Anda di halaman 1dari 10

KONSERVASI LAHAN

STUDI KASUS DESA BONTO SOMBA HULU DAS MAROS

NURUL AZMI (1603010001)


WIWI WULANSARI (1603010005)
AFIYA NURUL K (1603010007)
FATHUROHMAN S (1603010039)
Latar Belakang

Pembangunan nasional saat ini memiliki peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat diupayakan secara terus menerus di segala bidang. Hal ini merupakan
konsekuensi logis dari era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang semakin cepat dan pada akhirnya membawa tantangan,
ancaman serta peluang bagi masyarakat. Demikian pula halnya pembangunan di sektor
pertanian dan kehutanan yang harus mengikuti era tersebut sehingga harus di kelola
secara bersinergi dan berwawasan lingkungan sesuai dengan potensi sumber daya alam
yang ada agar dapat memperoleh hasil yang maksimal. Pemanfaatan lahan yang terus
menerus mengalami peningkatan akibat dari pembangunan nasional, tidak bisa ditunda
lagi.
Hal ini diperparah lagi apabila masyarakat memanfaatkan lahan pada daerah yang
curam dan sangat curam terutama di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) tanpa diikuti
dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air yang benar. Jariyah (2014),
permasalahan DAS tumbuh seiring dengan pertambahan penduduk. Daerah Aliran
Sungai (DAS) sangat dipengaruhi oleh bagian hulu, kondisi biofisik daerah tangkapan
dan daerah resapan air. Pada umumnya kondisi di daerah hulu rawan terhadap
gangguan manusia.
Pengelolaan DAS bagian hulu sering menjadi fokus perhatian, mengingat kawasan
DAS bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi, sehingga
kesalahan penggunaan lahan daerah hulu akan berdampak pada masyarakat di
daerah hilir (Jariyah, 2014). Pemanfaatan lahan di setiap daerah berbeda karena
memiliki karakteristik yang khas disebut tipologi.
Tipologi merupakan suatu pengklasifikasian atau pengelompokan obyek berdasarkan
kesamaan sifat-sifat dasar menjadi tipe-tipe tertentu (Rijal, dkk. 2016).Masyarakat yang
bertempat tinggal di Desa Bonto Somba Hulu DAS Maros umumnya memiliki karakteristik
yang berbeda-beda dalam hal penerapan konservasi tanah dan air. Karakter sosial
ekonomi ini merupakan salah satu indikator yang dapat dipertimbangkan dalam
penerapan teknik konservasi tanah dan air berbasis tipologi masyarakat di Desa Bonto
Somba Hulu DAS Maros.
Asdak (2010) menyatakan bahwa kondisi sosial ekonomi, tingkat kesadaran dan
kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, cenderung lebih mendahulukan
kebutuhan primer dan sekunder, sehingga sering terjadi perambahan hutan di daerah hulu
DAS, penebangan liar, dan praktik-praktik pertanian lahan kering di perbukitan yang
mengakibatkan kerusakan DAS.

Daerah Aliran Sungai (DAS)


Istilah Daerah Aliran Sungai (DAS) banyak digunakan oleh beberapa ahli dengan
makna atau pengertian yang berbeda-beda, ada yang menyamakan dengan catchment
area, watershed atau drainage basin. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan keseluruhan
kawasan pengumpul suatu sistem tunggal, sehingga dapat disamakan dengan catchment
area (Sudaryono, 2002). Asdak (2010) menyatakan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah
wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung bukit yang
berfungsi menerima, menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan untuk kemudian
disalurkan ke danau, waduk dan ke laut sebagai muara akhir melalui sungai utama.
Kondisi DAS dikatakan bertambah baik apabila perbandingan debit maksimum
dan minimum bertambah kecil atau dapat dikatakan pula bahwa air sungai mengalir
sepanjang tahun secara lebih merata, air sungai menjadi lebih bersihkarena lumpur
yang terkandung berkurang. Menurut Dapertemen Kehutanan (2009), untuk
mengetahui perkembangan kondisi DAS perlu dilakukan pengamatan terhadap
perbandingan debit sungai beserta lumpurnya.
Jariyah (2014) menyatakan bahwa permasalahan DAS tumbuh seiring dengan
pertambahan penduduk dan waktu. DAS sangat dipengaruhi oleh bagian hulu, kondisi
biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air. Pada umumnya kondisi di daerah
hulu rawan terhadap gangguan manusia.

Konservasi Tanah dan Air


Konservasi Tanah dan Air adalah dua hal yang saling berkaitan. Tindakan
konservasi atau perlindungan alam terhadap tanah, berdampak pada ketersediaan
kuantitas dan kualitas air yang berkelanjutan. Usaha konservasi atau perlindungan
alam terhadap air, akan melibatkan suatu tindakan untuk pengelolaan daerah
tangkapan air secara terpadu, yang berarti juga tindakan konservasi tanah (Susilawati,
2006). Berhubungan adanya hubungan yang erat sekali antara tanah dan air, bahwa
setiap perlakuan yang diberikan kepada permukaan sebidang tanah akan
mempengaruhi pula tata air ditempat itu dan hilirnya, maka masalah konservasi tanah
dan air merupakan dua hal yang berhubungan erat sekali (Triwanto, 2012).
Teknik Konservasi Tanah dan Air
Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu
perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir-butir hujan,
meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau
dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran
permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut.
 Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu (1)
metode vegetatif, (2) metode mekanik dan (3) metode kimia.
a .Metode Vegetatif Teknik konservasi tanah secaravegetatif adalah setiap
pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media
pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan
kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia
maupun biologi.
b.Metode Mekanik Metode fisik atau mekanis adalah tindakan atau perilaku
yang ditunjukan kepada tanah agar dapat memperkecil aliran air
permukaan, sehingga dapat mengalir dengan kekuatan tidak merusak.
c. Metode Kimia Metode kimia merupakan salah satu sifat tanah yang sangat
menguntungkan kepekaan tanah terhadap erosi.
 Menurut Agus dkk (1999), sistem watani telah lama dikenal di masyarakat
Indonesia dan berkembang menjadi beberapa macam seperti pertanaman
sela, pertanaman lorong, talun hutan rakyat, kebun campuran, pekarangan
dan tanaman pelindung/multistrata.
1. Pertanaman sela, adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan
dan tanaman musiman. Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun
yang dekat dengan lokasi pemukiman.
2. Pertanaman lorong, adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol
erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur,
sehingga membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada diantara
tanaman pagar tersebut. Sistem ini sesuai untuk diterapkan pada lahan kering
dengan kelerangan 3-40%.
3. Talun hutan rakyat adalah lahan diluar wilayah pemukiman penduduk yang
ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Sistem
ini tidak memerlukan perawatan intensif dan hanya dibiarkan begitu saja
sampai saatnya panen. Karena tumbuh secara spontan, maka jarak tanam
sering tidak seragam, jenis tanaman sangat beragam dan kondisi umum lahan
seperti hutan alami.
4. Kebun campuran, adalah lahan diluar pemukiman penduduk yang ditanami
tanaman tahunan maupun musiman yang dapat diambil kayu, daun maupun
buahnya.
5. Pekarangan, adalah kebun disekitar rumah dengan berbagai jenis tanaman baik
tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Lahan tersebut mempunyai
manfaat tambahan bagi keluarga petani, dan secara umum merupakan
gambaran kemampuan suatu keluarga dalam mendayagunakan potensi lahan
secara optimal.

6. Tanaman pelindung, adalah tanaman tahunan yang ditanam disela-sela tanaman


pokok tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas
penyinaran matahari, dan tempat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi
terutama ketika tanaman pokok masih muda.

7. Silvipastur adalah bentuk lain dari tumpang sari, tetapi yang ditanam disela-sela
tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak
seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum pupoides),
dan lain-lain.
 Bahan pemantapan tanah yang baik harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut dalam (Suripin, 2004):
1. Mempunyai sifat yang adhesif serta dapat bercampur dengan tanah
secara merata
2. Dapat merubah sifat hidrophobik tanah, yang dengan demikian
dapat merubah kurva penahanan air tanah
3. Dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah, yang berarti
mempengaruhi kemampuan tanah dalam menahan air
4. Daya tahan sebagai pemantap tanah cukup memadai, tidak terlalu
singkat dan tidak terlalu lama
5. Tidak bersifat racun (phytotoxic) dan harganya terjangkau.Salah satu
teknik konservasi tanah yang dapat diterapkan guna mengendalikan
erosi dan aliran permukaan, sekaligus menambah bahan organik
tanah adalah teknik mulsa vertikal.
 Kesimpulan dari makalah ini adalah bagaimana kita bisa
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada dan cara
penanganan konservasi lahan yang ada di indonesia.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai