Anda di halaman 1dari 10

BAB II

MANAJEMEN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM DI LINGKUNGAN

LAHAN BASAH

Penanganan masalah lingkungan harusnya berbasis ekosistem melibatkan

seluruh manusia khsusnya masyarakat yang menggunakan jasa keanekaragaman

hayati dan ekosistem untuk beradaptasi dengan efek buruk dari perubahan iklim

dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Adapat melibatkan upaya

konservasi, pengelolaan berkelanjutan dan pemulihan ekosistem adalah solusi

hemat biaya yang dapat membantu manusia beradaptasi dengan dampak persoalan

lingkungan. Pendekatan manajemen ekosistem akan secara efektif berkontribusi

pada upaya adaptasi perubahan iklim global, namun diperlukan lebih banyak

investasi dan integrasi berbasis ekosistem ke dalam kebijakan tata kelola

pemerintahan yang sepenuhnya diintegrasikan ke dalam kebijakan konservasi.

Dengan melibatkan penerapan mekanisme pembangunan yang ramah lingkungan

dan keanekaragaman hayati (Hadisiwoyo, 2019).

Pentingnya penangan masalah lingkungan berbasis ekosistem yang sehat

sperti hutan alam, lahan basah dan daerah pesisir memberikan manfaat bagi

masyarakat sperti penyedian kayu bakar, air bersih, obat-obatan , tempat tinggal

dan makanan. Ekosistem yang sehat juga dapat membentuk pencegahan fisik

terhadap peristiwa cuaca ekstrem sperti topan dan badai atau bencana alam

lainnya seperti banjir. Sehingga perlu dilakukan manajemen ekosistem khussunya

di lingkungan lahan basah adapun manajemen ekosisitem akan secara efektif


berkonstribusi pada upaya adaptasi perubahan iklim global, namun diperlukan

lebih banyak invsetasi dan integrasi berbasis ekosistem kedalam kebijakan tata

Kelola pemerintahan yang sepenuhnya diintegrasikan ke dalam kebijakan

konservasi (Hadisiwoyo, 2019).

2.1 Restorasi Ekosistem

Dalam manajemen dan pengelolaan ekosistem yang baik perlu dilakukan

suatu upaya pemulihan khususnya dilingkungan lahan basah adapun upaya

tersebut salah satunya adalah restorasi. Restorasi merupakan upaya pemulihan

ekosistem lahan basah terdegradasi agar kondisi hidrologis, struktur dan fungsinya

berada pada kondisi pulih. Untuk itu dilakukan pembasahan kembali (rewetting)

material lahan basah yang mengering akibat turunnya muka air tanah lahan basah.

Terdapat tiga cara melakukan pembasahan kembali yaitu sebagai berikut:

1. Pembuatan bangunan penahan air, antara lain dalam bentuk sekat kanal dan

lain-lainnya

2. Penimbunan kanal yang terbuka sehingga memperoleh kanal yang lebih

baik.

3. Pembangunan sumur bor pada area lahan basah atau lahan basah tersebut

(Nasruddin, 2022).

Restorasi Ekosistem adalah proses membantu pemulihan sesuatu ekosistem

yang telah terdegradasi, rusak atau hancur, banyak ekosistem dunia telah

mengalami degradasi signifikan dengan dampak negatif pada keanekaragaman

hayati dan mata pencaharian masyarakat. Ada kesadaran yang berkembang bahwa
kita tidak akan dapat melestarikan keanekaragaman hayati bumi hanya melalui

perlindungan wilayah-wilayah kritis saja. Restorasi ekosistem menjadi

komponeng penting dari program konservasi dan pembangunan berkelanjutan

sehingga mata pencaharian orang-orang yang bergantung pada ekosistem

terdegradasi ini dapat berkelanjutan (Hadisiwoyo, 2019).

2.2 Revegetasi Ekosistem

Selain dari upaya restorasi juga dilakukan upaya revegetasi dimana Program

revitalisasi yang dilakukan mendorong sistem pertanian terpadu di lahan lahan

basah atau lahan basah dimana sistem surjan dan paludikultur menjadi pilihan

utamanya. Revegetasi merupakan suatu upaya pemulihan tutupan lahan pada

ekosistem lahan basah melalui penanaman jenis tanaman asli pada fungsi lindung

atau dengan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan basah dan memiliki

nilai ekonomi pada fungsi budidaya. Terdapat beberapa cara melakukan

revegetasi yaitu sebagai berikut:

1. Penanaman benih endemis dan adaptif pada lahan lahan basah terbuka

2. Pengayaan penanaman (enrichment planting) pada kawasan hutan lahan

basah terdegradasi

3. Peningkatan dan penerapan teknik agen penyebar benih (seed dispersal

techniques) untuk mendorong regenerasi vegetasi lahan basah.


Selanjutnya revitalisasi sumber-sumber mata pencaharian masyarakat yang

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di dalam dan

sekitar areal restorasi lahan basah (Nasruddin, 2022).

2.3 Sumber Daya Hayati

Manajemen dan pengelolaan ekosistem khususnya di lingkungan lahan

basah dilakukan dengan cara manajemen dan pengelolaan terhadap sumber daya

hayati dilingkungan tersebut. Keanekaragaman hayati yang sangat melimpah,

namun kesemuanya belum dikelola dengan baik sehingga belum mampu

memberikan peran positif yang penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi.

Pada dasarnya keanekaragaman hayati merupakan keuntungan komparatif bagi

negara yang memilikinya. Akan tetapi selain bentuk alamiahnya, keanekaragaman

hayati berpotensi untuk menghasilkan pendapatan yang sangat besar bagi negara

pemiliknya. Sumber hayati ini bisa dikomersialisasikan dalam bentuk alamiahnya

maupun sebagai bahan baku untuk mengembangkan produk baru (Amin, 2016).

Lahan basah menyediakan makanan, menyimpan karbon, mengatur aliran

air, menyimpan energi, dan sangat penting bagi keanekaragama hayati.

Manfaatnya bagi orang yang penting adalah untuk keamanan masa depan umat

manusia. Konservasi dan pemanfaatan yang bijaksana pada lahan basah sangat

penting bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang miskin. Kesejahteraan

manusia bergantung pada manfaat yang banyak diberikan kepada mereka oleh

ekosistem, beberapa di antaranya berasal dari lahan basah yang sehat. Kebijakan,
perencanaan, pengambilan keputusan dan tindakan manajemen di berbagai sektor,

di semua tingkatan dari lokal sampai internasional, mampu mendapatkan

keuntungan dari consensus masukan global. Hal ini termasuk dalam identifikasi

relevansi lahan basah, pentingnya konservasi dan pemanfaatan yang bijaksana,

serta menjamin keamanan dari manfaat dimana lahan basah menyediakan dalam

hal ini adalah air, penyimpanan karbon, pangan, energi, keanekaragaman hayati

dan mata pencaharian. Ini juga mencakup pengetahuan teknis, panduan, model

dan jaringan pendukung untuk membantu dalam menempatkan pengetahuan ini

untuk penggunaan secara praktis (Amin, 2016).

Degradasi dan hilangnya lahan basah lebih cepat daripada ekosistem

lainnya, dan tren ini semakin cepat, karena perubahan besar dalam penggunaan

lahan, pengalihan air, dan pembangunan infrastruktur. Akses untuk air segar

menurun bagi 1 sampai dengan 2 miliar orang di seluruh dunia, dan ini menjadi

dampak yang negatif mempengaruhi produksi pangan, kesehatan manusia, dan

pembangunan ekonomi, serta dapat meningkatkan konflik sosial. Sumber daya

hayati merupakan salah satu komponen sumber daya alam. Sumber daya alam itu

sendiri memiliki arti yang cukup luas. Salah satunya adalah suatu keadaan

lingkungan alam (natural environment) yang memiliki nilai untuk memenuhi

kebutuhan manusia. Definisi lain adalah keadaan lingkungan dan bahan-bahan

mentah yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki

kesejahteraannya (Syamsuri dalam Amin, 2016).

Pemanfaatan keanekaragaman hayati di Indonesia sebagian besar

berdasarkan pengetahuan tradisional dan di sisi lain kebutuhan untuk


mengembangkan sumber-sumber pendapatan baru terus digalakkan. Akibatnya,

menimbulkan tidak ada pilihan lain kecuali dengan memanfaatkan

keanekaragaman hayati secara besar-besaran dengan cara mengekploitasi tanpa

imbangan konservasi yang semestinya. Hal ini juga didukung oleh kenyataan

bahwa kehidupan masyarakat lokal dan berbagai sektor dalam perekonomian

nasional mengandalkan kelangsungan hidupnya pada keragaman sumber-sumber

hayati dan berbagai fungsi pendukung kehidupan serta layanan yang

disediakannya. Namun demikian kecepatan hilangnya keanekaragaman hayati saat

ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jaman dulu. Kepunahan jenis-jenis yang

tidak mungkin dipulihkan dan kepunahan sifat-sifat genetis serta hilangnya

berbagai habitat alami dan ekosistem sebagai akibat dari degradasi dan eksploitasi

yang berlebihan mengancam berbagai peluang atau kesempatan bagi generasi

sekarang dan yang akan datang untuk mendapatkan sumber daya hayati yang ada

(Anonymous dalam Amin, 2016).

Data mutakhir mengenai kondisi lingkungan di Indonesia menunjukkan

tingginya tingkat pemanfaatan sumber daya (hayati maupun non hayati) yang

menimbulkan peningkatan kerusakan serta pencemaran lingkungan antara lain

adalah pengalihan pemanfaatan lahan untuk pembangunan dan peran biologi

molekular dalam konservasi lahan basah.

2.3.1 Pengalihan Pemanfaatan Lahan untuk Pembangunan

Pengalihan lahan terus berlanjut yang mengakibatkan berkurang atau

hilangnya lahan lahan yang berfungsi menjadi penopang keseimbangan


lingkungan. Kawasan alam telah berkurang secara drastis di wilayah

Jabotabek dengan tingkat pengurangan sampai dengan 13.931 hektar per

tahun. Pengalihan lahan tersebut telah menyebabkan gangguan terhadap

keseimbangan hydro-orologis, berkurangnya air tanah, erosi dan banjir.

Adanya indikasi eksplotasi sumber daya alam (hayati dan non hayati) untuk

pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Dengan semakin tinggi

suatu keinginan untuk memenuhi kebutuhan, maka semakin banyak

mengambil bahan-bahan dari alam, akibatnya adalah semakin banyak pula

residu dan dikembalikan ke alam dalam bentuk limbah (dalam bahasa

umum sering kita sebut sebagai sampah) yang akan berperan sebagai bahan

pencemar. Lahan rawa gambut merupakan bagian dari sumberdaya alam

yang berfungsi dalam pelestarian sumberdaya air, peredam banjir, pencegah

intrusi air laut, pendukung berbagai kehidupan/keanekaragaman hayati,

pengendali iklim (melalui kemampuannya menyerap dan menyimpan

karbon) dan sebagainya (Amin, 2016).

2.3.2 Peran Biologi Molekular Dalam Konservasi Lahan Basah


Menurut Galbreath dalam Amin, 2016 memberikan gambaran tentang

sumberdaya kunci terkait dengan era ekonomi seperti pada gambar 1 berikut

ini:

Gambar 1. Key Resources by Economic Era

Melihat prediksi Galbreath pada gambar di atas, bio-engineering akan

menjadi tumpuan bidang sains, artinya bioengineering merupakan hal yang

menjadi sesuatu yang biasa dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Bahasan bio-enginering bertumpu pada Teknik molelukar, sehingga aspek-

aspek yang diakukan dapat dilaksanakan dengan efisien di semua bidang

ilmu biologi. Menjadi suatu keharusan bila ilmuwan baik di physical,

chemistry maupun life science mengembangkan pendekatan molekular ini

karena suatu tuntutan. Selain pusat-pusat informasi yang ada di dunia maya

hampir semuanya dengan pendekatan molekular, pendekatan ini menjadi

salah satu solusi hampir di semua bidang yang menyangkut kehidupan

masyarakat (Galbreath dalam Amin, 2016).


2.4 Aspek Edukasi

Selain dari beberapa cara atau upaya dalam manajemen dan pengelolaan

ekosistem yang baik adanya upaya pertimbangan kedua dengan cara edukasi.

Edukasi, merupakan pertimbangan kedua dalam pengembangan kawasan lahan

gambut berbasis ecoedotourism dengan tujuan agar masyarakat memiliki andil

serta peran aktif dalam menjaga serta melestarikan kawasan hutan lindung.

Beberapa kegiatan dalam pengembangan aspek edukasi diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Olahraga air

2. Tanaman endemik rawa gambut

3. Pertanian rawa gambut

4. Perikanan endemik rawa gambut

5. Fauna endemik.

Sedangkan pada aspek wisata merupakan pertimbangan akhir dalam

pengembangan kawasan lahan gambut berbasis ecotourism dengan tujuan

memperoleh income (pendapatan) serta menjadi salah satu destinasi wisata

khususnya di lingkungan lahan basah (Nasruddin, 2022).


DAFTAR PUSTAKA

Hadisiswoyo, P. 2019. Pemulihan Ekosistem Sebagai Solusi Masalah Lingkungan


Global. Prosiding Seminar Nasional Biotik 2019. ISBN: 978-602-0824-77-
2. Retreived from
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/PBiotik/article/download/9702/5468
Amin, M., 2016. Potential, Exploitation, and Sustainable Conservation of
Indonesia Wetlands. Prosiding Seminar Nasional Lahan Basah Tahun 2016
Jilid 1: 14-22. ISBN: 978-602-6483-33-1. Retreived from
http://eprints.ulm.ac.id/2648/1/SNLB-1600-014-022%20Amin.pdf
Nasruddin & Efendi, M., 2022. Pengembangan Kawasan Rawa Lahan basah
Berbasis Ecoedutourism di Hutan Lindung Liang Anggang. Prosiding
Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah. Vol. 7 No. 2 Hal: 232-237,
April 2022. p-ISSN 2623-1611. e-ISSN 2623-1980. Retreived from
https://repo-dosen.ulm.ac.id/bitstream/handle/123456789/24027/Nasruddin_
PENGEMBANGANKAWASANRAWALAHAN
BASAHBERBASISECOEDUTOURISMDIHUTANLINDUNGLIANGAN
GGANG-3.pdf?sequence=1

Anda mungkin juga menyukai