
datar, maka dapat digunakan irigasi tetes, dan apabila lahan bergelombang, maka penggunaan sistem irigasi sprinkler lebih tepat. Kolaborasi
penggunaan soil amendment, mulsa dan sistem isrigasi tepat guna tersebut bertujuan untuk menghemat penggunaan air dan meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pendistribusian nutrisi tanaman.
Cahaya
Tingginya radiasi cahaya matahari di daerah lahan kering mengakibatkan tingginya evapotranspirasi, rendahnya suplai oksigen (O 2), dan salinasi /
penggaraman di tanah. Cara mengatasi kendala tersebut dengan melakukan penghijauan, atau secara terintegrasi melakukan kegiatan pertanian dan
perkebunan di lahan kering dapat mengurangi dampak tingginya radiasi cahaya matahari.
Angin
Minimnya vegetasi di daerah lahan kering mengakibatkan termodinamika pindah panas terjadi secara monoton/ single direction, hal tersebut
mengakibatkan angin melaju dengan kencang, karena angin merupakan dampak dari udara yang digerakkan oleh perbedaan suhu. Salah satu dampak
dari hal tersebut adalah terjadinya badai gurun (sand storm atau orang arab menyebutnya haboob) yang membawa banyak material pasir di daerah
pemukiman maupun areal pertanian. Tentu saja hal tersebut sangat menghambat pelaksanaan kegiatan pertanian. Adapun alternatif untuk mengatasi
hal tersebut adalah dengan menggunakan tanaman pohon sebagai pemecah laju kecepatan angina (wind breaker). Aplikasi penanaman pohon sebagai
wind breaker di areal pertanian lahan kering biasanya ditanam mengelilingi areal pertanian. Adapun berikut ini merupakan contoh desain lahan
pertanian lahan kering yang terdapat di Negara Timur Tengah.
Nutrisi
Dengan mengambil analogi manusia, nutrisi sebagai makanan bagi tanaman itu diumpamakan seperti adanya karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin
bagi manusia. Namun bagi tanaman membutuhkan nutrisi makro (N, P, K, Ca, Mg, S) dan mikro (Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn dan Cl). Tingginya kadar
garam di tanah pertanian lahan kering mengakibatkan unsur-unsur nutrisi yang diperlukan tanaman tersebut tidak tersedia dalam jumlah yang cukup,
karena garam sifatnya mereduksi unsur-unsur makro dan membuat unsur-unsur mikro bersifat toksit atau beracun bagi tanaman. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka dibutuhkan pemupukan organik terpadu yang menyediakan unsur hara tanaman dari bahan-bahan alam untuk mereduksi kandungan
unsur logam dari pupuk-pupuk kimia serta memberikan unsur mikro tanaman dalam bentuk organik (chillate) yang tidak beracun bagi tanaman di
daerah dengan kadar garam yang tinggi.

Lahan kering berdasarkan penggunaannya untuk pertanian dikelompokan menjadi :


Pekarangan
Tegal/kebun/ladang/huma
Padang rumput
Lahan sementara tidak diusahakan (terlantar)
Lahan untuk kayu-kayuan
Perkebunan
Berdasarkan ketinggian tempat (elevasi), lahan kering dibedakan manjadi :
Lahan dataran rendah (elevasi < 700 m dpl) dan
Lahan dataran tinggi (elevasi > 700 m dpl)
Ciri Pertanian Lahan Kering
Terdapat tiga ciri iklim pada pertanian lahan kering

Iklim mediteran, yakni jatuhnya air hujan hanya pada saat musim gugur dan dingin

Iklim tropisme, yakni hujan yang jatuh hanya pada musim panas

Dan yang terakhir yaitu iklim continental, iklim yang dimana hujan jatuh sepanjang tahun

Selain dapat dilihat dari ciri iklimnya, ada beberapa ciri lain yang dapat dijadikan dasar dalam mendefinisikan tentang pertanian lahan kering, antara
lain;

Pada pertanian lahan kering, sudah pasti ciri yang pertama yaitu memiliki lahan yang tidak basah, karena hanya menggunakan air hujan dalam proses
budidaya tanaman dan hujan yang turun hanya pada musim tertentu serta intensitasnya cukup rendah

Biasanya pertanian lahan kering banyak ditemukan pada daerah yang beriklim tropis

Karena hujan yang turun relative rendah, maka ketersediaan airpun juga cukup terbatas

Meskipun hujan yang turun dapat dikatakan jarang, namun pada lahan ini sering terjadi longsor, hal ini dikarenakan pada pertanian lahan kering
memiliki kontur tanah yang sedikit labil

Meskipun memiliki intensitas hujan yang cukup rendah namun bukan berarti terdapat pada daerah gurun pasir

Kontur tanahnya lebih lembut sehingga sering terjadi longsor

Meskipun merupakan pertanian lahan kering, namun bukan berarti tanahnya mengalami kekeringan yang sampai pecah dan keras

Dapat menjadi alih fungsi dalam penyerapan air

Sangat cocok jika ditanami tanaman perennial

Biasanya jauh dari sumber air alami atau buatan

Biasanya dekat dengan pemukiman penduduk

Dalam proses budidayanya hanya menggantungkan dari air hujan

Pada dataran rendah dan tinggi juga banyak ditemukan pertanian lahan kering
Biasanya pertanian lahan kering, memiliki ketinggian yang berada pada 500-1500 diatas permukaan laut

Pada pertanian lahan kering tingkat kesuburan tanahnya cukup rendah, hal ini disebabkan karena hanya mengandalkan dari turunnya hujan sehingga
air yang dapat didistribusikan cukup terbatas

Pada daerah ini memiliki topografi yang datar, karena berada pada daerah lereng sehingga dapat mengakibatkan sering terjadi erosi yang dapat
mendegradasi unsur hara yang ada didalam tanah

Pada lahan kering insfrastrukturnya kalah jauh dengan lahan sawah

Karena biofisik lahan kering yang terbatas, petani yang kurang menguasai, serta sarana prasarana yang kurang memadai sehingga teknologi usaha tani
lahan kering cukup mahal dibandingakn pertanian lahan basah

Dan yang terakhir yaitu kualitas lahan yang cukup rendah karena kurangnya pemanfaatan teknologi sehingga variabilitas produksinya pun juga relatife
rendah.

Contoh Pertanian Lahan Kering


Setelah mengetahui pengertian pertanian lahan kering dan beberapa cirinya, maka dapat dengan mudah diketahui juga contoh dari pertanian lahan
kering. Berikut beberapa contoh dari tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering

Tanaman Perkebunan pada Lahan Kering


Berdasarkan dari beberapa pengertian serta ciri yang telah disebutkan, maka contoh pertanian lahan kering yang paling cocok adalah pada lahan
perkebunan, hal ini dikarenakan pada tanaman perkebunan lebih menghendaki daerah yang kering, sesuai dengan syarat tumbuh beberapa tanaman
perkebunan seperti karet, sawit, dan tanaman perkebunan yang tidak membutuhkan genangan air lainnya.

Selain itu, karena pada tanaman perkebunan umumnya memiliki umur tanaman yang cukup lama dan bertahun-tahun, sehingga dengan adanya air
hujan distribusi airpun juga merata, sebab pada pertanian lahan kering proses penyerapan air cukup baik, sehingga didalam tanah air dapat tersimpan
ketika musim hujan dan ditranslokasikan secara merata pada saat musim kemarau.

Tanaman Hortikultura pada Lahan Kering


Untuk tanaman hortikultura yang cocok pada pertanian lahan kering yaitu tanaman hortikultura jenis buah-buahan yang umur tanamannya dapat
bertahun-tahun. Seperti contoh tanaman buah jambu air dan jambu biji, salak, mangga, rambutan, nangka, kelapa, kelengkeng, buah naga, sirsak,
alpukat,nanas dan lain sebagainya.

Meskipun tanaman hortikultura dapat dijadikan contoh pertanian lahan kering, namun tidak semuanya, karena untuk jenis sayuran hanya sedikit yang
dapat dikategorikan pertanian lahan kering, seperti contoh daun salam, daun tangkil, daun singkong, dan lain sebagainya.

Berbeda halnya dengan bayam, kangkung, cabai, tomat serta jenis sayuran lain yang umumnya membutuhkan asupan nutrisi dan unsur hara cukup
banyak serta kebutuhan air yang harus sesuai agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Tanaman Pangan Pada Lahan Kering


Untuk tanaman pangan yang dapat tumbuh pada lahan kering seperti contoh: jagung, sorgum, gandum, ubi-ubian (singkong, mantang, talas, oyong,
gadung dan lain-lain). Berbeda halnya dengan padi, ada jenis padi yang wajib tergenang oleh air dan ada juga yang tahan atas kekeringan namun pada
umunya jenis padi akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila diletakkan pada daerah genangan air (lahan sawah).

Contoh Kasus dalam Pertanian Lahan Kering


Selanjutnya untuk contoh pertanian dilahan kering yaitu;

Ladang, pada lahan ini tanaman yang dihasilkan umunya tidak terlalu membutuhkan air yang banyak dan tergenang, ada juga jenis ladang tadah hujan
yang hanya menggantungkan pada ketersediaan air hujan

Kebun, pada daerah yang disebut kebun biasanya dekat dengan pemukiman warga, sehingga tidak membutuhkan air yang berlebih bahkan genangan

Gurun, pada daerah gurun bisa dikatakan tidak ada air akan tetapi masih tetap ada tumbuhan karena air hujan yang jatuh sudah cukup untuk
menumbuhkan.

BAB III PEMBAHASAN

Definisi pH

pH adalah tingakat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai
pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. Sebagai contoh, jus jeruk dan air aki mempunyai pH antara 0 hingga 7,
sedangkan air laut dan cairan pemutih mempunyai sifat basa (yang juga di sebut sebagai alkaline) dengan nilai pH 7 – 14. Air murni adalah netral
atau mempunyai nilai pH 7.

3.2 pH Dalam Larutan Tanah


pH tanah menunjukan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara konsentrasi H+ dan OHֿ dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+
dalam larutan tanah lebih banyak dari OHֿ, maka suasana larutan tanah menjadi asam. Sebaliknya bila konsentrasi OHֿ lebih banyak dari konsentrasi
H+ maka suasana menjadi basa. pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti nitrogen
(N), Kalium (K), Phospor (P), dan unsur lain yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan dari penyakit.
pH tanah merupakan salah satu sifat kimia tanah. Banyak petani yang sudah mendengar tentang pH tanah, akan tetapi belum bisa mengerti pentingnya
mengetahui pH tanah dan bagaimana cara mengukurnya. Apalagi untuk mengukur pH tanah dibutuhkan alat yang mahal, sehingga petani tidak pernah
memiliki kesempatan untuk mengukur langsung pH tanah mereka. Padahal dengan mengetahui pH tanah yang ada di dalam lahan, mereka dapat
menjaga kesuburan tanah. Pentingnya mengetahui pH tanah adalah sebagai berikut :
Mengetahui mudah tidaknya unsur-unsur hara dalam tanah diserap oleh tanaman. Unsur hara akan mudah diserap oleh tanaman (akar tanaman) pada
pH netral.
Menunjukan adanya kemungkinan unsur-unsur beracun. Tanah dengan pH masam banyak ditemukan ion-ion Al yang memfiksasi unsur P, sehingga
unsur P sulit diserap oleh tanaman.
Mempengaruhi perkembangan organisme. Bakteri akan berkembang biak dalam pH lebih dari 5,5, apabila pH kurang dari itu maka perkembangannya
akan terhambat. Jamur dapat berkembang biak pada pH dibawah 5,5 dan diatas itu jamur harus bersaing dengan bakteri.
3.3 Pentingnya pH tanah
pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan
Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit.

Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5; Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia
bagi tanaman pada Ph antara 6,0 hingga 7,0.

Beberapa bakteri membantu tanaman mendapatkan N dengan mengubah N di atmosfer menjadi bentuk N yang dapat digunakan oleh tanaman.
Bakteri ini hidup di dalam nodule akar tanaman legume (seperti alfalfa dan kedelai) dan berfungsi secara baik bilamana tanaman dimana bakteri tersebut
hidup tumbuh pada tanah dengan kisaran pH yang sesuai.

Sebagai contoh, alfalfa tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 6,2 hingga 7,8; sementara itu kedelai tumbuh dengan baik pada tanah dengan kisaran
pH 6,0 hingga 7,0. Kacang tanah tumbh dengan baik pada tanah dengan pH 5,3 hingga 6,6. Banyak tanaman termasuk sayuran, bunga dan semak-
semak serta buah-buahan tergantung dengan pH dan ketersediaan tanah yang mengandung nutrisi yang cukup.

Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam,
tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut.Herbisida, pestisida,
fungsisida dan bahan kimia lainnya yang digunakan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman juga dapat meracuni tanaman itu sendiri.
Mengetahui pH tanah, apakah masam atau basa adalah sangat penting karena jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida,
dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan dimana hal ini akan menyebabkan polusi
pada sungai, danau, dan air tanah

Di bidang pertanian pengukuran pH tanah juga digunakan untuk memonitor pengaruh praktek pengolahan pertanian terhadap efisiensi penggunaan N
dan hubungannya dengan dampak lingkungan.

Ada 3 alasan pH tanah sangat penting untuk diketahui:

Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh tanaman. Umumnya unsur hara yang diserap oleh akar pada pH 6-7, karena pada pH
tersebut sebagian besar unsur hara mudah larut dalam air.

Derajat keasaman atau pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah masam. Banyak ditemukan
unsur aluminiun yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah masam unsur-unsur mikro
menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro, seperti Fe, Zn, Mn, Cu dalam jumlah yang terlalu besar. Akibatnya juga menjadi racun bagi
tanaman. Pada tanah alkali, ditemukan juga unsur yang dapat meracuni tanaman, yaitu natrium (Na) dan molibdenum (Mo).

Derajat keasaman atau pH tanah sangat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Pada pH 5,5-7 bakteri dan jamur pengurai
bahan organik dapat berkembang dengan baik.

Dapat disimpulkan, secara umum pH yang ideal bagi pertumbuhan tanaman adalah mendekati netral (6,5-7). Namun, kenyataannya setiap jenis tanaman
memiliki kesesuaian pH yang berbeda-beda seperti yang tertera.

pH yang cocok untuk Tanaman.

PH yang cocok untuk tanaman perkebunan

PH yang cocok untuk tanaman Hortikultura

Ketersediaan Hara pada setiap tingkatan pH

Sangat Tinggi (diatas 8,5)

Tanah alkali, sodik


Ca dan Mg, kemungkinan tidak tersedia
Fospat terjerap dalam bentuk Ca-P, Mg-P
Bila kadar Na Tinggi, P terjerap menjadi Na-P yang mudah larut
Keracunan Boron (B) pada tanah garaman dan Sodik
Persentase Na tertukar (ESP) di atas 15 dapat menyebabkan kerusakan struktur.
Aktivitas bakteri rendah
Proses nitrifikasi menurun
Ketersediaan hara mikro menurun, kecuali Mo

Tinggi ( 7,0 – 8,5 )

Penurunan ketersediaan P dan B sehingga terjadi kekahatan hara P dan B


Kekahatan Co, Cu, Fe, Mn dan Zn

Kadar Ca dan Mg Tinggi

Tanah alkali

Sedang (5,5 – 7,0)

Sifat netral

Kisaran pH yang baik untuk sebagian besar tanaman

Kadar hara (makro & mikro) optimum

Aktivitas mikroorganisme optimum

Sifat kimia tanah optimum

Rendah (<5,5)

Tanah masam

Ion Fosfat bersenyawa dengan Fe dan Al membentuk senyawa yang tidak cepat tersedia bagi tanaman.

Semua hara mikro (kecuali Mo) menjadi lebih tersedia dengan peningkatan kemasaman,

Ion Al dilepaskan dari mineral lempung pada nilai pH di bawah 5,5 dan

Aktivitas bakteri menurun

Proses nitrifikasi terhambat.

Hubungan pH terhadap Kesuburan Tanah


PH tanah sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah karena dengan mengetauhi tingkat pH Anda dapat mengetahui mudah tidaknya unsur-
unsur hara dalam tanah yang di serap oleh tanaman. Hal itu disebabkan karena unsur hara akan lebih mudah diserap bila tingkat PH pada tanah tersebut
memiliki nilai yang netral. Untuk menyiapkan tanah yang baik dan dapat menyerap pupuk secara optimal, diperlukan netralisasi bisa menggunakan
campuran bahan kimia penetralisir seperti kapur dolomit dll. Sebagian besar tanah Indonesia bersifat asam (5.5 sampai 6), atau pH dibawah 7. Anda
dapat mengukur pH tanah dengan menggunakan pH meter tanah, yang dapat di beli di toko PH meter tanah. Maka netralisasi tanah dilakukan dengan
menaikan pH tanah menjadi pH7 atau pH netral. Ada beberapa tanaman yang tumbuh optimal di tanah yang bersifat sedikit asam atau sedikit basah

3.7 Pengaruh pH tanah terhadap pertumbuhan tanaman.

Pengaruh tingkatan pH tanah terhadap tanaman adalah sebagai berikut;


pH dibawah 4.5 (terlalu asam) menyebabkan akar rusak sehingga kualitas dan jumlah panen turun. Terlihat pada saat perubahan tanaman dari fase
vegetative ke generative.
pH 5.5 sampai 6 (rata rata tanah Indonesia) terdapat unsur hara yang optimum untuk tanaman
pH diatas Pada tingkatan ini, tanaman akan terlalu vegetatif.
Hal ini tidak berpengaruh pada kualitas buah karena berada di musim yang tidak tepat.
Jika tanaman tumbuh pada tanah dengan pH asam tanaman akan mengalami keracunan logam dan kekurangan nutrisi sehingga warna daunnya
menjadi pucat dan lamakelamaan tanaman menjadi layu. Jika tanaman tumbuh pada lingkungan dengan pH basa, tanaman tampak tumbuh normal
dengan warna daun hijau tua dan batang yang cukup kokoh tetapi pertumbuhannya tidak optimal
BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Reaksi Tanah (pH tanah) dan Tanah Masam

Reaksi tanah atau pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu
larutan dalam tanah. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh
reaksi tanah dan biokimia tanah yang berlansung spesifik. Pengaruh lansung terhadap laju dekomposisi mineral tanah dan bahan organik, pembentukan
mineral lempung bahkan pertumbuhan tanaman. Pengaruh tidak lansungnya terhadap kelarutan dan ketersediaan hara tanaman. sebagai contoh
perubahan konsentrasi fosfat dengan perubahan pH tanah. Konsentrasi ion H+ yang tinggi bisa meracun bagi tanaman.
Secara teoritis, angka pH berkisar antara 1 sampai 14. Angka satu berarti kepekatan ion hidrogen di dalam tanah ada 10 ‑ 1 atau 1/10 gmol/l.
Tanah pada kepekatan ini sangat asam. Sementara angka 14 berarti kepekatan ion hidrogennya 10‑14 gmol/l. Tanah pada angka kepekatan ini sangat
basa. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala Ph
bukanlah skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pHnya ditentukan berdasarkan persetujuan internasional. Tanah
masam adalah tanah yang memiliki nilai PH kurang dari 5,5, baik berupa lahan kering maupun lahan basah, semakin rendah pH tanahnya maka semakin
ekstrim kemasamannya. Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan ion hidrogen di dalam tanahtersebut. Bila kepekatan ion hidrogen di
dalam tanah terlalu tinggi maka tanah akan bereaksi asam, sebaliknya bila kepekatan ion hidrogen terlalu rendah maka tanah akan bereaksi basa. Pada
kondisi ini kadar kation OH- lebih tinggi dari ion H+.
faktor penyebab kemasaman tanah

Dekomposisi bahan organik : Mikroorganisme yang ada dalam tanah akan mendekomposisi bahan organik tanah secara terus menerus menjadi bentuk
lain yaitu asam asam organik, karbondioksida (CO2) dan air, senyawa pembentuk asam karbonat. Kemudian Ca dan Mg karbonat di dalam tanah
akan bereaksi untuk membentuk bikarbonat yang lebih larut, yang bisa tercuci keluar dan akhirnya dapat membuat tanah menjadi lebih masam.

Bahan induk : Tanah sendiri terbentuk dari pelapukan batuan dan bahan induk lainya yang ada di dalam tanah yang selanjutnya batuan tersebut
dikelompokan menjadi batuan beku, sedimen dan metamorfose. Pada umumnya bauan basa memiliki ph tinggi yang menyebabkan tanahnya
memiliki ph lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang berkembang dari batuan masam.

Pengendapan : Air hujan yang melewati tanah maka kation kation basa seperti Ca dan Mg akan tercuci dan kation kation basa yang hilang tersebut
kedudukannya di tapak jerapan tanah akan di ganti oleh kation kation masam seperti Al, H, dan Mn. Oleh karena itu tanah yang berada di daerah
dengan curah hujan tinggi akan memiliki tingkat kemasaman yang lebih tinggi dibandingkan tanah yang berada di daerah dengan curah hujan
rendah.

Vegetasi alami : Tanah pada vegetasi padang rumput biasanya akan lebih alkali dibandingkan dengan tanah yang ada pada vegetasi hutan. Selain itu
tanah pada hutan yang yang memiliki tanaman berdaun tipis memiliki tingkat kemasaman lebih tinggi dibandingkan dengan hutan dengan tanaman
berdaun lebar.
Pertumbuhan tanaman : Tanah yang ada pada lahan pertanian juga akan cenderung lebih masam karena basa tanah juga akan terbawa dalam proses
pemanenan.

Kedalaman tanah : Tingkat kemasaman tanah yang ada di daerah dengan curah hujan tinggi biasanya akan lebih masam sesuai dengan kedalaman
tanah sehingga kehilangan topsoil oleh erosi dapat menyebabkan lapisan olah tanah menjadi lebih masam.

Pupuk nitrogen : Nitrogen tanah dapat berasal dari pupuk, bahan organik, sisa hewan, fiksasi N oleh leguminose dapat menyebabkan tanah lebih
masam.

Akibat dari tanah masam untuk tanaman.

Tanah yang masam dapat menyebabkan penurunan ketersediaan unsur hara bagi tanaman akibat kekurangan unsur hara Ca dan Mg, meningkatkan
dampak unsur beracun dalam tanah akibat tingginya kandungan Al3+, berkurangnya unsur Mo sehingga proses fotosintesis terganggu, mempengaruhi
fungsi penting biota tanah yang bersimbiosis dengan tanaman seperti fiksasi nitrogen oleh Rhizobium dan Terakumulasinya ion H+ pada tanah sehingga
menghambat pertumbuhan tanaman. Mensvoort dan Dent (1998) menyebutkan bahwa senyawa pirit (ferit) tersebut merupakan sumber masalah pada
tanah tersebut. Selain itu jika tanah ini dikeringkan atau teroksidasi, maka senyawa pirit akan membentuk senyawa feri hidroksida Fe(OH)3 sulfat
SO42- dan ion hidrogen H+ sehingga tanah menjadi sangat masam. Akibatnya kelarutan ion-ion Fe2+, Al3+ dan Mn2+ bertambah di dalam tanah dan
dapat bersifat racun bagi tanaman. Ketersediaan fosfat menjadi berkurang karena diikat oleh besi atau aluminium dalam bentuk besi fosfat atau
aluminium fosfat. Biasanya bila tanah masam kejenuhan basa menjadi rendah, akibatnya terjadi kekahatan unsur hara di dalam tanah.
Peranan pupuk organik untuk meningkatkan pH tanah
Pemanfaatan pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah dengan penambahan unsur hara makro dan mikro ke dalam tanah. Tanah
masam cenderung menjadikan ketersediaan unsur hara dalam tanah berkurang. Hal ini disebabkan oleh pH masam menyebabkan kelarutan
unsur hara mikro meningkat, sebaliknya kelarutan hara makro menurun. Pupuk organik berperan menambah bahan organik tanah. Selain itu, juga
menyumbangkan unsur hara makro dan mikro dari pelarutan senyawa organik yang terkandung. Pelarutan senyawa organik ini dipen garuhi oleh
kondisi pH tanah, selanjutnya kation-kation unsur hara yang dibutuhkan tanaman lebih larut dan tersedia dalam kondisi pH tanah mendekati netral. pH
tanah dapat ditingkatkan juga melalui pemberian kapur seperti dolomit dan lainnya. Tetapi pemupukan yang dilakukan haruslah menggunakan pupuk
organik untuk menjaga tingkat pH tanah agar selalu mendekti netral (cocok untuk kegiatan pertanian).
Kelebihan dan kelemahan pupuk organik
Kelebihan pupuk organik adalah sebagai beerikut:
Mengandung unsur hara yang lengkap, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro
Mengandung asam – asam organik, yaitu humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang bagus untuk tanaman maupun lingkungan dan mikro organisme
Mengandung mikro dan makro organnisme yang mempunyai pengaruh sangat baik pada tanah, terutama pada sifat fisik dan sifat biologis tanah.
Memperbaiki dan menjaga struktur tanah, sehingga tanah gampang untuk diolah.
Memperbaiki kondisi kimia pada tanah asam, biasanya tanah asam ion ion yang dibutuhkan oleh tanaman cenderung dalam keadaan terikat, dan dengan
adanya pupuk organik akan terjadi system pelepasan ion dalam tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman
Menjadi penyangga pH tanah sehingga pH tanah lebih setabil
Membantu menjaga kelembapan pada tanah hingga tanah tetap subur
Aman meski dipakai dalaim jumlah yang banyak bahkan berlebih sekalipun
Tidak merusak lingkungan karena tanpa bahan kimia yang digunakan jadi tidak akan sampai merusak lingkungan sekitar
Tidak memilliki efek samping karena terbuat dari bahan alami
Harganya lebih murah dalam takaran yang sama dengan pupuk anorganik dan penggunaan yang secara terus menerus
Kekurangan dari pupuk organik
Jumlah kandungan unsur haranya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus lebih banyak dibandingkan dengan pupuk anorganik
Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya untuk oprasional pengangkutan dan implementasinya
Untuk tanah tanah yang sudah kekurangan unsur hara, pemberian pupuk organik membutuhkan jumlah yang sangat banyak sehingga menjadi beban
tambahan lagi bagi para petani. Sementara itu reaksi tanaman terhadap pupuk organik tidak sespektakuler pemberian pupuk buatan
BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Pertanian Lahan basah


Lahan basah adalah Pertanian yg di kembangkan pada dataran rendah yg mmpunyai ketinggian ukuran 300 m diatas permukaan laut yg di
sekitarnya terdapat banyak air dari sungai sungai atau saluran irigasi. contoh tanaman yang dibudidayakan di lahan basah adalah tanaman padi,
sedangkan pada lahan kering contohnya tanaman palawijaya, buah-buahan dan sayur-sayuran. Pertanian lahan basah merupakan jenis kegiatan
pertanian yang memanfaatkan lahan basah. Lahan basah yang dimaksud pada pertanian lahan basah ini adalah lahan yang kontur tanahnya merupakan
jenis-jenis tanah yang jenuh dengan air.
Itu artinya, tanah pada lahan pertanian basah ini memiliki kandungan air yang tinggi, bahkkan tidak jarang lahan pertanian basah ini tergenang
oleh air sepanjang waktu. Atau bisa juga lahan pertanian basah ini tidak pernah mengalami kekeringan yang berarti karena memiliki kandungan air
yang berlimpah secara alami.

1. Ciri-ciri dari pertanian lahan basah

Adapun, sebuah pertanian lahan basah memiliki beberapa ciri-ciri dan juga karakteristik tertentu. Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri umum dan juga
karakteristik tertentu dari sebuah pertanian lahan basah :

Memiliki kadar air yang tinggi

Sebagian atau keseluruhan dari wilayah tersebut digenangi oleh air

Merupakan lahan yang sifatnya cenderung menetap, namun ada beberapa yang merupakan lahan basah musiman

Memiliki tingkat kekerasan kontur tanah yang lembek dan juga labil

Merupakan daerah pertanian yang subur, dan mengandung banyak air

Memiliki muka air tanah yang dangkal

Banyak terdapat tanaman dan juga tumbuhan yang mengarah kepada tumbuhan air ataupun tumbuhan bakau

Biasanya berlokasi di ketinggian 300 meter di atas permukaan laut

2. Contoh dari pertanian lahan basah atau wetlands

Ada beberapa lokasi yang bisa kita definisikan sebagai sebuah lahan pertanian basah, meskipun beberapa diantaranya ada yang kurang cocok untuk
dijadikan sebagai sebuah lahan pertanian, seperti :

Persawahan, Lahan gambut, Rawa-rawa Daerah payau dan juga hutan bakau
Kategori lahan dapat disebut sebagai lahan basah ditentukan oleh bermacam-macam ciri. Berikut adalah ciri-cirinya, yaitu:

Kawasan Rawa
Rawa adalah daerah yang hampir selalu tergenang air sepanjang tahun. Ketinggian air di daerah ini dapat bervariasi, mulai dari sangat dangkal
hingga cukup dalam. Umumnya rawa-rawa tergenang air sebagai dampak dari sistem drainase yang mengalami hambatan. Termasuk di dalamnya
yaitu area rawa gambut yang banyak dijumpai di sekitar pulau jawa, terutama di daerah sekitar pantai.

Kawasan Paya
Lahan paya merupakan lahan yang luas seperti lapangan dan tergenang air sepanjang waktu. Banyak orang yang menyebut area ini sebagai rawa
dangkal karena genangan airnya tidak begitu dalam dan dapat dilalui. Umumnya genangan air di area ini meliputi air tawar, payau maupun air asin.

Kawasan Gambut
Lahan gambut adalah lahan tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa tumbuhan dengan kondisi setengah membusuk. Lahan ini memiliki kandungan
organik yang cukup tinggi, sehingga karakter tanahnya subur dan cocok untuk perkebunan.

3. Pemanfaatan dari pertanian lahan basah

Secara umum, sebuah lahan basah atau wetlands banyak dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian, dimana membutuhkan sebuah lahan
yang memang selalu terisi dan memilki kandungan air yang tinggi serta memiliki ciri-ciri air tanah yang baik. Tanaman yang paling banyak ditanam
dan juga dibudidayakan pada sebuah lahan basah adalah tanaman padi, yang membutuhkan sebuah lahan yang selalu memiliki kandungan air tetap,
agar bisa tumbuh dan akhirnya akan memberikan hasil panen yang berlimpah.

Sumber air dari sebuah pertanian dengan lahan basah ini biasanya bisa berupa sumber air alami, seperti lokasi rawa-rawa dan juga daerah
hutan bakau, dimana berlokasi dekat denan sumber air, sehingga wilayahnya selalu memiliki genangan air, ataupun merupakan sebuah lahan yang
memang sengaja dialiri oleh aliran air, seperti saluran irigasi. Selain dimanfaatkan sebagai sebuah lahan pertanian, terkaang lahan basah seperti ini juga
dilakukan sebuah konversi mejadi dataran kering. Lahan basah yang sudah dikonversi menjadi sebuah dataran kering biasanya akan dimanfaatkan
sebagai sebuah lahan pertanian kering, ataupun dimanfaatkan sebagai kepentingan pendirian bangunan, baik itu sebuah residensial atau perumahan,
ataupun bangunan lainnya yang mendukung kehidupan manusia.

Banyak manfaat lain yang bisa diperoleh melalui pengelolaan lahan basah, antara lain:

Membantu pengadaan air bersih bagi lahan lain di sekelilingnya. Sebab, lahan basah berperan penting dalam menampung air hujan untuk kemudian
dimanfaatkan sebagai area penyerapan air dan untuk meningkatkan cadangan air tanah guna keperluan sehari-hari.

Lahan basah juga berguna sebagai daerah yang mampu memberikan sumber pangan bagi masyarakat sekitar, karena kandungan tanah yang subur.
Kandungan humus yang kaya sangat cocok untuk bercocok tanam.

Keberadaan lahan basah juga membantu untuk menyerap limbah yang berbahaya dan membantu proses penyaringan secara maksimal. Sehingga hasil
akhir dari penyaringan alami tersebut adalah air tanah yang lebih layak untuk dikonsumsi.

Lahan basah juga membantu meredam risiko bencana alam, seperti banjir maupun abrasi. Hal ini terjadi karena mekanisme lahan yang mampu
mengelola dan menyerap air hujan secara maksimal. Selain itu, kawasan ini juga dapat mencegah kekeringan

Kaya keanekaragaman hayati sehingga bermanfaat untuk menjaga kelestarian ekosistem yang ada di dalamnya.

Mencegah perubahan iklim yang ekstrim, karena lahan basah memiliki kemampuan menyerap karbon secara maksimal, sehingga lahan tersebut dapat
difungsikan sebagai peredam cuaca ekstrim penyebab tsunami ataupun badai.

Berikut ini beberapa langkah yang bisa dilakukan apabila ingin mengelola lahan basah secara maksimal, yaitu:

Melakukan pengeringan lahan, terutama bekas tanah gambut yang dapat digunakan untuk sektor pertanian dan perkebunan. Pengeringan lahan basah
secara maksimal membantu menciptakan aneka ragam sawah dan perkebunan sehingga mendukung industri pakan secara maksimal.

Melakukan pengelolaan air. Hal ini secara tidak langsung akan membantu sistem irigasi maupun pengairan di daerah lahan basah tersebut, sehingga
daerah di sekitarnya tidak kekurangan air bersih serta dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan bencana.

Mempertahankan ekosistem alami juga merupakan unsur yang tetap perlu untuk dilakukan agar membantu menjaga keseimbangan alam.
Pengembangan serta pengelolaan lahan yang baik akan menciptakan sistem pertanian yang optimal tanpa menimbulkan bencana sebagai efek negatif
dari perubahan lahan basah menjadi area sawah maupun perkebunan.

Upaya Konservasi

Salah satu langkah yang dilakukan oleh berbagai negara termasuk pemerintah Indonesia dalam pelestarian lahan basah, yaitu melalui Ramsar
Convention. Kesepakatan ini tertuang berkat pertemuan sekelompok organisasi LSM yang menciptakan konvensi lahan basah pertama di dunia pada
tahun 1971. Dalam konvensi ini banyak negara yang memutuskan untuk berkomitmen menjaga lahan basah di negara masing-masing. Salah satunya
yaitu di Indonesia melalui keberadaan 7 taman nasional dan suaka margasatwa yang tersebar merata di beberapa daerah. Dengan dukungan dari
UNESCO, hingga saat ini konvensi ini telah beranggotakan 38 negara.

Potensi Lahan Basah di Indonesia

Sebagai negara yang kaya akan berbagai macam jenis lahan, persebaran lahan di Indonesia cukup beragam. Banyak daerah yang memiliki potensi
sebagai area lahan basah. Tercatat hingga saat ini, potensi lahan basah di seluruh Indonesia yang juga berfungsi sebagai wadah konservasi mencapai
1,3 juta ha. Kawasan tersebut termasuk dalam taman nasional di Jambi, Kalimantan Barat, Jakarta, Sulawesi Tenggara, Sumatera Selatan, Papua dan
Kalimantan Tengah.

Kelestarian hayati di area suaka margasatwa dan taman nasional juga membantu ekosistem di Indonesia tetap terjaga berkat area lahan basah yang
terdapat di dalam lingkungan tersebut.

Bentuk Lahan Basah


Bentuk lahan basah (fluvial) adalah bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruhaktifitas aliran (streams). Aliran air sangat penting baik didaerah humit
maupun didaerah arid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas aliran :
Worcoster membedakan faktor-faktor aktifitas aliran menjadi lima yaitu:
Curah hujan (presipitasi),makin tinggi aliran makin intensif dan cenderung permanen, berada didaerah basah (humede).
Porositas dan permeabilitas bauan, makin besar aliran makin kecil karena air diserap kebawah permukaan permukaan, sehingga proses/aktifitas
fluvial menjadi lambat, hal ini semakin lambat apabila vegetasi penutup semakin banyak.
Daerah berbauan kapur, aktifitas aliran terjadi dibawah permukaan sebagai underground run off, sedangkan dipermukaan mengalami persaingan
aliran, Peristiwa ini berlangsung karena air masuk melewati diaklas.
Daerah kering (arid) dengan vegetasi kurang, didaerah ini aktivitas aliran besar sehingga menyebabkan intensitas graduasi juga tinggi.
Daerah impermeable, aktifitas aliran bertambah sebagai surface runoff karena air tertahan oleh lapisan impermeable dibawah permukaan.
BAB II PEMABAHASAN

2.1 Pengertian Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah adalah Suatu keadaan tanah dimana tata air, udara dan unsur hara dalam keadaan cukup seimbang dan tersedia sesuai kebutuhan
tanaman, baik fisik, kimia dan biologi tanah (Syarif Effendi, 1995).

Kesuburan tanah adalah kondisi suatu tanah yg mampu menyediakan unsur hara essensial untuk tanaman tanpa efek racun dari hara yang ada (Foth
and Ellis ; 1997). Menurut Brady, kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara essensial dalam jumlah dan proporsi yang
seimbang untuk pertumbuhan.

Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam (kedalaman yang sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah, pH
6-6,5, mempunyai aktivitas jasad renik yang tinggi (maksimum). Kandungan unsur haranya yang tersedia bagi tanaman adalah cukup dan tidak terdapat
pembatas-pembatas tanah untuk pertumbuhan tanaman (Sutejo.M.M, 2002)

Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung sejumlah faktor pembentuk tanah yang merajai di lokasi tersebut, yaitu: bahan induk, iklim,
relief, organisme, atau waktu. Tanah merupakan fokus utama dalam pembahasan ilmu kesuburan tanah, sedangkan kinerja tanaman merupakan
indikator utama mutu kesuburan tanah.

Kesuburan tanah merupakan mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi bagian tubuh
tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman. Ada akar yang berfungsi menyerap air dan larutan hara, dan ada yang berfungsi sebagai penjangkar
tanaman. Kesuburan habitat akar dapat bersifat hakiki dari bagian tubuh tanah yang bersangkutan, dan/atau diimbas (induced) oleh keadaan bagian lain
tubuh tanah dan/atau diciptakan oleh pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka lahan, iklim dan musim. Karena bukan sifat melainkan mutu
maka kesuburan tanah tidak dapat diukur atau diamati, akan tetapi hanya dapat ditaksir (assessed).

Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menghasilkan bahan tanaman yang dipanen. Maka disebut pula daya menghasilkan bahan panen atau
produktivitas. Ungkapan akhir kesuburan tanah ialah hasil panen, yang diukur dengan bobot bahan kering yang dipungut per satuan luas (biasanya
hektar) dan per satuan waktu. Dengan menggunakan tahun sebagai satuan waktu untuk perhitungan hasilpanen, dapat dicakup akibat variasi keadaan
habitat akar tanaman karena musim (Schroeder, 1984).

Kesuburan tanah mencakup 3 aspek yaitu:

Kuantitas mencakup jumlah atau konsentrasi dan macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Kualitas merupakan perbandingan konsentrasi antara unsur hara satu dengan yang lainnya.

Waktu yaitu ketersediaan unsur – unsur hara tersebut ada secara terus menerus sesuai dengan kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya yaitu dari
perkecambahan hingga panen.

2.2 faktor faktor lingkungan ( iklim ) yang mempengaruhi kesuburan tanah

Curah hujan

curah hujan adalah faktor iklim yang menurut Buckman


dan Brady (1982) paling berpengaruh terhadap pembentukan tanah. Jika curah hujan yang tinggi akan membuat bermacam dampak. Beberapa dampak
itu antara lain, besarnya infiltrasi dilanjutkan dengan perkolasi akan mampu mengangkut unsur-unsur hara serta adanya proses Leaching atau pencucian.
Peningkatan konsentrasi H+ di dalam larutan air tanah yang berarti membuat tanah menjadi asam. Kondisi ini tidak terlalu baik bagi tanaman, selaras
dengan Hakim dkk. (1986), yang mengatakan bahwa pada daerah yang memiliki curah hujan tinggi, koloid tanah akan lebih banyak didominasi oleh
ion H+, sedangkan kation-kation basa terjerap lemah dan berada pada larutan bebas. Sedangkan Winarso (2005), menambahkan, tingginya curah hujan
mengakibatkan kandungan basa-basa yang dapat dipertukarkan semakin rendah karena proses pencucian berjalan intesif. Contoh kasus pada lahan
yang sering terbuka, seperti pada lahan pertanaman ubi kayu, juga akan menambah pemicu terjadinya leaching. Hal ini akan dapat menyebabkan
penurunan kandungan kation basa di dalam tanah.

Suhu udara

mempengaruhi jenis tanah dengan mempengaruhi suhu badan tanah. Tanah bersifat konduktor. Akibatnya tanah lebih panas dibandingkan udara di
atasnya. Variasi suhu juga berpengaruh pada proses pelapukan. Selain itu Purnomo ( 2006), juga menjelaskan bahwa suhu merupakan salah satu faktor
penyebab penurunan bahan organik tanah yang mana suhu di Indonesia yang hangat juga akan menambah tingginya laju dekomposisi bahan organik
sehingga bahan organik akan cepat terkuras. Masalah ini jika dikaitkan dengan kesuburan tanah tentu akan menjadi faktor yang kurang menguntungkan.
Hal ini dikarenakan tanah yang berkurang bahan organiknya maka unsur-unsur yang dipegang semakin sedikit tersedia bagi tanaman.Sehingga akan
membuat tanah kurang subur dan tanaman mungkin akan defisiensi baik itu berupa unsur makro ataupun mikro

Suhu tanah secara langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman, kelembaban tanah, aerasi, aktivitas mikroorganisme tanah dalam proses enzimatik
dan dekomposisi serasah atau sisa tanaman serta ketersediaan hara-hara tanaman. Aktivitas ini sangat terbatas pada suhu dibawah 10 0C, laju optimum
aktivitas biota tanah yang menguntungkan terjadi pada suhu 18-30 0C, seperti bakteri pengikat N pada tanah berdrainase baik. Pada proses kehidupan
bebijian, akar tanaman dan mikroorganisme tanah secara langsung dipengaruhi oleh suhu tanah. Laju reaksi kimia meningkat dua kali lipat untuk setiap
100 oC kenaikan suhu (Hanafiah KA 2004).

Suhu tanah sangat dipengaruhi oleh interaksi sejumlah faktor dengan sumber panas, yaitu sinar matahari dan langit, serta konduksi interior tanah.
Faktor eksternal yang menyebabkan perubahan suhu tanah diantaranya adalah radiasi solar (jumlah panas yang mencapai permukaan bumi), radiasi
dari langit, kondensasi, evaporasi, curah hujan, Insulasi (tanaman penutup tanah, mulsa, awan). Sedangkan faktor internal meliputi kapasitas panas
tanah, konduktivitas dan difusivitas thermal, aktivitas biologis, struktur tanah, tekstur tanah dan kelembaban tanah serta garam-garam terlarut (Hanafiah
KA 2004)

.Kelembaban Tanah

Kelembaban tanah adalah jumlah uap air yang terdapat dalam suatu massa tanah yang dinyatakan dalam % bobot kering atau volume (Soedarsono et
al. 2006). Kandungan air tanah dan struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan aerasi tanah, potensial redoks tanah dan difusi transfer
gas dalam tanah (Taufik M 2003).

Kelembaban dan kadar air tanah mempengaruhi dominasi jenis mikroorganisme tanah yang aktif dalam proses dekomposisi bahan organik. Pada
kelembaban dan kadar air yang tinggi, perkembangan dan aktivitas bakteri akan maksimum. Sebaliknya akan menurun pada kondisi kering (tekanan -
3 bar) dan sangat tertekan pada kadar air titik layu permanen (tekanan -15 bar) (Hanafiah KA 2004).
Respirasi tanah

merupakan oksidasi biologi dari senyawa organik pada mikroorganisme, akar, organ atau bagian lain dari tumbuhan serta organisme yang hidup pada
tanah dengan energi untuk pemeliharaan, pertumbuhan dan pengambilan bahan nutrien aktif (Amstrong 1979; Drew 1990 diacu dalam Simojoki A
2001). Respirasi tanah merupakan indikator yang sensitif dan penting pada suatu ekosistem, termasuk aktivitas yang berkenaan dengan proses
metabolisme di tanah, pembusukan sisa tanaman pada tanah, dan konversi bahan organik tanah menjadi CO 2. Melalui respirasi tanah ini, karbon dilepas
dari tanah ke atmosfer (Rochette et al. 1997). Raich & Tufekciogul (2000) menyatakan respirasi tanah merupakan suatu indikator yang baik terhadap
mutu tanah.

Biomassa akar dan Populasi mikroorganisme

Jumlah biomassa akar dan populasi mikroorganisme sangat berpengaruh terhadap percepatan proses dekomposisi bahan organik yang melepaskan gas
CO2. Populasi mikroorganisme tanah yang banyak dapat mempermudah perombakan sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mati menjadi bahan
organik. Akibatnya produksi dan emisi CO2 dari tanah akan meningkat (Hanafiah KA 2004)

BAB III PEMBAHASAN


MANFAAT PENGOMPOSAN

Kompos ibarat multivitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat kompos
juga memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas
mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman.
Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen
lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

PROSES PENGOMPOSAN

Bahan-bahan yang dapat dikomposkan pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah
tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, Limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik
kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.

Proses Pengomposan
Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik. Proses pengomposan akan
segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan
tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba
mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat
hingga di atas 50’ 70’C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba
yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikrobamikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organic menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan
berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama
proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal
bahan.
Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik (dimodifikasi dari Rynk, 1992)

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya
adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa
menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau
yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawacyang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat,
asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Proses pengomposan tergantung pada :
1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGOMPOSAN


Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka
organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat
menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan
menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan
dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu
yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan
air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total.
Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka
pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolism mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen.
Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada
kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun
dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60Oc menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan
tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran
ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu
sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH
(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan bahan berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel,
Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos
benar-benar matang.

STRATEGI MEMPERCEPAT PROSES PENGOMPOSAN

Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi
tiga, yaitu:
Menanipulasi kondisi/faktorfaktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos (cacing).
Mengambungkan strategi pertama dan kedua.

Memanipulasi Kondisi Pengomposan


Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau Factor-faktor pengomposan dibuat seoptimum
mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 2535:
Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti
kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu
kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk factor-faktor
lainnya.
Menggunakan Aktivator Pengomposan
Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak
dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing.
Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan.
Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivatora-ktivator pengomposan, misalnya : Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec,
Starbio, dll. Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat
ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikrobamikroba terpilih yang memiliki kemampuan tinggi
dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp
dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan
tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembaban
agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan
hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal
mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.

PERTIMBANGAN UNTUK MENENTUKAN STRATEGI PENGOMPOSAN

Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat
digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
Tingkat kesulitan pembuatan kompos

TEKNOLOGI PENGOMPOSAN

Metode atau teknologi pengomposan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :
Pengomposan dengan teknologi rendah (Low – Technology)
Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid – Technology)
Pengomposandengan teknologi tinggi (High – Technology)

Pengomposan dengan Teknologi Rendah


Teknik pengomposan yang termasuk kelompok ini adalah Windrow Composting. Kompos ditumpuk dalam barisan tupukan yang disusun sejajar.
Tumpukan secara berkala dibolak-balik untuk meningkatkan aerasi, menurunkan suhu apabila suhu terlalu tinggi, dan menurunkan kelembaban
kompos. Teknik ini sesuai untuk pengomposan skala yang besar. Lama pengomposan berkisar antara 3 hingga 6 bulan, yang tergantung pada
karakteristik bahan yang dikomposkan.
Pengomposan dengan Teknologi Sedang
Pengomposan dengan teknologi sedang antara lain adalah: Aerated static pile : gundukan kompos diaerasi statis Tumpukan/gundukan kompos (seperti
windrow system) diberi aerasi dengan menggunakan blower mekanik. Tumpukan kompos ditutup dengan terpal plastik. Teknik ini dapat
mempersingkat waktu pengomposan hingga 3 – 5 minggu. · Aerated compost bins : bak/kotak kompos dengan aerasi Pengomposan dilakukan di dalam
bak-bak yang di bawahnya diberi aerasi. Aerasi juga dilakakukan dengan menggunakan blower/pompa udara. Seringkali ditambahkan pula cacing
(vermikompos). Lama pengomposan kurang lebih 2 – 3 minggu dan kompos akan matang dalam waktu 2 bulan.
Pengomposan dengan Teknologi Tinggi
Pengomposan dengan menggunakan peralatan yang dibuat khusus untuk mempercepat proses pengomposan. Terdapat panel-panel untuk mengatur
kondisi pengomposan dan lebih banyak dilakukan secara mekanis. Contoh-contoh pengomposan dengan teknologi tinggi antara lain :
Rotary Drum Composters
Pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang dirancang khusus untuk proses pengomposan. Bahan-bahan mentah dihaluskan dan dicampur
pada saat dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk mengaduk dan memberi aearasi pada kompos. · Box/Tunnel Composting System
Pengomposan dilakukan dalam kotakkotak/bak skala besar. Bahan-bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara mekanik. Tahap-tahap
pengomposan berjalan di dalam beberapa bak/kotak sebelum akhirnya menjadi produk kompos yang telah matang. Sebagian dikontrol dengan
menggunakan komputer. Bak pengomposan dibagi menjadi dua zona, zona pertama untuk bahan yang masih mentah dan selanjutnya diaduk secara
mekanik dan diberi aerasi. Kompos akan masuk ke bak zona ke dua dan proses pematangan kompos dilanjutkan. ·
Mechanical Compost Bins
Sebuah drum khusus dibuat untuk pengomposan limbah rumah tangga.
PROSEDUR PENGOMPOSAN
Teknik pengomposan yang disampaikan dalam bab ini adalah teknik pengomposan bahan-bahan organic padat sederhana. Prinsipnya adalah MUDAH,
MURAH, dan CEPAT. Tahapan-tahapan pengomposan mudah dilakukan, peralatan yang dibutukan mudah diperoleh dan murah, proses
pengomposannya cepat, dan tidak memerlukan biaya besar. Kompos yang dihasilkan berkualitas baik, dapat langsung digunakan oleh petani atau diolah
dan dijual ke pasaran.
Alat-alat yang dibutuhkan :
Peralatan antara lain: parang/sabit, embar/bak platik untuk menampung air, ember untuk
menyiram, plastik penutup, tali, sekop garpu/cangkul, dan cetakan kompos (jika diperlukan).
Platik penutup dapat menggunakan plastik mulsa yang berwarna hitam. Belah plastik tersebut
sehingga lebarnya menjadi 2 m. Panjang plastik disesuaikan dengan banyaknya bahan yang
akan dikomposkan. Cetakan kompos dapat dibuat dari bambu atau kayu. Cetakan ini terdiri dari 4 bagian terpisah, dua bagian berukuran kurang
lebih 2 x 1 m dan dua lainnya berukuran 1 x 1 m.
Lokasi Pengomposan
Pengomposan sebaiknya dilakukan di dekat kebun yang akan diaplikasi kompos atau di dekat
sumber bahan baku yang akan dibuat kompos. Pelilihan lokasi ini akan menghemat biaya
transportasi dan biaya tenaga kerja. Lokasi juga dipilih dekat dengan sumber air. Karena
apabila jauh dengan sumber air akan menyulitkan proses pengomposan.
Aktivator Pengomposan
Aktivator yang digunakan adalah PROMI. Jika aktivator pengomposan sulit diperoleh dapat
menggunakan kotoran ternak atau rumen sapi untuk mempercepat proses pengomposan atau EM4.
Bahan Padat untuk kompos
Misalnya menggunakan kulit pisang, bonggol pisang, dan daun gamal.
Tahapan Pengomposan
Memperkecil ukuran bahan. Untuk memperkecil ukuran bahan dapat dilakukan denganmenggunakan parang atau dengan mesin pencacah.
Menyiapkan aktivator pengomposan. Aktivator (Orgadec atau Promi) dilarutkan ke dalam air sesuai dosis yang dibutuhkan.
Pemasangan cetakan. Memasukkan bahan ke dalam cetakan selapis demi selapis. Tinggi lapisan kurang lebih seperlima dari tinggi cetakan.
Injak-injak bahan tersebut agar memadat sambil disiram dengan aktivator pengomposan.
Dalam setiap lapisan siramkan aktivator pengomposan.
Setelah cetakan penuh, buka cetakan dan tutup tumpukan kulit buah kakao dengan plastik.
Ikat tumpukan tersebut dengan tali.
Inkubasi selama 1,5 sampai 2 bulan.
PENGAMATAN PROSES PENGOMPOSAN
Agar proses pengomposan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan pengamatan secara teratur. Pengamatan dapat dilakukan seminggu sekali
hingga kompos siap digunakan. Pengamatan dilakukan secara visual dan dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Pengamatan meliputi: suhu,
kelembaban, penurunan volume, dan kenampakan kompos.
Buka plastik penutup kompos dan raba tumpukan kompos hingga bagian dalam. Seharusnya dalam waktu satu dua hari setelah pembuatan kompos,
suhu akan meningkat dengan cepat. Peningkatan suhu dapat mencapai 70oC dan dapat berlangsung beberapa minggu. Periksa juga kadar
air/kelembaban kompos hingga bagian dalam kompos. Kompos yang baik akan terasa lembab namun tidak terlalu basah.
Sejalan dengan proses penguraian bahan organik menjadi kompos akan terjadi penyusutan volume kompos. Penyusutan volume ini dapat mencapi
setengah dari volume semula. Apabila selama proses pengomposan tidak terjadi penyusutan volume, kemungkinan proses pengomposan tidak berjalan
dengan baik.
Amati pula perubahan warna yang terjadi pada bahan baku kompos. Biasanya warna akan berubah menjadi coklat kehitamhitaman. Seringkali
jamur juga ditemukan tumbuh subur di atas tumpukan kompos.
Proses pengomposan yang dipraktekan ini adalah pengomposan aerobik, seharusnya tidak muncul bau menyengat seperti bau air comberan pada saat
proses pengomposan. Apabila muncul bau yang menyengat kemungkinan proses pengomposan berjalan anaerob.

Mengatasi Masalah yang Muncul Selama Proses Pengomposan


Permasalahan yang sering muncul pada saat pengomposan antara lain adalah: tidak terjadi peningkatan suhu, muncul bau menyengat dan tidak terjadi
penurunan volume kompos. Penyebab yang umum terjadi antara lain karena kekurangan air atau kelebihan air dan kurang aerasi. Apabila tumpukan
kompos tampak kering, maka tambahkan air secukupnya. Air ditambahkan secara merata sehingga seluruh bagian mendapatkan air yang cukup. Jika
jerami sangat kering, jerami dapat dicelup/direndam dengan air terlebih dahulu. Apabila muncul bau yang menyengat dan tumpukan kompos cukup
kering, kemungkinan proses
pengomposan berjalan anaerob. Segera buka plastik penutup dan lakukan pembalikan agar udara bisa masuk ke dalam tumpukan kompos. Setelah itu
platik ditutupkan kembali. Apabila muncul bau menyengat dan tumpukan kompos terlalu basah, maka tambahkan aerasi. Penambahan aerasi dapat
dilakukan dengan cara menamcapkan batang-batang bambu yang telah dilubangi. Apabila perlu dapat dilakukan pembalikan tumpukan kompos.

Menentukan Kemantangan Kompos


Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji di laboratorium atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini
disampaikan beberapa cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap,
berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau
seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang.
Kekerasan Bahan
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas-
remas akan mudah hancur.
Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitamhitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya
berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna
putih.
Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan
tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan
belum selesai dan kompos belum matang.
Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses
pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.
Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang
bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan
berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke2 atau ke3 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam
kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
Bioassay/Uji Biologi
Kematangan kompos diuji dengan menggunakan tanaman. Pilih tanaman yang responsive dengan kualitas kompos dan mudah diperoleh, seperti:
bayam, tomat, atau tanaman kacang-kacangan. Tanah yang digunakan untuk pengujian adalah tanah marjinal/tanah miskin. Campurkan kompos dan
tanah dengan perbandingan 30% kompos : 70% tanah. Masukkan campuran tanahkompos ke dalam beberapa polybag. Tanam bibit tanaman ke dalam
polybag. Sebagai pembanding gunakan tanah saja (blangko) dan tanah subur. Bioassay dilakukan tanpa pemupukan. Kompos yang bagus ditandai
dengan pertumbuhan tanaman uji yang lebih baik daripada perlakuan tanah saja (blangko).
Uji Laboratorium Kompos
Salah satu kriteria kematangan kompos adalah rasio C/N. Analisa ini hanya bisa dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang memiliki
rasio C/N< 20. Apabila rasio C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi.

MENINGKATKAN KUALITAS KOMPOS


Kompos yang sudah matang siap diaplikasikan ke lahan. Kompos ini dapat langsung diaplikasikan apabila tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut,
terutama jika digunakan untuk kebutuhan sendiri. Pengolahan lebih lanjut diperlukan apabila kompos tersebut akan dijual, diaplikasikan ke tempat lain
yang jauh, atau petani menginginkan kualitas kompos yang lebih baik lagi. Kompos yang sudah matang kandungan haranya kurang lebih : 1.69% N,
0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain seratus kilogram kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk
memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka kompos yang dibutuhkan kurang lebih sebanyak
22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak dan berimplikasi pula pada biaya produksi.
Pengolahan kompos untuk meningkatkan kualitas kompos antara lain dapat dilakukan dengan cara: pengeringan, penghalusan, penambahan dengan
bahan kaya hara, penambahan dengan mikroba bermanfaat, pembuatan granul, dan pengemasan.
Standar kualitas kompos
Indonesia telah memiliki standar kualitas kompos, yaitu SNI 1970302004 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006. Di dalam
standard ini termuat batas-batas maksimum atau minimun sifat-sifat fisik atau kimiawi kompos. Termasuk di dalamnya adalah batas maksimum
kandungan logam berat. Untuk mengetahui seluruh kriteria kualitas kompos ini memerlukan analisa laboratorium. Standar ini penting terutama untuk
kompos-kompos yang akan dijual ke pasaran. Standard ini menjadi salah satu jaminan bahwa kompos yang dijual benar-benar merupakan kompos
yang telah siap diaplikasikan dan tidak berbahaya bagi tanaman, manusia, maupun lingkungan.
Pengeringan
Pengeringan berfungsi untuk mengurangi kadar air kompos. Kompos yang baru dipanen kandungan airnya berkisar antara 60 – 70 % atau dapat
lebih tinggi lagi apabila terkena air hujan. Kadar air kompos menurut SNI adalah < 50% atau <20% menurut Peraturan Menteri Pertanian No.
02/Pert/HK.060/2/2006. Kadar air yang tinggi berakibat pada tingginya bobot kompos. Misalnya 1 kg kompos dengan kadar air kompos 70% berarti
bahwa kandungan airnya adalah 700 gr dan padatannya hanya 300 gr. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya biaya pengemasan, biaya angkut,
maupuan biaya aplikasi di lapang. Pengeringan kompos dapat dilakukan dengan menjemur di bawah sinar matahari atau dengan menggunakan mesin
pengering. Pengeringan di bawah sinar matahari lebih murah, namun memerlukan waktu yang lama dan sangat tergantung pada cuaca. Pengeringan
dengan matahari cocok untuk kompos dengan jumlah yang sedikit atau untuk keperluan sendiri. Pengeringan dengan menggunakan mesin, seperti
rotary dryer, memerlukan waktu yang lebih singkat. Pengeringan dengan mesin sesuai untuk pengeringan skala besar/industri.
Penghalusan
Meskipun kompos telah dikeringkan, tetapi ukurannya biasanya masih cukup besar dan tidak seragam. Kompos yang telah kering dapat dihaluskan
untuk memperkecil ukuran kompos. Penghalusan dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan meremasnya atau menumbuknya. Penghaluskan dapat
pula dilakukan dengan bantuan mesin penghalus kompos. Kompos yang telah dihancurkan selanjutnya diayak untuk mendapatkan kompos dengan
kehalusan tertentu. Pengayakan juga berfungsi untuk menyeragamkan ukuran partikel kompos. Kompos untuk keperluan biasa dapat diayak dengan
menggunakan ayakan pasir. Kompos ini biasanya untuk kompos curah. Apabila kompos akan dibuat granul pengayakan harus menggunakan saringan
yang lebih halus lagi, yaitu di atas 80 mess dan penyakannya menggunakan mesin. Kompos yang akan dihaluskan harus sudah cukup kering dengan
kadar air kurang dari 40%. Apabila kompos terlalu basah, kompos akan menggumpal dan sulit melewati ayakan.
Penambahan Bahan bahan
Kaya Hara :Kompos dapat diperkaya dengan menambahkan bahan-bahan lain yang kaya hara, baik mineral alami maupun bahan organik lain.
Bahan-bahan mineral yang kaya hara antara lain: dolomit atau kiserit untuk meningkatkan kandungan Mg, fosfat alam untuk meningkatkan kandungan
P, dan zeolit untuk meningkatkan KTK (Kapasitas Tukar Kation) kompos. Bahan-bahan organik yang dapat ditambahkan antara lain: azolla dan pupuk
kandang untuk meningkatkan kandungan N, asam humat dan fulfat untuk merangsang pertumbuhan tanaman, coco peat untuk meningkatkan
kemampuan menahan air kompos, dan tepung tulang/tanduk.
Penambahan bahan-bahan tersebut di atas sesuai untuk pembuatan pupuk organik. Kompos juga dapat diperkaya dengan menambahkan pupuk
kimia anorganik dalam jumlah yang terbatas, terutama untuk meningkatkan kandungan hara kompos. Hara N dapat ditingkatkan
dengan menambahkan urea atau ZA. Hara P dapat ditingkatkan dengan menambahkan TSP atau SP36. Sedangkan hara K dengan menambahkan pupuk
KCl. Banyaknya bahan yang ditambahkan pada kompos, baik bahan mineral, bahan organik, maupuan pupuk kimia, disesuaikan dengan komposisi
hara yang diinginkan. Komposisi ini dapat bervariasi tergantung dengan ketersediaan bahan, atau kebutuhan untuk tanamantanaman tertentu.
Penambahan Mikroba yang Bermanfaat Bagi Tanaman
Kompos dapat diperkaya dengan menambahkan mikroba-mikroba yang bermanfaat bagi tanaman. Mikrobamikroba tanah banyak yang berperan di
dalam penyediaan maupaun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K)
seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun,
N udara tidak dapat langsung diserap oleh tanaman. Tidak ada satupun tanaman yang dapat menyerap N langsung dari udara. N harus difiksasi/ditambat
oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan tanaman dan ada pula
yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Mikroba penambat N simbiotik antara lain : Rhizobium sp. Rhizobium sp hidup di dalam bintil akar
tanaman kacang-kacangan(leguminose). Mikroba penambat N nonsimbiotik misalnya: Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N
simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis
tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah-tanah
yang lama diberi pupuk superfosfat (TSP/SP 36) umumnya kandungan P-nya cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi
tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah yang sukar larut. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari
mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp,
Zerowilia lipolitika, Pseudomonas sp, Bacillus megatherium var. Phosphaticum.
Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K. Kelompok mikroba lain yang juga
berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza
dan endomikoriza. Ektomikoriza seringkali ditemukan pada tanaman-tanaman keras/berkayu, sedangkan endomikoriza ditemukan pada banyak
tanaman, baik tanaman berkayu atau bukan. Mikoriza hidup bersimbiosis pada akar tanaman. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu
penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan dan serangan penyakit tular
tanah. Contoh mikoriza yang sering ditemukan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp. Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon
tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan
tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain: Pseudomonas sp, Azotobacter sp,
dan Bacillus sp. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia telah mengembangkan mikroba pengaya kompos. Promi merupakan salah satu
produk BPBPI untuk aktivator dan pengaya kompos. Kompos yang dibuat dengan menggunakan Promi telah mengandung mikroba-mikroba yang
bermanfaat bagi tanaman.
Pembuatan Granul
Pembuatan granul terutama untuk memperbaiki kenampakan/kemasan kompos. Kompos berbentuk granul juga lebih mudah diaplikasikan daripada
kompos curah, terutama apabila menggunakan mesin aplikator. Pembuatan granul kompos dapat dilakukan dengan menggunakan pan granulator atau
menggunakan mesin molen biasa. Agar kompos dapat dibuat granul, kompos memerlukan bahan lain yang berfungsi sebagai perekat. Bahan-bahan
yang sering digunakan sebagai perekat antara lain: tepung tapioka, zeolit, gypsum, dan bentonit.
Beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan granul antara lain adalah:
keseragaman granul, kekerasan granul, dan kemudahan granul untuk pecah/larut. Granul yang baik adalah granul yang ukurannya seragam, cukup
keras, dan mudah larut apabila terkena air atau dimasukkan ke tanah.
Pengemasan
Kompos, baik yang curah maupun granul, perlu dikemas sebelum dipasarkan atau diaplikasikan ke lahan. Apabila kompos akan dijual, ukuran kemasan
disesuaikan dengan target pasar penjualan. Ukuran kemasan dapat bervariasi mulai dari 1 kg hingga 25 kg. Pada plastik/kantong kemasan perlu
dicantumkan nama produk, kandungan hara, dan spesifikasilainnya. Biasanya dicantumkan pula tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa, nama produsen
atau distributor. Jika produk ini telah didaftarkan ke Departemen Pertanian, pelu juga dicantumkan nomor ijinnya.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KOMPOS

Kelebihan :

Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro.

Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik). Pupuk organik mengandung asam - asam organik, antara lain asam humic, asam fulfic,
hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan mikroorganisme.

Pupuk organik mengandung makro dan mikro organisme tanah yang mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik tanah dan
terutama sifat biologis tanah.

Memperbaiki dan menjaga struktur tanah. Menjadi penyangga pH tanah.

Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan.

Membantu menjaga kelembaban tanah Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun.

Tidak merusak lingkungan

Kekurangan :

Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik.

Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya.

Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah besar
sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak se-spektakuler
pemberian pupuk buatan.

Anda mungkin juga menyukai