Anda di halaman 1dari 13

1

I. PENDAHULUAN

Masalah

kerusakan

lingkungan

sudah

menjadi

issu

Nasional

dan

Internasional dalam era pembangunan ini. Salah satu yang mendasari hal ini adalah terjadinya pemanasan global akibat efek rumah kaca yang sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Pembukaan hutan untuk dijadikan lahan pertanian merupakan salah satu penyumbang terjadinya pemanasan global. Banyaknya penerapan berbagai bentuk sistem pertanian yang dilakukan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip ekologis dapat menimbulkan berbagai dampak negatif berupa penurunan kualitas kesehatan manusia, penurunan kualitas lingkungan dan penurunan bodiversitas (keanekaragaman) yang ada di dalamnya. Selain itu dengan pertambahan penduduk dunia yang semakin tinggi menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan, hal ini tentu menimbulkan semakin tingginya pembukan lahan-lahan baru untuk kegiatan pertanian. Akibat pengelolaan yang tidak tepat, lahan kritis di Indonesia meningkat setiap tahun. Pada tahun 1977 luas lahan kritis di pulau-pulau besar di Indonesia (kecuali Jawa) hanya 15 juta ha, pada tahun 1987 meningkat menjadi 19 juta hektar (BPS 1988) dan dewasa ini telah mencapai 20 juta hektar. Salah satu cara yang umum dilakukan dalam membuka lahan baru untuk kegiatan pertanian adalah dengan melakukan pembakaran lahan yang secara langsung biomassa yang terdapat di dalam lahan baru tersebut ikut terbakar. Pembakaran biomassa di agroekosistem tropika sangat berkontribusi dalam menimbulkan efek

rumah kaca (greenhouse efect) dan meningkatnya kandungan CO2 di atmosfer bumi. Hal ini dapat sangat memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap timbulnya perubahan iklim global (global climatic change) (Jumin, 2002). Menurut Jackson et al. (2007) bahwa 75% dari total jumlah penduduk dunia merupakan penduduk miskin dan sebagian besar berada di pedesaan yang jelas merupakan wilayah transisi antara penggunaan lahan pertanian untuk kepentingan ekonomi dengan aspek proteksi ekologi atau lingkungan dari lahan pertanian itu sendiri. Pencemaran, zat pencemar seperti pestisida ataupun limbah pabrik yang masuk ke lahan pertanian baik melalui aliran sungai maupun yang lain mengakibatkan lahan pertanian baik melalui aliran sungai maupun yang lain mengakibatkan lahan pertanian menjadi kritis.Beberapa jenis pestisida dapat bertahan beberapa tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kesuburan lahan pertanian. Kondisi yang seperti ini bila dibiarkan terus-menerus tanpa adanya pengawasan dan binaan dari aparat terkait tentu akan menyebabkan semakin bertambahnya pembukaan lahan. Pembukaan lahan yang tidak memperhatikan prinsip konservasi akan menyebabkan lahan tersebut menjadi lahan kritis. Begitu juga dengan pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan prinsip konservasi lambat laun akan menjadikan lahan kritis.

II. LAHAN KRITIS DAN DAMPAKNYA

Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia, dan biologis atau lahan yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk menilai kritis tidaknya suatu lahan, dapat dilihat dari kemampuan lahan tersebut. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan suatu lahan dapat dilihat dari besarnya resiko ancaman atau hambatan dalam pemanfaatan lahan tersebut, (Sutrijat, 1999). Lahan kritis dapat juga didefinisikan sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau diharapkan. Fungsi yang dimaksud pada defenisi tersebut adalah fungsi produksi dan fungsi tata airnya. Fungsi produksi berkaitan dengan fungsi tanah sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan dan fungsi tata air berkaitan dengan fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya akar dan menyimpan air tanah. Ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam (Hakim et al., 1991). Lahan kritis di Indonesia pada akhir Pelita VI (awal tahun 1999/2000) cukup luas yaitu sekitar 23,2 juta ha, yang terdapat dalam kawasan hutan 8,1 juta ha dan di luar kawasan hutan 15,1 juta ha. Lahan kritis umumnya terdapat di daerah pegunungan atau di daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu, dengan ciri utama antara lain lahan berlereng terjal, tanpa atau sedikit vegetasi penutup tanah (gundul), adanya

tanda-tanda lahan telah tererosi, dan tanah berwarna merah karena lapisan atasnya telah tererosi. Menurut Ririn (2006), faktor- Faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, antara lain sebagai berikut: Kekeringan, biasanya terjadi di daerah-daerah bayangan hujan. Genangan air yang terus-menerus, seperti di daerah pantai yang selalu tertutup rawa-rawa. Erosi tanah dan masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah yang miring. Masswasting adalah gerakan masa tanah menuruni lereng. Pengolahan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring, atau bahkan di dataran rendah. Masuknya material yang dapat bertahan lama kelahan pertanian (tak dapat diuraikan oleh bakteri) misalnya plastic. Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestaian kesuburan tanah. Pembekuan air,biasanya terjadi daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi. Mahfudz (2001) menyatakan bahwa, meluasnya lahan kritis disebabkan oleh beberapa hal antara lain Tekanan penduduk Perluasan areal pertanian yang tidak sesuai, Perladangan berpindah

y y y

y y y

Padang penggembalaan yang berlebihan Pengelolaan hutan yang tidak baik Pembakaran yang tidak terkendali

Beberapa akibat lahan kritis (Helmi, 2005) :  Daya resap tanah terhadap air menurun sehingga kandungan air tanah berkurang yang mengakibatkan kekeringan pada waktu musim kemarau.  Terjadinya arus permukaan tanah pada waktu musim hujan yang mengakibatkan bahaya banjir dan longsor.  Menurunnya kesuburan tanah, dan daya dukung lahan serta keanekaragaman hayati Apabila kondisi tersebut diatas dibiarkan terus berlangsung maka pada akhirnya akan menyebabkan produktifitas lahan dan produksi pertanian menurun sehingga pada akhirnya akan menyebabkan kemiskinan masyarakat, khususnya masyarakat tani.

III. PENANGGULANGAN LAHAN KRITIS

Di Indonesia lahan kritis sebagian besar terjadi karena ulah manusia yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan dalam memanfaatkan lahan. Selain itu, lahan kritis di Indonesia juga terdapat karena memang wilayah atau kondisi lahan di beberapa tempat kurang baik. Degradasi lahan pertanian yang sering mengakibatkan penururan kualitas lahan garapan dan lingkungan bukan hanya tanggung jawab petani, tetapi juga tanggung jawab pemerintah daerah dan pusat yang mendapat masukan berupa rekomendasi dari para ahli (Bennema and Meester, 1981). Di banyak negara, terlihat jelas adanya kesenjangan yang besar antara kepedulian masyarakat dengan pemerintah terhadap masalah erosi dengan tindakan nyata yang komprehensif untuk mengatasinya (Hauk, 1981). Peningkatan sustainabilitas sistem produksi perlu memperhatikan hal-hal berikut : (1) peningkatan produksi pangan yang nyata untuk memenuhi kebutuhan mereka, (2) mencegah terjadinya degradasi sumberdaya, dan (3) mengurangi pengaruh negatif teknologi produksi terhadap lingkungan (Manwan, 1993). Upaya penagggulangan lahan kritis dilaksanakan sebagai berikut. 1. Lahan tanah dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi pertanian, perkebunan, peternakan, dan usaha lainnya. 2. Erosi tanah perlu dicegah melalui pembuatan teras-teras pada lereng bukit. 3. Usaha perluasan penghijauan tanah milik dan reboisasi lahan hutan.

4. Perlu reklamasi lahan bekas pertambangan. 5. Perlu adanya usaha ke arah Program kali bersih (Prokasih). 6. Pengolahan wilayah terpadu di wilayah lautan dan daerah aliran sungai (DAS). 7. Pengembangan keanekaragaman hayati. 8. Perlu tindakan tegas bagi siapa saja yang merusak lahan yang mengarah pada terjadinya lahan kritis. 9. Menghilangkan unsure-unsur yang dapat mengganggu kesuburan lahan pertanian, misalnya plastik. Berkaitan dengan hal ini, proses daur ulang sangat diharapkan. 10. Pemupukan dengan pupuk organik atau alami, yaitu pupuk kandang atau pupuk hijau secara tepat dan terus-menerus. 11. Guna menggemburkan tanah sawah, perlu dikembangkan tumbuhan yang disebut Azola. 12. Memanfaatkan tumbuhan eceng gondok guna menurunkan zat pencemaran yang ada pada lahan pertanian. Eceng gondok dapat menyerap pat pencemar dan dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan. Namun, dalam hal ini kita harus hati-hati karena eceng gondok sangat mudah berkembang sehingga dapat menggangu lahan pertanian. Upaya dalam mempertahankan atau meningkatkan produktivitas lahan kritis hendaknya didekati dengan menerapkan sistem usahatani konservasi melalui, pengaturan pola tanam, penambahan bahan organik dengan daur ulang sisa panen dan gulma, serta penerapan budidaya lorong (Adiningsih dan Mulyadi, 1992). Penerapan teknologi tersebut akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas tanah seperti meningkatnya ketersediaan P dan bahan organik tanah serta menurunnya

kadar Al. Sistem usahatani konservasi adalah penataan usahatani yang stabil berdasarkan daya dukung lahan yang didasarkan atas tanggapannya terhadap faktorfaktor fisik, biologis dan sosial ekonomis serta berlandaskan sasaran dan tujuan rumah tangga petani dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia (UACPFSR 1990).

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S., H. Suhardjo, I.P.G. Widjaja Adhi, H. Suwardjo, S. Sukwana, dan M. Sudjadi. 1986. Hasil rencana penelitian lahan kering di Jambi. Dalam Risalah Lokakarya Pola Usahatani, Bogor 2-3 Sepetember 1986. Buku 2. P.395-427. Bennema, J. and De Meester 1981. The role of erosion and degradation in the process of land evaluation. In. R.P.C. Morgan (ed). Soil Conservation Problems and Prospects. Hauck, F.W. 1981. The Relevance of soil conservation. In. R.P.C. Morgan (ed). Soil Conservation Problems and Prospects. Helmi.2005. Penanggulangan Lahan Kritis DAS dalam Rangka Mangatasi Bencana Banjir Longsor dan Kekeringan http://www.bpdasjeneberang.net/htmlfolder/penang% 20lahan%20kritis.htm Jackson, L.E. and U. Pascual, T. Hodgkin. 2007. Utilizing and Conservation Agrobiodiversity in Agricultural Landscapes. Elsevier Science Direct Agricultural Ecosystems & Environment. xxx: 1-15. Jumin, Hasan Basri. 2002. Agroekologi Suatu Pendekatan Fisiologis. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 165 hal. Mahfudz. 2001. Peningkatan Produktivitas Lahan Kritis Untuk Pemenuhan Pangan Melalui Manwan, I. 1993. Strategi dan langkah operasional penelitian tanaman pangan berwawasan lingkungan. Proseding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarta/Bogor 23-25 Agustus 1993. P 65-97. Ririn. 2006. Lahan Kritis dan erinz.comoj.com/Page1405.htm Lahan Potensial. http://belajargeo-

Sumadi Sutrijat, Geografi I, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999 Tani Muda Media Aspirasi Dan Refleksi Pengetahuan. http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/pengelolaan-lahan-kritis/

Tim Geografi, Geografi I SMU, Jakarta: Yudistira, 1994.

10

UACP-FSR. 1990. Petunjuk teknis usahatani konservasi daerah aliran sungai. Badan Litbang Pertanian. Usahatani Konservasi. Makalah Falsafah Sains. ipb.com/users/rudyct/indiv2001/mahfudz.htm IPB : http://www.hayati-

11

KONSERVASI LAHAN KRITIS

Oleh :

MUHARRAM FAJRIN HRP (0910247545)

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERITAS RIAU PEKANBARU 2011

i 12

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang Konservasi Lahan Kritis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dosen Mata Kuliah Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Bapak Prof. Dr. Ir. Yusni Ikhwan, M.Sc yang telah memberikan pengarahan, petunjuk dan bimbingannya. Penulis menyadari Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak demi perbaikan dimasa yang akan datang. Atas kritik dan sarannya penulis ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Juni 2011

Muharram Fajrin H

ii 13

DAFTAR ISI

Isi

Halaman i ii

KATA PENGANTAR............................................................................ DAFTAR ISI .........................................................................................

I. II.

PENDAHULUAN LAHAN KRITIS DAN DAMPAKNYA

III. PENANGGULANGAN LAHAN KRITIS DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai