Anda di halaman 1dari 2

Agroekosistem lahan kering adalah agroekositem yang diterapkan pada lahan yang

cenderung menggunakan air secara terbatas dan biasanya hanya bergantung dari curah
hujan. Berdasarkan pernyataan dari (Sitorus et al, 2020) agroekosistem lahan kering adalah
suatu sistem pertanian yang berada di daerah dengan curah hujan yang rendah dan tidak
teratur, serta memiliki kondisi tanah yang kering. Pada agroekosistem ini, pola hujan tidak
teratur baik dari segi waktu maupun jumlahnya, sehingga tanaman yang tumbuh di sana
harus mampu beradaptasi dengan kondisi kekeringan yang tinggi.

Ada beberapa jenis tanaman yang dapat tumbuh pada agroekosistem lahan kering. Menurut
pernyataan dari (Nuryati et al, 2019) jenis tanaman yang ditanam di agroekosistem lahan
kering bervariasi, tergantung pada kondisi setempat dan manfaat ekonomi. Di Kecamatan
Cibalong dan Karangnunggal, misalnya, tanaman yang dibudidayakan antara lain tanaman
kayu, tanaman perkebunan (seperti cengkeh, kakao, kapulaga, kelapa, kopi, dan pala),
tanaman hortikultura (seperti durian, manggis, pisang, dan rambutan).

Agroekosistem lahan kering memiliki karakteristik yang membedakannya dengan


agroekosistem lahan basah. Dari pernyataan (Rachman, 2017) Agroekosistem lahan kering
memiliki beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan dalam pengelolaannya. Salah satu
karakteristiknya adalah sebaran dan potensi pengembangan lahan kering. Lahan kering
memiliki indeks kekeringan antara 0,05 dan 0,65, dan terdapat periode waktu yang cukup
signifikan di mana kehilangan air melalui evapotranspirasi melampaui curah hujan. Di
Indonesia, luas lahan kering mencapai 144,47 juta ha, dengan potensi pengembangan
pertanian tanaman pangan dan sayuran sekitar 30,52 juta ha. Luas lahan kering yang
sedemikian besar ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan kering yang berkelanjutan
sangat penting untuk masa depan pertanian Indonesia. Tantangan dalam pengembangan
lahan kering juga perlu diperhatikan. Faktor pembatas yang dapat digolongkan menjadi
faktor intrinsik dan faktor antropogenik. Faktor intrinsik seperti kemasaman tanah, kesuburan
tanah, kandungan bahan organik, topografi, dan erosi tanah dapat diatasi dengan
menerapkan praktek pengelolaan lahan yang tepat. Namun, proses degradasi lahan yang
cepat juga menjadi tantangan, seperti erosi tanah, kehilangan bahan organik, pemadatan
tanah, dan kelangkaan pasokan air. Selain itu, agroekosistem lahan kering juga memiliki
keragaman karakteristik lahan dan iklim yang tinggi. Hal ini memberikan peluang luas untuk
pengembangan berbagai komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan
peternakan. Namun, terdapat tantangan dalam pemanfaatan lahan kering, seperti degradasi
lahan yang berlangsung cepat. Dalam pengelolaan lahan kering, perlu diperhatikan juga
karakteristik kemasaman tanah. Lahan kering masam umumnya terdapat di daerah beriklim
basah dengan curah hujan

Agroekosistem memiliiki sifat fisik yang khusus. Berdasarkan pernyataan dari (Soedrajat dan
Soerapto, 2022) sifat fisik agroekosistem di lahan kering meliputi tekstur tanah, porositas,
ketersediaan air, dan pH. Tanah di lahan kering umumnya berat dan bertekstur liat, sehingga
porositas tanah rendah dan ketersediaan air untuk penyerapan tanaman berkurang. Selain
itu, tanah-tanah ini memiliki kandungan karbon organik yang rendah, yang dapat
menyebabkan rendahnya populasi mikroorganisme. Kandungan nitrogen di tanah lahan
kering juga biasanya rendah, yang dapat berdampak negatif pada pertumbuhan tanaman
dan sintesis klorofil. pH tanah lahan kering sering kali bersifat basa, namun penambahan
biochar dan kompos dapat membantu menurunkan pH dan meningkatkan kapasitas
pertukaran kation.

Sitorus, A., Kotta, N. R. E., & Hosang, E. Y. (2020, November). Keragaan pertumbuhan dan
produksi jagung hibrida pada agroekosistem lahan kering iklim kering Nusa Tenggara Timur.
In Seminar Nasional Lahan Suboptimal (No. 1, pp. 62-72).
Nuryati, R., Sulistyowati, L., Setiawan, I., & Noor, T. I. (2019). Agroekosistem Lahan Kering
Untuk Pengembangan Usahatani Polikultur Perkebunan Terintegrasi (UTPPT). Jurnal
Agristan, 1(2),63-79
Rachman, A. (2017). Peluang dan tantangan implementasi model pertanian konservasi di
lahan kering. Sumber Daya Lahan, 11(2), 77-90.
Soedradjad, R., & Soeparjono, S. (2022). Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung Terhadap
Aplikasi Biochar Pada Lahan Kering Dengan Dua Sistem Irigasi. Jurnal Ilmiah Hijau
Cendekia, 7(1), 26-34.
Soedradjad, R., & Soeparjono, S. (2022). Respon Pertumbuhan Tanaman Jagung Terhadap
Aplikasi Biochar Pada Lahan Kering Dengan Dua Sistem Irigasi. Jurnal Ilmiah Hijau
Cendekia, 7(1), 26-34.

Anda mungkin juga menyukai