MAKALAH
Oleh:
Kelompok 3 / Offering D 2014
1. Chandra Adi Prabowo
2. Nuril Maghfiroh
(140341807241)
(140341807614)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan basah merupakan wilayah yang strategis bagi Indonesia. Lahan
basah yang dimaksud disini adalah ekosistem rawa, termasuk rawa bergambut
yang dipengaruhi oleh air tawar maupun payau. Berbagai definisi yang
dikemukakan itu mengacu pada berbagai bentuk lahan basah yang beraneka,
seperti rawa (swamp), payau (marshes), daerah rawa pasang surut (tidal swamp
area), rawa pesisir, rawa pedalaman, lebak (non-tidal swamp), muara/kuala
(estuary), dataran banjir (flood plain), dan daerah aliran sungai (watersheed).
Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman
hayatiyang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan
basah tumbuh berbagai macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan),
seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan bakau, paya rumput dan
lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga tidak kalah beragamnya, mulai
dari yang khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak, ular, aneka jenis
kodok, dan berbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung dan mamalia,
termasuk pula harimau dan gajah.
Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan
yang subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahanlahanpertanian. Baik sebagai lahan persawahan maupun lokasi pertambakan.
Saat ini peran dan fungsi lahan basah menjadi pertanyaan bagi para
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Kebanyakan para warga yang tinggal
di daerah itu tidak mengetahui potensi apa yang ada di lingkungan disekitarnya.
Sebenarnya banyak potensi alam yang dapat dimanfaatkan dari lahan basah,
contohnya adalah tanaman obat yang berada di daerah tersebut. Hal ini yang
menjadi alasan mengapa lahan basah perlu dipertahankan.
B. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana definisi konservasi?
2. Apa yang dimaksud dengan ekosistem lahan basah?
3. Apa saja jenis-jenis lahan basah?
4. Bagaimana peran lahan basah dalam kehidupan manusia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konservasi
Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan
manfaat yang dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan keberadaan setiap
komponen lingkungan untuk pemanfaatannya di masa depan. Menurut UU No. 4
Tahun 1982, konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam
yang menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbarui
menjamin kesinambungan untuk persediannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman.
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana
konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam
perundang-undangan.
Tempat yang memiliki keanekaragaman plasma nutfah alami.
Lansekap (bentang alam) atau ciri geofisik yang bernilai estetik
Fungsi perlindungan hidroorologi: tanah, air, dan iklim global.
Pengusahaan wisata alam yang alami (danau, pantai, keberadaan satwa liar
yang menarik).
Di Indonesia, kebijakan konservasi diatur ketentuannya dalam UU 5/90
yang diam atau mengalir, segar, payau atau asin, termasuk daerah perairan laut
dengan kedalaman pada saat surut tidak melebihi enam meter (Ramsar, 2008).
Gambar 1. Rawa pening sebagai salah satu lahan basah di Jawa Tengah
Meskipun terdapat banyak sekali jenis lahan basah, namun semua jenis
lahan basah tersebut menunjukkan karakteristik ekologi yang membedakannya
dengan sistem darat atau ekosistem akuatik yang lain. Lahan basah memiliki 3
(tiga) karakter utama yaitu struktur hidrologi, tanah (substrat) dan kondisi
faktor biotik yang unik. Kondisi hidrologi yang ditentukan oleh durasi, aliran,
banyaknya dan frekuensi air pada lokasi tersebut merupakan faktor utama yang
mempengaruhi komponen ekologi yang lain pada sistem tersebut. Suatu lahan
dikatakan sebagai lahan basah apabila kondisinya cukup basah untuk mendukung
pertumbuhan tanaman hydrophytic (tanaman yang hidup pada lingkungan yang
tergenang). Substrat pada lahan basah dinamakan tanah hydric, yaitu tanah yang
bercampur dengan air selama beberapa waktu tertentu atau sepanjang tahun
(sesuai jenis lahan basah). Tanah yang bercampur air tersebut bersifat anaerob
(tidak
mengandung
oksigen)
karena
air
menstimulasi
pertumbuhan
Karena umumnya lahan basah terletak pada pertemuan antara sistem darat
dan air (akuatik), lahan basah juga dihuni oleh hewan baik hewan darat maupun
hewan air. Berbagai jenis invertebrata, ikan, reptil dan amfibi bergantung pada
siklus air pada lahan basah untuk dapat bertahan hidup atau menyelesaikan siklus
hidupnya
Salah satu upaya konservasi lahan basah dunia adalah diadakannya
Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl
Habitat atau dikenal dengan Konvensi Ramsar yang diresmikan pada tanggal 2
Februari 1971 di kota Ramsar, Iran. Konvensi ini selanjutnya berlaku secara
formal sejak tahun 1975.
Secara umum tujuan atau misi dari konvensiRamsar adalah konservasi dan
pemanfaatan lahan basah secara bijaksana (wise use) melalui aksi nasional untuk
mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development) di
seluruh dunia.
Indonesia meratifikasi Konvensi Ramsar berdasarkan Keputusan Presiden
No. 48 tahun 1991 tentang pengesahan Convention on Wetland of International
Importance Especially Waterfowl Habitat, dan hingga saat Indonesia telah
memiliki enam unit kawasan lahan basah yang telah didaftar sebagai situs Ramsar
yakni Taman Nasional Berbak (Jambi), Taman Nasional Sembilang (Sumatera
Selatan), Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (Sulawesi Tenggara), Taman
Nasional Danau Sentarum (Kalimantan Barat), Taman Nasional Wasur (Papua),
dan Suaka Margasatwa Pulau Rambut (Jakarta).
C. Jenis-Jenis Lahan Basah
Setiap jenis lahan basah memiliki variasi tanah, landskap, iklim, kondisi air,
struktur kimia, vegetasi, dan permasalahan yang berbeda-beda. Mengacu pada
sistem klasifikasi lahan basah utama menurut konvensi Ramsar, Indonesia
memiliki semua tipe ekosistem berikut ini.
1. Kawasan Laut (marine): meliputi kelompok lahan basah yang berair asin,
Termasuk pantai berbatu, terumbu karang dan padang lamun.
2. Kawasan Muara (estuarin): meliputi muara sungai, delta, rawa pasang surut
yang berair payau dan hutang bakau (hutan mangrove).
biak.
Beras, yang ditanam pada lahan basah persawahan merupakan makanan
pokok bagi hampir sebagian besar penduduk bumi, dan menyediakan
kekeringan.
Bakau dan terumbu karang dapat mengurangi kecepatan dan ketinggian
gelombang. Akar bakau mampu menahan garis pantai dengan mencegah
erosi oleh angin dan ombak serta meningkatkan ketahanan terhadap
perubahan iklim.
5. Penyimpan Karbon
Lahan gambut memang hanya mengkover sekitar 3% daratan di dunia
namun lahan gambut mampu menyimpang 30% karbon bumi yang
disimpan pada tanah. Jumlah tersebut dua kali lipat dibandingkan jumlah
yang disimpan oleh seluruh hutan di bumi. Namun jika lahan gambut
dibakar atau dikeringkan untuk pertanian, lahan gambut tersebut akan
berubah dari penyerap karbon menjadi sumber karbon. Emisi CO 2 dari
kebakaran dan pengeringan lahan gambut setara dengan 10% dari emisi
bahan bakar fosil dalam satu tahun.
Gambar 3. Lahan gambut mampu menyimpan 30% total karbon bumi yang
disimpan dalam tanah
6. Menjaga Keanekaragaman
Lahan basah merupakan rumah bagi 100.000 spesies air tawar dan
jumlah ini terus meningkat. Sejak 1999 hingga 2009 spesies air tawar
burung.
7. Sebagai Sumber Mata Pencaharian Penduduk Sekitar
61,8 juta orang menggantungkan hidupnya melalui kegiatan mencari ikan
dan aquaculture, termasuk keluarganya maka lebih dari 660 juta jiwa
bergantung pada lahan basah sebagai sumber mata pencahariannya.
8. Estetika dan Pariwisata
Berbagai aktivitas rekreasi dapat dilakukan di area lahan basah. Berburu
dan memancing merupakan salah satu aktivitas favorit yang umum
dilakukan para wisatawan. Berbagai kegiatan rekreasi lain dapat
dilakukan seperti berkemah, observasi alam, fotografi, naik perahu dll.
Banyak orang yang sangat menikmati keindahan alam dan menghabiskan
waktu untuk mengamati kehidupan hewan dan tumbuhan. Lahan basah
juga merupakan tempat penting untuk pembelajaran lapangan dalam
rangka mengagumi dan mengapresiasi ekologi.
E. Kerusakan Lahan Basah
Lahan basah sangat rentan terhadap eksploitasi berlebih akibat adanya ikan,
bahan bakar dan air yang berlimpah. Ketika lahan basah dianggap sebagai lahan
yang tidak produktif atau marjinal, maka lahan basah kemudian akan dijadikan
sebagai sasaran untuk drainasi dan konversi. Di sisi yang lain, lahan basah juga
menjadi korban terdepan akibat adanya tekanan pembangunan. Laju kehilangan
dan kerusakan lahan basah semakin bertambah di seluruh bagian bumi. Tekanan
terhadap lahan basah nampaknya akan semakin terus meningkat dalam beberapa
dekade kedepan akibat adanya peningkatan kebutuhan global terhadap lahan dan
air, serta akibat adanya perubahan iklim.
Gambut dan mangrove adalah diantara lahan basah yang mengalami
kerusakan serius. Hal ini secara negatif dipengaruhi oleh mereka yang bergantung
kepada keberadaan lahan basah tersebut untuk keperluan makanan, air ,bahanbahan dan perlindungan. Lebih jauh, kerusakan mereka memberikan sumbangan
terhadap perubahan iklim global.
Ribuan hektar hutan mangrove, khususnya di Jawa, telah ditebangi dan
dikonversi menjadi tambak untuk kegiatan budidaya perairan. Banyak diantara
tambak tersebut dibangun untuk produksi udang. Setelah beberapa tahun tambak
tersebut akan kehilangan produktifitasnya atau terinfeksi oleh penyakit yang
menyerang udang. Tambak-tambak tersebut kemudian akan ditinggalkan .
Mangrove yang sehat akan memberikan perlindungan terhadap bahaya dari laut,
sementara tambak yang telah rusak kemudian akan menempatkan wilayah pesisir
menjadi sangat rentan terhadap bahaya badai dan gelombang dari laut.
10
11
12
2.
3.
4.
5.
kerusakan.
Berdasarkan
definisi
di
atas
restorasi
berarti
mengembalikan bentuk asal lahan basah misalnya mengalirkan air pada lahan
basah yang mengering, sedangkan peningkatan berarti menambahkan atau
13
meningkatkan fungsi yang telah ada, misalnya menambahkan aliran air sehingga
didapatkan lahan basah dengan air yang lebih dalam.
Peningkatan fungsi lahan basah mungkin dapat menurunkan fungsi lain dari
lahan basah tersebut. Misalnya penambahan air dapat menciptakan habitat yang
lebih baik bagi ikan namun hal tersebut justru mengurangi kemampuan lahan
basah untuk menahan banjir. Beberapa contoh peningkatan fungsi yang
mengurangi fungsi lain seperti hilangnya habitat bagi ikan akibat penambahan
garam untuk menyediakan habitat bagi unggas air dan berkurangnya kemampuan
manahan air ketika lahan basah musiman digenangi air untuk meningkatkan
habitat akuatik. Ketika dilakukan proses peningkatan ini, salah satu hal yang
menjadi pertimbangan adalah cara meminimalisir berbagai penurunan fungsi
alami dari lahan basah tersebut.
Pembuatan lahan basah merupakan salah satu proyek yang paling sulit
untuk dilakukan. Salah satu tantangan dalam proyek tersebut adalah bagaimana
dapat menggenangi suatu lokasi yang secara alami tidak tergenang (kering) atau
menumbuhkan vegetasi pada tanah yang tidak bersifat hydric. Jika proses
pembuatan memungkinkan, umumnya akan membutuhkan perencanaan dan usaha
yang lebih dibandingkan upaya pemulihan, selain itu hasilnya sangat sulit untuk
diprediksi. Hasil dari upaya pembuatan dan peningkatan memang sulit untuk
14
Keberhasilan
pendekatan
pasif
umumnya
bergantung
pada
ketersediaan air dan mekanisme untuk mendatangkan spesies sebagai bagian dari
restorasi. Keuntungan dari metode pasif ini meliputi biaya yang tergolong murah
dan menghasilkan lahan basah yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan
sekitar.
Untuk beberapa kawasan, metode pasif tidak cukup untuk melakukan
perbaikan lahan basah sehingga dibutuhkan pendekatan aktif. Pendekatan ini
melibatkan intervensi fisik dimana manusia memegang kontrol penuh terhadap
proses pemulihan, pembuatan atau peningkatan sistem lahan basah. Pendekatan
aktif umumnya digunakan pada lahan basah yang mengalami kerusakan yang
kompleks atau tujuan konservasi tidak dapat tercapai setelah dilakukan berbagai
cara. Metode aktif meliputi penataan kontur menjadi topografi yang diinginkan,
merubah aliran air dengan struktur kontrol air (seperti bendungan atau goronggorong), penanaman intensif, kontrol terhadap spesies pendatang/pengganggu,
dan penambahan tanah pada area tertentu untuk memberikan tambahan substrat
bagi spesies tertentu. Umumnya pendekatan aktif ini memerlukan biaya yang
cukup besar.
15
16
Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah
organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk
dengan ketebalan lebih dari 50 cm.
Di Kalimantan, ada beberapa spesies indikator yang mencirikan suatu hutan
rawa gambut, antara lain ramin (Gonystylus bancanus), suntai (Palaquium
burckii), semarum (Palaquium microphyllum), terentang (Camnosperma
auriculata), dan meranti rawa (Shorea spp.).
2. Karakteristik lahan gambut di Kalimantan
Lahan gambut di Kalimantan umumnya terletak pada zona lahan rawa air
tawar, dan sebagian pada zona lahan rawa pasang surut. Adanya lapisan tanah
bawah yang berupa pasir kuarsa menunjukkan bahwa gambut memiliki
kesuburan yang rendah, karena terbentuk dari vegetasi hutan yang miskin
unsur hara. Tanah gambut yang terletak di atas lapisan tanah mineral relative
lebih subur, karena lapisan tanah mineral berasal dari lingkungan endapan
sungai. Gambut tersebut terdapat di daerah pedalaman yang jauh dari pantai.
Keberadaan lahan gambut, terutama gambut sangat dalam (lebih dari 4 m),
sangat penting untuk dipertahankan sebagai daerah konservasi air, terlebih
bila pada bagian hilirnya terdapat kota-kota pantai seperti Pontianak,
Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda.
3. Pemanfaatan lahan rawa gambut di sektor pertanian
Pengembangan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyak kendala,
antara lain:
a. tingkat kesuburan tanah rendah, pH tanah masam, kandungan unsur hara
NPK relatif rendah, dan kahat unsur mikro Cu, Bo, Mn dan Zn
b. penurunan permukaan tanah yang besar setelah didrainase;
c. daya tahan (bearing capacity) rendah sehingga tanaman pohon dapat
tumbang, dan;
d. sifat mengkerut tak balik, yang dapat menurunkan daya retensi air dan
membuatnya peka erosi.
Gambut yang paling potensial untuk pertanian adalah gambut dangkal (0,5-1
m) sampai sedang (1-2 m) yang terletak pada bagian pinggiran kubah.
Wilayah ini umumnya masih merupakan gambut topogen yang banyak
bercampur dengan bahan tanah mineral. Makin tebal gambut, makin kurang
potensinya untuk pertanian. Gambut dalam (lebih dari 3 m) umumnya miskin
hara, dan sebaiknya tidak dibuka atau dimanfaatkan untuk pertanian, karena
17
19
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap memperhatikan
manfaat yang dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan keberadaan
setiap komponen lingkungan untuk pemanfaatannya di masa depan.
2. Ekosistem lahan basah (Wetlands Ecosystem) merupakan suatu ekosistem
unik yang merupakan area transisi antara sistem akuatik (perairan) baik air
tawar maupun air laut dengan sistem terestrial (darat).
3. Klasifikasi lahan basah utama Indonesia memiliki semua tipe ekosistem
berikut ini: Kawasan Laut (marine), Kawasan Muara (estuarin), Kawasan
Rawa (palustrin), Kawasan Danau (lakustrin), Kawasan Sungai (riverin).
4. Lahan basah berperan penting dalam kehidupan manusia sebagai sumber
mata air bagi manusia, menyediakan sumber makanan, memurnikan dan
menyaring limbah berbahaya dari air, lahan basah merupakan shock
absorber alami.
5. Lahan basah sangat rentan terhadap eksploitasi berlebih akibat adanya ikan,
bahan bakar dan air yang berlimpah. Ketika lahan basah dianggap sebagai
lahan yang tidak produktif atau marjinal, maka lahan basah kemudian akan
dijadikan sebagai sasaran untuk drainasi dan konversi.
6. Berbagai upaya konservasi yang dapat dilakukan untuk mengembalikan
fungsi lahan basah antara lain melalui 3 (tiga) upaya: Pemulihan
(Restoration), Pembuatan (Creation), dan Peningkatan (Enhancement)
B. Simpulan
Pentingnya lahan basah bagi kehidupan spesies tertentu, diharapkan
mampu
meningkatkan
keanekaragaman
pada
spesies
flora
dan
fauna.
Perlindungan lahan basah ini menjadi penting karena memiliki nilai serta
kekayaan ekosistem yang berharga bagi dunia. Perlunya dipertahankan ekosistem
ini mengingat semakin meningkatnya proyek pembangunan yang menuntut
perluasan lahan serta perubahan peruntukan tanah.
20
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D.G. 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Campbell, Reece dan Mitchell. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Cowx, I.G. 1999. An appraisai of stocking strategies in the light of developing
country constraints. Fisheries Management and Ecology. (6); 21-34.
Dahuri, M., J.Rais., S.P. Ginting., dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita: Jakarta.
Hadi,
Mochamad.
2009.
Konservasi
Sumber
Daya
eprints.undip.ac.id/1070/1/ILING-II-5-KONSERVASI.pdf.
Alam
(Online).
Diakses:
30
Januari 2012.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.
Khaerudin, 2011. Melestarikan Ekosistem Danau Toba. Kompas. Com (Online)
Diakses tanggal 12 Februari 2012).
Kusmana, C. 2005. Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai
Pasca Tsunami di NAD dan Nias. Makalah dalam Lokakarya Hutan
Mangrove Pasca Tsunami. Medan, April 2005.
Odum. E.P. 1983. Dasar-Dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Ramsar Convention. 2008. Deklarasi Changwon untuk Kesejahteraan Manusia
dan
Lahan
Basah.(Online)
http://www.ramsar.org/pdf/cop10/cop10_
21
22