Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGENDALIAN SECARA BERCOCOK TANAM


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan
sesuai dengan harapan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak sebagai dosen
RAHMATULLAH,S.IP.,M,Si. pengampu mata kuliah organisme pengganggu tanaman yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.

Soppeng, 1 November2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan pembahasan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik berukuran
mikro ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan mematikan tanaman yang
dibudidayakan. Berdasarkan jenis seranganya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu hama,
vektor penyakit, dan gulma.

Hama adalah hewan yang merusak secara langsung pada tanaman, yang mencakup semua
jenis organisme pengganggu tanaman yang dapat menimbulkan kerusakan fisik yang
dianggap merugikan dan tidak diinginkan kehadirannya dalam kegiatan bercocok tanam.
Hama terdapat beberapa jenis, diantaranya adalah insekta (serangga), moluska (bekicot,
keong), rodenta (tikus), mamalia (babi), nematoda, dll. Serangan hama sangat terlihat dan
dapat memberikan kerugian yang besar apabila terjadi secara masif. Namun serangan hama
umumnya tidak memberikan efek menular, terkecuali apabila hama tersebut sebagai vektor
suatu penyakit.
faktor pembawa penyakit adalah organisme yang memberikan gejala sakit, menurunkan
imunitas, atau mengganggu metabolisme tanaman sehingga terjadi gejala abnormal pada
sistem metabolisme tanaman tersebut. Beberapa penyakit masih dapat ditanggulangi dan
tidak memberikan efek serius apabila imunitas tanaman dapat ditingkatkan atau varietas
tersebut toleran terhadap penyakit yang menyerangnya. Namun terdapat pula penyakit
yang memberikan efek serius pada tanaman dan bahkan menyebabkan kematian. Beberapa
vektor penyakit tanaman adalah virus, bakteri, dan cendawan. Umumnya gejala penyakit
memiliki efek menular yang sangat cepat dan sulit dibendung.

Gulma adalah tumbuhan liar yang tidak dikehendaki tumbuhnya dan bersifat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan. Gulma memberikan
pengaruh yang cukup signifikan pada pertumbuhan tanaman, meskipun biasanya tidak
menimbulkan kematian. Gulma bisa disebut juga sebagai kompetitor penyerap nutrisi
daerah perakaran tanaman. Apabila pertumbuhan gulma lebih cepat dibandingkan
tanaman, maka sudah dapat dipastikan tanaman yang dibudidayakan akan mengalami
pertumbuhan yang tidak optimal. Beberapa jenis gulma bahkan ada yang memberikan efek
racun pada perakaran tanaman, seperti kandungan metabolit sekunder (cairan) pada akar
alang-alang.

Sehubungan dengan konsep pertanian organik, maka tata cara pencegahan ataupun
penanggulangan OPT harus menggunakan bahan-bahan organik dan teknis yang ramah
lingkungan. Zat-zat yang digunakan untuk mencegah dan menanggulangi OPT secara
organik biasa disebut sebagai pestisida nabati (pesnab). Bahan-bahan pesnab sebenarnya
banyak ditemukan dan dapat dengan mudah diperoleh di lingkungan sekitar. Berdasarkan
kegunaannya, pesnab terbagi menjadi 3, yaitu pesnab yang bersifat repellant (penolak),
antraktant (penarik/perangkap), dan antifeedant (mengurangi nafsu makan).

Selain menggunakan pestisida nabati, pencegahan dan penanggulangan dapat melalui


kultur teknis dan predator hama. Kultur teknis adalah suatu perlakuan pada teknis budidaya
tanaman untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi dampak serangan hama atau
penyakit. Kultur teknis mulai dilakukan semenjak fase pembibitan tanaman hingga
pemanenan. Beberapa contoh kegiatan kultur teknis diantaranya adalah menggunakan
jarak tanam yang lebar, melakukan bera untuk tanaman sejenis atau satu famili, gilir
varietas, dll. Sedangkan predator hama digunakan sebagai musuh alami hama yang
menyerang tanaman. Setiap hama memiliki musuh alami atau pemangsanya masing-
masing. Oleh karena itu, musuh alami perlu pertahankan secara alami di lahan atau dengan
sengaja melepas musuh alami yang sudah dikembangbiakkan secara khusus.
1.2 Rumusan masalah.
- Bagaimana cara mengendalikan organisme pengganggu tanaman secara bercocok tanam.
- Mengetahui gangguan kontinuitas penyediaan keperluan hidup hama.

1.3 Tujuan pembahasan.


- Mengetahui cara mengendalikan organisme pengganggu tanaman secara bercocok tanam,
serta mengetahui gangguan kontinuitas penyediaan keperluan hidup hama.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian OPT dan pengertian pengendalian secara bercocok tanam.


Pengertian OPT adalah semua organisme yang mempunyai potensi menimbulkan
kerusakan ekonomis atau gangguan pada tanaman padi/palawija terpilih, termasuk
didalamnya adalah hama, penyakit, dan gulma. Pengendalian OPT secara bercocok tanam
bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman sedemikian rupa sehingga menjadi tidak
cocok untuk berkembangnya OPT dan mendorong berfungsinya musuh alami (Natural
enemies) secara efektif. Pengendalian secara bercocok tanam merupakan tindakan
pengendalian hama menggunakan teknik budidaya tanaman atau agronomik atau
mengelolah lingkungan tanaman sedemikian rupa.
Pengendalian secara bercocok tanam merupakan pengendalian preventif yang perlu
direncanakan jauh sebelumnya agar mendapat hasil yang memuaskan kelebihan dari
pengendalian secara bercocok tanam yaitu, tidak perlu mengeluarkan biaya khusus, murah,
tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan serta mudah dikerjakan petani baik per
orangan maupun kelompok. Yang harus diperhatikan dalam pengendalian secara bercocok
tanam adalah sifat agro ekosistem setempat terkait ekologi dan perilaku hama dalam
mendapatkan makanan, perkawinan, tempat persembunyian dari serangan cuaca yang
kurang baik dan musuh alami serta mengetahui titik lemah hama yang diketahui melalui
fase dan saat hidup yang paling tepat untuk dikendalikan. Untuk mencegah kerugian atau
melindungi tanaman dari kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit diperlukan
tindakan pencegahan dan pengendalian secara tepat dan tepat.
Teknik pengendalian secara bercocok tanam dapat di kelompokan dalam 4 kategori:
1. Mengurangi kesesuaian ekosistem.
2. Menganggu kontuitas penyediaan keperluan hidup hama.
3. Mengalihkan populasi hama untuk menjauhi pertanaman.
4. Mengurangi dampak kerusakan.
Pengendalian secara bercocok tanam merupakan usaha pengendalian yang bersifat
preventif yang dilakukan sebelum serangan OPT terjadi, populasi hama diharapkan tidak
melawati Aras Ambang Ekonomi (Untung, 2003 : 114 ; Wigenasantana, 2001 : 182).
Teknik pengendalian bercocok tanam didasarkan pada pengetahuan agroekosistem
setempat yaitu ekologi dan perilaku OPT meliputi waktu perkawinan, habitat/inang, waktu
menyerang dan lain-lain. Pedigo (1996 : 334) menyatakan bahwa teknik pengendalian secara
bercocok tanam dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, yakni:
1. Mengurangi kesuaian ekosistem, yaitu dengan menciptakan agroekosistem yang
tidak sesuai dengan perkembangan hidup OPT, maka perkembangannya akan terhambat. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara melakukan sanitasi , penghancuran inang, pengolahan tanah
dan pengelolaan air. Selain itu, mengurangi/menghilangkan ketersediaan berbagai
persyaratan hidup hama juga dapat menjadi sebuah alternatif yang dapat dilakukan.

2. Mengganggu kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, yaitu memutuskan


kontinuitas tersedianya makanan/inang dengan cara pergiliran tanaman, pemberoan lahan,
penanaman serentak, penetapan jarak tanam, pengaturan lokasi penanaman, penggunaan
metode rotasi tanaman dengan jenis tanaman yang tidak memiliki hama maupun penyakit
yang sama (metode ini bertujuan memutuskan siklus hidup hama tertentu karena pada musim
berikutnya hama akan mati kelaparan), memutuskan sinkronisasi antara tanaman dan hama
dengan mengatur waktu tanam agar tidak sesuai dengan fase perkembangan hama dan
menghalangi peletakan telur.

3. Mengalihkan populasi OPT agar menjauhi pertanaman, yaitu suatu cara


pengendalian OPT dengan mengalihkan OPT ke tanaman lain, atau dengan upaya
pengurangan dampak kerusakan oleh hama dengan cara mengubah toleransi inang. Cara ini
tidak begitu efektif bagi serangga yang penyebarannya cepat tetapi masih dapat dilakukan
beberapa cara untuk mengalihkan OPT, seperti dengan mananam tanaman perangkap yang
dapat mengkonsentrasikan sasaran hama dan melakukan pemanenan secara bertahap untuk
menghindari pindahnya OPT secara serempak ke lahan tetangga, menanam varietas unggul
(yang disamping memiliki daya produksi tinggi, daya tumbuhnya cepat, juga tahan terhadap
beberapa organisme pengganggu), mengurangi atau menekan populasi hama, serangan dan
tingkat kerusakan tanaman dengan menanam varietas yang tahan hama ataupun penyakit.
Cara ini dapat dilakukan pada tanaman tertentu.

4. Mengurangi dampak kerusakan OPT, yaitu menanam tanaman yang bersifat


toleran terhadap kerusakan OPT, melakukan pemupukan yang seimbang sesuai kebutuhan
tanaman sehingga tanaman masih dapat pulih kembali setelah terserang oleh OPT, mengubah
jadwal tanam maupun panen untuk tanaman tertentu dapat dilakukan penanaman atau
menunda waktu tanam ataupun pemanenan lebih awal (strategi ini dimaksudkan untuk
menghindari periode perpindahan dan serangan yang lebi besar, dan tumpang tindihnya
waktu tanam). Dengan mengatur waktu tanam sesuai pola perkembangan hama maupun
penyakit juga dapat membantu menghindarkan tanaman dari kerusakan.

2.2 Gangguan Kontinuitas Penyediaan Keperluan Hidup Hama


Gangguan adalah setiap perubahan pertanaman yang mengarah pada pengurangan
kuantitas maupun kualitas hasil tanaman yang diharapkan. Misalnya : lobang pada daun
akibat dimakan serangga, bercak pada daun sebagai akibat dari penyakit, pengurangan
tumbuh akibat persaingan dengan gulma yang lainnya atau gulma yang ada sebelumnya,
faktor dari iklim maupun kondisi sekitar juga dapat menjadi gangguan pada setiap
pertumbuhan tanaman.
Timbulnya gangguan pada tanaman (tanaman inang) sangat bervariasi tergantung pada
faktor pendukungnya, seperti lingkungan yang sesuai, inang yang rentan dan jasad
pengganggu yang agresif atau virulen (kemampuan mikroorganisme patogenik untuk
menyebabkan kerusakan pada inang). Gangguan pada tumbuhan akan selalu uncul
sepanjang manusia mengusahakan tanaman atau tumbuhan tersebut sebagai tanaman
budidaya.

Terdapat beberapa konsep timbulnya gangguan, diantaranya adalah :


1. Konsep Segitiga Gangguan (Disease Triangle)
Konsep ini menjelaskan timbulnya penyakit biotik (penyakit yang disebabkan oleh pathogen)
yang timbul karena adanya interaksi antara kondisi lingkungan, tanaman inang dan jasad
pengganggu. Pada lingkungan yang stabil keseimbangannya antara inang dan jasad
pengganggu, gangguan yang memungkinkan terjadi akan berkurang/jarang terjadi.
Komponen pendukung timbulnya gangguan/penyakit setidaknya ada 3 (tiga) faktor
yakni :
A. Tanaman Inang
Pengaruh tanaman inang terhadap timbulnya gangguan/penyakit tergantug dari jenis
tanaman inang, kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan, struktur serta
kerapatan populasi. Jenis-jenis tanaman inang diantaranya :
-Tanaman inang rentan
-Tanaman inang resisten
-Tanaman inang toleran
-Tanaman inang sekunder
-Tanaman inang primer
-Tanaman inang alternative
-Tanaman inang perantara
Timbulnya gangguan juga tergantung pada sifat genetic yang dimiliki oleh inang itu
sendiri, yang digunakan untuk melakukan upaya pencegahan penyakit dengan cara
memanipulasi gen sehingga dapat menghasilkan tanaman yang resisten. Selain itu,
kesehatan tanaman inang juga menjadi faktor kemungkinan timbulnya
gangguan/serangan. Tanaman yang sehat merupakan tanaman yang mempunyai
pertumbuhan yang baik (daun dan batang segar), batang lurus, tajuk lebat dan tidak
terserang hama dan penyakit. Salah satu faktor yang mendukung dihasilkannya tanaman
yang sehat adalah bibit yang ditanam berasal dari bibit yang sehat.
B. Patogen
Patogen adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat mikro dan mampu
menimbulkan penyakit pada tanaman atau tumbuhan. Mikroorganisme tersebut antara
lain fungi, bakteri, virus, nametoda dll.
C. Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat memberikan pengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit
dapat berupa suhu udara, intensitas dan lama curah hujan, intensitas dan lama embun,
suhu tanah, kandungan air didalam tanah, kesuburan tanah dan kandungan bahan
organic, angina, api, maupun pencemaran air. Faktor lingkungan ini memberikan
pengaruh terhadap pertumbuhan inang dan menciptakan kondisi yang sesuai bagi
kehidupan jenis pathogen tertentu.

2. Konsep Segiempat Gangguan (Disease Square)


Pada konsep ini, unsur manusia (M) berperan menimbulkan gangguan. Dengan
lingkungan dan tanaman (inang) yang direkayasa oleh manusia, keseimbangannya akan
terganggu. Hal ini berlaku pada areal pertanian, perkebunan maupun hutan industri.
Komponen segiempat gangguan ini terdiri dari 3 (tiga) komponen segitiga penyakit
ditambah komponen manusia. Menurut konsep ini, gangguan merupakan
penggabungan maupun interaksi antara empat faktor tersebut yakni :
A. Patogen berinteraksi dengan inang melalui proses parasitisme dan pathogenesis.
sebaliknya, inang berinteraksi dengan pathogen dalam hal penyediaan makanan dan
ketahanan.
B. Patogen berinteraksi terhadap lingkungan fisik/kimia dalam pengeluaran racun, dan
pengurasan makanan. Sebaliknya, lingkungan fisik/kimia tidak hanya memberikan
fasilitas suhu, kelembaban, dan unsur hara tetapi juga racun.
C. Adanya interaksi antar pathogen yang memberikan pengaruh yang sinergis netral
ataupun antagonis.
D. Manusia berinteraksi baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat
mempengaruhi ketiga faktor tersebut. Misalnya, melakukan kegiata pengelolaan
tanaman (pengaturan jarak tanam, pencampuran jenis maupun penjarangan tanam)
3. Konsep Limas Gangguan
Pada konsep ini, interaksi antara faktor-faktor yang menimbulkan suatu ganguan
bersifat dinamis dari waktu ke waktu. Faktor waktu (W) menjadi faktor penting dalam
menentukan epidemi.
Konsep bagaimana tanaman mengalami gangguan/penyakit semakin berkembang
seiring berkembangnya pengetahuan sehingga semakin diketahuinya faktor-faktor yang
berpengaruh dan interaksi antar faktor tersebut terhadap timbulnya penyakit.

Anda mungkin juga menyukai